Contoh asas tertib penyelenggaraan negara


Asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 28 Tahun 1999 adalah: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbuakaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
Penjelasan:

Contoh asas tertib penyelenggaraan negara

  1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
  2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
  3. Asas Kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan kolektif.
  4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  5. Asas Proporsoionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
  6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.                                                                                   


Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Menurut Ridwan HR dalam Hukum Administrasi Negara, asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat dan bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang serta tindakan sewenang-wenang (hal. 234).

Adapun, secara yuridis, asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.[1]

Baca juga: 7 Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

 

Fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Menurut Jazim Hamidi sebagaimana dikutip Ridwan HR, asas-asas umum pemerintahan yang baik (“AAUPB”) berfungsi sebagai (hal. 235):

  1. pegangan bagi pejabat administrasi negara untuk menjalankan fungsinya;
  2. merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking); dan
  3. sebagai dasar pengajuan gugatan bagi penggugat.

Adapun, menurut Ridwan HR, fungsi AAUPB adalah sebagai berikut (hal. 239):

  1. bagi administrasi negara/pemerintah, berfungsi sebagai pedoman dalam menafsirkan dan menerapkan peraturan yang samar atau tidak jelas, serta menghindarkan administrasi negara dari tindakan yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan;
  2. bagi masyarakat sebagai pencari keadilan berfungsi sebagai dasar gugatan;
  3. bagi hakim PTUN berfungsi sebagai alat untuk menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi negara;
  4. bagi badan legislatif, AAUPB dapat digunakan dalam merancang undang-undang.

Macam-Macam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Secara yuridis, UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan setidaknya ada 8 macam AAUPB. Akan tetapi, kami akan menyebutkan 17 asas yang mengacu dari 8 asas dalam UU Administrasi Pemerintahan dan 13 asas dari pendapat Ridwan HR dalam bukunya Hukum Administrasi Negara, yang kami sesuaikan kembali karena ada beberapa persamaan. Sehingga dasar penyebutan macam-macam AAUPB dalam tulisan ini adalah berdasarkan undang-undang dan doktrin, yang meliputi:

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajekan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.[2] 

Secara teoritis, asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yaitu:[3]

  1. Aspek hukum material, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan pemerintah, meskipun keputusan tersebut salah. Sehingga, demi kepastian hukum, keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah akan terus berlaku hingga diputus pengadilan.
  2. Aspek hukum formal mensyaratkan bahwa keputusan pemerintah yang memberatkan maupun yang menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Pihak yang berkepentingan berhak untuk mengetahui dengan tepat apa maksud atau kehendak dari keputusan tersebut. 

Asas kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:[4]

  1. kepentingan individu yang satu dengan individu yang lain;
  2. kepentingan individu dengan masyarakat;
  3. kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing;
  4. kepentingan kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain;
  5. kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat;
  6. kepentingan generasi sekarang dengan generasi yang akan datang;
  7. kepentingan manusia dengan ekosistemnya;
  8. kepentingan pria dan wanita.

 

Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.[5]

Asas kecermatan menghendaki bahwa suatu keputusan dan/atau tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaannya sehingga keputusan dan/atau tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum ditetapkan dan/atau dilakukan.[6]

Asas ini bertujuan agar aktivitas penyelenggaraan pemerintahan tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dengan demikian, ketika pemerintah hendak mengeluarkan keputusan harus meneliti semua fakta dan kepentingan yang relevan dalam pertimbangan.[7]

Asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan lain yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.[8]

Ridwan HR menyebut sebagai asas tidak mencampuradukkan kewenangan. Dalam asas tidak mencampuradukkan kewenangan menghendaki pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenangnya secara melampaui batas.[9]

Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskiminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.[10]

Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.[11]

Asas kepentingan umum atau asas penyelenggaraan kepentingan umum pada dasarnya menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kepentingan umum yaitu kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Contohnya, kepentingan warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri seperti persediaan sandang pangan, perumahan kesejahteraan, dan lain-lain.[12]

 

Asas pelayanan yang baik adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.[13]

 

Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian seorang pegawai. Selain itu, perlu adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga jika pelanggaran atau kealpaan tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda, dapat dikenai sanksi yang sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.[14]

Asas ini menghendaki pemerintah agar mengambil tindakan yang sama atau tidak saling bertentangan atas kasus-kasus yang faktanya sama. Namun demikian dalam kenyataannya akan sulit menemukan kesamaan mutlak antar kasus, sehingga pemerintah dalam menjalankan kebijakan harus bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Perlu diperhatikan bahwa asas ini tidak berlaku pada keputusan pemerintah yang salah atau keliru yang pernah dikeluarkan pada kasus-kasus sebelumnya.[15]

Asas ini menghendaki agar setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau motivasi yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan. Alasan tersebut haruslah jelas, terang, benar, objektif dan adil.[16]

Adapun asas ini meliputi subvarian berikut:[17]

  1. Syarat bahwa suatu keputusan harus diberi alasan;
  2. Keputusan harus memiliki dasar fakta yang kuat/teguh; dan
  3. Pemberian alasan atau motivasi harus cukup dapat mendukung.

Asas ini menghendaki agar warga negara diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan. Selain itu, warga negara juga diberi kesempatan untuk membela diri dan memberikan argumentasi sebelum adanya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.[18]

Asas keadilan dan kewajaran menuntut badan atau pejabat administrasi negara untuk memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran dalam setiap tindakannya. Asas keadilan adalah tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang dan selaras dengan hak setiap orang. Sedangkan asas kewajaran menekankan bawa setiap aktivitas pemerintah harus meperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti agama, moral, adat istiadat, dan nilai lainnya.[19]

Asas ini menghendaki agar setiap tindakan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan untuk warga negara. Sehingga, ketika suatu harapan sudah diberikan kepada warga negara, maka tidak boleh ditarik kembali meskipun menguntungkan bagi pemerintah.[20]

 

Asas ini berkaitan dengan pegawai yang dipecat melalui surat keputusan. Namun, alasan pemecatan pegawai karena tuduhan melakukan kejahatan ternyata tidak terbukti di pengadilan. Dengan demikian, pegawai tersebut harus dikembalikan pada posisi di pekerjaan semula beserta dengan ganti rugi dan/atau kompensasi serta direhabilitasi nama baiknya. Proses inilah yang disebut sebagai cara-cara meniadakan akibat keputusan yang batal atau tidak sah.[21]

 

Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara secara umum, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi manusia.[22]

 

Asas ini menghendaki agar pemerintah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa terpaku pada peraturan perundang-undangan formal dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk mengantisipasi ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak fleksibel atau tidak menampung persoalan masyarakat, sehingga pemerintah dituntut bertindak cepat dan dinamis, berpandangan luas dan mampu memperhitungkan akibat-akibat yang muncul dari tindakannya.[23]

 

Contoh Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Salah satu contoh penerapan AAUPB yaitu asas kecermatan yang dapat dilihat dalam Putusan MA Nomor 07 K/TUN/2014 antara Bupati Kampar vs masyarakat adat Kenegerian Tambang Terantang. Bupati Kampar menerbitkan surat keputusan Bupati Kampar tertanggal 31 Oktober 2012 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi bahan galian batuan pasir dan batu kepada orang lain di luar masyarakat adat di atas tanah ulayat mereka.

Majelis menolak permohonan kasasi dari Bupati Kampar dengan alasan bahwa Bupati Kampar dalam menerbitkan izin usaha pertambangan tersebut bertentangan dengan asas kecermatan dalam AAUPB. Bupati Kampar melanggar asas kecermatan karena dalam menerbitkan izin usaha pertambangan tidak berdasarkan fakta-fakta hukum yang terjadi di masyarakat, tidak melakukan musyawarah dengan para pucuk adat dan tidak berpedoman pada Perda Kampar 12/1999.

Baca juga: Hukum Administrasi Negara dan Perkara-perkara yang Sering Terjadi di Dalamnya

Demikian jawaban dari kami tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Putusan:

Putusan Mahkamah Agung Nomor 07 K/TUN/2014.

Referensi:

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Press, 2011.

[2] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Administrasi Pemerintahan

[3] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 245-246

[4] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf b UU Administrasi Pemerintahan

[5] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Administrasi Pemerintahan

[6] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Administrasi Pemerintahan

[7] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 248-249

[8] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf e UU Administrasi Pemerintahan

[9] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 252

[10] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf f UU Administrasi Pemerintahan

[11] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf g UU Administrasi Pemerintahan

[12] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 263

[13] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf h UU Administrasi Pemerintahan

[14] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 246-247

[15] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 247-248

[16] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 250

[17] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 251-252

[18] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 255

[19] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 258

[20] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 259

[21] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 260

[22] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 261

[23] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011, hal. 262