Show Hampir setiap hari banyak orang berkeluh kesah dan kebingungan memilih kerja atau usaha, menjadi pekerja atau menjadi pengusaha. Adapula yang ingin menjadi pengusaha dengan alasan sekarang menjadi pengusaha sedang trend. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak bisa mengambil keputusan untuk memilih, sehingga akhirnya mencoba peruntungan dengan membagi aktivitas hidup menjadi dua sisi yaitu 50% karyawan dan 50% pengusaha. Kita semua pasti sudah paham bahwa orang yang sukses menjadi pengusaha adalah orang yang total 100% menjadi pengusaha. Oleh karena itu, agar Anda bisa mantap mengambil keputusan untuk berpindah dari kuadran employe menjadi kuadran business owner, cobalah untuk untuk mempelajari beberapa hal yang mendasari seseorang untuk menjadi pengusaha sesuai dengan motivasi masing-masing. Keputusan seseorang menjadi pengusaha bisa didorong oleh beberapa kondisi dan motivasi. Kondisi tersebut yaitu: Yaitu lahir atau dibesarkan di keluarga dengan tradisi usaha. Dalam lingkungan ini seseorang akan belajar dan mendapat rangsangan sosial sejak kecil sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Hal ini akan menjadikan seseorang mempunyai sikap dan perilaku sebagai pengusaha. Dia dapat membuka usaha baru atau meneruskan usaha keluarganya. Mc Clelland melakukan penelitian pada tahun 1961 di Amerika Serikat dan hasil penilitian menjukkan bahwa 50% pengusaha yang menjadi sampel penelitiannya (diambil secara acak) berasal dari keluarga pengusaha. Sedangkan pada tahun 1989, Sulasmi melakukan penelitian terhadap 22 orang pengusaha wanita di Bandung yang menunjukkan 55% pengusaha tersebut memiliki keluarga pengusaha. Yaitu kondisi yang menekan atau menyudutkan seseorang sehingga tidak ada lagi pilihan selain menjadi pengusaha. Menurut Jaya Setiabudi dalam bukunya The Power Kepepet, tekanan-tekanan tersebut antara lain:
Yaitu seseorang yang mempersiapkan diri menjadi pengusaha. Dia tidak berasal dari keluarga pengusaha dan juga memiliki banyak pilihan dalam bekerja selain menjadi pengusaha. Faktor-faktor yang mendorong kondisi ini adalah:
Kira-kira mana yang menjadi alasan Anda untuk menjadi pengusaha? Confidence Modalities , Tension Modalities, atau Emotion Modalities? Dengan begitu Anda akan mengetahui apa yang menjadi dasar Anda menjadi seorang pengusaha. Oleh: Winda Chan Ilustrasi: Ary Pratama Editor: Kiki A Larasati http://yea-indonesia.com
Dalam menjalankan usaha sendiri, terdapat beberapa faktor keberhasilan wirausaha yang harus Anda miliki. Faktor-faktor inilah yang mendukung usaha Anda menjadi sukses besar. Sebab, usaha tidak hanya soal uang, melainkan juga sikap, attitude, sifat dan lain sebagainya. Dengan berwirausaha, berarti Anda mendirikan usaha hingga mengelolanya sendirian. Anda tidak bekerja di bawah orang lain, melainkan menjadi bos dari usaha sendiri. Tentu saja faktor keberhasilan usaha terpusat pada Anda. Oleh karenanya, bila ingin usaha terus berkembang hingga dikenal masyarakat luas, Anda perlu memiliki 6 faktor pendukung keberhasilan sebagai berikut. 1. Memiliki Tekad dan Kemauan yang KuatSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor pendukung keberhasilan wirausaha tentunya berasal dari diri wirausahawan itu sendiri. Salah satunya memiliki tekad yang kuat serta kemauan yang keras. Tak hanya keinginan untuk membangun usaha saja. Melainkan juga tekad untuk terus mengembangkan usaha menjadi lebih baik. Anda akan merasa kurang puas bila kondisi usaha Anda hanya begitu-begitu saja tanpa adanya perubahan yang berarti. Sehingga Anda akan terdorong untuk mencari ide bagaimana usaha Anda dapat berkembang hingga mendatangkan imbal hasil yang lebih besar lagi. 2. Melakukan Perencanaan dengan MatangDalam wirausaha, segala sesuatu harus direncanakan dengan sebaik mungkin. Perencanaan sebenarnya dimulai sejak Anda merintis usaha. Dari situlah perencanaan usaha dapat menjadi pedoman serta pengingat Anda ketika menjalankan usaha. Saat menjalani usaha, Anda tidak akan luput dari tantangan serta rintangan. Namun hal tersebut akan dapat diatasi dengan baik jika sebelumnya Anda sudah merencanakan usaha dengan matang dan menyeluruh. Perencanaan usaha bisa kembali mengingatkan Anda mengenai tujuan awal membangun usaha tersebut. 3. Memanfaatkan Peluang dengan BaikSelain menghadapi tantangan dan rintangan, Anda akan dihadapkan dengan peluang-peluang. Peluang tersebut akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan. Meski begitu Anda tetap harus mempertimbangkan dengan matang supaya tidak menjadi boomerang bagi diri sendiri. Dalam memanfaatkan peluang, pastikan peluang tersebut memang selaras dengan usaha serta Anda sendiri. Terutama potensi diri, situasi dan kondisi pasar, berikut dengan rencana lainnya. 4. Strategi Pemasaran yang EfektifAgar usaha Anda berjalan dengan lancar, Anda membutuhkan strategi pemasaran yang efektif. Adanya strategi pemasaran inilah yang akan membantu dalam memperkenalkan usaha serta produk Anda kepada masyarakat. Karena pastinya Anda sudah memiliki target pasar sendiri, sehingga bagaimana caranya supaya produk dan jasa Anda berhasil menarik perhatian target tersebut. Terdapat banyak jenis promosi yang bisa dilakukan. Namun hal ini mungkin membutuhkan biaya tambahan yang cukup besar khusus untuk promosi. Jika Anda membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha seperti promosi dan lainnya, Anda bisa mengajukan pinjaman ke Investree yang sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Investree menjadi jembatan yang mempertemukan antara Anda sebagai peminjam (Borrower) dan pemberi pinjaman (Lender). Selain proses mudah dan cepat, Anda bisa mendapatkan tingkat bunga dan biaya kompetitif berdasarkan sistem credit-scoring modern mulai dari 1% per bulan. Daftar Investree sekarang juga dan kembangkan usaha Anda. 5. Kreatif dan InovatifFaktor yang tak kalah pentingnya adalah kreatifitas serta inovasi. Wajar bila antar pengusaha membuat produk yang sejenis. Namun, Anda bisa membuatnya lebih unggul dengan kreativitas yang dimiliki. Inovasi pun dibutuhkan ketika Anda akan melakukan ekspansi usaha dengan lebih luas. Dengan begitu Anda akan membuat pelanggan tetap setia memilih produk Anda karena kualitas produk menjadi lebih baik. 6. Memiliki Jaringan LuasSifat tertutup sebaiknya dihindari ketika berwirausaha. Sifat seperti ini hanya akan menghambat Anda untuk berkembang. Perbanyak relasi seperti dengan sesama wirausahawan, konsumen maupun penanam modal. Jaringan yang luas akan memberikan manfaat bagi diri sendiri. Terutama saat Anda ingin mengembangkan usaha atau sedang menghadapi masalah. Demikian penjelasan mengenai 6 faktor keberhasilan wirausaham, kunjungi website Investree untuk mempelajari lebih lanjut. Semoga bermanfaat. Referensi : Zakky. 28 Oktober 2019. 18+ Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Wirausaha Beserta Penjelasan. Zonareferensi.com: https://bit.ly/3ouonZK
BAB I PENDAHULUAN Permasalahan kesejahteraan memang selalu menjadi topik utama di berbagai kalangan, baik itu kalangan atas/ para penguasa maupun kalangan bawah/ buruh dan bahkan para pengangguran. Sehingga tak heran kalau banyak filosof seperti Karl Marx begitu menuntut adanya kesejahteraan lewat dialektikanya.[1] Kesejahteraan merupakan salah satu indikator penentu kemajuan satu negara. Hal itu berarti apabila seluruh warga negara sudah mencapai taraf kesejahteraan, maka negara tersebut tentunya bisa memperoleh gelar negara maju[2] (tentunya dengan syarat-syarat lain, disamping kesejahteraan warganya). Kesejahteraan terbagi menjadi kesejahteraan lahir dan kesejahteraan bathin. Kesejahteraan lahir meliputi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lahiriyah, seperti sandang, pangan, papan, dan lain-lain, yang kesemuanya itu berporos pada satu titik yaitu kesediaan/ kesejahteraan ekonomi. Adapun kesejahteraan bathin, yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan rohani, seperti ibadah, doa, dan lain-lain. Berawal dari kesejahteraan, khususnya kesejahteraan lahir yang porosnya ada pada perekonomian inilah, tampaknya Indonesia masih saja mengalami kesulitan dalam mensejahterakan warganya. Padahal bila dihitung secara keseluruhan, warga Indonesia masuk dalam sepuluh besar negara dengan penduduk terpadat. Hal itu berarti, dengan warga yang banyak, seharusnya bisa menghasilkan pundi-pundi perekonomian yang banyak pula. Namun kenyataannya tak sejalan dengan harapan, sebab banyaknya warga negara yang ada tidak kesemuanya bekerja/ berpenghasilan atau lebih kita kenal dengan pengangguran. Salah satu hal yang mendasari banyaknya angka pengangguran di Indonesia kita ini adalah rendahnya kreatifitas dalam berwirausaha. Padahal sesungguhnya dengan berwirausaha dapat meningkatkan angka kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, tentunya diperlukan faktor-faktor yang mendukung terciptanya kewirausahaan. Beranjak dari latar belakang di atas, rumusan permasalahan makalah ini adalah:
Dari rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah:
Penyusunan makalah ini menggunakan beberapa referensi/ sumber acuan, baik dari buku-buku pembelajaran maupun dari sumber lain seperti internet dan media lain terkait. BAB II PEMBAHASAN
Kewirausahaan pada tahun 1980, oleh Dr. Soeparman Soemahamidjaja dikatakan dengan istilah “wiraswasta,” yaitu kata yang terdiri dari tiga suku kata “wira[3]” yang berarti manusia tunggal, pahlawan, pendekar; “swa” yang berarti mandiri; dan “sta” yang berarti tegak berdiri. Baru kemudian pada masa orde baru, istilah wiraswasta berganti menjadi wirausaha.[4] Kata “kewirausahaan” dapat diartikan dalam beberapa konteks. Kewirausahaan[5] sebagai disiplin ilmu, yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Dalam konteks bisnis, Thomas W. Zimmer (1996) mengartikan kewirausahaan sebagai hasil dari suatu disiplin, proses sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memenuhi kebutuhan dan peluang pasar Menurut Joseph Schumpeter, entrepreneur atau wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Dalam definisi ini ditekankan bahwa seseorang wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang kemudia nmenciptkan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Wirausahawan[7] (bahasa Inggris: entrepreneur) adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya
Perilaku kewirausahaan menurut Kuncara (2008:1) dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.[8]
Dalam “Entrepreneur`s Handbook”, yang dikutip oleh Yuyun Wirasasmita (1994:8)[9], dikemukakan beberapa faktor yang mendorong timbulya kemauan seseorang untuk berwirausaha:
Menurut Zimmerer, and Scarborough, 1998, dalam sebuah komunitas tumbuhnya para wirausaha-wan dipicu oleh beberapa faktor yakni:[10]
Seiring dengan perbaikan di bidang ekonomi, sebagian masyarakat dewasa ini memiliki kecenderungan untuk lebih mandiri dalam berusaha dan hal tersebut disambut positif oleh masyarakat sehingga lebih menggerakkan wirausahawan dalam memproduksi barang ataupun jasa. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berusaha yang sama untuk berhasil dan sukses melalui cara memiliki usaha sendiri. Dan dalam hal ini tidak ada batasan ras, jenis kelamin, usia ataupun status sosial, dan dalam hal tersebut kewirausahaan menyediakan tempat yang jauh lebih luas dibandingkan jika seseorang menjadi seorang karyawan atau pegawai.
Pertumbuhan di bidang ekonomi pada saat ini mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya perkembangan pesat terjadi pada bidang produksi yang mengakibatkan kecenderungan naiknya jumlah barang yang ada di pasar. Sebagai kelanjutannya kondisi tersebut akan memicu munculnya usaha memasarkan barang tersebut ke konsumen, sehingga memiliki kecenderungan meningkatnya usaha jasa pemasaran barang.
Jika pada era sebelumnya ada semacam anggapan bahwa yang bisa menjadi pengusaha adalah generasi penerus dari para pemilik usaha atau mitos ” entrepreneurs are born, not made” pada saat ini sudah banyak yang membuktikan bahwa hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Bahwa kewirausahaan merupakan sesuatu yang bisa dipelajari dan di¬praktikan tanpa wirausaha tersebut harus berasal dari keturunan seorang wirausaha. Munculnya berbagai institusi pendidikan yang ber¬fokus atau berkonsentrasi pada ilmu kewirausahaan, beragam media dan cara yang tersedia yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana mempelajari dunia wirausaha seperti buku, beragam seminar dsb merupakan bukti minat masyarakat terhadap kewirausahaan.
Dalam diri seseorang secara alamiah sudah memiliki rasa tanggung jawab. Baik itu merupakan tanggung jawab pada sendiri, keluarga dan masyarakat, pada umumnya hal tersebut akan terdorong untuk melakukan peningkatan nilai kehidupan. Desakan dan kemampuan dalam diri wirausaha untuk mampu menghidupi diri sendiri, keluarga, karyawan dan peran aktif di dalam masyarakat akan memunculkan kebanggaan dalam di ri wirausaha. Keinginan untuk menjadi pionir dalam bidang tertentu akan mendorong munculnya wirausaha.
Menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari yang telah ada merupakan salah satu keahlian seorang wirausahawan. Create new and different, kreativitas dan keinovasian sebagai landasan kewirausahaan akan muncul apabila seorang memiliki kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Peluang internasional didukung oleh kemajuan teknologi akan memunculkan peluang untuk menciptakan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas (internasional). Dibukanya peluang internasional akan memunculkan transfer manusia, teknologi, barang dan jasa yang memungkinkan wirausaha menciptakan barang dan jasa ke pasar yang berbeda. Menurut Timmons (2008:41), dasar fundamental dari proses kewirausahaan sering dijumpai pada pola kesuksesan ventura. Selain variasi bisnis, wirausahawan, faktor geografi, dan teknologi, faktor pendukung utama juga mendominasi proses kewirausahaan yang dinamis. Sehubungan dengan itu, Timmons mengemukakan lima faktor pendorong proses kewirausahaan sebagai berikut:
Menurut Kuncara[11] (2008:3-4) kunci sukses seorang pengusaha di dalam memenangkan pasar adalah kekuatan peranan dalam berinovasi dan menciptakan ide-ide brilian dalam menembus market share. Inovasi bukanlah berarti menciptakan sebuah produk baru. Inovasi dapat berwujud apa saja, mulai dari, baik dalam bentuk jasa maupaun produk. Inovasi juga bisa dilakukan dengan mengamati produk atau jasa yang sudah ada, kemudian melakukan modifikasi untuk membuat hasil yang lebih baik. Atau dari modifikasi tersebut akan melahirkan sebuah produk baru lagi. Salah satu metode inovasi adalah ala Jepang, yaitu dengan prinsip ATM; Amati, Tiru, Modifikasi. Untuk menjadi wirausaha sukses dan tangguh melalui inovasi, maka harus menerapkan beberapa hal berikut:
Sebaliknya, faktor yang menjadi penyebab kegagalan kewirausahaan menurut Saifudin (2008:3) antara lain:[12]
Hasil penelitian yang dilakukan oleh National Center for Entrepreneural Research menemukan setidaknya ada tiga faktor yang berperan dalam kesuksesan wirausahawan, yaitu:[13] Tidak ada kepribadian ideal untuk menjadi wirausahawan, akan tetapi dia harus memiliki beberapa keterampilan yang bisa dipelajari. Yang diperlukan adalah mengambil keputusan dengan penuh keyakinan. Wirausahawan tidak hanya memiliki sifat kreatif dan inovatif, tetapi juga kemampan manajerial, keterampilan bisnis, dan relasi yang baik. Peneliti meyakini faktor pengalaman sehari-hari dan kecakapan menjadi kunci keberhasilan. Seorang wirausahawan harus mengumpulkan informasi dan bertindak berdasarkan informasi tersebut. Dengan demikian, kesuksesan juga berkaitan dengan persiapan dan perencanaan yang matang.
Dalam suatu studi yang dilakukan baru – baru ini, ada empat faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang untuk menjadi pengusaha. Empat faktor itu adalah: Individu, kultural, masyarakat, dan gabungan dari ketiga faktor tadi. Banyak ahli yang berpendapat bahwa studi mereka akan membuahkan hasil apabila sifat wirausahawan dapat diungkap lebih jauh, meskipun faktanya, sifat tersebut tidak bisa dijadikan indikator dalam mengukur perilaku wirausahawan. Peter Drucker, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya bahwa sifat adalah tolak ukurnya, dan sebaliknya berpendapat bahwa kewirausahaan dapat diajarkan. Seorang profesor dalam bidang kewirausahaan sependapat dengan hal ini: Kepada semua yang tidak takut mengambil risiko, Akan kutunjukkan kepadamu bagaimana seseorang dapat membenci risiko. Untuk setiap orang yang terlahir sebagai anak pertama yang sukses dalam wirausaha, akan ada satu satu orang yang terlahir sebagai anak tunggal atau anak bungsu yang sukses. Dan setiap wirausaha yang tumbuh dengan mendengarkan pembicaraan orangtuanya yang menjadi pengusaha, akan ada pengusaha yang tumbuh karena didikan keras orangtuanya, atau karena tidak mempunyai orangtua. Namun, banyak yang percaya bahwa para pengusaha memiliki sifat khusus, dimana sifat ini tidak dapat diajarkan. Seorang enulis dari majalah Business Week tidak setuju dengan pendapatnya Peter Drucker, ”Mungkin Drucker benar, bahwa sifat – sifat wirausaha dapat dipelajari, namun tidak demikian dengan jiwa wirausahawan. Seorang wirausahawan bisa juga adalah seorang manajer, tetapi tidak semua manajer dapat menjadi wirausahawan.” Ada pengusaha yang berpendapat, Anda tidak bisa mengajarkan dorongan, initiative, ingenuity, atau individuality. Anda juga tidak akan bisa mengajarkan pola pikir ataupun sifat. Anda juga tidak bisa mengajarkan pelajaran memulai sebuah usaha hanya dengan harapan dan kemampuan berbicara kepada seseorang untuk meminjam uang (berhutang) Sebuah penemuan yang sangat umum apabila kebudayaan dan etnik dapat merepresentasikan sebuah jaringan usaha, yang tentunya, orang – orang yang tergabung didalamnya merupakan pengusaha. Namun, kecenderungan kultur ini masih belum jelas, karena setiap individu dalam suatu kelompok budaya tidak semuanya menjadi pengusaha dengan alasan yang sama. Efek dari kultur dan sifat etnis ini mungkin terangkai, karena menurut berbagai studi, kebudayaan yang berbeda memiliki nilai dan kepercayaan yang berbeda pula. Sebagai contoh, di Jepang dikenal ada sebuah pencapaian kultur dimana seseorang harus terus berusaha sampai mereka sukses. Faktur lain yang penting adalah bagaimana kultur tersebut memiliki internal locus of control atau tidak. Sebagai contoh, kultur di Amerika mendukung adanya internal locus, sedangkan di Rusia tidak. Kultur juga mempengaruhi status kewirausahaan. Sebuah studi di Kanada, menyatakan bahwa orang India melihat kewirausahaan sebagai sesuatu yang positif, sedangkan orang – orang Haiti melihatnya sebagai kerjaan rendahan. Ekspektasi kultural merupakan penghalang untuk seorang Wanita bernama Puerto Rican di Washington, D.C. Ketika dia ingin memulai usahanya, kakaknya menyuruhnya untuk segera menikah saja. Dalam semua lingkungan sosial, ada orang yang tidak ingin menjadi pengusaha, tetapi karena situasi dan kondisi, mereka terpaksa menjadi pengusaha. Para pekerja di Amerika dapat dikategorikan dalam grup ini. Hal ini disebabkan karena perubahan pangsa pasar. Para imigran di berbagai negara mencoba jalan ini apabila kemampuan berbahasa dan ketrampilan mereka tidak sesuai. Ini disebut sebagai adaptasi. Sebuah studi faktor – faktor etnokultural menyatakan bahwa tidak semua pengusaha muncul lewat kelompok masyarakat yang menghargai kewirausahaan. Mereka memilih untuk berwirausaha karena ada tekanan, dan juga merupakan asimilasi sosial.
Karena ketekunan sangatlah sulit untuk diraih pada usia yang dewasa, sebaiknya jiwa kewirausahaan ditanamkan pada anak – anak. Sebuah studi di sebuah TK mengindikasikan bahwa setiap satu dari empat anak yang ada menunjukkan sifat kewirausahaan. Setelah beranjak ke usia remaja, hanya 3 persen dari mereka yang masih mempertahankan sifat tersebut. Pelajaran di sekolah tidak mengajarkan sifat kewirausahaan, dan pada nyatanya lebih ke pengajaran teori dan individu. Kreativitas dan kemampuan anak – anak pun menjadi berkurang, padahal kreativitas itulah yang menjadi senjata utama dari pengusaha. Wilson Harrell, seorang konsultan bisnis, merekomendasikan para orang tua untuk tidak memberikan uang saku kepada anaknya secara cuma – cuma. Contohnya, di umur 6 tahun, Harrell memiliki stan lemon. Stan lemon itu disuplai oleh ayahnya, mulai dari lemon, gla, dsb. sedangkan Harrell yang bekerja. Di akhir bulan, semua profit dibagi rata. Dia percaya, bahwa pelajaran ini akan mengajarkan anak untuk bertanggungjawab dan menunjukkan kepada mereka tentang pentingnya berusaha. Sebagai hasilnya, anak belajar bagaimana integritas bukanlah sebuah putih di atas kertas, melainkan sebuah jalan hidup. BAB III PENUTUP Dari uraian makalah di atas, dapat kami simpulkan bahwa:
Tiadalah gading yang tak retak, dan dari keretakannya itulah kita bisa memperbaikinya. Selaku penulis, kami sadar banyak kesalahan dan kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan banyak kritik dan saran konstruktif dari segenap pembaca sekalian. Semoga di hari kemudian dapat menjadikan sempurnanya makalah kami. DAFTAR PUSTAKA Buku: Suryana. 2001. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat. Astamoen, Moko P. 2008. Entrepreneurship dalam Persektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta. Herawati, Silvia. 1998. Kewiraswastaan. Jakarta: Badan Penerbit IPWI. Wirasasmita, Yuyun. 1994. Kewirausahaan: Buku Pegangan. Jatinangor: UPT-Pnerbitan IKOPIN. Internet: https://mahmuddin.wordpress.com/2010/12/15/faktor-faktor-pendorong-kewirausahawan/, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.14 http://ozi1234.blogspot.com/2014/07/pengenalan-potensi-kewirausahaan-dan_8.html, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.18 http://hanaym.blogspot.com/2013/07/pengertian-kewirausahaan-wirausaha-dan.html, diakses hari Senin 13 April 2015 pukul 10.05 KBBI daring, http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan, diakses hari Senin 13 April 2015 pukul 10.02 Lain: KBBI Offline 1.5.1 [1] Lihat Andi Muwiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis). Yogyakarta: LKiS. 2009. [2] Gelar negara maju ditetukan berdasarkan pendapatan per kapita, artinya faktor ekonomi sangat menentukan. [3] KBBI Offline 1.5.1 [4] Moko P Astamoen, Entrepreneurship dalam Perpektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta. Cetakan kedua November 2008. Hlm. 49, lihat juga Silvia Herawati, Kewiraswastaan. Badan Penerbit IPWI: Jakarta, 1998. [5] Suryana, Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat. Cetakan kesatu 2001. Hlm.2 [6]http://hanaym.blogspot.com/2013/07/pengertian-kewirausahaan-wirausaha-dan.html, diakses hari Senin 13 April 2015 pukul 10.05 [7] KBBI daring, http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan, diakses hari Senin 13 April 2015 pukul 10.02 [8]https://mahmuddin.wordpress.com/2010/12/15/faktor-faktor-pendorong-kewirausahawan/, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.14 [9] Yuyun Wirasasmita, 1994. Kewirausahaan: Buku Pegangan. Jatinangor: UPT-Pnerbitan IKOPIN [10] http://ozi1234.blogspot.com/2014/07/pengenalan-potensi-kewirausahaan-dan_8.html, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.18 [11]https://mahmuddin.wordpress.com/2010/12/15/faktor-faktor-pendorong-kewirausahawan/, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.14 [12] http://ozi1234.blogspot.com/2014/07/pengenalan-potensi-kewirausahaan-dan_8.html, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.18 [13] http://ozi1234.blogspot.com/2014/07/pengenalan-potensi-kewirausahaan-dan_8.html, diakses hari Rabu, 8 April 2015 pukul 09.18 |