Salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan seperti hubungan afiliasi antara seorang Penyelenggara Negara yang terlibat dalam Pengadaan Barang dan Jasa dengan calon rekanan atau situasi ketika seorang Penyelenggaran Negara hendak mengambil keputusan terkait dengan sebuah lembaga di mana pejabat tersebut memiliki rangkap jabatan di lembaga tersebut adalah contoh-contoh situasi yang sering dihadapi. Situasi tersebut berpotensi berpengaruh pada kualitas keputusan yang diambil oleh Penyelenggara Negara yang bersangkutan dan dapat mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Penanganan terhadap benturan kepentingan kemudian menjadi penting sebagai salah satu upaya pencegahan praktik korupsi. Namun, apa itu konflik kepentingan? Penyelenggara negara dalam hal ini adalah seseorang yang menjabat atau memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi negara dalam wilayah hukum negara dan mempergunakan anggaran yang seluruhnya atau sebagian berasal dari negara, misalnya pejabat negara, pejabat publik, penyelenggara pelayanan publik dan berbagai istilah lainnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Termasuk didalamnya semua pejabat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi negara baik dalam cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, aparat penegak hukum, organ ekstra struktural (seperti KPK, KPU, Komisi Yudisial, dll). Bentuk-bentuk Konflik Kepentingan
Lalu, hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan konflik kepentingan?
Penanganan Konflik Kepentingan
Penanganan konflik kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan: nilai, sistem, pribadi, dan budaya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan keempat hal tersebut adalah sebagai berikut:
Selanjutnya, tahapan penanganan konflik kepentingan adalah sebagai berikut:
Terdapat beberapa aspek pokok yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kerangka kebijakan yaitu: a. Pendefinisian konflik kepentingan yang berpotensi membahayakan integritas lembaga dan individu. b. Komitmen Pimpinan dalam penerapan kebijakan konflik kepentingan. c. Pemahaman dan kesadaran yang baik tentang konflik kepentingan untuk mendukung kepatuhan dalam penanganan konflik kepentingan.
Dilakukan identifikasi terhadap situasi yang termasuk dalam kategori konflik kepentingan
Kebijakan konflik kepentingan perlu didukung oleh sebuah strategi yang efektif berupa:
Serangkaian tindakan yang dapat disiapkan sebagai langkah lanjutan dalam menangani konflik kepentingan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh Penyelenggara Negara maupun organisasi atau lembaga dimana Penyelenggara Negara tersebut bekerja antara lain adalah:
Dalam hal terdapat konflik kepentingan, maka pejabat pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya dan dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan, maka keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lain. Jika terdapat laporan dari masyarakat, maka atasan pejabat wajib memeriksa, meneliti, dan menetapkan keputusan terhadap laporan atau keterangan warga masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan sesuai dengan UU no. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sebagai wujud komitmen dalam hal penanganan benturan kepentingan Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga telah menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-30/PB/2019 tentang Kerangka Penguatan Integritas DJPb. Dengan ditetapkannya peraturan ini, menjadi pedoman bagi insan perbendaharaan sehingga mampu menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan (utamanya nilai integritas) secara konsisten. (srs) |