Ilustrasi: Zunar untuk GIJN Penafian: Informasi dalam dokumen ini bukan merupakan nasihat hukum dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum. Informasi dalam dokumen ini hanya ditujukan sebagai panduan. Banyak hal yang terjadi selama 12 bulan belakangan telah menyadarkan kita bahwa kebebasan pers sedang terancam. Atas nama pandemi, banyak rezim melakukan tindakan hukum yang menindas dengan dalih mengatasi disinformasi. Mereka menggunakan metode yang semakin canggih untuk mengontrol informasi daring dan bertindak keras kepada jurnalisme yang kritis. Risiko hukum bagi reporter semakin besar. Reporter terus menjadi sasaran kekerasan dan penahanan sewenang-wenang. Mereka dimata-matai, terutama ketika terjadi eskalasi konflik dan pemilihan umum sedang berlangsung. Seringkali, tidak ada pertanggungjawaban atas serangan-serangan tersebut. Para aparat keamanan atau aktor non-negara yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis menikmati kekebalan hukum. Para reporter juga kerap menghadapi tuntutan hukum tidak berdasar. Melalui SLAPP (Strategic Lawsuits Against Public Participation), reporter dan pengkritik perilaku individu atau perusahaan besar yang merugikan kepentingan publik, diintimidasi. Tantangan lain terhadap kebebasan berekspresi dan jurnalisme independen berasal dari upaya negara untuk mengontrol informasi daring. Di banyak negara bagian, internet acapkali jadi platform terakhir bagi kebebasan berpendapat. Namun, hal tersebut juga tak luput dari usaha pemerintah yang menindak ekspresi daring dengan berbagai cara. Di banyak negara, internet dikontrol secara ketat, baik melalui pemblokiran situs web secara berkala atau penyaringan situs web secara kontinyu. Di tengah berbagai kondisi muram tersebut, jurnalis perlu memahami perlindungan yang diberikan oleh hukum internasional terhadap pekerjaan mereka. Dengan menggunakan pedoman yang berisi gambaran umum standar hukum internasional dan ancaman umum yang dihadapi jurnalis ini, reporter bisa mencegah, mengurangi, dan melindungi diri dari ancaman hukum karena menjalankan praktik jurnalistik. Pencemaran Nama BaikDefamasi atau pencemaran nama baik adalah konsep hukum yang secara luas dipahami sebagai penyampaian pernyataan palsu yang secara tidak adil menyebabkan kerugian pada reputasi badan hukum atau individu. Di bawah Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, aturan soal pencemaran nama baik dapat dipahami sebagai perlindungan terhadap “kehormatan dan reputasi” seseorang dari “serangan yang melanggar hukum”. Aturan mengenai hal ini berbeda-beda di setiap yurisdiksi. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam menghadapi tuduhan ini adalah menentukan yurisdiksi yang relevan dan mencari nasihat hukum. Tips menghindari/meminimalisir tuduhan defamasiRisiko hukum bagi reporter tak bisa sepenuhnya dihindari, tetapi beberapa hal praktikal di bawah ini bisa meminimalisir tuduhan defamasi:
Melindungi NarasumberBanyak karya jurnalisme investigasi tidak mungkin dilakukan tanpa bocoran dari narasumber atau pelapor (whistleblower). Mereka mungkin membutuhkan anonimitas untuk melindungi diri dari ancaman fisik, ekonomi, atau profesional lantaran membocorkan informasi. Secara global, ada kesepakatan mengenai kewajiban etis reporter untuk melindungi identitas narasumber. Ada juga tradisi hukum yang kuat tentang perlindungan sumber secara internasional. Hal itu merupakan pengakuan atas fungsi penting sumber-sumber rahasia dalam memfasilitasi jurnalisme yang mengawasi kekuasaan. Pemaksaan pengungkapan kerahasiaan narasumber memiliki efek mengerikan pada kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Langkah tersebut juga menghambat kebebasan arus informasi. Cara Melindungi Identitas NarasumberKeamanan digital merupakan hal mendasar bagi reporter. Prinsip Perugia untuk Jurnalis yang Bekerja dengan Pelapor di Era Digital telah mengumpulkan serangkaian praktik terbaik untuk melindungi narasumber rahasia di tengah meningkatnya pengawasan digital. Beberapa hal di antaranya yakni:
Proyek Hukum Media Digital juga menawarkan beberapa saran berikut ini:
Menjadi Korban Perisakan dan Kejahatan SiberReporter menghadapi sejumlah ancaman digital seperti pelecehan daring, fitnah daring yang terkoordinir, serangan phishing, serangan domain palsu, serangan man-in-the-middle (MitM), dan serangan DDoS. Pasukan Troll semakin sering digunakan untuk membungkam, mengintimidasi, mengancam, dan mendiskreditkan reporter yang kritis terhadap pemerintah. Di sisi lain, banyak sistem hukum yang enggan atau tidak bisa mengadili pelaku kekerasan terhadap pers karena lemahnya peradilan atau kurangnya kemauan politik. Kurangnya independensi peradilan juga membuat akuntabilitas pengadilan sulit diwujudkan. Definisi Kejahatan SiberTidak ada definisi universal tentang kejahatan siber. Namun, organisasi internasional umumnya menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada pelanggaran yang dilakukan melalui penggunaan jaringan komputer atau internet. Beberapa kegiatan yang tercakup di dalamnya antara lain terorisme dan spionase yang dilakukan dengan bantuan internet dan peretasan ilegal ke dalam sistem komputer, pelanggaran terkait konten, pencurian dan manipulasi data, serta cyberstalking. Bentuk Kejahatan Siber
Meminimalisir RisikoMedia Defence menyediakan beberapa langkah bagi jurnalis perempuan untuk melindungi dirinya secara daring.
Media Defence merekomendasikan beberapa langkah berikut apabila kamu menjadi korban penyebaran gambar intim tanpa persetujuan:
Pengawasan Digital dan SpywareReporter semakin sering menjadi sasaran pengawasan dan pemantauan digital melalui penggunaan malware, spyware (seperti yang terlihat dalam skandal Pegasus baru-baru ini), perangkat lunak pengenalan wajah, dan alat lain seperti pemantau media sosial. Strategi ini sering digunakan sebagai alat intimidasi untuk membungkam wartawan. Akibatnya, banyak reporter yang ketakutan dan melakukan swasensor. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir perangkat privasi seperti enkripsi dan anonimitas juga merusak kemampuan jurnalis untuk meliput dengan aman dan bebas. Pers semakin sulit menghindari pengawasan dan sensor untuk mengakses informasi secara bebas. Meminimalisir Risiko PengawasanMembentengi diri dari pengawasanMedia Defense merangkum 10 prinsip dari Privacy International yang diakui secara luas. Hal tersebut bisa meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh rezim pengawasan, termasuk yang dilakukan oleh pemerintah. Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja yang bertujuan untuk menegakkan hak-hak dasar dan, idealnya, bekerja selaras dengan undang-undang lokal untuk membatasi intersepsi digital. Sumber referensi yang komprehensif mengenai hal tersebut adalah laporan ARTICLE 19 yang bertajuk “Global Principles on Protection of Freedom of Expression and Privacy.” Tips umum untuk keamanan digitalReporter yang rentan diawasi mesti mengikuti praktik terbaik dan menegakkan protokol keamanan informasi sederhana. Langkah tersebut bertujuan untuk menghindari komunikasi pribadi mereka diakses secara diam-diam oleh pihak lain. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
Committee to Protect Journalists (CPJ) merekomendasikan beberapa langkah tambahan yakni: Perbarui perangkat, aplikasi, dan peramban secara berkala.
Menghadapi Tuduhan yang Dibuat-buat dan Penahanan Semena-menaBanyak pihak kerap membuat tuduhan palsu terhadap reporter. Mereka menuding kalau reporter melakukan kegiatan ilegal dan mengajukan tuntutan pidana. Menurut OSCE Safety of Journalist Guidebook, taktik ini digunakan untuk menekan pemberitaan tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan publik. Pelakunya bisa berasal dari pejabat pemerintahan, tokoh masyarakat, atau kelompok kejahatan terorganisir berpengaruh. Beberapa reporter dibui secara tidak sah setelah mendapatkan tuduhan sewenang-wenang dan palsu; banyak juga yang ditahan tanpa pernah diadili, kadang-kadang untuk waktu yang lama. Meminimalisir risiko tuduhan palsuSalah satu risiko hukum bagi reporter adalah penahanan secara sewenang-wenang atau dihukum karena tuduhan palsu adalah konsep yang dinamis dan berubah seiring waktu. Dengan kata lain, risikonya harus dinilai secara berkala, terutama jika lingkungan kerja atau situasi keamananmu berubah. Untuk meminimalisir risiko, Panduan Keamanan Reporters Without Borders merekomendasikan untuk:
SEEMO Safety Net Manual menyarankan beberapa hal berikut sebagai tambahan:
Lebih jauh, CPJ telah menyusun Panduan Keamanan Fisik dan Digital untuk reporter yang menghadapi penangkapan dan penahanan: Saran mengenai keamanan digital
Saran mengenai keamanan fisik
Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat panduan Penilaian Risiko yang disusun CPJ dan tersedia dalam berbagai bahasa. Jika kamu ditangkap
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Penilaian Keamanan Pra-Penugasan yang disusun CPJ. Berita Palsu dan PropagandaIstilah “propaganda”, “misinformasi”, dan “berita palsu” seringkali tumpang tindih. Namun, secara umum istilah-istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada berbagai cara ketika informasi yang disebarkan menyebabkan kerugian, baik disengaja atau tidak. Ketiga aktivitas tersebut biasanya berkaitan dengan dukungan terhadap sudut pandang moral atau tujuan politik tertentu. Dewan Eropa membedakan tiga penggunaan berbeda dari ketiga istilah tersebut:
Lebih jauh, Parlemen Eropa mengidentifikasi elemen umum dari berita palsu dan propaganda:
Media Sosial dan Disinformasi/PropagandaMeskipun berita palsu bukanlah fenomena baru, tetapi signifikansinya meningkat belakangan ini. Hal tersebut terjadi lantaran tersedianya berbagai bentuk teknologi informasi dan komunikasi yang canggih seperti media sosial. Membagikan teks, gambar, video, atau tautan secara daring misalnya, memungkinkan informasi menjadi viral dalam beberapa jam dan menimbulkan persoalan keamanan yang perlu dipertimbangkan. Di sisi lain, konten yang dihasilkan dan dibagikan oleh jurnalis warga melalui media sosial juga telah menjadi sumber yang semakin penting dalam banyak hal. Meminimalisir risiko mis/disinformasiPEN America merekomendasikan beberapa langkah untuk memerang misinformasi yakni:
UNESCO juga merekomendasikan beberapa hal berikut ini:
SatireSecara implisit, satir dilindungi oleh ketentuan internasional mengenai kebebasan berekspresi. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa — dalam kasus 2007 Vereinigung Bildender Künstler v. Austria — mendefinisikan satir sebagai “… suatu bentuk ekspresi artistik dan komentar sosial yang memiliki ciri-ciri berlebihan dan distorsi realitas, serta secara alami bertujuan untuk memprovokasi dan mengagitasi . Oleh sebab itu, setiap gangguan terhadap hak seniman (pembuat satir) untuk berekspresi mesti diperiksa dengan sangat hati-hati.” Meski demikian, satir sering mendapat serangan hukum, terutama dengan dalih pencemaran nama baik atau undang-undang hak cipta. Perbedaan utama antara satir dan fitnah adalah bahwa satir tidak dimaksudkan untuk mendapat kepercayaan publik. Satir bersifat menggigit, kritis, dan didesain untuk menyerang pihak tertentu. Tips meminimalisir risiko ketika memublikasikan satirKomite Wartawan untuk Kebebasan Pers memberikan tips agar tidak dituntut atas pencemaran nama baik ketika memublikasikan satir.
Hak CiptaHak Cipta adalah aturan hukum mengenai kekayaan intelektual. Menurut Kantor Hak Cipta A.S., aturan ini bertujuan melindungi “karya asli kepengarangan termasuk karya sastra, drama, musik, dan artistik, seperti puisi, novel, film, lagu, perangkat lunak komputer, dan arsitektur.” Hak cipta tidak melindungi fakta, gagasan, sistem, atau metode operasi, tetapi melindungi cara hal-hal tersebut diekspresikan. “Penggunaan secara wajar” adalah istilah yang mengacu pada kemampuan untuk menggunakan konten berhak cipta tanpa memperoleh persetujuan atau membayarnya. Hal tersebut diperbolehkan terutama apabila penggunaan konten memiliki manfaat budaya atau sosial yang besar. Ini adalah aturan umum yang berlaku bahkan dalam situasi ketika undang-undang tidak memberikan izin eksplisit. Seperti halnya hak atas kebebasan berekspresi, orang menggunakan hak penggunaan secara waja tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Menghindari/meminimalkan risiko pelanggaran hak ciptaPanduan Jurnalis untuk Hukum Hak Cipta dan Media Saksi Mata menyarankan poin-poin penting berikut untuk meminimalkan risiko terkait dengan pelanggaran hak cipta:
PembredelanPemberangusan media adalah trend global. Meningkatnya penggunaan aturan yang represif oleh rezim otoritarian telah menggerus kebebasan pers di berbagai belahan dunia. Kasus bredel media juga meningkat secara signifikan di berbagai negara. Menghindari/meminimalkan risiko bredel
Penafian: Informasi dalam dokumen ini bukan merupakan nasihat hukum dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum. Informasi dalam dokumen ini hanya ditujukan sebagai panduan. Tulisan lainnya Editor GIJN untuk tulisan ini adalah Nikolia Apostolou dan Reed Richardson. Ilustrasi yang ada di bagian paling awal tulisan dibuat oleh kartunis politik asal Malaysia, Zulkiflee Anwar Ulhaque, atau yang akrab dipanggil Zunar. Media Defence adalah satu-satunya organisasi hak asasi manusia internasional yang semata berfokus pada pembelaan hukum jurnalis, jurnalis warga, dan media independen. Hingga saat ini, lembaga ini telah memberikan dukungan pada lebih dari 900 kasus dan membantu ratusan jurnalis di lebih dari 110 negara. Aktivitas mereka telah berkontribusi untuk mencegah lebih dari 290 tahun penahanan bagi pekerja media, menghindari kerugian lebih dari US$646 juta, dan melatih lebih dari 90 pengacara. Tulisan ini pertama kali diterbitkan Global Investigative Journalism Network (GIJN) dengan judul A Journalist’s Guide to Avoiding Lawsuits and Other Legal Dangers. Alih bahasa ini disponsori oleh dana hibah dari Google News Initiative. Untuk menerbitkan ulang tulisan ini, Anda bisa menghubungi . Wartawan investigasi yang membutuhkan bantuan bisa menghubungi GIJN melalui Help Desk kami. |