Ibnu Killis adalah sosok yang berjasa terhadap Universitas Al Azhar karena

yang berisi tentang kedua agenda pokok dalam mengembangkan pendidikan di Al-Azhar. Usaha selanjutnya dilakukan oleh Ya`kub ibn Killis yang dikenal dengan seri Ibn Killis yang memberikan perhatian cukup besar bagi peningkatan Al-Azhar. Kegiatan tersebut berlangsung ketika Daulat Fatimiyyah diperintah oleh Al-Azis Billah Abu Mansur Nazzar 365-386 H975-996 M. Bentuk kegiatan yang dilakukan Ibn Killis adalah dengan mengadakan kuliah secara teratur dan terus-menerus, ia juga menghimpun para ulama untuk menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah khususnya ulama fikih. Banyak ulama yang terlibat dalam kegiatan tersebut, menurut catatan sejarah setidaknya terdapat 35 orang ulama yang aktif dalam kegiatan kuliah yang dilaksanakan oleh ibn Killis. Salah satu ulama yang terkenal adalah al- Aqabah Abu Ya`kub al-Khandaq. 5 Dalam melaksanakan tugas pengajian ilmiah tersebut kehidupan para ulama dijamin dan disediakan oleh pemerintah, sehingga fokus perhatian para ulama tinggi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Meskipun demikian pola pembelajaran dan materi yang diajarkan dalam seri kuliah Ibn Killis tetap mengacu kepada mazhab Syiah. Keistimewaan Mesir dan Al-Azhar, keduanya tidak bisa dipisahkan, karena Mesir merupakan wadah peradaban besar yang pernah ada di muka bumi, sedangkan Al-Azhar merupakan wadah pendidikan Islam yang mempunyai sejarah dan dinamika yang unik dan menarik. Al-Azhar merupakan salah satu cikal bakal system pendidikan tinggi yang reputasinya diakui dunia internasional. E F+7,GH6,I7?;=?+;:= Sejak awal berdirinya pada tahun 973 M, Al-Azhar telah menjadi bagian penting dalam pembentukan generasi muda muslim yang mempunyai wawasan keagamaan yang luas. Meskipun awal mulanya dijadikan sebagai wadah untuk proliferasi paham Syiah Ismailiah dalam rangka menandingi paham Sunni yang merupakan paham mayoritas kalangan muslim di Mesir, tetapi dalam bentangan sejarah selanjutnya Al-Azhar menjadi pusat peradaban Sunni. Berakhirnya dinasti fatimiah di Mesir, maka berakhirlah pula dominasi paham Syiah Ismailiah di Mesir. Hingga sekarang ini, paham Sunni merupakan paham mayoritas kalangan muslim di Mesir, dan dunia pada umumnya. Al-Azhar menjadi menara ilmu yang mampu melestarikan kemajemukan khazanah Islam. Kritik dan otokritik merupakan karakter yang menonjol dalam pendidikan keagamaan di Al-Azhar, sehingga melahirkan dialog dan sintesa yang bersifat dinamis. Perbedaan diantara para ulama di dalam tubuh Al-Azhar merupakan sebuah pemandangan yang biasa. Mereka dipersatukan oleh spirit untuk melestarikan khazanah Sunni. Pada puncaknya, Al-Azhar merupakan kiblat keulamaan. Al-Azhar menjadi salah satu institusi pendidikan terpenting, karena telah melahirkan para ulama yang mempunyai integritas keilmuan yang mumpuni. Mereka adalah ulama yang meninggalkan karya-karya brilian di dalam berbagai bidang keilmuan. Salah satu kelebihan Al-Azhar yang masih dipertahankan hingga sekarang ini, yakni kekaryaan. Ulama bukan hanya sekelompok orang yang mempunyai charisma, karena status social tertentu. Ulama pada hakikatnya adalah orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang ditekuninya, melakukan proses pendidikan hingga ke jenjang yang paling tinggi, serta mempunyai karya-karya keulamaan yang berkualitas.

B. Al-Azhar Pada Masa Kemunduran Islam

Pasang surut terjadi di dunia Islam, demikian halnya dengan Universitas al Azhar. Setelah Dinasti Fatimiyyah runtuh dan kekuasaan berada di tangan Dinasti Ayubiyyah, hingga akhirnya berhasil direbut oleh Dinasti Mamluk keberadaan al-Azhar tidak berkembang sebagaimana pada masa kekuasaan Dinasti Fatimiyyah. Rentang waktu tidak aktifnya Al-Azhar sebagai sarana kegiatan keagamaan maupun keilmuan cukup lama lebih kurang selama satu abad. 6 Ada dua faktor yang menyebabkan pada kedua masa setelah masa kekuasaan Dinasti Fatimiyyah Al-Azhar tidak difungsikann. Pertama, adanya perbedaan faham yang dianut oleh keduanya, yaitu di mana Dinasti Fathimiyyah menganut faham Syiah, sedangkan Dinasti Ayubiyyah menganut faham sunni; Kedua, ketika kekuasaan berada di tangan Dinasti Mamluk, dunia Islam dalam keadaan kemelut akibat penaklukan yang dilakukan oleh tentara Tar-Tar Mongol terhadap Baghdad. Masa kejatuhan Dinasti Mamluk tidak bisa di hindari. Berkurangnya pendapatan keuangan telah mempengaruhi aktivitas keilmuan yang berlangsung di Al-Azhar dan beberapa lembaga pendidikan lainnya. Di samping itu, invasi Dinasti Ottoman telah J K,0,L,704,-=?+;:CE menyebabkan Dinasti Mamluk harus mengakhiri kekuasaan mereka. Al-Azhar pun tidak terlepas dari pengaruh goncangan sosial-politik tersebut. 7 Selain itu, kejatuhan dinasti Islam tidak bisa dilepaskan dari krisis keuangan. Ketidakmampuan mereka untuk mengelola keuangan pemerintahan telah meyebabkan mereka di ambang kejatuhan. Di samping adanya ancaman dari dinasti lain, yang menjadikan mereka harus siap untuk mengakhiri kekuasaannya di saat tidak mampu lagi membiayai mahalnya anggaran pertahanan. Oleh karena itu hampir satu abad Masjid Al-Azhar tidak berfungsi dengan baik, baik sebagai pusat ibadah maupun sebagai tempat kegiatankeilmuan sebagaimana yang telah dirintis oleh Jauhar al-Katib al- Siqilli pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyyah. 8

C. Sistem Pendidikan Sebelum Ali Pasha

Seperti lazimnya di sekolah Islam pramodern, di Al-Azhar materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama baca; Islam, namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini antara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun C :5-:CE 9 I0 L- MH,7: -.0 -8,9 22+ :,92 A6 B+6: .01- 5N 23O0P,+G5607-888:D:=9 balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana pendidikan, yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di samping masjid yang digunakan untuk melakukan kajian- kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam. 9 A-Mamun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M--- sebuah institusi yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan. Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium laboratorium. Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang cukup sempurna, karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat kurikulum pendidikan yang diberlakukan di dalamnya. Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan modern baru muncul pada pertengahan awal abad-19 dengan didirikannya Perguruan Universitas Al-Azhar di Kairo. Al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah kurikulum pengajaran. Pada kurikulum ini diatur urutan materi beserta disiplin-disiplin yang harus diajarkan kepada peserta didik. Meski pendirian Al-Azhar bertujuan sebagai wadah kaderisasi bagi kader-kader Syiah, namun kurikulum yang berlaku dapat dianggap sebagai sebuah kurikulum yang 8 L+44,0 3Q,: :,92 C+6D E.; -.0; 123 F,7,E:R+,S607,17I+G+67,50677-.01-88;:D:98

Rep: Dyah Ratna Meta Novia Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA --  Kelompok kajian tak dimonopoli para cendekiawan. Banyak penguasa yang juga membentuk kelompok kajian. Misalnya, Yaqub Ibnu Killis. Ia adalah perdana menteri dari Dinasti Fatimiyah yang saat itu dipimpin Khalifah Al Aziz dan berkuasa pada 975 hingga 996 Masehi. Kelompok kajian Ibnu Killis menjadi yang paling prestisius pada masanya. Pada awalnya, ia adalah seorang Yahudi, kemudian memeluk Islam. Ia juga dikenal banyak belajar dan menulis sejumlah karya penting untuk dibacakan di depan anggota kelompok kajiannya setiap Jumat. Kegiatan tersebut diselenggarakan di istananya dan dihadiri oleh hakim agung istana, ahli fikih, ahli Alquran, ataupun mereka yang menguasai sastra. Setelah pembacaan karya-karya dan diskusi, para penyair akan membacakan syiar-syair mereka yang indah. Ibnu Killis juga mempekerjakan seorang ahli kaligrafi untuk membuat salinan Alquran. Di sisi lain, ada pula penyalin yang ia pekerjakan untuk menyalin buku-buku dalam bidang sastra, agama, maupun kedokteran. Lalu, ahli kaligrafi dan penyalin buku itu menyusun hasil salinannya sesuai perintah Ibnu Killis. Dalam interaksinya dengan para ilmuwan, perdana menteri ini dikenal sebagai seorang yang dermawan kepada mereka. Perdana Menteri Ibnu Hubayrah melakukan langkah yang sama. Ia adalah perdana menteri pada masa Khalifah Al Nashir dari Dinasti Abbasiyah yang bermazhab Hanbali dan berkuasa pada 1180 Masehi. Kelompok kajian yang ia dirikan banyak dikunjungi cendekiawan di bidang agama. Seorang dokter dan budayawan yang masyhur pada masa itu, Abu Ja'far Al Dzarah, dikenal sebagai salah satu anggota klub tersebut. Kelompok kajian serupa berdiri di Spanyol. Pendirinya adalah para khalifah yang memang memiliki ketertarikan dengan ilmu pengetahuan.

Kelompok kajian ini dijadikan khalifah sebagai tempat berdiskusi berbagai macam topik ilmiah maupun budaya. Secara khusus, khalifah tak jarang mengundang sejumlah ahli sastra, biografi, dan kedokteran untuk melakukan diskusi.

  • peradaban islam
  • kajian ilmu

Ibnu Killis adalah sosok yang berjasa terhadap Universitas Al Azhar karena