Selain air kencing, ada tiga jenis cairan yang keluar dari kelamin pria maupun wanita yaitu sperma (mani), madzi (yang keluar ketika syahwat naik), dan wadi (biasanya beriringan dengan kencing atau kecapaian). Masing-masing memiliki sifat berbeda, pun status najis-tidaknya, dan cara menyucikannya. Baca: Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi Lalu bagaimana jika ada orang yang ragu tentang apa yang keluar dari kemaluannya. Bisa jadi ia “tegang” belum pada puncaknya tapi sudah ada cairan kental yang keluar, atau dia bangun tidur dalam keadaan tegang dan basah pada kemaluannya. Dia bimbang apakah itu benar-benar sperma (yang mengharuskannya mandi besar) ataukah hanya madzi (yang tidak mengharuskannya mandi besar). Menurut Syekh Sulaiman al-Bujairimi, orang yang tidak yakin dengan cairan apa yang dia keluarkan, ia disuruh memilih sesuai kebijaksanaannya. Ia boleh memilih memutuskan sebagai mani, madzi, atau wadi. Tentu keraguan tersebut muncul apabila tidak ada tanda-tanda yang menjadi ciri khas sperma yang membarengi, yakni baunya yang khas (rîh), atau keluarnya tersendat-sendat (tadaffuq), atau saat keluar terasa nikmat (taladzudz). Jika memang terdapat salah satu dari tiga unsur tersebut, tidak perlu ragu lagi untuk memutuskan bahwa yang keluar adalah sperma. Konskuensinya, apabila ia memutuskan sebagai sperma, pakaian yang terkena cairan tersebut, tidak dianggap terkena najis (mutanajjis) namun ia harus mandi besar. Sebaliknya, apabila ia memutuskan bahwa yang keluar selain sperma, maka yang keluar adalah najis, pakaian yang ia kenakan menjadi terkena najis, tapi ia tidak harus mandi, hanya menyucikan anggota badan dan kain yang terkena najis. فَإِنْ اُحْتُمِلَ كَوْنُ الْخَارِجِ مَنِيًّا أَوْ غَيْرَهُ كَوَدْيٍ أَوْ مَذْيٍ تَخَيَّرَ بَيْنَهُمَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ، فَإِنْ جَعَلَهُ مَنِيًّا اغْتَسَلَ أَوْ غَيْرَهُ تَوَضَّأَ وَغَسَلَ مَا أَصَابَهُ؛ لِأَنَّهُ إذَا أَتَى بِمُقْتَضَى أَحَدِهِمَا بَرِئَ مِنْهُ يَقِينًا، وَالْأَصْلُ بَرَاءَتُهُ مِنْ الْآخَرِ وَلَا مُعَارِضَ لَهُ، بِخِلَافِ Artinya: “Jika diragukan bahwa yang keluar mirip mani atau selain mani seperti wadi atau madzi, maka orang yang mengeluarkan hal tersebut dipersilakan untuk mengambil kebijakan jenis cairan apa yang keluar. Demikian menurut pendapat mu’tamad. Konskuensinya, apabila ia memutuskan bahwa yang keluar adalah sperma, ia harus mandi, tapi kalau memutuskan selain sperma, ia hanya wajib wudlu dan membasuh yang terkena najis saja. Pada dasarnya, apabila seseorang sudah memutuskan salah satunya, ia menjadi bebas yang satunya lagi (Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi, [Darul Fikr, 1995], juz 1, hlm. 229).
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Kota Semarang
Buya Yahya menjelaskan tidak semua cairan yang keluar dari kemaluan disebut air mani.
SERAMBINEWS.COM - Tidak semua cairan yang keluar dari kemaluan disebut sebagai air mani. Sebagaimana diketahui, keluarnya air mani adalah salah satu sebab yang mewajibkan seseorang baik pria maupun wanita melakukan mandi wajib atau mandi junub. Cairan ini juga menjadi salah satu sebab batalnya ibadah puasa yang dikerjakan seseorang, jika keluarnya akibat perbuatan yang disengaja. Air mani dapat keluar saat seseorang sedang dalam keadaan sadar dan tidak sadar. Dalam keadaan sadar, air mani bisa keluar karena melakukan hubungan suami-istri, masturbarsi, atau hal lainnya yang bisa mengundang syahwat. Sementara dalam keadaan tidak sadar, air mani biasanya keluar saat tertidur, atau disebut mimpi basah bagi kaum pria. Meski sudah mengetahui tanda-tanda cairan yang disebut sebagai mani, akan tetapi ada kalanya seseorang menjadi ragu ketika berhadapan dengan kondisi tertentu. Baca juga: Ketahuilah! Ini 8 Langkah Tata Cara Mandi Junub, dari Niat Hingga Bacaan Doanya Baca juga: Jika Lupa Mandi Junub Saat Bulan Ramadhan, Batalkah Puasanya? Berikut Penjelasan dan Tata Caranya Baca juga: Apakah Ukuran Mr P Memengaruhi Kepuasan Hubungan Suami Istri? Ini Penjelasan Dokter Spesialis Misalnya seperti mendapati cairan yang keluar setiap kali ingin tidur atau saat-saat lain yang sepengetahuannya tidak melakukan perbuatan yang mengundang syahwat. Untuk itu dalam artikel ini akan dibahas mengenai cara membedakan cairan yang keluar dari kemaluan ialah mani atau bukan, yang dikutip dari penjelasan Dai Kondang Buya Yahya melalui sebuah tayangan video yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah Tv. Selain itu, tata cara mandi wajib atau mandi junub juga disajikan dalam artikel ini. Halaman selanjutnya arrow_forward Sumber: Serambi Indonesia
Semarang, IDN Times - Bagi sebagian orang, mandi merupakan hal yang tidak diinginkan. Bahkan malah malas untuk mandi. Namun perlu diketahui bahwa mandi sangat bermanfaat bahkan justru diwajibkan. Pada Islam, mandi ada kalanya sifat hukumnya wajib, sunah, mubah, atau makruh. Mandi sunah seperti mandi untuk salat Jumat dan mandi di hari raya. Sedangkan mandi mubah adalah mandi yang hanya dengan tujuan untuk menyegarkan atau membersihkan badan tanpa disertai motif terkait anjuran agama. Adapun mandi dihukumi makruh ketika dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa dengan cara menyelam. Sebab hal tersebut dikhawatirkan akan ada air yang masuk ke rongga tubuh. Nah berikut adalah hal-hal yang mengharuskan untuk mandi karena hukumnya bersifat wajib. Dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama, IDN Times memberikan uraiannya agar bisa menjadi referensi bagi para millennial. Berikut ulasannya. Keluarnya sperma (mani) mewajibkan mandi baik dari laki-laki maupun perempuan. Keluarnya sperma mewajibkan mandi secara mutlak. Sehingga dapat dipahami baik keluarnya tersebut dalam keadaan terjaga atau tertidur, disengaja atau tidak, atau ada sebab atau tidak, disertai syahwat atau tidak. Karena yang menjadi titik pokok adalah yang penting keluar sperma atau mani. Terkait dengan keluar mani perlu dibedakan antara mani, madzi, dan wadi. Jika madzi adalah cairan putih lengket yang keluar dari seseorang ketika ada hasrat seksual yang tidak terlalu kuat. Sedangkan wadi adalah cairan putih keruh yang keluar sehabis buang air kecil atau ketika mengangkat beban yang berat. Madzi atau wadi hukumnya najis dan tidak mewajibkan mandi. Keduanya hanya membatalkan wudhu. Adapun mani adalah cairan yang memiliki salah satu dari tiga ciri. Di antaranya keluarnya disertai rasa nikmat (syahwat), keluar dengan tersendat-sendat (tadaffuq), atau memiliki aroma seperti adonan roti ketika masih basah dan seperti putih telur ketika sudah kering. Ketika cairan yang keluar mengandung salah satu ciri tersebut, maka itu dianggap mani secara hukum meski tidak berwarna putih atau keluarnya tidak disertai syahwat. Mani hukumnya suci dan mewajibkan mandi. Yang dimaksud hubungan seksual adalah masuknya hasyafah (kepala penis) ke dalam farji (lubang kemaluan), meskipun memakai kondom ataupun tidak keluar sperma. Secara umum, semua mazhab empat mewajibkan mandi. Sebab utamanya adalah masuknya hasyafah ke farji baik jalan depan (vagina) atau jalan belakang (anus), yang dimiliki wanita atau pria, yang masih hidup ataupun mayat. Keduanya dihukumi junub sehingga wajib mandi kecuali mayat, tidak perlu untuk dimandikan kembali. Begitu juga seseorang yang menyetubuhi hewan juga wajib mandi menurut mazhab empat selain Hanafiyah. Hanafiyah juga tidak mewajibkan mandi karena menyetubuhi mayat. Haid atau menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan normal, minimal sehari semalam (24 jam) dan maksimal lima belas hari. Sedangkan umumnya haid keluar selama tujuh atau delapan hari. Perempuan yang keluar darah wajib mandi setelah selesai keluarnya darah yang sudah mencapai 24 jam baik terus-menerus dalam sehari, semalam atau terputus-putus dan hendak melakukan ibadah yang membutuhkan kesucian. Seperti saalat, thawaf, membaca Alquran. Bila keluarnya darah belum mencapai 24 jam semisal dua jam keluar darah lalu berhenti kemudian keluar darah lagi tiga jam terus berhenti lagi, hal itu belum wajib mandi karena belum bisa dipastikan akan mencapai 24 jam yang menjadi batas minimal bisa disebut haid. Karena itu ia cukup membersihkan kemaluannya kemudian berwudhu dan masih berkewajiban melakukan shalat. Baru ketika darah sudah mencapai 24 jam, berkewajiban untuk mandi ketika darah tersebut telah berhenti keluar (mampet) dan hendak melakukan ibadah yang mensyaratkan suci. Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Minimal nifas adalah waktu sebentar, sedangkan maksimalnya adalah 60 hari. Umumnya nifas berlangsung selama 40 hari. Sebagaimana haid, wanita yang mengalami nifas juga wajib mandi setelah darahnya berhenti (mampet). Hanya dalam nifas tidak perlu menunggu hingga mencapai hitungan 24 jam karena asal darah keluar setelah melahirkan sudah dapat dikategorikan nifas. Perlu diketahui bahwa wanita yang sedang mengalami haid atau nifas tidak diperbolehkan dan tidak sah melakukan wudhu atau mandi ketika sedang keluar darah (belum mampet). Hal itu dikarenakan fungsi utama wudhu atau mandi adalah menghasilkan kesucian sedang ia sedang menjalani keluar darah yang menjadi penyebab hadas. Maka hanya diperbolehkan melakukan mandi sunah yang fungsi utamanya menghilangkan aroma tak sedap karena hendak berkumpul dengan orang banyak. Seperti mandi sunah ketika hendak memasuki Makkah dan mandi saat dua hari raya. Melahirkan normal termasuk hal yang diwajibkan untuk mandi, meskipun yang dilahirkan masih berupa segumpal darah atau daging. Sedang bila proses persalinan melalui bedah cesar, maka ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang berpendapat tetap wajib mandi dan ada yang mengatakan tidak.
Baca Artikel Selengkapnya |