Jelaskan apa yang dimaksud dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah?

DOI: https://doi.org/10.34005/alrisalah.v11i2.590

Keywords: Peranan, Muhammadiyah, Gerakan, Islam Berkemajuan, Era Modern.

Dalam artikel ini penulis menjelaskan Peranan Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Berkemajuan Di Era Modern, yang sangat banyak manfaatnya bagi umat Islam khususnya dan masyarakat luas pada umunya. Peranan Muhammadiyah dalam gerakan Islam Berkemajuan,  berani mengeluarkan pikiran yang sehat dan murni dengan dasar Al-Quran dan Hadits. Istilah Islam Berkemajuan yaitu dengan mengembangkan etos dari surah Al-‘Ashr bukan sekedar berbicara tentang kewajiban menyantuni orang-orang miskin, tetapi juga berkewajiban berproses untuk membentuk peradaban utama. Muhammadiyah merupakan gerakan pencerahan menuju Indonesia Berkemajuan. Konsep “Islam Berkemajuan” di era modern ini adalah merupakan respon dari fenomena yang ada yaitu Globalisasi, terutama kebudayaan, baik dalam bentuk Arabisasi ataupun Westernisasi. Dengan mengembangkan kemampuan akal Muhammadiyah berinovasi dalam mengembangkan dakwah dan program nyata untuk mengangkat citra Islam di Masyarakat. Seperti Muhammadiyah membangun banyak rumah sakit, panti sosial dan lainnya dalam upaya menerapkan konsep Islam yang kosmopolitan.

In this article, the author describes the Role of Muhammadiyah as a Progressive Islamic Movement in the Modern Era, which has great benefits for Muslims in particular and the wider community. The role of the Muhammadiyah in the Progressive Islamic movement, daring to produce healthy and sound thoughts on the basis of the Quran and Hadith. The term Islamic Progress is to develop the ethos of the surah Al-'Ashr not only to talk about the obligation to help the poor but also the obligation to process the formation of civilization. Muhammadiyah is a movement of enlightenment towards Indonesia's Progress. The concept of "Islamic Development" in this modern age is a response to the existing phenomenon of Globalization, especially culture, whether in the form of Arabization or Westernization. By developing the capacity of Muhammadiyah's innovators to develop real-life missionary and propaganda programs to promote Islamic image in the Society. For example, Muhammadiyah built many hospitals, social institutions, and others in an effort to apply the concept of cosmopolitan Islam.

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.

1.      Muhammadiyah adalah gerakan Islam

2.      Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar

3.      Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

A.     Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam

Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT.

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

B.      

Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam

Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

C.      

Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid

Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.

Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.

Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

Muhammadiyah dalam sejarahnya merupakan produk perjuangan pergerakan kemerdekaan, didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 yang bercita-cita mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Keadaaan Muhammadiyah sekarang merupakan cerminan dari awal Muhammadiyah berdiri. Gerakan sosial menjadi Dasar dari dakwahnya, dengan berpedoman pada Qs al maun ayat 1-7, dan Kader – Kader Muhammadiyah mengaplikasikannya dalam realita kehidupan.

Muhammadiyah juga disebut Persyarikatan

Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia (KBBI) Persyarikatan berasal dari kata syarikat/sya·ri·kat/ yang artinya: sekutu; perhimpunan; perkumpulan; serikat, oleh Karenanya penyebutan Persyarikatan merupakan pengejawantahan dari sebuah gerakan dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar yang mempunyai gerakan seimbang. Di dalam kata Persyarikatan mengandung makna kolektif kolegial artinya setiap kebijakan Muhammadiyah merupakan Hasil musyawarah seluruh pimpinan, bukan keputusan orang perorang. Inilah kelebihan dan keutamaan Muhammadiyah dibandingkan dengan organisasi lainnya. 

Perjalanan sikap politik Muhammadiyah

Dalam perjalanan politiknya dari Tegak berdiri hingga kini, Muhammadiyah secara kelembagaan belum pernah terlibat dengan politik praktis. Ketika Politik menjadi sikap resmi organisasi maka perpecahan pasti akan terjadi diantara Kader – Kader Muhammadiyah, maka Muhammadiyah tegas bahwa sebagai organisasi, Muhammadiyah istiqomah di gerakan dakwah sedangkan Kader – Kader Muhammadiyah dipersilakan untuk masuk kepartai manapun dengan syarat partai tersebut mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah. 

Muhammadiyah sebagai solusi problematika umat

Dalam rentang waktu yang Panjang, lebih dari 107 tahun Muhammadiyah membuktikan diri sebagai penerang dalam kegelapan. Sisi kehidupan sosial manusia menjadi prioritas gerakan Muhammadiyah, pendidikan, sosial, kesehatan, dan ekonomi. Sejarah menyebutkan bahwa sebelum Muhammadiyah didirikan Kyai Ahmad Dahlan menyuruh santri-santrinya untuk mencari anak – anak yatim/piatu, orang – orang miskin, gelandangan kemudian diberi makan, dimandikan dan ditempatkan dalam satu asrama untuk diberikan pengajaran keagamaan. Nah dari situlah Muhammadiyah mempunyai Kader awal yang langsung dibawah bimbingan Kyai Ahmad Dahlan. Pada tahap awal Muhammadiyah fokus pada pendidikan dan sosial, sebagai lahan Dakwah yang potensial dalam mengembangkan faham keagamaannya yang bertujuan memberantas Takhayul, bidah dan Churafat, yang menjadi penyebab kemunduran umat islam. 

Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pembelajar ulung. Sebelum Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan sekolah di Muhammadiyah, beliau seorang guru di sekolah belanda. Sekolah yang hanya diperuntukkan bagi anak – anak belanda dan priyayi pribumi itu menjadi guru terbaik bagi Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam hal pendidikan. Pengalaman menjadi pengajar di sekolah belanda tersebut, kemudian diaplikasikan Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk mendirikan sekolah dirumahnya dibantu oleh santri – santri. Sekolah yang mengadopsi Sistem pendidikan belanda, mulai dari penggunaan papan tulis, meja dan kursi dalam Sistem klasikal menjadi pembeda dengan sistem pendidikan islam pada waktu itu. Pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah memadukan pengajaran agama islam dengan pengajaran umum dalam sebuah sistem pendidikan. Inilah cikal bakal pendidikan integral yang berkembang saat ini.

Pendidikan Muhammadiyah yang fluktuatif. Gagasan Kyai Haji Ahmad Dahlan tentang pendidikan mendapatkan beragam tanggapan, pro dan kontra menjadi hal yang biasa. Apalagi menawarkan gagasan baru yang masih asing bagi masyarakat awan. Tetapi Kyai Haji Ahmad Dahlan dan santri – santrinya tetap gigih dan istiqomah dalam menjalaninya, sehingga buah keistiqomahan itu terwujud dengan semakin terbukanya pikiran masyarakat tentang pentingnya kemerdekaan bagi bangsanya. Kemerdekaan bisa terwujud dengan kecerdasan masyarakat, kecerdasan yang dibangun atas pengalaman dan pengetahuan yang memadukan nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.

Pendidikan Muhammadiyah membentuk Tri kompetensi Kader

Sekolah – sekolah Muhammadiyah merupakan instrumen dakwah Muhammadiyah, yang bertanggung jawab tercapainya cita-cita Muhammadiyah yaitu terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Maksud dari cita-cita tersebut diantaranya adalah hadirnya kompetensi dalam diri peserta didik atau Kader Muhammadiyah, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh produk lembaga pendidikan Muhammadiyah, pertama, kompetensi religius, Kader Muhammadiyah harus istiqomah untuk menautkan hatinya kepada Allah SWT, bukan bergantung kepada selain NYA. Kedua, kompetensi intelektul, kompetensi ni ini Hanya bisa terwujud dengan belajar baik formal, informal, non formal dan otodidak. Umat Muslim harus cerdas dan siap bersaing dengan siapapun dan kapanpun. Ketiga, kompetensi humanis, sisi sosial harus tetap menjadi lahan Kader Muhammadiyah dalam beramal Sholeh, untuk menegaskan bahwa Muhammadiyah benar – benar gerakan amal Sholeh. Kompetensi yang terintegratif pada diri Kader diharapkan mampu menjawab perkembangan global yang semakin pesat. Inilah Muhammadiyah yang menyalakan lilin untuk terangi keadaan tidak mengutuk kegelapan. Semoga istiqomah dijalan dakwah. Amiin!