Jelaskan dimensi spiritual, dimensi kultural dan dimensi institusional dalam implementasi Pancasila

Sistem Nilai dalam Pancasila Sistem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu dan nilai yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk e dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak. Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya. Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika dia harus melakukan korupsi, penyelewengan harta negara, dan perilaku negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini. Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam permusayaratan perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusian dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa. Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang dan diskriminatif. Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan. Sumber : buku k13 kurtilas Pendidikan kewarganegaraan kelas X

Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari. Foto: Pexels

Pancasila merupakan landasan kehidupan bangsa Indonesia yang termuat dalam pembukaan UUD 1945. Implementasi Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari sangat penting. Cara-cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila pun beragam.

Dimensi spiritual bermakna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara.

Implementasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Keterkaitan antara manusia dan Tuhan yang tercermin pada sila pertama tersebut menjadi pengingat agar tidak melakukan korupsi dan penyalahgunaan harta negara.

Adapun dimensi kultural memiliki arti bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.

Sedangkan dimensi institusional berarti Pancasila harus menjadi landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Implementasi Pancasila dalam Praktik Kehidupan Sehari-hari

Contoh implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah cinta kepada tanah air dan bangsa. Foto: Freepik.

Implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bisa dilakukan dengan tindakan yang nyata. Dikutip dari Tap MPR No. I/MPR/2003, berikut implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari:

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

  1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Percaya dan takwa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

  3. Saling menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda.

  4. Membina kerukunan hidup di antara umat beragama.

  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah hal yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

  6. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya.

  2. Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.

  3. Saling mencintai sesama manusia.

  4. Tenggang rasa dan tepa selira.

  5. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

  7. Jujur dan bertanggung jawab.

  8. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

  9. Berani membela kebenaran dan keadilan.

  10. Merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

  11. Menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

  1. Menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa.

  3. Cinta kepada Tanah Air dan bangsa.

  4. Bangga berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

  1. Warga negara memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

  2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

  6. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

  7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

  8. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawarahan.

Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

  1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

  4. Menghormati hak orang lain.

  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.

  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.

  9. Menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

  10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.