Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta

Jakarta, Jakarta Pusat, Museum

Museum Joang '45 Jakarta menempati gedung tua terawat baik bernama Gedung Joang '45 yang lokasinya berada di Jl. Menteng Raya 31, Jakarta, berjarak 100 m dari Patung Pak Tani menuju ke arah Jl. Cikini Raya, di sebelah kiri jalan. Gedung yang ditempati oleh Museum Joang '45 ini dibangun pada tahun 1938.

Namun ada sumber lain menyebut Museum Joang ’45 dibangun tahun 1920, dan sebelumnya merupakan Schomper Hotel yang dikelola keluarga Belanda bernama L.C. Schomper. Selama pendudukan Jepang, gedung ini digunakan Ganseikanbu Sendenbu (Departemen Propaganda) dengan nama Gedung Menteng 31. Sejak 1942 gedung ini digunakan sebagai tempat memberikan program pendidikan politik bagi para pemuda Indonesia.

Perubahan nama Gedung Menteng 31 menjadi Museum Joang '45 terjadi pada tanggal 19 Agustus 1974, yang peresmiannya dilakukan oleh, ketika itu, Presiden Soeharto dan Gubernur DKI Ali Sadikin.

Yang menjadi pembicara diantaranya adalah Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, Sunaryo, dan Achmad Subarjo. Mereka yang memperoleh pendidikan politik diantaranya adalah Sukarni, Adam Malik, Chaerul Saleh, A.M. Hanafi dan beberapa lagi lainnya yang kemudian dikenal sebagai Pemoeda Menteng 31. Inilah kelompok yang 'menculik' Soekarno, Hatta, serta Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok sehari sebelum proklamasi kemerdekaan. Di halaman depan gedung museum, di sisi sebelah kanan terdapat relief yang menggambarkan situasi perjuangan dan semangat para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Ada pula narasi, kutipan tulisan dari Trisnoyuwono, dan tulisan "Merdeka atau Mati!" yang mampu membakar semangat bangsa Indonesia ketika itu dalam melawan penjajah. Di teras gedung Museum Joang '45 terdapat patung Soekarno - Hatta di kiri kanan pintu masuk. Museum ini menyimpan koleksi foto yang mendokumentasikan peristiwa bersejarah di Indonesia antara tahun 1944-1949. Di dalam museum juga disimpan patung beberapa pahlawan, koleksi lukisan, mobil yang pernah dipakai Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, serta Mobil yang dipakai Bung Karno pada Peristiwa Pemboman di Cikini. Masuk ke ruangan terlihat beberapa baris kursi menghadap layar yang memutar pertunjukan film tentang peristiwa bersejarah di sekitar proklamasi kemerdekaan, dan peran yang dimainkan kelompok Pemoeda Menteng 31. Salinan videonya bisa dibeli. Di sisi sebelah kiri terdapat ruangan dimana berjajar patung dada tokoh nasional berwarna kuning keemasan dan sejumlah salinan foto serta kisah perjuangan tokoh Pemoeda Menteng 31. Sebuah diorama elok di Museum Joang ’45 menggambarkan suasana di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta, atau Lapangan Gambir, yang letaknya kira-kira di depan PLN Gambir), saat Soekarno memberikan pidato singkat yang bersejarah pada 19 September, 1945. Peristiwa Rapat Raksasa yang dihadiri lebih dari 100.000 orang di Lapangan Ikada itu tidak lepas dari peran dan kenekatan para pemuda Menteng 31 yang tergabung dalam Komite van Actie yang memprakarsai rapat umum ini. Teks pidato Bung Karno dalam rapat di Lapangan Ikada itu juga dipajang di museum. Diorama lainnya di Museum Joang ’45 yang menggambarkan situasi di Gedung Menteng 31 antara bulan Agustus - September 1945, dimana kurir-kurir para pejuang dari seluruh Jakarta berkumpul di gedung Museum Joang ’45 untuk mendapatkan informasi terbaru tentang bagaimana berjuang melawan Belanda yang berencana untuk datang kembali ke Indonesia. Saya sempat masuk ke sebuah ruangan kecil dimana disimpan dokumentasi terkait Bung Hatta yang berupa sebuah kursi rotan, meja kerja, dan foto-foto. Museum Joang '45 juga memiliki perpustakaan yang berada di sebuah ruang kecil di sebelah kiri ruang utama museum. Foto tua tokoh pergerakan legendaris Tan Malaka namun kontroversial, bersama Sukarni dan Ibu Mangunsarkoro dipajang pula salah satu dinding Museum Joang ’45. Ada juga dua buah foto Tan Malaka lainnya yang dipotret sendirian, serta foto Soekarno dan Tan Malaka berjalan beriringan dalam peristiwa rapat raksasa di Lapangan Ikada. Selain itu ada poster yang dipajang di sebuah dinding museum yang berisi foto Panglima Besar Jenderal Sudirman saat ditandu semasa memimpin perang gerilya melawan Belanda karena sakit pada paru-parunya. Di samping kanan gedung utama, pada emperan belakang, saya menjumpai deretan patung dada sejumlah tokoh pergerakan nasional berukuran cukup besar. Tampaknya mereka tidak mendapatkan tempat di ruangan utama museum sehingga terpaksa harus diletakkan di emperan gedung. Di belakang gedung utama Museum Joang '45 terdapat ruangan terbuka cukup luas, dimana di sebelah kanannya ada bangunan terpisah yang khusus digunakan untuk menyimpan kendaraan kepresidenan dengan nomor REP-1 dan REP-2 yang pernah digunakan oleh Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, serta sebuah mobil lainnya. Ada pula dua patung dada di depan gedung itu.

Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta

Setelah berkeliling melihat koleksi Museum Joang ’45, pengunjung bisa beristirahat sejenak sambil menikmati minuman dan makanan ringan di Kantin Joang yang berada di samping kanan museum. Di dalam kantin berukuran agak mungil namun cukup nyaman itu selain ada minuman dingin untuk menyegarkan tenggorok tersedia pula makanan yang bisa untuk mengganjal perut jika sudah kelaparan.
Alamat Museum Joang '45 Jakarta berada di Jl. Menteng Raya 31, Jakarta. Nomor Telp 021-3909148. Lokasi GPS : -6.186004, 106.836299, Waze. Jam buka : Selasa - Minggu jam 09.00 - 15.00. Hari Senin tutup. Harga tiket masuk : Rp.2.000. Hotel di Jakarta Pusat, Hotel Melati di Jakarta Pusat, Nomor Telepon Penting, Peta Wisata Jakarta, Peta Wisata Jakarta Pusat, Rute dan Jadwal Lengkap KRL Commuter Line Jabodetabek, Rute Lengkap TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Pusat, Trayek Bus Damri Bandara Soekarno - Hatta.

Penulis: Bambang Aroengbinang, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! November 26, 2020.

Tulis Komentar

Ketik dulu, lalu klik "Masuk ..." atau "Posting".


Page 2

Jakarta, Jakarta Pusat, Masjid

Masjid Raden Saleh

Disebut Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini lantaran selain lokasinya memang berada di Jl Raden Saleh, tepatnya Nomor 30, di daerah Cikini, Jakarta Pusat, memang ada pula sedikit keterkaitan riwayat masjid ini dengan sosok Raden Saleh. Pelukis legendaris yang wafat pada April 23 1880 itu pernah tinggal di Cikini.

Untuk berkunjung ke Masjid Al Makmur Raden Saleh ini saya melewati Jl Kramat Raya, dari arah Salemba, dan kemudian berbelok ke kiri di lampu merah pertigaan Jl Raden Saleh - Jl Kramat Raya. Setelah sekitar 450 meter dari pertigaan, sudah terlihat oleh mata bentuk bangunan Masjid Al Makmur di sebelah kanan jalan.

Saat memotret dari seberang jalan, ada seorang jamaah pria tengah melintas di depan Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini Jakarta yang tampaknya setelah selesai melaksanakan salat, terlihat dari pakaian dan sandal jepitnya. Ada lambang bintang bulan sabit serta dua baris tulisan dalam huruf dan bahasa Arab di sisi depan masjid.

Pintu bagian depan masjid tampaknya tidak pernah dibuka, atau dibuka hanya pada hari tertentu. Pengunjung masuk dari pintu di sisi kiri, dimana terdapat area parkir kendaraan yang luasnya agak terbatas. Bagian puncak menara Masjid Al Makmur Raden Saleh yang berbentuk kubah tampak berada di bagian belakang bangunan masjid yang atapnya berbentuk tumpang limas terpancung. Lengkung di ujung atap nyaris menyerupai atap pada bangunan kelenteng. Dari area parkir yang menjadi jalan masuk ke dalam kompleks Masjid Al Makmur akan terlihat serambi, bangunan masjid, dan menara silindris dengan dek pengamatan di dekat puncaknya. Spanduk pada serambi menyebutkan bahwa Divisi Pendidikan Yayasan Masjid Al Makmur menerima pendaftaran siswa baru untuk jenjang madrasah diniyah takmiliyah al ma'muriyah, untuk SD, SMP dan SMA, dengan waktu belajar Senin s/d Jumat, jam 14.00 s/d 17.00. Mata pelajaran yang diberikan adalah Al-Qur'an, Hadits, Inadah Syari'ah / Fiqih, Aqidah Ahlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Setelah menitipkan alas kaki dan mengambil air wudlu, saya pun masuk ke dalam ruang masjid. Sangat terbukanya sebuah masjid, membuat penitipan alas kaki menjadi perlu untuk ketenangan pikir, daripada terpaksa pulang nyeker lantaran sandal atau sepatu raib dibawa orang. Tempat wudlu dan toilet Masjid Al Makmur dalam keadaan baik dan terawat, dengan akses keramik dilapis karet berlubang agar tidak licin.

Meskipun saya pernah berkantor di daerah Cikini selama lebih dari 3 tiga tahun, pada dua periode yang berbeda, sehingga boleh dibilang sering melewati jalan ini, namun belum pernah sebelumnya saya memperhatikan keberadaan masjid ini, apalagi masuk kedalamnya. Jangan lagi ditanya tentang sejarahnya. Gelap.

Lokasi masjid saat ini berada tepat di tepi Kali Ciliwung yang airnya kotor dan baru mulai ditata dan dibersihkan secara serius di jaman Gubernur Jokowi dan kemudian dilanjutkan dengan gencar di jaman Gubernur Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama. Sayang Ahok dikriminalisasi, diserang dari segala penjuru, dan kalah pada pilgub. Saat itu suasana Masjid Al Makmur Raden Saleh masih cukup ramai sesaat setelah saya selesai melakukan shalat. Ruang tempat saya salah itu merupakan ruang utama, selain serambi tambahan di sayap kiri, dan balkon. Keberadaan balkon ini praktis menutup pemandangan ke langit-langit masjid yang lazimnya menarik untuk dilihat. Tidak sebagaimana lazimnya masjid yang lain, tembok utama pada bagian mihrab Masjid Al Makmur dibuat lubang-lubang lengkung besar yang memisahkan tempat imam dan mimbar dengan ruang utama masjid. Ada tangga kayu yang menjadi satu-satunya akses untuk menuju ke balkon Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini dan tampaknya hanya digunakan pada salat Jumat saat jamaah tak lagi tertampung di ruangan utama masjid. Masjid Raden Saleh menempati tanah di pojok kompleks yang sebelumnya tanah milik sang pelukis. Bangunan aslinya, sebelum dipindahkan, merupakan masjid sederhana terbuat dari kayu dan dinding bambu yang telah berdiri sejak tahun 1850-an di kebun luas milik sang pelukis.

Adalah lantaran menikah dengan seorang gadis asal Bogor, maka Raden Saleh atau Raden Saleh Syarif Bustaman berniat pindah ke kota itu, dan menjual tanahnya yang luas di Cikini kepada keluarga Alatas, berikut rumah besar dan beberapa paviliun, dan mewakafkan sebidang tanahnya untuk masjid.

Pada 1897, keluarga Alatas menjual tanah dan bangunan itu ke Vereeniging voor Ziekenverpleging, yang setahun kemudian membangun Koningin Emma Ziekenhuis, yang sekarang menjadi Rumah Sakit PGI Cikini. Sebuah catatan menyebut bahwa pemindahan bangunan asli masjid ke lokasi yang sekarang dilakukan dengan cara memanggulnya secara beramai-ramai. Namun tampaknya tidak ada sisa bangunan asli Masjid Al Makmur Raden Saleh yang masih disimpan. Tanah wakaf Raden Saleh dimana masjid berada ternyata sempat bermasalah, lantaran pada 1906 pengadilan kolonial memenangkan klaim keturunan Alatas bernama Sayid Salim Ismail Salam bin Alwi Alatas sebagai pemilik sah tanah wakaf itu. Tahun 1923 Salim Ismail menjual tanah itu ke pihak rumah sakit, sehingga pada 1924 pihak rumah sakit meminta agar masjid dipindahkan. Permintaan rumah sakit ditolak jamaah, yang didukung beberapa tokoh pergerakan Islam di Batavia lantaran mereka tetap beranggapan bahwa tanah itu telah diwakafkan Raden Saleh untuk masjid. Lambang dan bintang bulan sabit di bagian depan masjdi itu merupakan penghargaan bagi tokoh Sarikat Islam dan Masyumi (diantaranya HOS Cokroaminoto, H. Agus Salim, KH. Mas Mansyur dan Abi Koesno Cokro Soeyono) yang mendukung perombakan dan penambahan gedung masjid yang selesai dilakukan pada 1932. Sebelum perombakan dan penambahan bangunan yang selesai dikerjakan pada 1932 itu, pemugaran masjid telah lebih dulu dilakukan pada 1924 sebagai jawaban atas permintaan pemindahan lokasi masjid oleh pihak rumah sakit yang ditentang jamaah dan tokoh-tokoh pergerakan Islam. Kisah percobaan penyingkiran Masjid Al Makmur ternyata masih berlanjut setelah kemerdekaan, yaitu dengan diterbitkannya sertifikat tanah pada 1964 atas nama Dewan Gereja Indonesia oleh Kementrian Agraria RI yang meliputi tanah yang digunakan masjid. Kementerian Agraria saat itu dirangkap oleh PM J. Leimena, yang juga menjabat sebagai Direktur RS Cikini. Namun di tahun itu, Yayasan Masjid Al Makmur telah pula terbentuk dengan akte notaris Adasiah Harahap, bertanggal 8 Juli 1964. Pendirinya adalah Sukaryo Mustafa, Kamil Cokroaminoto, dan H. Abdul Karim Naiman.

Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta
Gedung Joang 45 merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta

Adalah Gubernur KDKI Wiyogo Atmodarminto yang kemudian turun tangan, sehingga akhirnya pada 1991 tanah masjid wakaf dinyatakan sah sebagai milik Yayasan Masjid Al Makmur, dan pada 1993 Masjid Al Makmur ditetapkan sebagai Bangunan Bersejarah yang dilindungi oleh Undang-undang.
Alamat Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini berada di Jl Raden Saleh No. 30, Cikini, Jakarta Pusat, Telp 021-3192 3640. Lokasi GPS : -6.1914, 106.84286, Waze. Hotel di Jakarta Pusat, Hotel Melati di Jakarta Pusat, Nomor Telepon Penting, Peta Wisata Jakarta, Peta Wisata Jakarta Pusat, Rute dan Jadwal Lengkap KRL Commuter Line Jabodetabek, Rute Lengkap TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Pusat, Trayek Bus Damri Bandara Soekarno - Hatta.

Penulis: Bambang Aroengbinang, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! November 26, 2020.

Tulis Komentar

Ketik dulu, lalu klik "Masuk ..." atau "Posting".