Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Lihat Foto

Show

Thoughtco

Ilustrasi masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah

KOMPAS.com - Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga Islam untuk meneruskan Nabi Muhammad.

Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652).

Dinasti Abbasiyah memerintah sebagai khalifah di Baghdad, Irak, setelah menggulingkan Kekhalifahan Umayyah dalam Revolusi Abbasiyah pada 750 masehi.

Khalifah Abbasiyahmemindahkan Ibu Kota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad.

Selama lima abad pemerintahannya, kekhalifahan ini berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia.

Revolusi Abbasiyah

Kekhalifahan Abbasiyah berusaha menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis keturunan mereka yang lebih dekat.

Pemberontakan yang dilakukan Bani Abbasiyah didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan dengan tambahan faksi Yaman dan Mawali mereka.

Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas, kemudian mulai menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar II.

Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan mereka semakin memuncak.

Akhirnya pada 750 masehi, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Baca juga: Masuknya Islam ke Nusantara

Kekhalifahan Abbasiyah
الخلافة العباسية
colspan="3" style="vertical-align:middle; text-align:center; border-top:solid 1px #aaa; padding:0.2em 0em 0.2em 0em;">
style="border:0; vertical-align:middle; font-size:30%; line-height:105%;" width="50px">
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


750–1258
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah ,sek 850.

IbukotaBagdad, Kairo
BahasaArab(resmi), Aram, Armenia, Berber, Georgia, Yunani, Yahudi, Persia Tengah, Turkik
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan750
 - Dibubarkan1258

Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sbg pusat ilmu dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk untuk keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karenanya mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua 100 tahun, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka struktur, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa sebagai menyerahkan kekuasaan untuk dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia untuk keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya untuk Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari ilmu yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi masa ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

Pendahuluan

Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye sebagai mengembalikan kekuasaan pemerintahan untuk keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan kemudiannya pada tahun 750, Debu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sbg khalifah.

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga 100 tahun, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu ilmu dan pengembangan aturan sejak dahulu kala Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian disertai oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan 100 tahun ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Walaupun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sbg simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak mampu disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sbg Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di kawasan Afrika Utara. Pada awalnya beliau hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya. Namun kemudian, beliau mulai meluaskan kawasan kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum kemudiannya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali kawasan yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sbg kawasan kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah dapat bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai kemudiannya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda berlandaskan dengan perubahan politik, sosial, dan aturan sejak dahulu kala. Kekuasaannya berlanjut dalam rentang kala yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berlandaskan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah lepas sama sekali dari pengaruh dinasti pautan, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi pautan, kemakmuran warga mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu ilmu dalam Islam. Namun setelah periode ini habis, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, walaupun filsafat dan ilmu ilmu terus berkembang.

Masa pemerintahan Debu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Kemudian digantikan oleh Debu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Sebagai memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh akbar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sbg gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Debu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Debu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.

Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, akrab Kufah. Namun, sebagai lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, akrab bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas hadir di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di selangnya dengan menciptakan semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sbg koordinator dari kementrian yang hadir, Wazir pertama yang dinaikkan adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sbg hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah hadir sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Sekiranya dahulu hanya sekadar sebagai mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos diberi tugas sebagai menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan mampu berlanjut lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan kelakuan gubernur setempat untuk khalifah.

Khalifah al-Manshur berupaya menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di kawasan perbatasan. Di selang usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak pautan, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian pautan Oxus, dan India.

Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:

Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)

Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Sekiranya dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah ditempatkan dan dibangun oleh Debu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, karenanya puncak keemasan dari dinasti ini hadir pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit selang Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid sebagai kebutuhan sosial, dan membangun rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat sangat tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu ilmu, dan hukum budaya istiadat serta kesusasteraan hadir pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sbg negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sbg khalifah yang sangat cinta untuk ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Sebagai menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama pautan yang mahir (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Beliau juga banyak membangun sekolah, salah satu karya akbarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sbg perguruan tinggi dengan perpustakaan yang akbar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat hukum budaya istiadat dan ilmu ilmu.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang akbar untuk orang-orang Turki sebagai masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sbg tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan arus pemikiran keagamaan, semuanya mampu dipadamkan.

Dari cerminan di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok selang Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, hadir pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.

  1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berpandangan untuk Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh hukum budaya istiadat Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
  2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas hadir letak wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Letak ini tidak hadir di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
  3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum hadir tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan hukum budaya istiadat dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berfaedah seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Beberapa di selangnya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri atas dua tingkat:

  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja berupaya bisa dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
  2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar kawasan menuntut ilmu untuk seorang atau beberapa orang mahir dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlanjut di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan dapat berlanjut di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama mahir ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan suatu universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga mampu membaca, menulis, dan berwawancara. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu ilmu. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sbg bahasa administrasi yang sudah berlanjut sejak zaman Bani Umayyah, maupun sbg bahasa ilmu ilmu. Di samping itu, kemajuan itu sangat tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:

  1. Terjadinya asimilasi selang bangsa Arab dengan bangsa-bangsa pautan yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu ilmu. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlanjut secara efektif dan berharga guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu ilmu dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah diceritakan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
  2. Gerakan terjemahan yang berlanjut dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur sampai Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlanjut mulai masa khalifah al-Ma'mun sampai tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlanjut setelah tahun 300 H, terutama setelah hal hadir pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.

Pengaruh dari hukum budaya istiadat bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu ilmu umum, tetapi juga ilmu ilmu agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua cara, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu cara rasional yang lebih banyak bertumpu untuk pendapat dan daya pikir daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua cara ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan cara bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu ilmu. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.

Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Debu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang hadir di tengah-tengah hukum budaya istiadat Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Debu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Berbeda dengan Imam Debu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi warga Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat daya upaya semata untuk hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya sebagai berpegang untuk hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan sebagai menjaga dan memurnikan nasihat Islam dari hukum budaya istiadat serta hukum budaya istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab akbar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid pautan yang mengeluarkan pendapatnya secara lepas sama sekali dan membangun madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran sesat yang sudah hadir pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun hadir. Akan tetapi perkembangan pemikirannya sedang terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Debu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, arus tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Debu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga sangat banyak terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlanjut pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya sarana prasarana dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits melakukan pekerjaan.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu ilmu umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sbg astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan selang penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan hadir di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di selang karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran sangat akbar dalam sejarah.

Dalam bidang optikal Debu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sbg orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat dan diamati. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga mampu diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga ahli dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga mahir dalam ilmu geografi. Di selang karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, ditengahnya al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di selangnya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat arus yang disebut dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu ilmu. Salah satu inovasi akbar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang ilmu, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di selang mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam untuk warga Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang mahir filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sbgnya.

Demikianlah kemajuan politik dan hukum budaya istiadat yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak hadir tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berlanjut seiring dengan kemajuan peradaban dan hukum budaya istiadat, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini habis, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. Wallahul Musta’an.

Pengaruh Mamluk

Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang disebut Mamluk pada 100 tahun ke-9. Diwujudkan oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi karena sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena bermacam kondisi yang hadir di umat muslim masa itu pada kemudiannya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik berhasil berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah kala itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini membangun kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah bermacam serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap menyatakan diri hadir di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sbg kepala negara.

Pengaruh Bani Buwaih

Faktor pautan yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan letak tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan mampu didirikan di pusat maupun kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di selang faktor pautan yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dst-nya, walaupun khalifah tidak berkekuatan, tidak hadir usaha sebagai merebut letak khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang hadir hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan letak khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan mampu didirikan di pusat maupun di kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah berlandaskan dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah hadir di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.

Pengaruh Bani Seljuk

Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan letak khalifah Abbasiyah sedikit lebih baik, sangat tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan sebagai membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.

Kemunduran

Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak kawasan melepaskan diri, adalah:

  1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan kawasan sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
  2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah untuk mereka sangat tinggi.
  3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan sebagai tentara bayaran sangat akbar. Pada masa kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam dari pada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan bermacam cara di selangnya pemberontakan yang dilakukan oleh pimpinan lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.

Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di belakang zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berucap tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan selang pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya adil sebagai diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak kawasan tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu hadir di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.

Hadir kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Argumennya adalah:

  1. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat sebagai menciptakan mereka tunduk kepadanya,
  2. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat daripada politik dan ekspansi.

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara:

  1. Seorang pimpinan lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko.
  2. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, letaknya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.

Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah dapat mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada masa wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di selangnya bahkan berupaya menguasai khalifah itu sendiri.

Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal 100 tahun kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang menciptakan mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah kala itu mulai mengalami kemunduran. Sbg gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan bagian militer Turki ini, dalam perkembangan kemudian teryata menjadi ancaman akbar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).

Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan arus keagamaan itu, sehingga walaupun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan hadir di selang mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.

Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu karenanya adalah kecenderungan penguasa sebagai hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.

Habisnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi hadir di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun sangat banyak dinasti Islam berdiri. Hadir di selangnya yang cukup akbar, namun yang sangat banyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad mampu direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berfaedah. Kehancuran Baghdad dampak serangan tentara Mongol ini awal proses baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sbg kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor pautan yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama pautan. Beberapa di selangnya adalah sbg berikut:

Persaingan antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, hadir dua karena dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.

  1. Sulit bagi orang-orang Arab sebagai mengalpakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
  2. Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan hal hadir ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Walaupun demikian, orang-orang Persia tidak berpuas diri. Mereka menginginkan suatu dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi bermacam bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada kala itu tidak hadir kesadaran yang merajut elemen-elemen yang berjenis-jenis tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa pautan yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dibuat menjadi pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka diasumsikan sbg hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena banyak dan kekuatan mereka yang akbar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka benar kekuasaan atas rakyat berlandaskan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa sebagai mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang dapat menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik mampu terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah habis. Kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan kemudian berpindah untuk Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.

Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan hadir yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di selangnya adalah:

Yang berbangsa Persia:

  1. Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
  2. Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
  3. Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
  4. Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
  5. Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).

Yang berbangsa Turki:

  1. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
  2. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
  3. Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
  4. Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a. Seljuk akbar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Debu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan berhasil menawannya.b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).

Yang berbangsa Kurdi:

  1. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
  2. Debu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
  3. al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah kesuksesannya memenangkan Perang Salib periode ke III.

Yang berbangsa Arab:

  1. Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
  2. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
  3. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
  4. 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
  5. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
  6. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
  7. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
  8. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).

Yang mengaku dirinya sbg khilafah:

  1. Umayyah di Spanyol.
  2. Fatimiyah di Mesir.

Dari latar belakangan dinasti-dinasti itu, nampak jelas hal hadir persaingan antarbangsa, terutama selang Arab, Persia dan Turki. Di samping latar belakangan kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi ajaran keagamaan, hadir yang berlatar belakangan Syi'ah maupun Sunni.

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih akbar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang akbar diperoleh ditengahnya dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih akbar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingankannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak ditengahnya disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.

Fanatisme keagamaan berkaitan akrab dengan masalah kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong beberapa mereka mempropagandakan nasihat Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berupaya keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu membangun jawatan khusus sebagai mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik selang kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari struktur yang sangat sederhana seperti polemik tentang nasihat, sampai untuk konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.

Pada masa gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik nasihat Syi'ah, sehingga banyak arus Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan diasumsikan menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Arus Syi'ah memang dikenal sbg arus politik dalam Islam yang berhadapan dengan ajaran Ahlussunnah. Selang keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari masa waktu seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang melepaskan diri dari Baghdad yang Sunni.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik selang muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar arus dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sbg pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan selang dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sbg mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), arus Mu'tazilah dibatalkan sbg arus negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh mahir filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berupaya sebagai mengembalikan nasihat Islam secara murni berlandaskan dengan yang dibawa oleh Rasulullah.

Arus Mu'tazilah melakukan usaha kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut ajaran Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa arus Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung arus ini menjadi ciri utama ajaran Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut benar efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:

Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal mujarad yang tidak mungkin hadir kepastiannya dalam suatu kehidupan yang benar belakang, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih akbar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang sedang dalam sekeliling yang terkait ilmu manusia. Soal keinginan lepas sama sekali manusia..... telah menyebabkan kekacauan yang berbelit-belit dalam Islam ... .Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama absurd berbuat salah ... .. menjadi karena binasanya jiwa-jiwa berharga

Ancaman dari Luar

Apa yang diceritakan di atas adalah faktor-faktor internal. Di samping itu, hadir pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan kemudiannya hancur.

  1. Perang Salib yang berlanjut beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
  2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah diceritakan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil sebagai ikut bertempur setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang hadir di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di selang komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Diceritakan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena beliau banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem.

Perang Salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, masa Paus Urbanus II berseru untuk umat Kristen di Eropa sebagai melakukan perang suci, sebagai memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan Alp Arselan Rahimahullah tahun 464 H (1071 M), yang hanya bertenaga 20.000[1] – 30.000 [2] prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000[2] – 70.000[3], terdiri atas tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert.

Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita sangat banyak, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang bertenaga sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berkekuatan dan tidak dapat membendung "topan" tentara Hulagu Khan.

Pada masa yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la menyebut untuk khalifah, "Saya telah menemui mereka sebagai perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Debu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga pautannya sebagai diserahkan untuk Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu untuk para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri atas mahir fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dituturkan wazirnya temyata tidak adil. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota pautan yang dilintasi tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sbg pusat hukum budaya istiadat dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu ilmu itu ikut pula hilang dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.

Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah

Silsilah para khalifah

Di bawah ini merupakan silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari Abbas bin Abdul-Muththalib sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad.

[4] Catatan:

  • k. merupakan tahun kekuasaan
  • Angka, merupakan nomor urut seseorang menjadi khalifah.
  • Nama dengan huruf kapital merupakan khalifah yang berkuasa.

Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo

Pustaka

Sumber Pautan

  1. Sejarah Bani Abbasiyyah, Muhammad Syu'ub, Terbitan PT.Bulan Bintang.
  2. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  3. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.

Lihat juga


edunitas.com


Page 2

Kekhalifahan Abbasiyah
الخلافة العباسية
colspan="3" style="vertical-align:middle; text-align:center; border-top:solid 1px #aaa; padding:0.2em 0em 0.2em 0em;">
style="border:0; vertical-align:middle; font-size:30%; line-height:105%;" width="50px">
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


750–1258
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah ,sek 850.

IbukotaBagdad, Kairo
BahasaArab(resmi), Aram, Armenia, Berber, Georgia, Yunani, Yahudi, Persia Tengah, Turkik
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan750
 - Dicerai-beraikan1258

Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) yaitu kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini mengembang pesat dan menjadikan dunia Islam sbg pusat ilmu dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah mendudukinya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk untuk keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karenanya mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Mengembang selama dua 100 tahun, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya adalah bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka struktur, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa sebagai menyerahkan kekuasaan untuk dinasti-dinasti setempat, yang sering dinamakan amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia untuk keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya untuk Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari ilmu yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi masa ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

Pendahuluan

Pada awal mulanya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye sebagai mengembalikan kekuasaan pemerintahan untuk keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan kemudiannya pada tahun 750, Debu al-Abbas al-Saffah sukses meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sbg khalifah.

Bani Abbasiyah sukses memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga 100 tahun, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu ilmu dan pengembangan aturan sejak dahulu kala Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian disertai oleh Mamluk di Mesir pada menengah 100 tahun ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Walaupun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sbg simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak mampu disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sbg Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di kawasan Afrika Utara. Pada awal mulanya beliau hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya. Namun kemudian, beliau mulai menambah lapang kawasan kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum kemudiannya Bani Abbasyiah sukses menduduki kembali kawasan yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sbg kawasan kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah dapat bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai kemudiannya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

Khilafah Abbasiyah adalah kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda berlandaskan dengan perubahan politik, sosial, dan aturan sejak dahulu kala. Kekuasaannya berlanjut dalam rentang kala yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berlandaskan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), dinamakan periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), dinamakan periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini dinamakan juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya dinamakan juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah lepas sama sekali dari pengaruh dinasti pautan, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan adalah pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi pautan, kemakmuran warga mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga sukses menyiapkan landasan untuk perkembangan filsafat dan ilmu ilmu dalam Islam. Namun setelah periode ini kemudiannya, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bagian politik, walaupun filsafat dan ilmu ilmu terus mengembang.

Masa pemerintahan Debu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Kemudian digantikan oleh Debu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Sebagai memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh akbar yang mungkin menjadi saingan untuknya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya yaitu pamannya sendiri yang ditunjuk sbg gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak mau membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Debu Muslim al-Khurasani memainkannya, dan kemudian menghukum mati Debu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing untuknya.

Pada mulanya ibu kota negara yaitu al-Hasyimiyah, akrab Kufah. Namun, sebagai lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, akrab bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas hadir di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur memainkan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di selangnya dengan menciptakan semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bagian pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sbg koordinator dari kementrian yang hadir, Wazir pertama yang dinaikkan yaitu Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sbg hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah hadir sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Sekiranya dahulu hanya sekadar sebagai mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos diberi tugas sebagai menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan mampu berlanjut lancar. Para direktur jawatan pos bekerja melaporkan kelakuan gubernur setempat untuk khalifah.

Khalifah al-Manshur berupaya menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya memerdekakan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di kawasan perbatasan. Di selang usaha-usaha tersebut yaitu menduduki benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melalui pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak pautan, dia berbaik dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian pautan Oxus, dan India.

Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:

Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya yaitu kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)

Dengan demikian, pemikiran khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya adalah mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, beda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Sekiranya dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Debu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, karenanya puncak keemasan dari dinasti ini hadir pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melewati irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit selang Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid sebagai kebutuhan sosial, dan membangun rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat sangat tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu ilmu, dan hukum budaya istiadat serta kesusasteraan hadir pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam meletakkan dirinya sbg negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sbg khalifah yang sangat cinta untuk ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Sebagai menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama pautan yang mahir (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Beliau juga banyak membangun sekolah, salah satu karya akbarnya yang terpenting yaitu pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sbg perguruan tinggi dengan perpustakaan yang akbar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat hukum budaya istiadat dan ilmu ilmu.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang akbar untuk orang-orang Turki sebagai masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sbg tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah menyelenggarakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, adil dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan arus pemikiran keagamaan, semuanya mampu dipadamkan.

Dari cerminan di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok selang Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, hadir pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.

  1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berpandangan untuk Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh hukum budaya istiadat Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
  2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas hadir letak wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Letak ini tidak hadir di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
  3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum hadir tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan hukum budaya istiadat dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berfaedah seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Beberapa di selangnya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bagian pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai mengembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri atas dua tingkat:

  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja berupaya bisa dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
  2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang berhasrat memperdalam ilmunya, pergi keluar kawasan menuntut ilmu untuk seorang atau beberapa orang mahir dalam bagiannya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut yaitu ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlanjut di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Untuk anak penguasa pendidikan dapat berlanjut di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama mahir ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih adalah suatu universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga mampu membaca, menulis, dan berwawancara. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu ilmu. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, adil sbg bahasa administrasi yang sudah berlanjut sejak zaman Bani Umayyah, maupun sbg bahasa ilmu ilmu. Di samping itu, kemajuan itu sangat tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:

  1. Terjadinya asimilasi selang bangsa Arab dengan bangsa-bangsa pautan yang lebih dahulu merasakan perkembangan dalam bagian ilmu ilmu. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlanjut secara efektif dan berharga guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu ilmu dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah dituturkan, sangat kuat di bagian pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak bermanfaat dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bagian kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melewati terjemahan-terjemahan dalam banyak bagian ilmu, terutama filsafat.
  2. Gerakan terjemahan yang berlanjut dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur sampai Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diartikan yaitu karya-karya dalam bagian astronomi dan manthiq. Fase kedua berlanjut mulai masa khalifah al-Ma'mun sampai tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diartikan yaitu dalam bagian filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlanjut setelah tahun 300 H, terutama setelah hal hadir pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diartikan semakin meluas.

Pengaruh dari hukum budaya istiadat bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melewati gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bagian ilmu ilmu umum, tetapi juga ilmu ilmu agama. Dalam bagian tafsir, sejak awal sudah dikenal dua cara, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu cara rasional yang lebih banyak bertumpu untuk pendapat dan daya pikir daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua cara ini memang mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan cara bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu ilmu. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bagian ilmu tersebut.

Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Debu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang hadir di tengah-tengah hukum budaya istiadat Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Debu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Beda dengan Imam Debu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi warga Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu didamaikan oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat daya upaya semata untuk hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya sebagai berpegang untuk hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan sebagai menjaga dan memurnikan nasihat Islam dari hukum budaya istiadat serta hukum budaya istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab akbar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid pautan yang mengeluarkan pendapatnya secara lepas sama sekali dan membangun madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak mengembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran sesat yang sudah hadir pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun hadir. Akan tetapi perkembangan pemikirannya sedang terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar yaitu Debu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, arus tradisional di bagian teologi yang dicetuskan oleh Debu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga sangat banyak terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya yaitu pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlanjut pula dalam bagian sastra. Penulisan hadits, juga mengembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya sarana prasarana dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits memainkan pekerjaan.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu ilmu umum, terutama di bagian astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sbg astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diartikan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi yaitu tokoh pertama yang membedakan selang penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku tentang kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan hadir di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof sukses menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di selang karyanya yaitu al-Qoonuun fi al-Thibb yang adalah ensiklopedi kedokteran sangat akbar dalam sejarah.

Dalam bagian optikal Debu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sbg orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat dan diteliti. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bagian kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga mampu diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bagian matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga ahli dalam bagian astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bagian sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga mahir dalam ilmu geografi. Di selang karyanya yaitu Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bagian filsafat, ditengahnya al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di selangnya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bagian filsafat, sehingga di sana terdapat arus yang dinamakan dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam merasakan peningkatan besar-besaran di bagian ilmu ilmu. Salah satu inovasi akbar pada masa ini yaitu diartikannya karya-karya di bagian ilmu, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di selang mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam untuk warga Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini mengakibatkan seorang mahir filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sbgnya.

Demikianlah kemajuan politik dan hukum budaya istiadat yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak hadir tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berlanjut seiring dengan kemajuan peradaban dan hukum budaya istiadat, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini kemudiannya, peradaban Islam juga merasakan masa kemunduran. Wallahul Musta’an.

Pengaruh Mamluk

Kekhalifahan Abbasiyah yaitu yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang dinamakan Mamluk pada 100 tahun ke-9. Diwujudkan oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diberi isi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini yaitu suatu inovasi karena sebelumnya yang digunakan yaitu tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena bermacam kondisi yang hadir di umat muslim masa itu pada kemudiannya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik sukses berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif menduduki kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu adalah kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah kala itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini membangun kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah bermacam serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap mencetuskan diri hadir di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sbg kepala negara.

Pengaruh Bani Buwaih

Faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan letak tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan mampu didirikan di pusat maupun kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di selang faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah beda dengan yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dst-nya, walaupun khalifah tidak berkekuatan, tidak hadir usaha sebagai menduduki letak khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang hadir hanyalah usaha menduduki kekuasaannya dengan membiarkan letak khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan mampu didirikan di pusat maupun di kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki sukses menduduki kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah berlandaskan dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah hadir di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.

Pengaruh Bani Seljuk

Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan letak khalifah Abbasiyah sedikit lebih adil, sangat tidak kewibawaannya dalam bagian agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan sebagai membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.

Kemunduran

Faktor-faktor penting yang mengakibatkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak kawasan melepaskan diri, adalah:

  1. Lapangnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan kawasan sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
  2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah untuk mereka sangat tinggi.
  3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan sebagai tentara bayaran sangat akbar. Pada masa kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam dari pada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan bermacam cara di selangnya pemberontakan yang dilakukan oleh pimpinan lokal dan mereka sukses memperoleh kemerdekaan penuh.

Disintegrasi dalam bagian politik sebenarnya sudah mulai terjadi di belakang zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berucap tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan selang pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya adil sebagai diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak kawasan tidak direbut khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu hadir di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.

Hadir probabilitas bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Argumennya adalah:

  1. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat sebagai menciptakan mereka tunduk kepadanya,
  2. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat daripada politik dan ekspansi.

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara:

  1. Seorang pimpinan lokal memimpin suatu pemberontakan dan sukses memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko.
  2. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, letaknya semakin lebih kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.

Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah dapat mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada masa wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di selangnya bahkan berupaya menguasai khalifah itu sendiri.

Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal 100 tahun kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang menciptakan mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah kala itu mulai merasakan kemunduran. Sbg gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bagian kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan bagian militer Turki ini, dalam perkembangan kemudian teryata menjadi ancaman akbar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).

Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan arus keagamaan itu, sehingga walaupun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan hadir di selang mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.

Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bagian politik. Dimana salah satu karenanya yaitu kecenderungan penguasa sebagai hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.

Akhir-akhirnyanya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah adalah awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi hadir di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun sangat banyak dinasti Islam berdiri. Hadir di selangnya yang cukup akbar, namun yang sangat banyak yaitu dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad mampu direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berfaedah. Kehancuran Baghdad dampak serangan tentara Mongol ini awal proses baru dalam sejarah Islam, yang dinamakan masa menengah.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat mengembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sbg kepala pegawai sipil, tetapi bila khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor pautan yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama pautan. Beberapa di selangnya yaitu sbg berikut:

Persaingan antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, hadir dua karena dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.

  1. Sulit untuk orang-orang Arab sebagai mengalpakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka adalah warga kelas satu.
  2. Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan hal hadir ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Walaupun demikian, orang-orang Persia tidak berpuas diri. Mereka menginginkan suatu dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka yaitu darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat lapang, meliputi bermacam bangsa yang beda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada kala itu tidak hadir kesadaran yang merajut elemen-elemen yang berjenis-jenis tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa pautan yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan mengembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dibuat menjadi pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka diasumsikan sbg hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena banyak dan kekuatan mereka yang akbar, mereka merasa bahwa negara yaitu milik mereka; mereka benar kekuasaan atas rakyat berlandaskan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa sebagai mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah yaitu orang-orang kuat yang dapat menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik mampu terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah kemudiannya. Kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan kemudian berpindah untuk Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.

Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan hadir yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di selangnya adalah:

Yang berbangsa Persia:

  1. Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
  2. Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
  3. Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
  4. Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
  5. Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).

Yang berbangsa Turki:

  1. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
  2. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
  3. Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
  4. Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a. Seljuk akbar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Debu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan sukses menawannya.b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).

Yang berbangsa Kurdi:

  1. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
  2. Debu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
  3. al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah kesuksesannya memenangkan Perang Salib periode ke III.

Yang berbangsa Arab:

  1. Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
  2. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
  3. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
  4. 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
  5. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
  6. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
  7. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
  8. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).

Yang mengaku dirinya sbg khilafah:

  1. Umayyah di Spanyol.
  2. Fatimiyah di Mesir.

Dari latar belakangan dinasti-dinasti itu, nampak jelas hal hadir persaingan antarbangsa, terutama selang Arab, Persia dan Turki. Di samping latar belakangan kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi ajaran keagamaan, hadir yang berlatar belakangan Syi'ah maupun Sunni.

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga merasakan kemunduran di bagian ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bagian politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas adalah pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih akbar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang akbar diperoleh ditengahnya dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih akbar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingankannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak ditengahnya disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat memainkan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil mengakibatkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.

Fanatisme keagamaan berkaitan sempit dengan masalah kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong beberapa mereka mempropagandakan nasihat Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berupaya keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu membangun jawatan khusus sebagai mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan memainkan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik selang kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari struktur yang sangat sederhana seperti polemik tentang nasihat, sampai untuk konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah yaitu contoh konflik bersenjata itu.

Pada masa gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik nasihat Syi'ah, sehingga banyak arus Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan diasumsikan menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Arus Syi'ah memang dikenal sbg arus politik dalam Islam yang berhadapan dengan ajaran Ahlussunnah. Selang keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melewati Bani Buwaih lebih dari masa waktu seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir yaitu dua dinasti Syi'ah yang melepaskan diri dari Baghdad yang Sunni.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik selang muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar arus dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sbg pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan selang dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sbg mazhab resmi negara dan memainkan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), arus Mu'tazilah dibatalkan sbg arus negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh mahir filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berupaya sebagai mengembalikan nasihat Islam secara murni berlandaskan dengan yang dibawa oleh Rasulullah.

Arus Mu'tazilah memainkan usaha kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut ajaran Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa arus Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung arus ini menjadi ciri utama ajaran Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut benar efek yang tidak menguntungkan untuk pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:

Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat tentang soal-soal mujarad yang tidak mungkin hadir kepastiannya dalam suatu kehidupan yang benar belakang, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih akbar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan tentang hal-hal yang sedang dalam sekeliling yang terkait ilmu manusia. Soal keinginan lepas sama sekali manusia....... telah mengakibatkan kekacauan yang berbelit-belit dalam Islam ... .Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama absurd berbuat salah ... .. menjadi karena binasanya jiwa-jiwa berharga

Ancaman dari Luar

Apa yang dituturkan di atas yaitu faktor-faktor internal. Di samping itu, hadir pula faktor-faktor eksternal yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah lemah dan kemudiannya hancur.

  1. Perang Salib yang berlanjut beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
  2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah dituturkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil sebagai ikut bertempur setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang hadir di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di selang komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Dituturkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena beliau banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem.

Perang Salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, masa Paus Urbanus II berseru untuk umat Kristen di Eropa sebagai memainkan perang suci, sebagai memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang direbut oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan Alp Arselan Rahimahullah tahun 464 H (1071 M), yang hanya bertenaga 20.000[1] – 30.000 [2] prajurit, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000[2] – 70.000[3], terdiri atas tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert.

Walaupun umat Islam sukses mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita sangat banyak, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang bertenaga sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berkekuatan dan tidak dapat membendung "topan" tentara Hulagu Khan.

Pada masa yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami berhasrat mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la menyebut untuk khalifah, "Saya telah menemui mereka sebagai perjanjian damai. Hulagu Khan berhasrat mengawinkan anak perempuannya dengan Debu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga pautannya sebagai diserahkan untuk Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu untuk para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri atas mahir fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang diceritakan wazirnya temyata tidak adil. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota pautan yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga adalah awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sbg pusat hukum budaya istiadat dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu ilmu itu ikut pula hilang dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.

Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah

Silsilah para khalifah

Di bawah ini adalah silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari Abbas bin Abdul-Muththalib sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad.

[4] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan
  • Angka, adalah nomor urut seseorang menjadi khalifah.
  • Nama dengan huruf kapital adalah khalifah yang berkuasa.

Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo

Pustaka

Sumber Pautan

  1. Sejarah Bani Abbasiyyah, Muhammad Syu'ub, Terbitan PT.Bulan Bintang.
  2. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  3. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.

Lihat juga


edunitas.com


Page 3

Kekhalifahan Abbasiyah
الخلافة العباسية
colspan="3" style="vertical-align:middle; text-align:center; border-top:solid 1px #aaa; padding:0.2em 0em 0.2em 0em;">
style="border:0; vertical-align:middle; font-size:30%; line-height:105%;" width="50px">
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


750–1258
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah ,sek 850.

IbukotaBagdad, Kairo
BahasaArab(resmi), Aram, Armenia, Berber, Georgia, Yunani, Yahudi, Persia Tengah, Turkik
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan750
 - Dicerai-beraikan1258

Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) yaitu kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini mengembang pesat dan menjadikan dunia Islam sbg pusat ilmu dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah mendudukinya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk untuk keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karenanya mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Mengembang selama dua 100 tahun, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya adalah bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka struktur, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa sebagai menyerahkan kekuasaan untuk dinasti-dinasti setempat, yang sering dinamakan amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia untuk keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya untuk Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari ilmu yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi masa ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

Pendahuluan

Pada awal mulanya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye sebagai mengembalikan kekuasaan pemerintahan untuk keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan kemudiannya pada tahun 750, Debu al-Abbas al-Saffah sukses meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sbg khalifah.

Bani Abbasiyah sukses memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga 100 tahun, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu ilmu dan pengembangan aturan sejak dahulu kala Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian disertai oleh Mamluk di Mesir pada menengah 100 tahun ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Walaupun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sbg simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak mampu disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sbg Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di kawasan Afrika Utara. Pada awal mulanya beliau hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya. Namun kemudian, beliau mulai menambah lapang kawasan kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum kemudiannya Bani Abbasyiah sukses menduduki kembali kawasan yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sbg kawasan kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah dapat bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai kemudiannya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

Khilafah Abbasiyah adalah kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda berlandaskan dengan perubahan politik, sosial, dan aturan sejak dahulu kala. Kekuasaannya berlanjut dalam rentang kala yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berlandaskan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), dinamakan periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), dinamakan periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini dinamakan juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya dinamakan juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah lepas sama sekali dari pengaruh dinasti pautan, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan adalah pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi pautan, kemakmuran warga mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga sukses menyiapkan landasan untuk perkembangan filsafat dan ilmu ilmu dalam Islam. Namun setelah periode ini kemudiannya, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bagian politik, walaupun filsafat dan ilmu ilmu terus mengembang.

Masa pemerintahan Debu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Kemudian digantikan oleh Debu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Sebagai memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh akbar yang mungkin menjadi saingan untuknya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya yaitu pamannya sendiri yang ditunjuk sbg gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak mau membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Debu Muslim al-Khurasani memainkannya, dan kemudian menghukum mati Debu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing untuknya.

Pada mulanya ibu kota negara yaitu al-Hasyimiyah, akrab Kufah. Namun, sebagai lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, akrab bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas hadir di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur memainkan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di selangnya dengan menciptakan semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bagian pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sbg koordinator dari kementrian yang hadir, Wazir pertama yang dinaikkan yaitu Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sbg hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah hadir sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Sekiranya dahulu hanya sekadar sebagai mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos diberi tugas sebagai menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan mampu berlanjut lancar. Para direktur jawatan pos bekerja melaporkan kelakuan gubernur setempat untuk khalifah.

Khalifah al-Manshur berupaya menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya memerdekakan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di kawasan perbatasan. Di selang usaha-usaha tersebut yaitu menduduki benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melalui pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak pautan, dia berbaik dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian pautan Oxus, dan India.

Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:

Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya yaitu kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)

Dengan demikian, pemikiran khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya adalah mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, beda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Sekiranya dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Debu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, karenanya puncak keemasan dari dinasti ini hadir pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melewati irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit selang Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid sebagai kebutuhan sosial, dan membangun rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat sangat tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu ilmu, dan hukum budaya istiadat serta kesusasteraan hadir pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam meletakkan dirinya sbg negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sbg khalifah yang sangat cinta untuk ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Sebagai menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama pautan yang mahir (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Beliau juga banyak membangun sekolah, salah satu karya akbarnya yang terpenting yaitu pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sbg perguruan tinggi dengan perpustakaan yang akbar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat hukum budaya istiadat dan ilmu ilmu.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang akbar untuk orang-orang Turki sebagai masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sbg tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah menyelenggarakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, adil dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan arus pemikiran keagamaan, semuanya mampu dipadamkan.

Dari cerminan di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok selang Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, hadir pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.

  1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berpandangan untuk Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh hukum budaya istiadat Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
  2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas hadir letak wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Letak ini tidak hadir di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
  3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum hadir tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan hukum budaya istiadat dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berfaedah seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Beberapa di selangnya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bagian pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai mengembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri atas dua tingkat:

  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja berupaya bisa dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
  2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang berhasrat memperdalam ilmunya, pergi keluar kawasan menuntut ilmu untuk seorang atau beberapa orang mahir dalam bagiannya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut yaitu ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlanjut di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Untuk anak penguasa pendidikan dapat berlanjut di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama mahir ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih adalah suatu universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga mampu membaca, menulis, dan berwawancara. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu ilmu. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, adil sbg bahasa administrasi yang sudah berlanjut sejak zaman Bani Umayyah, maupun sbg bahasa ilmu ilmu. Di samping itu, kemajuan itu sangat tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:

  1. Terjadinya asimilasi selang bangsa Arab dengan bangsa-bangsa pautan yang lebih dahulu merasakan perkembangan dalam bagian ilmu ilmu. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlanjut secara efektif dan berharga guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu ilmu dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah dituturkan, sangat kuat di bagian pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak bermanfaat dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bagian kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melewati terjemahan-terjemahan dalam banyak bagian ilmu, terutama filsafat.
  2. Gerakan terjemahan yang berlanjut dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur sampai Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diartikan yaitu karya-karya dalam bagian astronomi dan manthiq. Fase kedua berlanjut mulai masa khalifah al-Ma'mun sampai tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diartikan yaitu dalam bagian filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlanjut setelah tahun 300 H, terutama setelah hal hadir pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diartikan semakin meluas.

Pengaruh dari hukum budaya istiadat bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melewati gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bagian ilmu ilmu umum, tetapi juga ilmu ilmu agama. Dalam bagian tafsir, sejak awal sudah dikenal dua cara, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu cara rasional yang lebih banyak bertumpu untuk pendapat dan daya pikir daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua cara ini memang mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan cara bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu ilmu. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bagian ilmu tersebut.

Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Debu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang hadir di tengah-tengah hukum budaya istiadat Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Debu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Beda dengan Imam Debu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi warga Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu didamaikan oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat daya upaya semata untuk hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya sebagai berpegang untuk hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan sebagai menjaga dan memurnikan nasihat Islam dari hukum budaya istiadat serta hukum budaya istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab akbar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid pautan yang mengeluarkan pendapatnya secara lepas sama sekali dan membangun madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak mengembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran sesat yang sudah hadir pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun hadir. Akan tetapi perkembangan pemikirannya sedang terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar yaitu Debu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, arus tradisional di bagian teologi yang dicetuskan oleh Debu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga sangat banyak terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya yaitu pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlanjut pula dalam bagian sastra. Penulisan hadits, juga mengembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya sarana prasarana dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits memainkan pekerjaan.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu ilmu umum, terutama di bagian astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sbg astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diartikan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi yaitu tokoh pertama yang membedakan selang penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku tentang kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan hadir di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof sukses menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di selang karyanya yaitu al-Qoonuun fi al-Thibb yang adalah ensiklopedi kedokteran sangat akbar dalam sejarah.

Dalam bagian optikal Debu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sbg orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat dan diteliti. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bagian kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga mampu diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bagian matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga ahli dalam bagian astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bagian sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga mahir dalam ilmu geografi. Di selang karyanya yaitu Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bagian filsafat, ditengahnya al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di selangnya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bagian filsafat, sehingga di sana terdapat arus yang dinamakan dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam merasakan peningkatan besar-besaran di bagian ilmu ilmu. Salah satu inovasi akbar pada masa ini yaitu diartikannya karya-karya di bagian ilmu, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di selang mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam untuk warga Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini mengakibatkan seorang mahir filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sbgnya.

Demikianlah kemajuan politik dan hukum budaya istiadat yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak hadir tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berlanjut seiring dengan kemajuan peradaban dan hukum budaya istiadat, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini kemudiannya, peradaban Islam juga merasakan masa kemunduran. Wallahul Musta’an.

Pengaruh Mamluk

Kekhalifahan Abbasiyah yaitu yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang dinamakan Mamluk pada 100 tahun ke-9. Diwujudkan oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diberi isi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini yaitu suatu inovasi karena sebelumnya yang digunakan yaitu tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena bermacam kondisi yang hadir di umat muslim masa itu pada kemudiannya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik sukses berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif menduduki kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu adalah kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah kala itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini membangun kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah bermacam serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap mencetuskan diri hadir di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sbg kepala negara.

Pengaruh Bani Buwaih

Faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan letak tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan mampu didirikan di pusat maupun kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di selang faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah beda dengan yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dst-nya, walaupun khalifah tidak berkekuatan, tidak hadir usaha sebagai menduduki letak khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang hadir hanyalah usaha menduduki kekuasaannya dengan membiarkan letak khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan mampu didirikan di pusat maupun di kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki sukses menduduki kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah berlandaskan dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah hadir di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.

Pengaruh Bani Seljuk

Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan letak khalifah Abbasiyah sedikit lebih adil, sangat tidak kewibawaannya dalam bagian agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan sebagai membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.

Kemunduran

Faktor-faktor penting yang mengakibatkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak kawasan melepaskan diri, adalah:

  1. Lapangnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan kawasan sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
  2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah untuk mereka sangat tinggi.
  3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan sebagai tentara bayaran sangat akbar. Pada masa kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam dari pada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan bermacam cara di selangnya pemberontakan yang dilakukan oleh pimpinan lokal dan mereka sukses memperoleh kemerdekaan penuh.

Disintegrasi dalam bagian politik sebenarnya sudah mulai terjadi di belakang zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berucap tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan selang pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya adil sebagai diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak kawasan tidak direbut khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu hadir di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.

Hadir probabilitas bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Argumennya adalah:

  1. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat sebagai menciptakan mereka tunduk kepadanya,
  2. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat daripada politik dan ekspansi.

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara:

  1. Seorang pimpinan lokal memimpin suatu pemberontakan dan sukses memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko.
  2. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, letaknya semakin lebih kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.

Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah dapat mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada masa wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di selangnya bahkan berupaya menguasai khalifah itu sendiri.

Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal 100 tahun kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang menciptakan mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah kala itu mulai merasakan kemunduran. Sbg gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bagian kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan bagian militer Turki ini, dalam perkembangan kemudian teryata menjadi ancaman akbar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).

Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan arus keagamaan itu, sehingga walaupun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan hadir di selang mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.

Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bagian politik. Dimana salah satu karenanya yaitu kecenderungan penguasa sebagai hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.

Akhir-akhirnyanya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah adalah awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi hadir di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun sangat banyak dinasti Islam berdiri. Hadir di selangnya yang cukup akbar, namun yang sangat banyak yaitu dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad mampu direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berfaedah. Kehancuran Baghdad dampak serangan tentara Mongol ini awal proses baru dalam sejarah Islam, yang dinamakan masa menengah.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat mengembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sbg kepala pegawai sipil, tetapi bila khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor pautan yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama pautan. Beberapa di selangnya yaitu sbg berikut:

Persaingan antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, hadir dua karena dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.

  1. Sulit untuk orang-orang Arab sebagai mengalpakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka adalah warga kelas satu.
  2. Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan hal hadir ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Walaupun demikian, orang-orang Persia tidak berpuas diri. Mereka menginginkan suatu dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka yaitu darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat lapang, meliputi bermacam bangsa yang beda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada kala itu tidak hadir kesadaran yang merajut elemen-elemen yang berjenis-jenis tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa pautan yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan mengembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dibuat menjadi pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka diasumsikan sbg hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena banyak dan kekuatan mereka yang akbar, mereka merasa bahwa negara yaitu milik mereka; mereka benar kekuasaan atas rakyat berlandaskan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa sebagai mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah yaitu orang-orang kuat yang dapat menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik mampu terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah kemudiannya. Kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan kemudian berpindah untuk Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.

Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan hadir yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di selangnya adalah:

Yang berbangsa Persia:

  1. Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
  2. Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
  3. Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
  4. Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
  5. Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).

Yang berbangsa Turki:

  1. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
  2. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
  3. Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
  4. Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a. Seljuk akbar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Debu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan sukses menawannya.b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).

Yang berbangsa Kurdi:

  1. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
  2. Debu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
  3. al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah kesuksesannya memenangkan Perang Salib periode ke III.

Yang berbangsa Arab:

  1. Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
  2. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
  3. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
  4. 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
  5. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
  6. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
  7. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
  8. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).

Yang mengaku dirinya sbg khilafah:

  1. Umayyah di Spanyol.
  2. Fatimiyah di Mesir.

Dari latar belakangan dinasti-dinasti itu, nampak jelas hal hadir persaingan antarbangsa, terutama selang Arab, Persia dan Turki. Di samping latar belakangan kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi ajaran keagamaan, hadir yang berlatar belakangan Syi'ah maupun Sunni.

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga merasakan kemunduran di bagian ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bagian politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas adalah pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih akbar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang akbar diperoleh ditengahnya dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih akbar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingankannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak ditengahnya disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat memainkan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil mengakibatkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.

Fanatisme keagamaan berkaitan sempit dengan masalah kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong beberapa mereka mempropagandakan nasihat Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berupaya keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu membangun jawatan khusus sebagai mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan memainkan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik selang kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari struktur yang sangat sederhana seperti polemik tentang nasihat, sampai untuk konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah yaitu contoh konflik bersenjata itu.

Pada masa gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik nasihat Syi'ah, sehingga banyak arus Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan diasumsikan menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Arus Syi'ah memang dikenal sbg arus politik dalam Islam yang berhadapan dengan ajaran Ahlussunnah. Selang keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melewati Bani Buwaih lebih dari masa waktu seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir yaitu dua dinasti Syi'ah yang melepaskan diri dari Baghdad yang Sunni.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik selang muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar arus dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sbg pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan selang dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sbg mazhab resmi negara dan memainkan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), arus Mu'tazilah dibatalkan sbg arus negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh mahir filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berupaya sebagai mengembalikan nasihat Islam secara murni berlandaskan dengan yang dibawa oleh Rasulullah.

Arus Mu'tazilah memainkan usaha kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut ajaran Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa arus Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung arus ini menjadi ciri utama ajaran Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut benar efek yang tidak menguntungkan untuk pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:

Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat tentang soal-soal mujarad yang tidak mungkin hadir kepastiannya dalam suatu kehidupan yang benar belakang, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih akbar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan tentang hal-hal yang sedang dalam sekeliling yang terkait ilmu manusia. Soal keinginan lepas sama sekali manusia....... telah mengakibatkan kekacauan yang berbelit-belit dalam Islam ... .Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama absurd berbuat salah ... .. menjadi karena binasanya jiwa-jiwa berharga

Ancaman dari Luar

Apa yang dituturkan di atas yaitu faktor-faktor internal. Di samping itu, hadir pula faktor-faktor eksternal yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah lemah dan kemudiannya hancur.

  1. Perang Salib yang berlanjut beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
  2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah dituturkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil sebagai ikut bertempur setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang hadir di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di selang komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Dituturkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena beliau banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem.

Perang Salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, masa Paus Urbanus II berseru untuk umat Kristen di Eropa sebagai memainkan perang suci, sebagai memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang direbut oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan Alp Arselan Rahimahullah tahun 464 H (1071 M), yang hanya bertenaga 20.000[1] – 30.000 [2] prajurit, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000[2] – 70.000[3], terdiri atas tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert.

Walaupun umat Islam sukses mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita sangat banyak, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang bertenaga sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berkekuatan dan tidak dapat membendung "topan" tentara Hulagu Khan.

Pada masa yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami berhasrat mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la menyebut untuk khalifah, "Saya telah menemui mereka sebagai perjanjian damai. Hulagu Khan berhasrat mengawinkan anak perempuannya dengan Debu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga pautannya sebagai diserahkan untuk Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu untuk para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri atas mahir fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang diceritakan wazirnya temyata tidak adil. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota pautan yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga adalah awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sbg pusat hukum budaya istiadat dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu ilmu itu ikut pula hilang dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.

Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah

Silsilah para khalifah

Di bawah ini adalah silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari Abbas bin Abdul-Muththalib sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad.

[4] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan
  • Angka, adalah nomor urut seseorang menjadi khalifah.
  • Nama dengan huruf kapital adalah khalifah yang berkuasa.

Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo

Pustaka

Sumber Pautan

  1. Sejarah Bani Abbasiyyah, Muhammad Syu'ub, Terbitan PT.Bulan Bintang.
  2. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  3. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.

Lihat juga


edunitas.com


Page 4

Kekhalifahan Abbasiyah
الخلافة العباسية
colspan="3" style="vertical-align:middle; text-align:center; border-top:solid 1px #aaa; padding:0.2em 0em 0.2em 0em;">
style="border:0; vertical-align:middle; font-size:30%; line-height:105%;" width="50px">
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


750–1258
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah ,sek 850.

IbukotaBagdad, Kairo
BahasaArab(resmi), Aram, Armenia, Berber, Georgia, Yunani, Yahudi, Persia Tengah, Turkik
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan750
 - Dicerai-beraikan1258

Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) yaitu kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini mengembang pesat dan menjadikan dunia Islam sbg pusat ilmu dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah mendudukinya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk untuk keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karenanya mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Mengembang selama dua 100 tahun, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya adalah bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka struktur, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa sebagai menyerahkan kekuasaan untuk dinasti-dinasti setempat, yang sering dinamakan amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia untuk keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya untuk Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari ilmu yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi masa ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

Pendahuluan

Pada awal mulanya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye sebagai mengembalikan kekuasaan pemerintahan untuk keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan kemudiannya pada tahun 750, Debu al-Abbas al-Saffah sukses meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sbg khalifah.

Bani Abbasiyah sukses memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga 100 tahun, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu ilmu dan pengembangan aturan sejak dahulu kala Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian disertai oleh Mamluk di Mesir pada menengah 100 tahun ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Walaupun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sbg simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak mampu disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sbg Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di kawasan Afrika Utara. Pada awal mulanya beliau hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya. Namun kemudian, beliau mulai menambah lapang kawasan kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum kemudiannya Bani Abbasyiah sukses menduduki kembali kawasan yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sbg kawasan kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah dapat bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai kemudiannya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

Khilafah Abbasiyah adalah kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda berlandaskan dengan perubahan politik, sosial, dan aturan sejak dahulu kala. Kekuasaannya berlanjut dalam rentang kala yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berlandaskan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), dinamakan periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), dinamakan periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini dinamakan juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya dinamakan juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah lepas sama sekali dari pengaruh dinasti pautan, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan adalah pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi pautan, kemakmuran warga mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga sukses menyiapkan landasan untuk perkembangan filsafat dan ilmu ilmu dalam Islam. Namun setelah periode ini kemudiannya, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bagian politik, walaupun filsafat dan ilmu ilmu terus mengembang.

Masa pemerintahan Debu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Kemudian digantikan oleh Debu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Sebagai memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh akbar yang mungkin menjadi saingan untuknya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya yaitu pamannya sendiri yang ditunjuk sbg gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak mau membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Debu Muslim al-Khurasani memainkannya, dan kemudian menghukum mati Debu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing untuknya.

Pada mulanya ibu kota negara yaitu al-Hasyimiyah, akrab Kufah. Namun, sebagai lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, akrab bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas hadir di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur memainkan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di selangnya dengan menciptakan semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bagian pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sbg koordinator dari kementrian yang hadir, Wazir pertama yang dinaikkan yaitu Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sbg hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah hadir sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Sekiranya dahulu hanya sekadar sebagai mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos diberi tugas sebagai menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan mampu berlanjut lancar. Para direktur jawatan pos bekerja melaporkan kelakuan gubernur setempat untuk khalifah.

Khalifah al-Manshur berupaya menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya memerdekakan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di kawasan perbatasan. Di selang usaha-usaha tersebut yaitu menduduki benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melalui pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak pautan, dia berbaik dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian pautan Oxus, dan India.

Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:

Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya yaitu kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)

Dengan demikian, pemikiran khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya adalah mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, beda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.

Sekiranya dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Debu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, karenanya puncak keemasan dari dinasti ini hadir pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melewati irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit selang Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid sebagai kebutuhan sosial, dan membangun rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat sangat tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu ilmu, dan hukum budaya istiadat serta kesusasteraan hadir pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam meletakkan dirinya sbg negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sbg khalifah yang sangat cinta untuk ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Sebagai menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama pautan yang mahir (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Beliau juga banyak membangun sekolah, salah satu karya akbarnya yang terpenting yaitu pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sbg perguruan tinggi dengan perpustakaan yang akbar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat hukum budaya istiadat dan ilmu ilmu.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang akbar untuk orang-orang Turki sebagai masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sbg tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah menyelenggarakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, adil dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan arus pemikiran keagamaan, semuanya mampu dipadamkan.

Dari cerminan di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok selang Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, hadir pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.

  1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berpandangan untuk Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh hukum budaya istiadat Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
  2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas hadir letak wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Letak ini tidak hadir di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
  3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum hadir tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan hukum budaya istiadat dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berfaedah seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Beberapa di selangnya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bagian pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai mengembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri atas dua tingkat:

  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja berupaya bisa dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
  2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang berhasrat memperdalam ilmunya, pergi keluar kawasan menuntut ilmu untuk seorang atau beberapa orang mahir dalam bagiannya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut yaitu ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlanjut di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Untuk anak penguasa pendidikan dapat berlanjut di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama mahir ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih adalah suatu universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga mampu membaca, menulis, dan berwawancara. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu ilmu. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, adil sbg bahasa administrasi yang sudah berlanjut sejak zaman Bani Umayyah, maupun sbg bahasa ilmu ilmu. Di samping itu, kemajuan itu sangat tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:

  1. Terjadinya asimilasi selang bangsa Arab dengan bangsa-bangsa pautan yang lebih dahulu merasakan perkembangan dalam bagian ilmu ilmu. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlanjut secara efektif dan berharga guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu ilmu dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah dituturkan, sangat kuat di bagian pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak bermanfaat dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bagian kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melewati terjemahan-terjemahan dalam banyak bagian ilmu, terutama filsafat.
  2. Gerakan terjemahan yang berlanjut dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur sampai Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diartikan yaitu karya-karya dalam bagian astronomi dan manthiq. Fase kedua berlanjut mulai masa khalifah al-Ma'mun sampai tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diartikan yaitu dalam bagian filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlanjut setelah tahun 300 H, terutama setelah hal hadir pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diartikan semakin meluas.

Pengaruh dari hukum budaya istiadat bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melewati gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bagian ilmu ilmu umum, tetapi juga ilmu ilmu agama. Dalam bagian tafsir, sejak awal sudah dikenal dua cara, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu cara rasional yang lebih banyak bertumpu untuk pendapat dan daya pikir daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua cara ini memang mengembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan cara bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu ilmu. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bagian ilmu tersebut.

Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Debu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang hadir di tengah-tengah hukum budaya istiadat Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Debu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Beda dengan Imam Debu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi warga Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu didamaikan oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat daya upaya semata untuk hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya sebagai berpegang untuk hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan sebagai menjaga dan memurnikan nasihat Islam dari hukum budaya istiadat serta hukum budaya istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab akbar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid pautan yang mengeluarkan pendapatnya secara lepas sama sekali dan membangun madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak mengembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran sesat yang sudah hadir pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun hadir. Akan tetapi perkembangan pemikirannya sedang terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar yaitu Debu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, arus tradisional di bagian teologi yang dicetuskan oleh Debu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga sangat banyak terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya yaitu pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlanjut pula dalam bagian sastra. Penulisan hadits, juga mengembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya sarana prasarana dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits memainkan pekerjaan.

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu ilmu umum, terutama di bagian astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sbg astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diartikan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi yaitu tokoh pertama yang membedakan selang penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku tentang kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan hadir di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof sukses menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di selang karyanya yaitu al-Qoonuun fi al-Thibb yang adalah ensiklopedi kedokteran sangat akbar dalam sejarah.

Dalam bagian optikal Debu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sbg orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat dan diteliti. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bagian kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga mampu diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bagian matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga ahli dalam bagian astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bagian sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga mahir dalam ilmu geografi. Di selang karyanya yaitu Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bagian filsafat, ditengahnya al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di selangnya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bagian filsafat, sehingga di sana terdapat arus yang dinamakan dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam merasakan peningkatan besar-besaran di bagian ilmu ilmu. Salah satu inovasi akbar pada masa ini yaitu diartikannya karya-karya di bagian ilmu, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di selang mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam untuk warga Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini mengakibatkan seorang mahir filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sbgnya.

Demikianlah kemajuan politik dan hukum budaya istiadat yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak hadir tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berlanjut seiring dengan kemajuan peradaban dan hukum budaya istiadat, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini kemudiannya, peradaban Islam juga merasakan masa kemunduran. Wallahul Musta’an.

Pengaruh Mamluk

Kekhalifahan Abbasiyah yaitu yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang dinamakan Mamluk pada 100 tahun ke-9. Diwujudkan oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diberi isi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini yaitu suatu inovasi karena sebelumnya yang digunakan yaitu tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena bermacam kondisi yang hadir di umat muslim masa itu pada kemudiannya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik sukses berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif menduduki kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu adalah kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah kala itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini membangun kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah bermacam serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap mencetuskan diri hadir di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sbg kepala negara.

Pengaruh Bani Buwaih

Faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan letak tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan mampu didirikan di pusat maupun kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di selang faktor pautan yang mengakibatkan peran politik Bani Abbas menurun yaitu perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah beda dengan yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dst-nya, walaupun khalifah tidak berkekuatan, tidak hadir usaha sebagai menduduki letak khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang hadir hanyalah usaha menduduki kekuasaannya dengan membiarkan letak khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah diasumsikan sbg letak keagamaan yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan mampu didirikan di pusat maupun di kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan dalam struktur dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki sukses menduduki kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah berlandaskan dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah hadir di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.

Pengaruh Bani Seljuk

Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan letak khalifah Abbasiyah sedikit lebih adil, sangat tidak kewibawaannya dalam bagian agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan sebagai membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.

Kemunduran

Faktor-faktor penting yang mengakibatkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak kawasan melepaskan diri, adalah:

  1. Lapangnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan kawasan sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
  2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah untuk mereka sangat tinggi.
  3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan sebagai tentara bayaran sangat akbar. Pada masa kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam dari pada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan bermacam cara di selangnya pemberontakan yang dilakukan oleh pimpinan lokal dan mereka sukses memperoleh kemerdekaan penuh.

Disintegrasi dalam bagian politik sebenarnya sudah mulai terjadi di belakang zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berucap tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan selang pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya adil sebagai diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak kawasan tidak direbut khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu hadir di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.

Hadir probabilitas bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Argumennya adalah:

  1. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat sebagai menciptakan mereka tunduk kepadanya,
  2. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat daripada politik dan ekspansi.

Dampak dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan hukum budaya istiadat Islam daripada masalah politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas sama sekali dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara:

  1. Seorang pimpinan lokal memimpin suatu pemberontakan dan sukses memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko.
  2. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, letaknya semakin lebih kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.

Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah dapat mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada masa wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di selangnya bahkan berupaya menguasai khalifah itu sendiri.

Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal 100 tahun kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang menciptakan mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah kala itu mulai merasakan kemunduran. Sbg gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bagian kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan bagian militer Turki ini, dalam perkembangan kemudian teryata menjadi ancaman akbar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).

Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan arus keagamaan itu, sehingga walaupun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan hadir di selang mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.

Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bagian politik. Dimana salah satu karenanya yaitu kecenderungan penguasa sebagai hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.

Akhir-akhirnyanya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah adalah awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi hadir di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun sangat banyak dinasti Islam berdiri. Hadir di selangnya yang cukup akbar, namun yang sangat banyak yaitu dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad mampu direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berfaedah. Kehancuran Baghdad dampak serangan tentara Mongol ini awal proses baru dalam sejarah Islam, yang dinamakan masa menengah.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat mengembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sbg kepala pegawai sipil, tetapi bila khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor pautan yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama pautan. Beberapa di selangnya yaitu sbg berikut:

Persaingan antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, hadir dua karena dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.

  1. Sulit untuk orang-orang Arab sebagai mengalpakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka adalah warga kelas satu.
  2. Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan hal hadir ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Walaupun demikian, orang-orang Persia tidak berpuas diri. Mereka menginginkan suatu dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka yaitu darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat lapang, meliputi bermacam bangsa yang beda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada kala itu tidak hadir kesadaran yang merajut elemen-elemen yang berjenis-jenis tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa pautan yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan mengembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dibuat menjadi pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka diasumsikan sbg hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena banyak dan kekuatan mereka yang akbar, mereka merasa bahwa negara yaitu milik mereka; mereka benar kekuasaan atas rakyat berlandaskan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa sebagai mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah yaitu orang-orang kuat yang dapat menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik mampu terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah kemudiannya. Kekuasaan hadir di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan kemudian berpindah untuk Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.

Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan hadir yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di selangnya adalah:

Yang berbangsa Persia:

  1. Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
  2. Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
  3. Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
  4. Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
  5. Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).

Yang berbangsa Turki:

  1. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
  2. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
  3. Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
  4. Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a. Seljuk akbar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Debu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan sukses menawannya.b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).

Yang berbangsa Kurdi:

  1. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
  2. Debu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
  3. al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah kesuksesannya memenangkan Perang Salib periode ke III.

Yang berbangsa Arab:

  1. Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
  2. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
  3. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
  4. 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
  5. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
  6. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
  7. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
  8. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).

Yang mengaku dirinya sbg khilafah:

  1. Umayyah di Spanyol.
  2. Fatimiyah di Mesir.

Dari latar belakangan dinasti-dinasti itu, nampak jelas hal hadir persaingan antarbangsa, terutama selang Arab, Persia dan Turki. Di samping latar belakangan kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi ajaran keagamaan, hadir yang berlatar belakangan Syi'ah maupun Sunni.

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga merasakan kemunduran di bagian ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bagian politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas adalah pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih akbar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang akbar diperoleh ditengahnya dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih akbar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingankannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak ditengahnya disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat memainkan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil mengakibatkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.

Fanatisme keagamaan berkaitan sempit dengan masalah kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong beberapa mereka mempropagandakan nasihat Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berupaya keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu membangun jawatan khusus sebagai mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan memainkan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik selang kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari struktur yang sangat sederhana seperti polemik tentang nasihat, sampai untuk konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah yaitu contoh konflik bersenjata itu.

Pada masa gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik nasihat Syi'ah, sehingga banyak arus Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan diasumsikan menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Arus Syi'ah memang dikenal sbg arus politik dalam Islam yang berhadapan dengan ajaran Ahlussunnah. Selang keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melewati Bani Buwaih lebih dari masa waktu seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir yaitu dua dinasti Syi'ah yang melepaskan diri dari Baghdad yang Sunni.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik selang muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar arus dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sbg pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan selang dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sbg mazhab resmi negara dan memainkan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), arus Mu'tazilah dibatalkan sbg arus negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh mahir filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berupaya sebagai mengembalikan nasihat Islam secara murni berlandaskan dengan yang dibawa oleh Rasulullah.

Arus Mu'tazilah memainkan usaha kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut ajaran Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa arus Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung arus ini menjadi ciri utama ajaran Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut benar efek yang tidak menguntungkan untuk pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:

Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat tentang soal-soal mujarad yang tidak mungkin hadir kepastiannya dalam suatu kehidupan yang benar belakang, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih akbar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan tentang hal-hal yang sedang dalam sekeliling yang terkait ilmu manusia. Soal keinginan lepas sama sekali manusia....... telah mengakibatkan kekacauan yang berbelit-belit dalam Islam ... .Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama absurd berbuat salah ... .. menjadi karena binasanya jiwa-jiwa berharga

Ancaman dari Luar

Apa yang dituturkan di atas yaitu faktor-faktor internal. Di samping itu, hadir pula faktor-faktor eksternal yang mengakibatkan khilafah Abbasiyah lemah dan kemudiannya hancur.

  1. Perang Salib yang berlanjut beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
  2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah dituturkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil sebagai ikut bertempur setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang hadir di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di selang komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Dituturkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena beliau banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem.

Perang Salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, masa Paus Urbanus II berseru untuk umat Kristen di Eropa sebagai memainkan perang suci, sebagai memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang direbut oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan Alp Arselan Rahimahullah tahun 464 H (1071 M), yang hanya bertenaga 20.000[1] – 30.000 [2] prajurit, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000[2] – 70.000[3], terdiri atas tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert.

Walaupun umat Islam sukses mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita sangat banyak, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang bertenaga sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berkekuatan dan tidak dapat membendung "topan" tentara Hulagu Khan.

Pada masa yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami berhasrat mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la menyebut untuk khalifah, "Saya telah menemui mereka sebagai perjanjian damai. Hulagu Khan berhasrat mengawinkan anak perempuannya dengan Debu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga pautannya sebagai diserahkan untuk Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu untuk para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri atas mahir fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang diceritakan wazirnya temyata tidak adil. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota pautan yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga adalah awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sbg pusat hukum budaya istiadat dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu ilmu itu ikut pula hilang dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.

Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah

Silsilah para khalifah

Di bawah ini adalah silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari Abbas bin Abdul-Muththalib sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad.

[4] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan
  • Angka, adalah nomor urut seseorang menjadi khalifah.
  • Nama dengan huruf kapital adalah khalifah yang berkuasa.

Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo

Pustaka

Sumber Pautan

  1. Sejarah Bani Abbasiyyah, Muhammad Syu'ub, Terbitan PT.Bulan Bintang.
  2. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  3. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.

Lihat juga


edunitas.com


Page 5

Kekhalifahan Umayyah
بنو أمية
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


661–750
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Bendera

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah

IbukotaDamaskus
Ibu kota
dalam pengasingan
Kordoba
BahasaArab
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan661
 - Dihentikan750

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, yaitu kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa Keemasan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Kubah Batu di Kompleks Masjidil Aqsa yang didirikan Bani Ummayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengahabisan orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan posisi kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, pengahabisan ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai kawasan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai menerapkan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini pengahabisan terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan sukses menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan kawasan Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa waktu seratus tahun Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlanjut kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol diproduksi menjadi tujuan ekspansi berikutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu didiami. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang diproduksi menjadi ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam mendapat kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita dampak kekejaman penguasa.

Di masa waktu seratus tahun Umar bin Abdul-Aziz, agresi diterapkan ke Perancis melewati pegunungan Pirenia. Agresi ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana dia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada masa waktu seratus tahun Bani Umayyah ini.

Dengan kesuksesan ekspansi ke beberapa kawasan, patut di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat lapang. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, beberapa Asia Kecil, Persia, Afganistan, kawasan yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak bermanfaat dalam pembangunan di beragam ronde. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan alatnya di sepanjang jalan. Dia juga berupaya menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, posisi khusus seorang hakim (qadhi) mulai mengembang diproduksi menjadi profesi tersendiri, Qadhi yaitu seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang didiami Islam. Sebagai itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga sukses menerapkan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Kesuksesan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, ditengahnya mendirikan panti-panti sebagai orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta mendirikan jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Walaupun kesuksesan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berfaedah bahwa politik dalam negeri mampu diasumsikan stabil. Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan semua rakyatnya sebagai menyalakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang mempunyai di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap dipakai, namun Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang ditinggikan oleh Allah padahal tidak mempunyai satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan pengahabisan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan diasumsikan tidak mentaati pokok akadnya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa masalah penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sebanyak tokoh terkemuka di Madinah tidak bersedia menyalakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah pengahabisan mengirim surat kepada gubernur Madinah, rindunya sebagai memaksa masyarakat mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan perkara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Sisa dari pembakaran Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan sebagai memaksa Husain bin Ali sebagai menyalakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang pengahabisan hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala suatu kawasan di tidak jauh Kufah.

Kumpulan Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus menerapkan perlawanan dengan lebih gigih dan di selangnya yaitu yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah diasumsikan sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyalakan dirinya secara buka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak sukses menghentikan gerakan Syi'ah secara semuanya.

Abdullah bin Zubair membina dayanya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan berjumpa dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama pengahabisan Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru mampu dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang pengahabisan kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan sukses membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kumpulan Khawarij dan Syi'ah juga mampu diredakan. Kesuksesan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai mampu diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika ronde utara, bahkan buka jalan sebagai menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Berikutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu ditinggikan sebagai khalifah, menyalakan hendak memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang mempunyai dalam wilayah Islam supaya diproduksi melebihi patut daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri diproduksi menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, posisi mawali disejajarkan dengan Arab. Walaupun masa pemerintahannya sangat singkat, namun sukses menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain sebagai beribadah berlandaskan dengan keyakinan dan keyakinannya.

Penurunan

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Warga yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berganti diproduksi menjadi kacau. Dengan latar belakangan dan kepentingan etnis politis, warga menyalakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut sampai masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu daya baru dikemudian hari diproduksi menjadi tantangan berat untuk pemerintahan Bani Umayyah. Daya itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik yaitu seorang khalifah yang kuat dan terampil. Hendak tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak sukses dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan yang akhir sekalinya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang adalah bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun sukses melarikan diri ke Mesir, namun pengahabisan sukses ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai kesudahannyanya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang dialihkan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Bani Umayyah di Andalus

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada masa waktu seratus tahun khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam ronde penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan sebagai penaklukan wilayah yang lebih lapang lagi. Pengahabisan pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga sukses menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, dia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya sukses menguasai semua kota penting di Spanyol, termasuk ronde utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana tujuan ditujukan sebagai menguasai kawasan sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan dia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, dia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini dia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini dia ditahan oleh Charles Martel, yang pengahabisan dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini mempunyai dalam kondisi menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap arus agama yang dianut oleh penguasa, yaitu arus Monofisit, lebih-lebih terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang adalah ronde terbesar dari masyarakat Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama diakibatkan oleh kondisi politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth yaitu ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang ketika itu diproduksi menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Kondisi ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya pengahabisan bangun menghimpun daya sebagai menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik selang Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam sebagai menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya yaitu bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga menyelenggarakan persekutuan dan memberikan bantuan untuk perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya yaitu nasihat Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan masyarakat Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

Genealogi Bani Umayyah

[2] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan

Kronologi Bani Ummayyah

Kekhalifahan Utama di Damaskus

  1. Muawiyah I bin Sisa dari pembakaran Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
  2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
  3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
  4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
  5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
  6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
  7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
  8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
  9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
  10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
  11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
  12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
  13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
  14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
  15. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Kekhalifahan di Kordoba

  • Abdur-rahman III, 929-961
  • Al-Hakam II, 961-976
  • Hisyam II, 976-1008
  • Muhammad II, 1008-1009
  • Sulaiman, 1009-1010
  • Hisyam II, 1010-1012
  • Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
  • Abdur-rahman IV, 1021-1022
  • Abdur-rahman V, 1022-1023
  • Muhammad III, 1023-1024
  • Hisyam III, 1027-1031

Referensi

Buku Pedoman

  1. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
  2. Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
  3. Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
  4. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  5. Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.

Lihat juga


edunitas.com


Page 6

Kekhalifahan Umayyah
بنو أمية
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


661–750
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Bendera

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah

IbukotaDamaskus
Ibu kota
dalam pengasingan
Kordoba
BahasaArab
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan661
 - Dihentikan750

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, yaitu kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa Keemasan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Kubah Batu di Kompleks Masjidil Aqsa yang didirikan Bani Ummayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengahabisan orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan posisi kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, pengahabisan ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai kawasan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai menerapkan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini pengahabisan terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan sukses menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan kawasan Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa waktu seratus tahun Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlanjut kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol diproduksi menjadi tujuan ekspansi berikutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu didiami. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang diproduksi menjadi ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam mendapat kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita dampak kekejaman penguasa.

Di masa waktu seratus tahun Umar bin Abdul-Aziz, agresi diterapkan ke Perancis melewati pegunungan Pirenia. Agresi ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana dia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada masa waktu seratus tahun Bani Umayyah ini.

Dengan kesuksesan ekspansi ke beberapa kawasan, patut di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat lapang. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, beberapa Asia Kecil, Persia, Afganistan, kawasan yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak bermanfaat dalam pembangunan di beragam ronde. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan alatnya di sepanjang jalan. Dia juga berupaya menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, posisi khusus seorang hakim (qadhi) mulai mengembang diproduksi menjadi profesi tersendiri, Qadhi yaitu seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang didiami Islam. Sebagai itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga sukses menerapkan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Kesuksesan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, ditengahnya mendirikan panti-panti sebagai orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta mendirikan jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Walaupun kesuksesan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berfaedah bahwa politik dalam negeri mampu diasumsikan stabil. Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan semua rakyatnya sebagai menyalakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang mempunyai di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap dipakai, namun Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang ditinggikan oleh Allah padahal tidak mempunyai satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan pengahabisan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan diasumsikan tidak mentaati pokok akadnya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa masalah penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sebanyak tokoh terkemuka di Madinah tidak bersedia menyalakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah pengahabisan mengirim surat kepada gubernur Madinah, rindunya sebagai memaksa masyarakat mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan perkara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Sisa dari pembakaran Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan sebagai memaksa Husain bin Ali sebagai menyalakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang pengahabisan hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala suatu kawasan di tidak jauh Kufah.

Kumpulan Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus menerapkan perlawanan dengan lebih gigih dan di selangnya yaitu yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah diasumsikan sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyalakan dirinya secara buka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak sukses menghentikan gerakan Syi'ah secara semuanya.

Abdullah bin Zubair membina dayanya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan berjumpa dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama pengahabisan Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru mampu dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang pengahabisan kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan sukses membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kumpulan Khawarij dan Syi'ah juga mampu diredakan. Kesuksesan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai mampu diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika ronde utara, bahkan buka jalan sebagai menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Berikutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu ditinggikan sebagai khalifah, menyalakan hendak memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang mempunyai dalam wilayah Islam supaya diproduksi melebihi patut daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri diproduksi menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, posisi mawali disejajarkan dengan Arab. Walaupun masa pemerintahannya sangat singkat, namun sukses menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain sebagai beribadah berlandaskan dengan keyakinan dan keyakinannya.

Penurunan

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Warga yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berganti diproduksi menjadi kacau. Dengan latar belakangan dan kepentingan etnis politis, warga menyalakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut sampai masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu daya baru dikemudian hari diproduksi menjadi tantangan berat untuk pemerintahan Bani Umayyah. Daya itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik yaitu seorang khalifah yang kuat dan terampil. Hendak tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak sukses dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan yang akhir sekalinya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang adalah bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun sukses melarikan diri ke Mesir, namun pengahabisan sukses ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai kesudahannyanya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang dialihkan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Bani Umayyah di Andalus

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada masa waktu seratus tahun khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam ronde penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan sebagai penaklukan wilayah yang lebih lapang lagi. Pengahabisan pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga sukses menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, dia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya sukses menguasai semua kota penting di Spanyol, termasuk ronde utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana tujuan ditujukan sebagai menguasai kawasan sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan dia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, dia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini dia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini dia ditahan oleh Charles Martel, yang pengahabisan dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini mempunyai dalam kondisi menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap arus agama yang dianut oleh penguasa, yaitu arus Monofisit, lebih-lebih terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang adalah ronde terbesar dari masyarakat Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama diakibatkan oleh kondisi politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth yaitu ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang ketika itu diproduksi menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Kondisi ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya pengahabisan bangun menghimpun daya sebagai menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik selang Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam sebagai menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya yaitu bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga menyelenggarakan persekutuan dan memberikan bantuan untuk perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya yaitu nasihat Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan masyarakat Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

Genealogi Bani Umayyah

[2] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan

Kronologi Bani Ummayyah

Kekhalifahan Utama di Damaskus

  1. Muawiyah I bin Sisa dari pembakaran Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
  2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
  3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
  4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
  5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
  6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
  7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
  8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
  9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
  10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
  11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
  12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
  13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
  14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
  15. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Kekhalifahan di Kordoba

  • Abdur-rahman III, 929-961
  • Al-Hakam II, 961-976
  • Hisyam II, 976-1008
  • Muhammad II, 1008-1009
  • Sulaiman, 1009-1010
  • Hisyam II, 1010-1012
  • Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
  • Abdur-rahman IV, 1021-1022
  • Abdur-rahman V, 1022-1023
  • Muhammad III, 1023-1024
  • Hisyam III, 1027-1031

Referensi

Buku Pedoman

  1. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
  2. Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
  3. Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
  4. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  5. Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.

Lihat juga


edunitas.com


Page 7

Kekhalifahan Umayyah
بنو أمية
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


661–750
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Bendera

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah

IbukotaDamaskus
Ibu kota
dalam pengasingan
Kordoba
BahasaArab
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan661
 - Dihentikan750

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, yaitu kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa Keemasan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Kubah Batu di Kompleks Masjidil Aqsa yang didirikan Bani Ummayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengahabisan orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan posisi kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, pengahabisan ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai kawasan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai menerapkan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini pengahabisan terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan sukses menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan kawasan Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa waktu seratus tahun Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlanjut kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol diproduksi menjadi tujuan ekspansi berikutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu didiami. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang diproduksi menjadi ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam mendapat kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita dampak kekejaman penguasa.

Di masa waktu seratus tahun Umar bin Abdul-Aziz, agresi diterapkan ke Perancis melewati pegunungan Pirenia. Agresi ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana dia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada masa waktu seratus tahun Bani Umayyah ini.

Dengan kesuksesan ekspansi ke beberapa kawasan, patut di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat lapang. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, beberapa Asia Kecil, Persia, Afganistan, kawasan yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak bermanfaat dalam pembangunan di beragam ronde. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan alatnya di sepanjang jalan. Dia juga berupaya menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, posisi khusus seorang hakim (qadhi) mulai mengembang diproduksi menjadi profesi tersendiri, Qadhi yaitu seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang didiami Islam. Sebagai itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga sukses menerapkan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Kesuksesan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, ditengahnya mendirikan panti-panti sebagai orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta mendirikan jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Walaupun kesuksesan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berfaedah bahwa politik dalam negeri mampu diasumsikan stabil. Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan semua rakyatnya sebagai menyalakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang mempunyai di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap dipakai, namun Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang ditinggikan oleh Allah padahal tidak mempunyai satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan pengahabisan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan diasumsikan tidak mentaati pokok akadnya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa masalah penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sebanyak tokoh terkemuka di Madinah tidak bersedia menyalakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah pengahabisan mengirim surat kepada gubernur Madinah, rindunya sebagai memaksa masyarakat mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan perkara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Sisa dari pembakaran Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan sebagai memaksa Husain bin Ali sebagai menyalakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang pengahabisan hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala suatu kawasan di tidak jauh Kufah.

Kumpulan Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus menerapkan perlawanan dengan lebih gigih dan di selangnya yaitu yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah diasumsikan sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyalakan dirinya secara buka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak sukses menghentikan gerakan Syi'ah secara semuanya.

Abdullah bin Zubair membina dayanya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan berjumpa dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama pengahabisan Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru mampu dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang pengahabisan kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan sukses membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kumpulan Khawarij dan Syi'ah juga mampu diredakan. Kesuksesan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai mampu diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika ronde utara, bahkan buka jalan sebagai menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Berikutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu ditinggikan sebagai khalifah, menyalakan hendak memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang mempunyai dalam wilayah Islam supaya diproduksi melebihi patut daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri diproduksi menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, posisi mawali disejajarkan dengan Arab. Walaupun masa pemerintahannya sangat singkat, namun sukses menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain sebagai beribadah berlandaskan dengan keyakinan dan keyakinannya.

Penurunan

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Warga yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berganti diproduksi menjadi kacau. Dengan latar belakangan dan kepentingan etnis politis, warga menyalakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut sampai masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu daya baru dikemudian hari diproduksi menjadi tantangan berat untuk pemerintahan Bani Umayyah. Daya itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik yaitu seorang khalifah yang kuat dan terampil. Hendak tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak sukses dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan yang akhir sekalinya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang adalah bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun sukses melarikan diri ke Mesir, namun pengahabisan sukses ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai kesudahannyanya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang dialihkan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Bani Umayyah di Andalus

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada masa waktu seratus tahun khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam ronde penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan sebagai penaklukan wilayah yang lebih lapang lagi. Pengahabisan pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga sukses menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, dia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya sukses menguasai semua kota penting di Spanyol, termasuk ronde utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana tujuan ditujukan sebagai menguasai kawasan sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan dia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, dia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini dia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini dia ditahan oleh Charles Martel, yang pengahabisan dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini mempunyai dalam kondisi menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap arus agama yang dianut oleh penguasa, yaitu arus Monofisit, lebih-lebih terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang adalah ronde terbesar dari masyarakat Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama diakibatkan oleh kondisi politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth yaitu ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang ketika itu diproduksi menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Kondisi ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya pengahabisan bangun menghimpun daya sebagai menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik selang Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam sebagai menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya yaitu bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga menyelenggarakan persekutuan dan memberikan bantuan untuk perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya yaitu nasihat Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan masyarakat Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

Genealogi Bani Umayyah

[2] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan

Kronologi Bani Ummayyah

Kekhalifahan Utama di Damaskus

  1. Muawiyah I bin Sisa dari pembakaran Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
  2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
  3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
  4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
  5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
  6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
  7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
  8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
  9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
  10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
  11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
  12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
  13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
  14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
  15. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Kekhalifahan di Kordoba

  • Abdur-rahman III, 929-961
  • Al-Hakam II, 961-976
  • Hisyam II, 976-1008
  • Muhammad II, 1008-1009
  • Sulaiman, 1009-1010
  • Hisyam II, 1010-1012
  • Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
  • Abdur-rahman IV, 1021-1022
  • Abdur-rahman V, 1022-1023
  • Muhammad III, 1023-1024
  • Hisyam III, 1027-1031

Referensi

Buku Pedoman

  1. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
  2. Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
  3. Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
  4. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  5. Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.

Lihat juga


edunitas.com


Page 8

Kekhalifahan Umayyah
بنو أمية
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

 

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan


661–750
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
 


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Bendera

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah

IbukotaDamaskus
Ibu kota
dalam pengasingan
Kordoba
BahasaArab
AgamaIslam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
 - Didirikan661
 - Dihentikan750

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, yaitu kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa Keemasan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Kubah Batu di Kompleks Masjidil Aqsa yang didirikan Bani Ummayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengahabisan orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan posisi kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, pengahabisan ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai kawasan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai menerapkan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini pengahabisan terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan sukses menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan kawasan Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa waktu seratus tahun Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlanjut kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol diproduksi menjadi tujuan ekspansi berikutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu didiami. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang diproduksi menjadi ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam mendapat kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita dampak kekejaman penguasa.

Di masa waktu seratus tahun Umar bin Abdul-Aziz, agresi diterapkan ke Perancis melewati pegunungan Pirenia. Agresi ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana dia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada masa waktu seratus tahun Bani Umayyah ini.

Dengan kesuksesan ekspansi ke beberapa kawasan, patut di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat lapang. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, beberapa Asia Kecil, Persia, Afganistan, kawasan yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak bermanfaat dalam pembangunan di beragam ronde. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan alatnya di sepanjang jalan. Dia juga berupaya menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, posisi khusus seorang hakim (qadhi) mulai mengembang diproduksi menjadi profesi tersendiri, Qadhi yaitu seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang didiami Islam. Sebagai itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga sukses menerapkan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Kesuksesan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, ditengahnya mendirikan panti-panti sebagai orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta mendirikan jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Walaupun kesuksesan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berfaedah bahwa politik dalam negeri mampu diasumsikan stabil. Pada masa Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan semua rakyatnya sebagai menyalakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang mempunyai di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap dipakai, namun Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang ditinggikan oleh Allah padahal tidak mempunyai satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan pengahabisan Muawiyah bin Sisa dari pembakaran Sufyan diasumsikan tidak mentaati pokok akadnya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa masalah penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sebanyak tokoh terkemuka di Madinah tidak bersedia menyalakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah pengahabisan mengirim surat kepada gubernur Madinah, rindunya sebagai memaksa masyarakat mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan perkara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Sisa dari pembakaran Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan sebagai memaksa Husain bin Ali sebagai menyalakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang pengahabisan hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala suatu kawasan di tidak jauh Kufah.

Kumpulan Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus menerapkan perlawanan dengan lebih gigih dan di selangnya yaitu yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah diasumsikan sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyalakan dirinya secara buka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak sukses menghentikan gerakan Syi'ah secara semuanya.

Abdullah bin Zubair membina dayanya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan berjumpa dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama pengahabisan Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru mampu dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang pengahabisan kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan sukses membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kumpulan Khawarij dan Syi'ah juga mampu diredakan. Kesuksesan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai mampu diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika ronde utara, bahkan buka jalan sebagai menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Berikutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu ditinggikan sebagai khalifah, menyalakan hendak memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang mempunyai dalam wilayah Islam supaya diproduksi melebihi patut daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri diproduksi menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, posisi mawali disejajarkan dengan Arab. Walaupun masa pemerintahannya sangat singkat, namun sukses menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain sebagai beribadah berlandaskan dengan keyakinan dan keyakinannya.

Penurunan

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Warga yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berganti diproduksi menjadi kacau. Dengan latar belakangan dan kepentingan etnis politis, warga menyalakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut sampai masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu daya baru dikemudian hari diproduksi menjadi tantangan berat untuk pemerintahan Bani Umayyah. Daya itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik yaitu seorang khalifah yang kuat dan terampil. Hendak tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak sukses dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan yang akhir sekalinya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang adalah bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun sukses melarikan diri ke Mesir, namun pengahabisan sukses ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai kesudahannyanya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang dialihkan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Bani Umayyah di Andalus

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada masa waktu seratus tahun khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam ronde penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan sebagai penaklukan wilayah yang lebih lapang lagi. Pengahabisan pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga sukses menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, dia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya sukses menguasai semua kota penting di Spanyol, termasuk ronde utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana tujuan ditujukan sebagai menguasai kawasan sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan dia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, dia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini dia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini dia ditahan oleh Charles Martel, yang pengahabisan dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini mempunyai dalam kondisi menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap arus agama yang dianut oleh penguasa, yaitu arus Monofisit, lebih-lebih terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang adalah ronde terbesar dari masyarakat Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama diakibatkan oleh kondisi politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth yaitu ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang ketika itu diproduksi menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Kondisi ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya pengahabisan bangun menghimpun daya sebagai menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik selang Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam sebagai menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya yaitu bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga menyelenggarakan persekutuan dan memberikan bantuan untuk perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya yaitu nasihat Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan masyarakat Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

Genealogi Bani Umayyah

[2] Catatan:

  • k. adalah tahun kekuasaan

Kronologi Bani Ummayyah

Kekhalifahan Utama di Damaskus

  1. Muawiyah I bin Sisa dari pembakaran Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
  2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
  3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
  4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
  5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
  6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
  7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
  8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
  9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
  10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
  11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
  12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
  13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
  14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
  15. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Kekhalifahan di Kordoba

  • Abdur-rahman III, 929-961
  • Al-Hakam II, 961-976
  • Hisyam II, 976-1008
  • Muhammad II, 1008-1009
  • Sulaiman, 1009-1010
  • Hisyam II, 1010-1012
  • Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
  • Abdur-rahman IV, 1021-1022
  • Abdur-rahman V, 1022-1023
  • Muhammad III, 1023-1024
  • Hisyam III, 1027-1031

Referensi

Buku Pedoman

  1. Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir.
  2. Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
  3. Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
  4. Tarikh Islamy, Ibn Khaldun.
  5. Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT.Bulan Bintang.

Lihat juga


edunitas.com


Page 9

D G I L N Q V X 
Cari di Pusat Ilmu Pengetahuan   

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Sepak bolaFormula SatuBulu tangkisTenisOlimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Yang lain


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
AllahMuhammadAl Qur'anRukun IslamRukun ImanMazhabSejarah


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Yesus KristusTritunggalAlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Keliruku : Keliruku | Keliruku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 10


Daftar Inti
Ensiklopedia Dunia
Berbicara Indonesia

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
AteismeBuddha
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
HinduIslam & Al Qur'an
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
KristenMitologi
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Yahudi


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
SumateraJabodetabek
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
KalimantanWayang
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Jawa


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Sepak bolaFormula Satu

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Bulu tangkisTenis

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Olimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Yang lain


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
AllahMuhammad
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Al Qur'anRukun Islam
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Rukun ImanMazhab
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Sejarah


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Yesus KristusTritunggal
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
AlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Keliruku : Keliruku | Keliruku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 11


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

FootballFormula One

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

BadmintonTennis

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Olympics


Some Countries Portal


Other Portal


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
GodMuhammad
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Qur'anPillars of Islam
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Pillars of FaithSchool
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
History


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Jesus ChristTrinity
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
BibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiKeliruku Islands : Keliruku | North KelirukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal

Page 12

D G I L N Q V X 
Search in Center of Studies   

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan

FootballFormula OneBadmintonTennisOlympics


Some Countries Portal


Other Portal


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
GodMuhammadQur'anPillars of IslamPillars of FaithSchoolHistory


Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Dalam silsilah bani abbasiyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan
Jesus ChristTrinityBibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiKeliruku Islands : Keliruku | North KelirukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal

Page 13

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 14

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 15

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 16

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 17

Tags (tagged): daftar, isi, pusat, ilmu, pengetahuan, unkris, portal, indonesia, sumatera, jabodetabek, kalimantan, wayang, maluku, utara, papua, barat, negara, peru, suriname, uruguay, venezuela, wilayah, lesotho, namibia, swaziland, territorial, islam, jawa, jepang, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, ensiklopedia


Page 18

Tags (tagged): daftar, isi, pusat, ilmu, pengetahuan, unkris, portal, utama, agama, astronomi, bahasa, biografi, biologi, budaya, bengkulu, jambi, kepulauan, bangka, belitung, riau, kong, india, indonesia, iran, iraq, israel, jepang, kamboja, tunisia, afrika, barat, benin, burkina, faso, gambia, ghana, asia, ateisme, atheis, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, ensiklopedia


Page 19

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM


Page 20

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM


Page 21

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 22

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 23

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 24

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 25

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero


Page 26

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero