Berusaha adalah suatu kewajiban manusia namun yang menentukan hasilnya hanya

Belajar merupakan salah satu bentuk ikhtiar. Foto: Unsplash

Dalam menjalani hidup, manusia memiliki tujuan dan cita-citanya masing-masing. Untuk meraihnya, setiap umat tidak bisa lepas dari ikhtiar. Misalnya, seorang anak harus belajar siang dan malam demi mendapatkan nilai A. Itulah yang disebut dengan ikhtiar.

Mengutip buku Aqidah Akhlaq oleh Taofik Yusmansyah (2008: 26) ikhtiar berasal dari bahasa Arab yang berarti mencari hasil yang lebih baik. Sedangkan secara bahasa, ikhtiar dapat diartikan sebagai proses usaha yang dilakukan dengan segala upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil terbaik sesuai dengan keinginan.

Ikhtiar harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh dengan tidak melupakan kehendak Allah SWT. Lantas, mengapa manusia diwajibkan berikhtiar?

Berjualan merupakan salah satu bentuk ikhtiar. Foto: Unsplash

Menjalani Perintah Allah SWT

Perintah untuk berikhtiar terdapat dalam Al Quran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Jumu’ah Ayat 10.

َ ِ ۡي ٱلأ ْ ف َ ِش ُروا َٱنت ُ ف وة ٰ َ َ ِت ٱلصَّل ُ ِضی َذا ق َإ ۡر ِ ْ ِض َ و ف َ ۡض ِل ۡٱبتَ ُغوا ِمن ف َّ ُكمۡ َّ َعل ِ ٗیرا ل َ َ كث ْ َّ ٱ ۡ ُك ُروا ِ ُح َون ١٠ َّ ٱ ۡ ِ َ وٱذ ُفل ت .

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S Al Jumu’ah [62]: 10)

Mendapatkan Karunia Allah SWT

Sebagaimana firman Allah dalam Surat An Nisa Ayat 32.

Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (An Nisa [4] : 32)

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya karunia Allah akan datang kepada mereka yang senantiasa berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam berikhtiar.

Meskipun nantinya hasil yang didapatkan mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan diperjuangkan. Namun, dengan berikhtiar setidaknya menjadi bukti kesungguhan seorang Muslim dalam meraih tujuannya.

Doa dan ikhtiar adalah dua hal yang berbeda tapi tidak dapat dipisahkan. Ikhtiar tanpa berdoa merupakan hal yang sia-sia. Begitu pun sebaliknya, berdoa tanpa ikhtiar juga tidak akan menghasilkan apa-apa.

Hal ini tertulis dalam Surat Ar Rad Ayat 11.

لَهُۥ مُعَقِّبٰتٌ مِّنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُونِهِۦ مِنْ وَالٍ

"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra'd [13]: 11)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa meskipun seseorang memohon pertolongan kepada Allah SWT, jika orang tersebut tidak berusaha untuk mengubah keadaannya, maka Alah pun tidak akan melakukan apa-apa.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda,

Mukmin (orang yang beriman) yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Pada diri masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan; ‘Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi katakanlah; ‘lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘lau’ (seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan setan.

Sikap pesimistis biasanya muncul apabila seseorang tidak bergerak, tidak melakukan sesuatu dan memilih untuk diam karena takut menghadapi risiko. Dengan berikhtiar, sesungguhnya bisa menambah dan mendorong manusia untuk terus optimistis dalam menggapai sesuatu.

Ridha Allah SWT adalah tujuan dari ikhtiar dan tawakkal seorang hamba.

REPUBLIKA.CO.ID,  Di atas segala ikhtiar optimal dan sikap tawakal menyerahkan hasil kepada-Nya, ketahuilah, ada izin dan ridha Allah di dalamnya. Izin dan ridha Allah itu bisa diraih melalui cara-cara yang sesuai dengan ridha-Nya, yang telah telah disyariatkan, bukan cara yang bathil.

Dari Umar bin Khattab RA berkata, Nabi SAW bersabda: 

لو أنَّكم كنتُم توَكلونَ علَى اللهِ حقَّ توَكلِه لرزقتُم كما يرزقُ الطَّيرُ تغدو خماصًا وتروحُ بطانًا

"Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang." (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim).

Itulah jaminan Allah SWT kepada seluruh makhluk. Tugas kita adalah berusaha maksimal dan bertawakal. Tentu saja, jika kita berhasil mencapai salah satu tahapan dalam tujuan kehidupan, bukan berarti itu akhir atau puncaknya. Mesti diingat, akan ada tahapan berikutnya yang harus dilalui.

Ketercapaian suatu rencana dan keinginan bukanlah satu tujuan, melainkan sebuah ujian. Boleh jadi, di situlah ujian sesungguhnya. Kita harus mampu mensyukuri, menjalani, dan memenuhi sejumlah harapan yang menyertai keberhasilan itu dengan niat untuk meraih keridhaan-Nya. Allah SWT berfirman: 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

"Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk meraih keridhaan Allah. Dan Allah Mahapenyantun terhadap hamba-hamba-Nya," (QS al-Baqarah: 207).

Tak ada puncak kenikmatan hidup selain mendapatkan ridha-Nya. Rasulullah SAW bersabda: 

عن أبي سعيد الخدري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:  إن الله تعالى يقول لأهل الجنة: يا أهل الجنة، فيقولون: لبيك ربنا وسعديك، والخير كله في يديك، فيقول: هل رضيتم؟ فيقولون: وما لنا لا نرضى يا رب، وقد أعطيتنا ما لم تعط أحداً من خلقك؟ فيقول: ألا أعطيكم أفضل من ذلك؟ فيقولون: يا رب، وأي شيء أفضل من ذلك؟ فيقول: أحل عليكم رضواني فلا أسخط عليكم بعده أبداً

"Sesungguhnya Allah berfirman kepada penghuni surga: Hai penghuni surga! Mereka menjawab: Kami penuhi seruan-Mu wahai Tuhan kami, dan segala kebaikan ada di sisi-Mu. Allah melanjutkan: Apakah kalian sudah merasa puas? Mereka menjawab: Kami telah merasa puas wahai Tuhan kami, karena Engkau telah memberikan kami sesuatu yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu. Allah bertanya lagi: Maukah kalian Aku berikan yang lebih baik lagi dari itu? Mereka menjawab: Wahai Tuhan kami, apa yang lebih baik dari itu? Allah menjawab: Akan Aku limpahkan keridaan-Ku atas kalian sehingga setelah itu Aku tidak akan murka kepada kalian untuk selamanya." (HR Muslim dari Abu Said Al-Khudri).

Dengan demikian, jangan sempitkan satu momen keberhasilan dengan sekadar perayan apalagi penuh hura-hura. Jadikan momen keberhasilan itu sebagai alat introspeksi, melakukan pengukuran ke dalam diri terkait dengan potensi dan kemampuan yang mungkin dilakukan untuk memenuhi harapan dan tujuan. Harapan di sini artinya harapan umum, bukan harapan pribadi atau golongan. 

Sebagai contoh, jika Anda lulus sekolah atau kuliah sebagai sebuah momentum keberhasilan, maka lakukanlah pengukuran ke dalam diri Anda tentang kemampuan yang sepadan dengan kelulusan itu sendiri. Di situlah makna syukur dari sebuah momentum keberhasilan, yaitu bukan capaian pada tahap keberhasilan itu, tetapi lihatlah proses sebelumnya dan apa yang akan dilakukan setelah momen itu diraih.

Dengan demikian, tak ada kata berhenti untuk belajar, berusaha dan bekerja secara terus menerus.  Mereka yang pandai bersyukur, pasti akan berikhtiar maksimal untuk bekerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas dalam proses pascaperayaan keberhasilan.

Tidak akan ada capaian yang hilang, karena setiap capaian akan dipandang sebagai langkah awal baru bagi capaian berikutnya. Dengan demikian, bila kita merasa berhasil pada satu tahapan kehidupan, seyogianya kita segera menyiapkan diri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang muncul dari capaian tersebut dan berusaha meningkatkan kemanfaatan bagi yang lainnya. 

Berusaha adalah suatu kewajiban manusia namun yang menentukan hasilnya hanya

sumber : Harian Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...