Lihat Foto Tanya: Apakah sah zakat fitrah kita kalau kita serahkan kepada guru ngaji? Terima kasih. (Retno - Jakarta) Jawab: Assalammu’alaikum. Ibu Retno, berikut penjelasan mengenai zakat fitrah dari Ibnu Abbas RA, "Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat id, maka itu adalah zakat yang diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat id, maka itu adalah sedekah biasa (bukan zakat fitrah)." (Hasan: Shahihul Ibnu Majah) Dalam pemberian zakat secara umum hanya diperbolehkan kepada 8 asnaf (At Taubah : 60). Akan tetapi, untuk zakat fitrah, pemberian zakat dikhususkan untuk orang-orang miskin karena tujuan dari zakat fitrah adalah agar setiap orang atau seluruh kaum muslimin tercukupi pangannya pada hari raya. Apabila guru mengaji yang Ibu maksud tergolong orang miskin maka Ibu dapat memberikan zakat fitrah kepada beliau. Demikian penjelasannya. Wallahu’alam. (Rumah Zakat) Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya
ASWAJADEWATA.COM Pertanyaan seputar zakat fitrah, khususnya hukum zakat fitrah kepada para kiai atau guru ngaji adalah pertanyaan tahunan yang muncul di akhir romadlon menjelang hari raya. Ini tak ubahnya penyakit tahunan yg selalu kambuh meskipun telah diobati. Dalam tulisan ini saya ingin menjelaskan hukum membayar zakat fitrah kepada para kiai dan guru ngaji dalam pandangan ahli fiqh. Pertama, kita harus mengetahui siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat, imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa Zakat fitrah hanya boleh diberikan kepada orang miskin atau faqir sementara Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat fitrah boleh diberikan kepada golong yang delapan sebagaimana zakat mal. (Al Mausu’ah Al Fiqhiah Al Kuwaitiah juz 23 hal 344) Pendapat pertama didasarkan kepada hadist nabi: عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين، فمن أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات. “Dari ibnu Abbas ra, beliau berkata : Rosulullah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dan memberi makan kepada orang miskin, maka barang siapa yg melaksanakan sebelum sholat hari raya itu adalah zakat yg diterima, jika melaksanakan setelah sholat itu adalah shodaqoh dari beberapa shodaqoh”. (HR Abu Daud) Imam Malik dan Imam Ahmad Bin Hambal berpendapat bahwa hadist ini sangat tegas ttg kepada siapa zakat fitrah itu harus diberikan, sehingga dalam pandangan beliau hadist ini mentakhshis keumuman ayat zakat. Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berpendapat babwa hadist tersebut bukan mentakhshis malah menguatkan keumuman ayat zakat, dalam hadist tersebut nabi menyebut zakat fitrab dengan nama zakat ( زكاة مقبولة) ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat fitrah include dalam keumuman ayat zakat, sementara kata طعمة للمساكين itu hanya menunjukkan keutamaan, artinya zakat fitrah lebih utama diberikan kepada orang miskin atau fakir dibandingkan kepada golongan yang lain. Dengan demikian, zakat fitrah kepada kiai atau guru ngaji jelas tidak boleh menurut Imam Malik dan Imam Ahmad Bin Hambal, kecuali mereka itu miskin, maka boleh menerima zakat fitrah atas nama miskin. Sementara jika melihat pendapat dari imam Syafi’i dan Abu Hanifah masih memungkinkan, yaitu melalu saham dari Sabilillah. Dalam intern Madzhab Syafi’i terjadi beda pendapat tentang pemaknaan Sabilillah ini, menurut imam Syafi’i sendiri Sabilillah hanya tertentu kepada orang2 yang berjihad dengan cara berperang di jalan Allah SWT. tidak yang lain. Akan tetapi imam Ar Rozi dalam kitab mafatihul ghoib mengutip pedapat imam Al Qoffal bahwa kata Sabilillah bisa diarahkan kepada seluruh hal2 yang baik, seperti mengkafani mayat, bangun benteng, bangun masjid dll. ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ، ﻓﻠﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻧﻘﻞ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻓﻲ »ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ « ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺟﺎﺯﻭﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ، ﻷﻥ ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻞ . “Ketahuilah bahwa dhohirnya ayat في سبيل الله tidak bisa hanya dikhususkan kepada orang2 yg berperang di jalan Allah saja, berdasarkan pemahaman inilah imam Qoffal meriwayatkan pendapat sebagian ahli fiqh yang membolehkan memberikan zakat kepada seluruh jalan2 kebaikan seperti mengkafani mayat, membangun benteng, dan masjid. Karena lafadz Sabilillah adalab lafadz umum”. ( tafsir Ar Rozi juz 16 hal 87 ) Hal ini senada dengan pendapat musthofa Imaroh dalam kitab Jawahirul Bukhori, bahwa kata في سبيل الله tidak hanya terbatas kepada orang2 yang berperang: ﺍﻫﻞ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻯ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﺍﻟﻤﺘﻄﻌﻮﻥ ﺑﺎﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺍﻏﻨﻴﺎﺀ ﺍﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻃﻠﺒﺔ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻭﺭﻭﺍﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻃﻼﺏ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﻣﻘﻴمو ﺍﻻﻧﺼﺎﻑ ﻭﺍﻟﻮﻋﻆ ﻭﺍﻻﺭﺷﺎﺩ ﻭﻧﺎﺻﺮو ﺍﻟﺪﻳﻦ الحنيف. ﺍﻩ “Sabilillah adalah orang2 yang berperang dan berjihad dengan sukarela walaupun mereka kaya, karena untuk membantu jihad. Dan masuk dalam kategori Sabilillah yaitu orang2 yang mencari ilmu, orang2 yang menyampaikan kebenaran, orang yang menegakkan keadilan, serta orang2 yang membela agama yang lurus (Islam). (Jawahirul Bukhori Syarh Al Qostholani hal 106) Zakat fitrah kepada guru ngaji menurut kelompok kedua ini boleh akan tetapi lebih baik tetap diberikan kepada orang faqir dan miskin, agar mereka dihari raya bisa makan sebagaimana orang2 kaya. والله اعلم بالصواب Oleh: Gus Asror Baisuqi, Bangkalan, 13 mei 2020. +20
Buya Yahya. Kisah ahli ibadah yang diseret dimasukkan ke neraka karena anaknya. /Tangkap layar YouTube.com/Al-Bahjah TV TABANAN BALI – Zakat, suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sebelum berzakat maka harus mengetahui siapa saja yang berhak dalam menerima Zakat. Orang yang berhak menerima Zakat di dalam Al-Qur’an ada 8 golongan termasuk seorang yang fakir. Orang yang fakir adalah orang yang memiliki harta yang sedikit dan hanya cukup untuk makan saja. Baca Juga: Mengulang Sholat Untuk Menolong Istri yang Ingin Berjamaah, Apakah Boleh? Ulasan Buya Yahya Zaman sekarang banyak kita temukan orang-orang yang salah sangka dan salah tujuan dalam memberikan Zakat. Terlebih kepada seorang kiyai atau ustadz yang belum tentu sebagai mustahik (yang berhak), menerima zakat, dengan menganggap kiyai atau ustadz mustahik karna fisabilillah. Lantas, bagaimana hukumnya memberikan Zakat kepada Kyai atau Ustadz, haruskah? Baca Juga: Hukum Menjual Es Batu Terbuat dari Air Mentah, Simak Ulasan Buya Yahya Dikutip Tabanan Bali.com dari laman Youtube Al-Bahjah Tv,, Buya yahya menjelaskan, yang berhak menerima zakat ada 8 golongan dan salah satunya adalah seorang yang fakir, kiyai atau ustadz tidak termasuk fisabilillah. Sumber: Youtube Al-Bahjah TV
والسابع سبيل الله تعالى وهو غاز ذكر متطوع بالجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف
MEMBERIKAN ZAKAT PADA YATIM PIATU ITU BOLEH DAN SAH Menerimakan zakat pada yatim piatu apabila mereka memang termasuk salah satu delapan orang yang berhak menerima zakat seperti keberadaan mereka memang fakir miskin dan tidak keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthallib menurut pendapat yang shahih ( فرع ) الصغير إذا لم يكن له من ينفق عليه فقيل لا يعطى لاستغنائه بمال اليتامى من الغنيمة والأصح أنه يعطي فيدفع إلى قيمة لأنه قد لا يكون في نفقته غيره ولا يستحق سهم اليتامى لأن أباه فقير قلت أمر الغنيمة في زماننا هذا قد تعطل في بعض النواحي لجور الحكام فينبغي القطع بجواز إعطاء اليتيم إلا أن يكون شريفا فلا يعطى وإن منع من خمس الخمس على الصحيح والله أعلم [ CABANG BAHASAN ] Anak yatim yang masih kecil jika memang tidak ada orang yang menafkahinya maka sebagian pendapat menyatakan bahwa anak tersebut tidak boleh diberi zakat karena ia sudah cukup mendapatkan bagian dari ghanimah (harta rampasan), menurut pendapat yang lebih shahih bahwa anak tersebut boleh diberi zakat dan disalurkan pada pembinanya. Menurutku, perihal ghanimah pada masa sekarang ini sudah tidak ada disebagian daerah karena kebobrokan para penguasanya karenanya diputuskan kebolehan memberikan zakat kepada anak yatim tersebut kecuali bila ia termasuk kalangan bani hasyim maka ia juga tidak boleh diberi meskipun ia juga terhalang menerima bagian dari khumus menurut pendapat yang shahih. [ Kifaayah al-Akhyaar I/191 ]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab. Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah |