Bolehkah berhubungan saat flek setelah haid menurut islam?

Bolehkah berhubungan saat flek setelah haid menurut islam?

BincangSyariah.Com – Tradisi umat Yahudi terhadap wanita yang sedang datang bulan atau menstruasi sangat berlebihan. Pada waktu itu, tradisi Yahudi tidak membenarkan suami untuk berinteraksi dengan istrinya sebagaimana biasanya. Suami dilarang mengobrol, makan bersama, dan interaksi lainnya dengan istrinya yang sedang haid. Karenanya, tradisi yang tidak memanusiawikan wanita ini dikritik Alquran. Turunlah surah al-Baqarah ayat 222.

Alquran hanya melarang suami untuk bersetubuh dengan istrinya yang sedang haid (Baca: Etika Bercumbu Ketika Istri Haid). Ketika sudah suci dari haid, maka suami diperbolehkan berhubungan intim kembali dengan istrinya. Namun, ulama berbeda pendapat mengenai arti suci dalam surah al-Baqarah tersebut. Suci itu hanya sekedar darah haid sudah berhenti atau istri sudah mandi suci dari haid?

Bolehkah berhubungan saat flek setelah haid menurut islam?

Ulama berbeda pendapat mengenai permasalahan ini. Syekh Ali al-Shabuni dalam Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil al-Ahkam membagi tiga kategori perbedaan pendapat mengenai hal di atas. Pendapat pertama menyatakan bahwa suami boleh menyetubuhi istrinya hanya dengan syarat darah haid sudah berhenti. Namun pendapat ini mensyaratkan kebolehan tersebut bila darah yang tidak lagi keluar sudah memasuki hari kesepuluh. Menurut pendapat ini, hari kesepuluh itu merupakan batasan terlama keluarnya darah haid. Inilah pendapat yang disampaikan Imam Abu Hanifah.

Jadi menurut pendapat Imam Abu Hanifah ini, ketika tujuh hari, misalnya, darah sudah berhenti, tapi istri belum mandi suci, maka suami belum boleh menyetubuhi istirnya. Jika tidak ada air, istri diperbolehkan bertayamum untuk menggantikan mandi sebagai media bersuci. Namun perlu diketahui jika bersuci dengan tayamum dan tidak melukan salat wajib atau sunah terlebih dulu, pendapat Imam Abu Hanifah juga tidak membolehkannya.

Sementara itu, pendapat mayoritas ulama fikih, yang didukung oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa kebolehan bersetebuh itu setelah istri melakukan mandi besar, bersuci dari haid. Syekh Zainudi al-Malibari dalam Fathul Muin menyebutkan pendapat Imam al-Suyuthi yang membolehkan bersetebuh dengan istri yang darah haidnya sudah berhenti, walaupun belum mandi.

Namun demikian, pendapat yang ketiga menengahi di antara dua pendapat sebelumnya. Istri cukup membasuh vaginanya, dan kemudian berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak salat. Artinya, istri tidak diwajibkan untuk mandi terlebih dahulu. Mungkin takut suami menunggu terlalu lama . Inilah pendapat yang dinyatakan oleh Imam Thawus dan Imam Mujahid.

Perbedaan pendapat tersebut bermuara pada perbedaan menafsirkan surah al-Baqarah di atas. Dialektika perbedaan pendapat tersebut terlihat sangat progresif bila kita membuka kitab-kitab fikih klasik. Pada intinya, bila kita bisa lebih hati-hati dan bersabar, maka kita perlu menahan diri untuk tidak bersetubuh dulu jika istri belum mandi bersuci dari haid. Apalagi ini pendapat yang dianut mayoritas ulama.

Namun demikian, kita juga boleh mengambil pendapat yang lebih ringan, baik bagi suami maupun istri. Agama memang mudah. Namun terkadang, untuk meningkatkan kualitas spritual, kita perlu mencoba pendapat-pendapat yang agak berat menurut kebanyakan orang pada umumnya. Ini untuk membiasakan diri dan melatihnya agar tidak terjerumus pada perkara haram. Pada sesuatu yang halal saja kita sudah terbiasa berhati-hati, apalagi melakukan perkara haram. Wallahu a’lam.

Mandi junub syarat mutlak bolehnya bersenggema usai haid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setelah darah haid seorang istri berhenti, biasanya sang suami akan langsung meminta istrinya untuk berhubungan intim atau bersenggama. 

Padahal, sang istri belum bersuci dengan melakukan mandi wajib. Lalu, bagaimana hukumnya berhubungan intim dalam keadaan seperti itu?

Pertanyaan seperti ini pernah diajukan seorang wanita kepada anggota Lembaga Fatwa Mesir Dar Ifta, Syekh Mahmud Syalabi. Dia menjelaskan, mayoritas ulama berpendapat bahwa seorang istri yang baru selesai haid tetap perlu mandi besar untuk melakukan hubungan intim. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 222:

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “…….dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS Al Baqarah ayat 222)

Syalabi menambahkan, melalui video yang diterbitkan Dar Al Ifta Mesir di saluran YouTube-nya, beberapa ahli hukum meyakini bahwa dalam kasus semacam ini jika menstruasi berhenti lebih awal dari waktunya, maka perlu mandi, dan jika menstruasi berhenti setelah mencapai waktunya, maka tidak perlu mandi terlebih dahulu untuk melakukan senggama.

Kendati demikian, dia juga menjelaskan bahwa dalam hal ini kita harus memperhatikan pendapat mayoritas, bahwa mandi harus dilakukan begitu selesai menstruasi dan sebelum berhubungan intim.

Sebelumnya, ada juga pertanyaan dari seorang perempuan yang mengira bahwa telah suci dari menstruasi. Namun, setelah berhubungan intim ternyata dia menyadari bahwa ternyata ia belum suci. Lalu bagaimana hukumnya terkait masalah ini?

Dalam menjelaskan hukum Syariah tentang masalah itu, Dar Al Ifta Mesir berkata, “Seharusnya wanita dan suaminya meminta ampun dan taubat karena dia melakukan hubungan intim dengannya saat dia masih menstruasi.”  

Menurut lembaga fatwa Mesir tersebut, suami dan istrinya harus membayar denda atau kafarat, karena itu adalah salah satu ketetapan hukum yang ditetapkan dalam fikih dan syariah, bahwa hubungan seksual dengan istri yang sedang menstruasi itu tidak diperbolehkan.

Madzhab Syafii berpendapat bahwa sepasang suami istri yang melakukannya dikenai denda masing-masing satu dinar jika hubungan itu dilakukan pada masa awal haid, atau seperlima dinar jika dilakukan pada pertengahan-akhir haid.

Pendapat di atas didukung ulama dari Madzhab Hanafi. Tetapi, mazhab Hanafi berpendapat bahwa denda tersebut hanya diwajibkan atas suami dan tidak kepada istri.Karena larangan itu ditujukan pada suami. Pendapat-pendapat di atas berdasarkan pada hadits berikut: 

عنِ ابنِ عبَّاسٍ رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: في الذي يأتي امرأته وهي حائض قالَ إذا أصابَها في الدَّمِ فدينارٌ وإذا أصابَها في انقطاعِ الدَّمِ فنصفُ دينارٍ

 "Seorang laki-laki menjima istrinya yang sedang haid, apabila itu dilakukan saat darah haid istrinya berwarna merah maka dikenai denda satu dinar, sedangkan jika dilakukan saat darahnya sudah berwarna kekuningan, dendanya seperlima dinar." (HR Abu Dawud). 

Sedangkan ulama dari Mazhab Hanbali mengatakan bahwa keduanya (suami-istri) dikenai denda masing-masing setengah dinar tanpa membedakan apakah itu dilakukan di awal, pertengahan, atau akhir masa haid.

Mazhab Maliki berpendapat, tidak ada denda apa pun dalam perbuatan itu, baik atas si suami atau si istri. Satu dinar setara dengan emas 4,25 gram 21 karat.

Sumber: masrawy   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Bolehkah berhubungan intim saat masih flek setelah haid?

Selain daripada itu, sebenarnya tidak ada larangan mutlak. Bagi sebagian orang, berhubungan seksual ketika haid bahkan bisa memiliki manfaat berupa meredakan kram serta sakit kepala. Jadi sekali lagi, apalagi jika pada kasus Anda itu hanya flek sisa haid, harusnya tidak ada masalah.

Bolehkah berhubungan intim saat flek setelah haid dalam Islam?

Berdasarkan pedoman dalam Al Quran, seperti yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 222, istri yang sudah selesai haid namun belum mandi junub maka dilarang berhubungan seks dengan suami.

Apakah harus mandi wajib lagi jika keluar flek setelah haid?

Bagi perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur, harus menunggu sampai 15 hari. Setelah 15 hari jika masih keluar flek coklat, itu sudah termasuk darah istihadhah atau darah penyakit. Jika mandi wajib yang dilakukannya sebelum 15 hari dari hari pertama haid, mesti mandi wajib lagi pada hari ke-16.

Sudah mandi wajib tapi keluar flek coklat bolehkah berhubungan dalam Islam?

Menurut Ustadz Abdul Somad, wanita yang sudah mandi wajib atau junub setelah haid, tapi masih keluar flek coklat, sholatnya tetap sah asal lakukan ini.