Contoh kasus yang tepat untuk ditangani komnas perempuan adalah

Contoh kasus yang tepat untuk ditangani komnas perempuan adalah

Ketua Komnas Perempuan Azriana menyampaikan sambutan dalam acara Refleksi 2 Dasawarsa Upaya Penghapusan dan Diskriminasi terhadap Perempuan di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Rabu, 31 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan pada 2019 terdapat dua kasus kekerasan seksual yang terjadi di transportasi online. Kasus itu masuk dalam 406.178 kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan.

Baca juga: Grab Indonesia Belum Akan Denda Pelanggan yang Batalkan Pesanan

"Komnas Perempuan merasa perlu memberi perhatian pada tren meningkatnya kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual di layanan transportasi berbasis aplikasi ini dengan melibatkan pihak-pihak yang relevan, dalam hal ini negara dan korporasi," kata Azriana dalam kolaborasi Komnas Perempuan dengan Yayasan Indonesia untuk Kemanusiaan dan PT Solusi Transportasi Indonesia atau penyedia aplikasi dengan merk dagang Grab Indonesia di kantornya, Jakarta, Kamis, 24 April 2019.

Menurut Azriana, kolaborasi Komnas Perempuan dan Grab merupakan salah satu upaya menghentikan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di layanan aplikasi transportasi online.

Dia ingin kolaborasi tersebut menciptakan sistem perlindungan terhadap warga masyarakat terutama perempuan dalam relasi yang unik antara penyedia jasa, pengguna jasa dan penyedia aplikasi dalam layanan transportasi.

"Padahal ruang untuk terjadinya kekerasan dalam ruang publik ini, tidak hanya ketika layanan aplikasi digunakan, bahkan juga bisa hingga sesudahnya, misal, penyalahgunaan nomor kontak dan identitas korban oleh pelaku," ujar dia.

Azriana berharap pemerintah dapat menyediakan mekanisme untuk memastikan prinsip-prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGP on BHR) menjadi acuan dalam industri transportasi online. Di antaranya, memastikan perusahaan layanan aplikasi transportasi online mengetahui sedari awal dampak resiko dari proses bisnis mereka dan menunjukkan upaya untuk mengatasinya.

Komnas Perempuan mengapresiasi keterbukaan PT Solusi Transportasi Indonesia untuk membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dalam layanan aplikasi Grab. "Hal itu sebagai bentuk peningkatan perlindungan dan keselamatan penumpang dan mitra pengemudi perempuan pengguna aplikasi, dan juga dukungan bagi penanganan perempuan korban kekerasan," kata dia.

Melalui inisiatif ini, dia berharap kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual terhadap mitra penumpang maupun pengemudi, dapat diminimalkan. Selain itu, ada bentuk penanganan yang berorientasi pada pemulihan korban serta pencegahan berulangnya kekerasan.

Adapun Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada 6.162 pengguna aplikasi Grab yang telah mendonasikan point reward-nya untuk membantu penanganan perempuan korban kekerasan. Donasi itu nantinya akan dikelola oleh Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (melalui Program Pundi Perempuan) bersama sejumlah lembaga pendamping korban.

Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan Grab pernah menerima laporan terkait kekerasan seksual. Laporan itu ditangani tim termasuk Ridzki selama 24 jam. Grab juga melakukan berbagai upaya untuk mencegah kekerasan seksual di transportasi online.

"Termasuk saya sendiri terima laporan seperti itu biasanya terjadi malam. Saya pernah terima laporan malam," ujar Ridzki.

Grab juga meningkatkan kapasitas internal untuk mencegah dan menangani kasus dugaan kekerasan seksual sesuai arahan dan masukan dari Komnas Perempuan.

Pertama, Grab membuat pilot training anti kekerasan seksual untuk mitra pengemudi. Kedua, pelatihan penerimaan aduan kekerasan seksual untuk costumer experience leaders.

Baca berita transportasi online lainnya di Tempo.co

Contoh kasus yang tepat untuk ditangani komnas perempuan adalah

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dalam acara peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) 2020 di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Maret 2020. TEMPO/Putri.

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan mencatat terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2020. Angka tersebut menurun signifikan dibandingkan laporan tahun lalu yang tercatat sebanyak 431.471 kasus.

“Penurunan tajam data kasus yang dapat dicatatkan pada Catahu (catatan tahunan) 2020 ini lebih merefleksikan kapasitas pendokumentasian daripada kondisi nyata kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi yang cenderung meningkat,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya, Jumat, 5 Maret 2021.

Berkurangnya kompilasi keseluruhan jumlah data yang dilaporkan, kata Andy, teradi karena kuesioner yang dikembalikan menurun hingga hanya 50 persen dari tahun sebelumnya. Bahkan, Komnas Perempuan tidak mendapatkan informasi mengenai kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.

Dari 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan, kasus yang ditangani pengadilan sejumlah 291.677 kasus, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus, dan Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus.

Dari 8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan tercatat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama dengan 3.221 kasus, kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus, dan sisanya kekerasan oleh mantan pacar, mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Bentuk kekerasan yang paling menonjol di ranah pribadi ini adalah kekerasan fisik 2.025 kasus (31 persen) menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 1.983 kasus (30 persen), psikis 1.792 (28 persen), dan ekonomi 680 kasus (10 persen).

Di ranah publik, kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55 persen) yang terdiri dari dari kekerasan seksual lain (atau tidak disebutkan secara spesifik) dengan 371 kasus, diikuti oleh perkosaan 229 kasus, pencabulan 166 kasus, pelecehan seksual 181 kasus, persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya adalah percobaan perkosaan 10 kasus.

Catahu Komnas Perempuan juga mendapati adanya kenaikan kasus dalam perdagangan orang dibandingkan tahun sebelumnya, dari 212 menjadi 255, dan terdapat penurunan pada kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja migran dari 398 menjadi 157.

Di ranah pelaku negara, kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sejumlah 23 kasus. Kekerasan ini meliputi perempuan berhadapan dengan hukum 6 kasus, kekerasan terkait penggusuran 2 kasus, kebijakan diskriminatif 2 kasus, kekerasan dalam konteks tahanan dan serupa tahanan 10 kasus, serta 1 kasus dengan pelaku pejabat publik.

Sepanjang 2020 juga tercatat 77 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas dan perempuan dengan disabilitas intelektual merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan sebesar 45 persen.

Sementara itu tercatat 13 kasus kekerasan terhadap lesbian, biseksual, transgender (LBT), bertambah 2 kasus dari tahun 2019 (11 kasus), dengan kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan psikis dan ekonomi. Selain itu, terdapat kenaikan angka luar biasa kasus perempuan dengan HIV AIDS yakni sebanyak 203 dibandingkan tahun 2019 yang hanya 4 kasus.

Selanjutnya kekerasan yang dialami oleh Perempuan Pembela HAM (Women Human’s Rights Defender – WHRD) di tahun 2020 sebanyak 36 kasus, naik dari tahun lalu yang hanya dilaporkan sebanyak 5 kasus.

Data Lembaga Penyedia Layanan menunjukkan bahwa KBGS (Kekerasan Berbasis Gender Siber) meningkat dari 126 kasus di 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yang mendominasi KBGS adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus) disusul kekerasan seksual 48 persen (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2 persen (22 kasus).

Komnas Perempuan Mencatat 16.217 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan pada 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluarkan Catatan Tahunan (Catahu) 2016. 

Catatan ini diluncurkan setiap tahun bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional 8 Maret, dan mencatat beragam kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang 2015. 

"Dari sisi pola, bentuk dan angka, kekerasan terhadap perempuan semakin meluas," ujar Ketua Komnas Perempuan, Azrianan, di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2016). 

Data Komnas Perempuan menunjukkan, sepanjang 2015 kekerasan tidak hanya terjadi di wilayah domestik, melainkan telah meluas di berbagai ranah termasuk di wilayah publik. 

"Ini ada kaitannya dengan peraturan daerah yang diskriminatif, peristiwa intoleransi agama, kebijakan hukuman mati, penggusuran, konflik politik.” kata Azriana. 

Menurut penuturan Azriana, persoalan kekerasan perempuan bisa dibagi dalam 3 ranah, yakni wilayah relasi personal, komunitas dan negara. 

Berdasarkan jumlah kasus yang didapat dari 232 lembaga mitra Komnas Perempuan di 34 provinsi, terdapat 16.217 kasus yang berhasil didokumentasikan. 

Kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol kekerasan terjadi di ranah personal. Catahu 2016 menunjukkan terjadi kenaikan data jenis kekerasan seksual di ranah personal dibanding tahun sebelumnya, yakni 11.207 kasus. 

Di ranah komunitas, terdapat 5.002 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 1.657 kasus di antaranya jenis kekerasan seksual. 

Temanya pun meluas, yakni pekerja seks online, mucikari, selebriti pekerja seks, cyber crime, biro jodoh yang dinilai berkedok syariah, dan penyedia layanan perkawinan siri. 

Sementara di ranah negara, aparat negara masih menjadi pelaku langsung atau melakukan pembiaran pada saat peristiwa pelangaran HAM terjadi. 

Komnas Perempuan mencatat ada 8 kasus yang melibatkan negara. Di antaranya 2 kasus pemalsuan akta nikah di Jawa Barat dan 6 kasus lainnya terjadi di Nusa Tenggara Timur terkait perdagangan orang atau trafficking. 

Pada kasus pelanggaran HAM masa lalu, terdapat kekerasan seksual dan stigmatisasi terhadap perempuan yang masih berlangsung hingga kini. 

"Melihat fakta-fakta tersebut, penting bagi negara untuk hadir secara maksimal, terlibat dalam hal pencegahan, penanganan serta tindakan strategis untuk menjamin rasa aman korban," ucap Azrianan. 

Sebagian besar data yang terdapat pada Catahu 2016 ini bersumber dari pengaduan yang berasal dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara, organisasi pendamping korban, maupun pengaduan langsung ke Komnas Perempuan. 

(Sumber:http://nasional.kompas.com/read/2016/03/07/17453241/Komnas.Perempuan.Mencatat.16.217.Kasus.Kekerasan.terhadap.Perempuan.pada.2015 diakses pada16 Desember 2016 pada pukul 09.04 WIB) 

Bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial yang terjadi pada perempuan tersebut?