Dalam surah al anam allah memerintahkan kita meninggalkan orang yang menjadikan agama sebagai

Memperolok agama bisa mendatangkan murka Allah.

republika

Memperolok Agama Dimasukkan Sebagai Pembatal Keislaman. Foto ilustrasi: Kasus-kasus penodaan agama Islam

Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lidah memang tak bertulang. Obrolan lepas di warung kopi bisa berdampak serius meski bernada bercanda. Perbincangan dengan maksud bermain-main bisa mendatangkan murka Allah SWT.Inilah kisah seorang lelaki Madinah tak bernama. Ia hanya disebut sebagai lelaki yang mengikuti Perang Tabuk. Betapa mulianya seseorang yang mengikuti perang bersama Rasulullah. Tapi sungguh sayang, kemuliaan itu tak diikuti dengan kemuliaan akhlaknya. Dengan ringan ia berkata, “Kami tak pernah melihat orang yang sama dengan para penghafal Alquran ini. Mereka paling kuat dalam urusan makan, paling sering dusta, dan pengecut di hadapan musuh.”Perkataan orang itu hendak diadukan Auf ke Rasulullah. Namun, ayat lebih dulu sampai dibanding kabar tersebut. Maka turunlah ayat, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul -Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS at-Taubah [9]: 65).Kemudian, lelaki itu mendatangi Rasulullah sembari mengajukan pembelaannya. “Wahai Rasulullah kami hanya bercanda dan bermain, kami berbicara dengan pembicaraan dalam perjalanan guna menghilangkan rasa letih dalam perjalanan.”Umar menggambarkan saat itu posisi Rasulullah sedang di atas unta hendak bepergian. Rasulullah sama sekali tidak menoleh ke lelaki itu. Kaki lelaki tersebut digambarkan tersandung-sandung batu karena merasa bersalah dan memohon seperti tergantung-gantung di pelana unta Nabi SAW.Kisah ini mengisyaratkan umat manusia, jangan pernah coba-coba mempermainkan Tuhan. Dalam Alquran ditegaskan, “(Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai olok-olokan dan senda gurau. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.” (QS al-A’raf [8]: 51).Perangai orang-orang kafir Quraisy selalu memperolok-olokkan orang beriman. Ayat-ayat Alquran mereka jadikan bahan ejekan. Pada kenyataannya tak ada di antara mereka yang selamat atas kelakuan mereka. Akhirnya, pasti akan menemukan nasib yang sangat tragis.Islam benar-benar memperhatikan tata krama dalam bertutur kata. Jangan sampai perkataan yang terlontar mengandung unsur memperolok-olokkan. Dalam Alquran juga diterangkan bagaimana cara bertutur kata, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (Muhammad), ’Raa’ina’, tetapi katakanlah, ’Unzhurna’, dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS al- Baqarah [2]: 104].Ayat ini menerangkan secara spesifik cara bertutur kata. Raa’ina, artinya sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Kala para sahabat menggunakan kata-kata tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang Yahudi pun memakainya pula, akan tetapi mereka pelesetkan. Mereka katakan ru’unah, artinya ketololan yang amat sangat. Ini sebagai ejekan terhadap Rasulullah. Oleh karena itulah, Allah menyuruh para sahabat agar menukar perkataan raa’ina dengan unzhurna yang berarti sama. Di akhir ayat ini Allah juga mengancam orang-orang bertutur kata kasar telah dipersiapkan bagi mereka azab yang pedih.Dalam Islam, orang yang memperolok-olokkan agama disebut dengan istilah istihzaa. Sifat ini termasuk salah satu dari pembatal keislaman. Dalam syarah terhadap kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Syekh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak. Di antaranya, juhud (pengingkaran), syirik, dan memperolok-olok agama atau sebagian dari syiar agama meskipun ia tidak mengingkarinya.”Dalam surat at-Taubah [9] ayat 64, Allah SWT berfirman, “Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, ‘Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)’. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti.” Ibnu Taimiyah ketika mensyarah ayat itu mengatakan, “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya hukumnya kafir.” (Ash Sharimul Maslul hlm. 31 dan juga Majmu’ Fatawa (XV/48).Betapa banyak saat ini orang-orang menjadikan agama sebagai bahan olok-olokan. Orang yang memakai aksesori keagamaan dan jilbab diejek sebagai orang kampungan. Mereka yang rajin beribadah diolok-olokkan. Bahkan, mereka yang menghidupkan sunah Rasulullah SAW pun menjadi bahan ejekan. Entahkah itu jenggot, siwak, kopiah, dan lainnya. Bisa saja perangai mereka mengundang murka dari Allah SWT dan memperlihatkan kuasanya.

Allah SWT tak segan memperlihatkan azab bagi orang yang memperolok-olokkan agama. Seperti firman Allah SWT, “Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokkan mereka.” (QS al-An’am [6]: 10).

Baca Juga

  • penodaan agama
  • memperolok agama
  • bahaya memperolok agama
  • memainkan agama

Dalam surah al anam allah memerintahkan kita meninggalkan orang yang menjadikan agama sebagai

sumber : Pusat Data Republika

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

70. وَذَرِ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۚ وَذَكِّرْ بِهِۦٓ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌۢ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِىٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَآ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أُبْسِلُوا۟ بِمَا كَسَبُوا۟ ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ

wa żarillażīnattakhażụ dīnahum la’ibaw wa lahwaw wa garrat-humul-ḥayātud-dun-yā wa żakkir bihī an tubsala nafsum bimā kasabat laisa lahā min dụnillāhi waliyyuw wa lā syafī’, wa in ta’dil kulla ‘adlil lā yu`khaż min-hā, ulā`ikallażīna ubsilụ bimā kasabụ lahum syarābum min ḥamīmiw wa ‘ażābun alīmum bimā kānụ yakfurụn
70. Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa’at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.

Tafsir :

Setelah pada ayat-ayat sebelumnya Allah ﷻ menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan ayat-ayat sebagai bahan ejekan dan olok-olok, dan bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadapnya, maka pada ayat ini Allah ﷻ menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan dan sendau gurau, dan bahwa kaum muslimin harus meninggalkan orang-orang semacam ini.

Ada beberapa pendapat di kalangan para ulama mengenai makna dari menjadikan agama sebagai bahan permainan dan senda gurau. Pertama, orang-orang musyrikin Arab menjadikan ayat-ayat Allah ﷻ sebagai bahan permainan, bahan ejekan dan senda gurau.

Kedua, yaitu mereka menjadikan ritual agama mereka seperti bentuk permainan([1]), layaknya memberi sajian kepada patung-patung, bahkan menyembahnya. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً﴾

“Dan salat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan.” (QS. Al-Anfal: 35)

Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjadikan agama seperti permainan dan senda gurau, adalah dengan mengingkari Hari Akhirat. Mereka bermain di kehidupan dunia sepuas-puasnya, sembari meyakini bahwa agama ini dan segala ajarannya hanyalah permainan belaka, karena bagi mereka tidak ada Hari Akhirat maupun Hari Kebangkitan.

Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau, adalah berbagai praktik dan ritual yang kita saksikan di berbagai hari raya kaum musyrikin. Dapat kita saksikan bahwa hari raya mereka acap kali diisi dengan berbagai ritual yang seakan hanyalah permainan dan senda gurau, atau merupakan perbuatan yang tidak bermanfaat, atau bahkan berupa kemaksiatan([2]). Lain halnya dengan hari raya kaum muslimin yang dibuka dengan ibadah, shalat, mengungkapkan rasa syukur dan pengagungan kepada Allah ﷻ, pengorbanan harta benda, santunan kepada mereka yang membutuhkan, dan seterusnya.

Firman Allah ﷻ,

﴿وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا﴾

“Dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia.”

Ya, mereka telah termabukkan oleh kehidupan duniawi, sehingga motivasi dan orientasi utama mereka adalah kehidupan dunia. Demikianlah ciri utama kaum kafir, fokus utama dalam kehidupan mereka hanyalah mencari kesenangan dunia.

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

﴿وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا﴾

“Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Qur’an agar setiap orang tidak terjerumus (ke dalam neraka), karena perbuatannya sendiri. Tidak ada baginya pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah. Dan jika dia hendak menebus dengan segala macam tebusan apa pun, niscaya tidak akan diterima.”

Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk memberikan peringatan kepada kaum kafir yang senantiasa tersibukkan dengan dunia, tenggelam dalam gelimang kenikmatannya yang semu, dan menjadikan agama sebagai bahan permainan dan senda gurau, agar mereka melihat, mendengar, serta mengambil pelajaran dari Al-Qur’an, sebelum penyesalan abadi di Neraka Jahanam menghinggapi mereka.

Seorang yang tertawan di tangan musuh, biasanya hanya memiliki 3 harapan untuk bebas. Yaitu pertolongan, syafaat berupa rekomendasi pembebasan dari pihak tertentu, atau tebusan. Allah ﷻ pun mengingatkan kaum kafir, bahwa siapa saja yang sudah mendapatkan cap keabadian di Neraka Jahanam, maka ia tidak akan mendapati ketiga hal yang dapat menyelamatkannya tersebut. Tidak seorang pun yang akan menolong, atau memberi syafaat berupa rekomendai pembebasan, atau pun menebus mereka. Bagaimana pun kekayaan dan relasi yang dimiliki seseorang di dunia, jika cap keabadian di Neraka Jahannam telah ia dapatkan, maka tak tersisa harapan apa pun baginya untuk bebas darinya. Allah ﷻ berfirman,

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, seandainya mereka memiliki segala apa yang ada di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dari azab pada hari Kiamat, niscaya semua (tebusan) itu tidak akan diterima dari mereka. Mereka (tetap) mendapat azab yang pedih.” (QS. Al-Ma’idah : 36)

Apalagi pada hari itu mereka tidak mempunyai apa-apa. Mereka dibangkitkan dalam kondisi tidak membawa apa pun. Semua harta yang telah mereka kumpulkan, telah mereka tinggalkan. Tidak ada sedikitpun yang mereka miliki dan mereka bawa, jika pun ada, maka hal itu sama sekali tidak akan memberikan manfaat sedikit pun kepada diri mereka sendiri. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ memberi peringatan kepada mereka di dunia, agar jangan sampai kerugian hakiki ini menimpa mereka. Meskipun mereka terus berpaling, beliau ﷺ tetap dengan tabah senantiasa memberikan peringatan kepada mereka.

Ayat ini pula merupakan dalil bahwasanya berpalingnya Rasulullah ﷺ dari mereka bukan berarti membiarkannya sama sekali. Tidak. Namun, beliau ﷺ berpaling dari mereka dengan tidak mempedulikan perkataan mereka, tidak menggubris ejekan mereka, tetapi beliau ﷺ tetap memberikan peringatan kepada mereka, agar ketika ditegakkan hujah kepada mereka, maka mereka tidak menyesal pada hari kiamat.

Firman Allah ﷻ,

﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ﴾

“Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan (ke dalam neraka), karena perbuatan mereka sendiri. Mereka mendapat minuman dari air yang mendidih dan azab yang pedih karena kekafiran mereka dahulu.”

Jika mereka telah masuk ke dalam neraka Jahanam, maka mereka ditahan di dalamnya, akibat perbuatan mereka. Selain itu, Allah ﷻ memberikan kepada mereka minuman sangat panas yang dapat mencabik-cabik usus mereka. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ﴾

“Dan mereka diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga ususnya terpotong-potong…” (QS. Muhammad : 15)

Mereka dibakar dari dalam tubuh mereka dengan air panas. Selain itu, dari luar mereka juga diazab dengan api yang sangat panas. Mereka merasakan panas dari luar dan dari dalam, akibat kekufuran yang mereka lakukan selama di dunia.

Sebagian ulama mengatakan bahwa ﴿بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ﴾, selain bermakna ‘kekufuran yang pernah mereka lakukan’, ia juga bermakna ‘kekufuran yang senantiasa mereka pegang teguh semenjak dahulu’.

Ayat ini menjelaskan bahwa sebab utama yang membuat mereka tidak mau beriman dan senantiasa berpegang teguh dengan kekufuran, adalah tertipunya mereka dengan berbagai syahwat dan kelezatan duniawi. Banyak kaum kafir yang sebenarnya telah mengetahui kebenaran Islam, namun tetap enggan untuk memeluknya, karena mereka menganggap bahwa Islam hanya akan membatasi diri mereka dari menikmati dunia sepuas-puasnya. Menurut mereka, Islam ini sangat ketat, tidak sejalan dengan perkembangan teknologi dan zaman, tidak mendukung perkembangan ekonomi masyarakat, dan berbagai prasangka buruk mereka lainnya kepada Allah ﷻ.([3])

Bagaimana pun mereka membungkusnya dengan berbagai macam permbicaraan, dalih, dan argumentasi, tetap saja semuanya sebenarnya adalah hal duniawi. Yang hendak mereka katakan sebenarnya adalah, “Islam akan menghalangi kami dari berbagai syahwat duniawi. Oleh karena itu, kami enggan menerima Islam sebagai kebenaran.”

Hendaknya setiap orang yang beriman berhati-hati dari prasangka-prasangka semacam ini. Inilah penyakit orang-orang kafir dahulu. Kenapa mereka enggan beriman? Karena jika mereka beriman dengan hari akhirat, maka mereka tidak dibolehkan untuk berzina, sedangkan mereka suka berzina. Jika mereka beriman, maka mereka tidak boleh minum khamar, sedangkan mereka suka minum khamar. Mereka tidak mau meyakini Hari Kebangkitan, karena mereka hendak berbuat semena-mena demi kepuasan diri mereka di dunia, tanpa adanya pertanggungjawaban.

Allah ﷻ berfirman,

﴿وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُمْ مَا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاءَ ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى مَعَكُمْ شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ لَقَدْ تَقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ﴾

“Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya, dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu, kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia). Kami tidak melihat pemberi syafaat (pertolongan) besertamu yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu (bagi Allah). Sungguh, telah terputuslah (semua pertalian) antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka (sebagai sekutu Allah).” (QS. Al-An’am: 94)

________________

Footnote :

([1]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (7/295).

([2]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (7/16).

([3]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (7/296).