Berkembang lewat apakah tingkat kepekaan perasaan keindahan dan kemampuan mengamati karya seni rupa?

Apresiasi seni rupa adalah aktifitas mengindra karya seni rupa, merasakan, menikmati, menghayati dan menghargai nilai – nilai keindahan dalam karya seni serta menghormati keberagaman konsep dan variasi konvensi artistik aksistensi dunia seni rupa.

Secara teoritik, menurut Brent G. Wilson dalam bukunya “ evaluation of learning in art aducation “; apresiasi seni memiliki tiga domain, yaitu ;

  • Perasaan ( feeling ) yang dalam konteks ini terkait dengan perasaan keindahan, 
  • Penilaian (valuing) terkait dengan nilai seni, dan 
  • Empati (emphatizing) terkait dengan sikap hormat kepada dunia seni rupa, termasuk kepada profesi seniman, yaitu perupa ( pelukis, pematung, penggrafis, pengeramik, pendesain, pengriya dan lainnya.

Berkembang lewat apakah tingkat kepekaan perasaan keindahan dan kemampuan mengamati karya seni rupa?

Apresiasi Seni 

A. Pengembangan Sikap Apresiatif Seni Rupa, Musik, Tari dan Teater.

Seni tidak pernah lepas sedetikpun dari kehidupan kita, mulai dari kita bangun hingga kita tidur kembali, seni ada dimana dan tidak kemana – mana dan selalu menampilkan sisi keindahannya, sebagai contohnya,  ketika kita memantaskan diri dalam berpakaian, memilih dasi, sepatu dan berdandan tentunya keindahan yang tampil dari semua pernak pernik tersebut akan menjadi tujuan utama kenapa manusia melakukannya, tentunya agar nampak lebih indah dipandang oleh orang lain.

Hal ini hanya sebagian atau secuil contoh dari keindahan seni dalam kehidupan kita. Tidak hanya hal – hal yang melekat di badan kita, benda – benda yang berada disekeliling kita pun juga selalu menampakkan keindahannya yang tidak perlu lagi dijelaskan. Dengan sedikit contoh ini, menjadi semakin jelas bahwa seni itu ada dimana – mana dan itulah sebabnya kesenian secara antropologis ditempatkan sebagai unsur kebudayaan yang universal, sama seperti rasa keindahan yang juga bersifat Universal.

Tingkat kepekaan perasaan keindahan akan berkembang melalui kegiatan menerima (sikap terbuka) kepada semua manifestasi seni rupa, mengapresiasi aspek keindahan dan maknanya (seni lukis, patung, grafis, desain, dan kriya), menghargai aspek keindahan dan kegunaannya (desain produk, interior, komunikasi visual, tekstil, dan berbagia karya kriya (keramik, kulit, kayu, logam dan lainnya). Melalui proses penginderaan, kita mendapatkan pengalaman estetis. Dari proses penghayatan yang intens, kita akan mengamalkan rasa keindahan yang dianugerahkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. 

Kemampuan mengamati karya seni rupa murni dan terapan, dalam arti praksis adalah kemampuan mengklasifikasi, mendeskripsi, menjelaskan, menganalisis, menafsirkn dan mengevaluasi serta menyimpulkan makan karya seni yang dapat dilakukan sebagai kemampuan apresiatif secara lisan maupun tulisan.

Selain itu, aktifitas membaca sejaah seni, teori seni dan reputasi para seniman, dialog dengan tokoh seniman serta budayawan, merupakan pelengkap kemampuan berapresiasi, sehingga kita dapat menyertakan argumentasi yang logis dalam menyimpulkan makna seni. Secara psikologis, pengalaman penginderaankarya seni itu berurutan dimulai dari;

  • Sensasi (reaksi panca indra kita mengamati seni),
  • Impresi (kesan pencerapan),
  • Interpretasi (penafsiran makna seni),
  • Apresiasi (menerima dna menghargai makna seni), dan 
  • Evaluasi (menyimpulkan nilai seni).

Aktifitas ini muncul ketika seseorang mengindra karya seni, biasanya sensasi tersebut diikuti dengan aktifitas berasosiasi, melakukan komparasi, analogi, diferensasi, dan sintesis. Pada umumnya karya seni yang dinilai baik akan memberikan kepuasan spiritual dan intelektual bagi pengamatnya.

B. Pengembangan Sikap Empati kepada Profesi Seniman dan Budayawan.

Apresiasi seni budaya, termasuk seni rupa, sebagai bagian dari estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas kemampuan mengapresiasi keindahan serta harmoni yang mencakup apresiasi dan akspresi, baik dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan bermasyarakat sehingga mampu menciptakan rasa syukur dan kebersamaan yang harmonis.

Pengenalan tokoh – tokoh seni budaya, reputasi, dan kontribusi meraka bagi masyarakat dan bangsa, atau bagi kemanusiaan pada umumnya, adalah upaya nyata untuk mengembangkan perasaan simpati, yang jika dilakukan berulangkali akan semakin meningkat menjadi perasaan empati.

Dengan demikian, kita akan dapat mengagumi prestasi dan jasa – jasa p-ada seniman atau pun budayawan berdasarkan kualitas arya seni dan pengakuan serta penghargaan yang diperolehnya, baik dalam tingkat lokal, nasional, dan internasional.

C. Mengamalkan Perilaku Manusia Berbudaya dalam Masyarakat.

Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta (buddayah) bentuk jamak dari kata budhi yang berarti akan dan nalar. Jadi kata kebudayaan dapat diartikan sebagai hal – hal yang berhubungan dengan budi, akan dan nalar. Menurut ‘Koentjaraningrat’, kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, besarta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.

Kebudayaan memiliki atau terdiri dari 3 wujud, yaitu ;

  • Kebudayaan sebagai konsep,
  • Kebudayaan sebagai aktivitas, dan 
  • Kebudayaan sebagai artefak.

Dengan klasifikasi ini, maka seluruh aktivitas interaksi manusia dengan tuhan, interaksi dengan masyarakat, dan interaksi dengan alam, semunya adalah kebudayaan.

Selain itu, kata budaya juga sering dipadankan dengan istilah ‘ adab ‘, yang menunjukkan unsur – unsur budi luhur dan indah. Misalnya, kesenian, sopan santun, dan ilmu pengetahuan, adalah peradaban atau kebudayaan. 

Namun, menurut Van Peursen, dewasa ini filsafat kebudayaan modern akan meninjau kebudayan terutama dari sudut ‘policy’ (keamanan) tertentu, sebagai satu strategi atau master plan dihari kemudian. Kebudayaan diartikan sebagai menifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Berlainan dengan hewan – hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah – tengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu.

Dengan mengenal, memahami dan menghargai budayanya sendiri, orang dapat mengembangkan potensi perilaku yang baik dalam bergaul di masyarakat seni dan lingkungan sosial sebagai insan yang berbudaya, bersikap ramah dan rendah hati dalam berinteraksi secara efektif dengan para seniman dan budayawan, lingkungan sosial serta dalam menempatkan dirinya sebagai cermin bangsa yang berbudaya dalam pergaulan dunia.

D. Interaksi dan Komunikasi Efektif dengan Lingkungan Seni Budaya.

Dari pengalaman berapresiasi seni, akan berkembang sikap demokratis, etis, toleransi, dan sikap positif lainnya.

  • Sikap demokratis, misalnya memiliki sikap deferensiasi dan tidak diskriminatif.
  • Tidak bias gender, misalnya menerapkan prinsip kesetaraan gender sesama teman dan pergaulan di masyarakat seni dan lingkungan pergaulan sosial pada umumnya.
  • Toleran, misalnya dapat menerima perbedaan pendapat dalam aktifitas mengapresiasi seni, karena dari kajian yang dilakukannya dalam menafsirkan data pengamatan perbedaan respon estetik adalah suatu yagn wajar.
  • Sikap etis, misalnya tidak menunjukkan sifat mencela, menertawakan, merendahkan, menghina, atau kalimat lain yang setara dengan itu semua.

Dari perolehan hidup berbudaya dalam proses belajar dan berinteraksi dengan dunia seni seperti mengunjungi pameran seni, museum, galeri, sanggar, atau pergaulan langsung misalnya, dalam kegiatan diskusi dalam kegiatan pameran, maka akan menghasilkan interkasi yang santun dan efektif dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas, termasuk lingkungan seni budaya dimanapun ia berada.

Demikian uraian singakt tentang apresiasi seni rupa dan pengertiannya tersebut diatas, semoga bermafaat dan terimakasih.

Sumber: SBK-Kemdikbud_RI.

Karena aku paling males kalo baca materi di buku paket yang banyak banget penjelasan gajenya. Contohnya di buku senbud K13. Makanya aku selalu bikin rangkuman dari buku paket itu sendiri. Dan nggak sia-sia, karena isi rangkuman ku selalu masuk di Ujian Percobaan UAS, UTS, UAS, dll. Makanya aku jarang bawa buku paket senbud ke sekolah. Disini aku bakal nge share rangkuman senbud ku. Ini materinya diambil dari buku senbud K13 yang dipake pas zaman ku. kira-kira 2015 lah. BAB 1 Berapresiasi Seni Rupa

Apresiasi seni rupa adalah aktivitas mengindra karya seni rupa, merasakan, menikmati, menghayati dan menghargai nilai-nilai keindahan dalam karya seni serta menghormati keberagaman konsep dan variasi konvensi artistik eksistensi dunia seni rupa.

Secara teoretik menurut Brent G. Wilson dalam bukunya Evaluation of Learning in Art Education; apresiasi seni memiliki tiga domain, yakni perasaan (feeling), terkait dengan perasaan keindahan, penilaian (valuing) terkait dengan nilai seni, dan empati (emphatizing), terkait dengan sikap hormat kepada dunia seni rupa, termasuk kepada profesi perupa (pelukis, pepatung, pegrafis, pekeramik, pedesain, pekria, dll).

A. Pengembangan Sikap Apresiatif Seni Rupa

“Sense of beauty”, rasa keindahan. Senantiasa rasa keindahan berperan memandu prilaku kita untuk memilih apa yang kita anggap menampilkan citra harmonis, yang pada umumnya kita sebut tampan, gagah, cantik, ayu, rapi dalam bahasa sehari-hari, yaitu penggunaan kata “lain” menyebut fenomena keindahan. Seni terdapat dimana-mana, saat kita memilih busana, memilih alat rumah tinggal, benda-benda yang ada pada kehidupan di desa seperti batik, keris, dsb. Hal-hal yang terdapat di pedalaman, dll.

Itulah sebabnya kesenian secara antropologis ditempatkan sebagai unsur kebudayaan yang universal, sama seperti rasa keindahan yang juga bersifat universal. Tingkat kepekaan perasaan keindahan akan berkembang lewat kegiatan menerima (sikap terbuka) kepada semua manifestasi seni rupa, mengapresiasi aspek keindahan dan maknanya (seni lukis, seni patung, seni grafis, desain, dan kria) menghargai aspek keindahan dan kegunaannya (desain produk atau industri, desain interior, desain komunikasi visual, desain tekstil, dan berbagai karya kria (kria keramik, tekstil, kulit, kayu, logam dan lain-lain). Melalui proses penginderaan, kita mendapatkan pengalaman estetis. Dari proses penghayatan yang intens, kita akan mengamalkan rasa keindahan yang dianugerahkan Tuhan itu dalam kehidupan keseharian. Kemampuan mengamati karya seni rupa murni dan seni rupa terapan, dalam arti praksis adalah kemampuan mengklasifikasi, mendeskripsi, menjelaskan, menganalisis, menafsirkan dan mengevaluasi serta menyimpulkan makna karya seni. Aktivitas ini dapat dilatihkan sebagai kemampuan apresiatif secara lisan maupun tulisan. Aktivitas pendukung, seperti membaca teori seni, termasuk sejarah seni dan reputasi seniman, dialog dengan tokoh seniman serta budayawan, merupakan pelengkap kemampuan berapresiasi, sehingga para siswa dapat menyertakan argumentasi yang logis dalam meyimpulkan makna seni.

Secara psikologis pengalaman pengindraan karya seni itu berurutan dari sensasi (reaksi panca indra kita mengamati seni), emosi (rasa keindahan), impresi (kesan pencerapan), interpretasi (penafsiran makna seni), apresiasi (menerima dan menghargai makna seni, dan evaluasi (menyimpulkan nilai seni). Aktivitas ini berlangsung ketika seseorang mengindra karya seni, biasanya sensasi tersebut diikuti dengan aktivitas berasosiasi, melakukan komparasi, analogi, diferensiasi, dan sintesis. Pada umumnya karya seni yang dinilai baik akan memberikan kepuasan spiritual dan intelektual bagi pengamatnya.

B. Pengembangan Sikap Empati kepada Profesi Seniman dan Budayawan

Untuk meningkatkan sensitivitas kemampuan mengapresiasi keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Pengenalan akan tokoh-tokoh seni budaya dan reputasinya, kontribusi mereka bagi masyarakat dan bangsa, atau bagi kemanusiaan pada umumnya, adalah upaya nyata mengembangkan perasaan simpati, yang jika dilakukan berulangulang akan meningkat menjadi perasaan empati.

C. Mengamalkan Prilaku Manusia Berbudaya dalam Kehidupan Bermasyarakat

Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta, buddayah bentuk jamak dari kata budhi yang berarti akal dan nalar. kata kebudayaan diartikan dengan budi, akal, dan nalar. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan memiliki tiga wujud, (1) kebudayaan sebagai konsep, (2) aktivitas, dan (3)  artefak. Dengan klasifikasi seperti ini seluruh aktivitas interaksi manusia dengan Tuhan, masyarakat, dengan alam, semuanya adalah kebudayaan.

Kata budaya sering juga dipadankan dengan kata adab, yang menunjukkan unsur-unsur budi luhur dan indah, misalnya kesenian, sopan santun, dan ilmu pengetahuan, adalah peradaban atau kebudayaan. Namun menurut Van Peursen dewasa ini, filsafat kebudayaan modern akan meninjau kebudayaan terutama dari sudut policy tertentu, sebagai satu strategi atau masterplan bagi hari depan. Kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang; berlainan dengan hewan-hewan maka manusia tidak hidup begitu saja ditengahtengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu.

D. Interaksi dan Komunikasi Efektif dengan Lingkungan Seni Budaya

Sikap demokratis misalnya akan tercermin ketika siswa mengacu kepada prinsip diferensiasi dan tidak diskriminatif, hal ini akan terjadi bila ia memberi peluang yang sama kepada semua anggota panitia mengemukakan pendapat untuk menentukan, misalnya, tema pameran. Sikap toleran akan tercermin ketika siswa dapat menerima perbedaan pendapat dalam aktivitas mengapresiasi seni, karena dari kajian yang dilakukannya dalam menafsirkan data pengamatan perbedaan respons estetik adalah sesuatu yang wajar. Sebab dia tahu pada dasarnya seni dapat dipersepsi secara berbeda. Sikap etis akan tercermin bila siswa dalam kegiatan diskusi yang hangat, tidak mengucapkan kata-kata atau menunjukkan prilaku yang bernada melecehkan, menertawakan, merendahkan, menghina, atau katalain yang setara dengan itu.

Apresiasi seni rupa adalah aktivitas mengindra karya seni rupa, menghargai nilai-nilai keindahan, keberagaman, dan kaidah artistik eksistensi dunia seni rupa. Sikap apresiatif ini terbentuk, atas kesadaran akan kontribusi para seniman bagi bangsa dan negara, atau bagi nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya. Pengenalan akan tokoh-tokoh budaya, perupa murni, pedesain, pekria, dan reputasinya, adalah upaya nyata mengembangkan perasaan simpati, yang jika dilakukan berulang-ulang akan meningkat menjadi perasaan empati.

Pelaksanaan aktivitas kreasi seni lukis adalah kegiatan merealisasikan konsep seni sebagai ekspresi. Proses kreatif berekspresi ini antara lain, memerlukan persiapan:

Dari sejumlah sketsa yang telah anda buat itu, analisis kekuatan dan kelemahan setiap sketsa. baik dari aspek konseptual, visual, dan kemungkinan penggunaan media (bahan baku seni) teknik berkarya yang sesuai, dan tetapkan salah satu sketsa yang paling representatif memenuhi harapan anda. Dan kemudian berekspresilah dengan penuh rasa percaya diri.

Berekspresi adalah salah satu kebutuhan hidup manusia, realitas internal kehidupan spiritual siswa membutuhkan penyaluran, agar dapat mencapai keseimbangan kehidupan rohaniah yang sehat. Proses mengamati, menanyakan, mencoba, menalar, dan menyaji adalah aktivitas proses kreasi yang lebih bersifat objektif. Dengan memadukan realitas internal yang subjektif dengan pendekatan objektif diharapkan siswa mendapatkan pengalaman yang berharga, yakni keharmonisan antar kehidupan batiniah dan kehidupan lahiriah. Dari proses kegiatan berekspresi ini potensi artistik para siswa akan berkembang, dan karya-karya siswa adalah objek-objek real tentang apa yang mereka harapkan, inginkan, dan sudah pasti merupakan dokumen penting bagi kehidupan psikologis mereka.

Aktivitas berekspresi dalam penciptaan lukisan di samping menghasilkan karya seni lukis, sebagai benda seni yang mengandung nilai keindahan dan makna seni. Juga berfungsi sebagai katarsis atau terapi bagi pelaku kreatifnya sendiri. Sedangkan bagi para psikolog, karya lukisan yang diciptakan para siswa itu, merupakan data kehidupan psikologis yang dapat dipakai sebagai objek penelitian. Untuk, misalnya, mengetahui realitas kehidupan emosional, intelektual, imajinasi para siswa kita.

Dalam konteks proses kreatif, Guilford dalam Semiawan, Dimensi Kreatif dalam Filasafat Ilmu menyebutkan; sifat fluensi, fleksibilitas, orisinalitas, elaborasi, dan redefinisi adalah kemampuan yang perlu dikembangkan melalui aktivitas eksperimen. Fluensi terkait langsung dengan kesigapan, kelancaran, dan kemampuan melahirkan banyak gagasan. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam memecahkan masalah. Sedangkan orisinalitas adalah kemampuan mencetuskan gagasan-gagasan asli. Dan redefinisi adalah kemampuan merumuskan batasan-batasan dari sudut pandang lain dari pada cara-cara yang sudah lazim. Misalnya lukisan secara konvensional didefinisikan sebagai karya seni dua dimensioanal, batasan ini dianggap oleh sebagian pelukis kreatif mengekang kreativitas. Dengan sengaja mereka membuat lukisan dalam wujud tiga dimensional (bentuk piramid tiga dimensi). Ini adalah redefinisi bentuk seni.

1. Penciptaan Seni Rupa Murni

Merupakan kegiatan berkarya untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman kehidupan menjadi perwujudan visual dilandasi kepekaan artistik. Kepekaan artistik mengandung arti, memerlukan kemampuan mengelola atau mengorganisir elemen-elemen visual untuk mewujudkan gagasan menjadi karya nyata.

1) Penemuan Sumber Inspirasi

Titik tolak penciptaan karya seni rupa murni adalah penemuan gagasan. (1) berasal dari realitas internal, perambahan kehidupan spiritual (psikologis) kita sendiri. Misalnya harapan, cita-cita, emosi, nalar, intuisi, gairah, kepribadian dan pengalaman-pengalaman kejiwaan lain yang kadangkala belum teridentifikasi dengan bahasa. Dengan kata lain, gagasan seni timbul dari kebutuhan kita sebagai manusia untuk berekspresi. (2) berasal dari realitas eksternal, yaitu hubungan pribadi kita dengan Tuhan (tema religius), hubungan pribadi kita dengan sesama (tema sosial: keadilan, kemiskinan, nasionalisme), hubungan pribadi kita dengan alam (tema: lingkungan, keindahan alam) dan lain sebagainya.

2) Penetapan Interes Seni

(1) interes pragmatis, menempatkan seni sebagai instrumen pencapaian tujuan tertentu. Misalnya tujuan nasional, moral, politik, dakwah, dan lain-lain. (2) interes reflektif, menempatkan seni sebagai pencerminan realitas aktual (fakta dan kenyataan kehidupan) dan realitas khayali (realitas yang kita bayangkan sebagai sesuatu yang ideal). dan (3) interes estetis, berupaya melepaskan seni dari nilai-nilai pragmatis dan instrumentalis. Jadi interes estetis mengeksplorasi nilai-nilai estetik secara mandiri (seni untuk seni). Dengan menetapkan interes seni, kita akan lebih memahami tujuan kita menciptakan karya.

3) Penetapan Interes Bentuk

(1) bentuk figuratif, yakni karya seni rupa yang menggambarkan figur yang kita kenal sebagai objek-objek alami, manusia, hewan, tumbuhan, gunung, laut dan lain-lain yang digambarkan dengan cara meniru rupa dan warna bendabenda tersebut. (2) bentuk semi figuratif, yakni karya seni rupa yang “setengah figuratif”, masih menggambarkan figur atau kenyataan alamiah, tetapi bentuk dan warnanya telah mengalami distorsi, deformasi, stilasi, oleh perupa. Jadi bentuk tidak meniru rupa sesungguhnya, tetapi dirubah untuk kepentingan pemaknaan, misalnya, bentuk tubuh manusia diperpanjang, atau patung dewa yang bertangan banyak, bentuk gunung atau arsitektur yang disederhanakan atau digayakan untuk mencapai efek estetis dan artistik. (3) bentuk nonfiguratif, adalah karyakarya seni rupa yang sama sekali tidak menggambarkan bentuk-bentuk alamiah, jadi tanpa figur atau tanpa objek (karenanya disebut pula seni rupa non objektif). Karyakarya seni rupa non figuratif, jadinya merupakan susunan unsur-unsur visual yang ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan satu karya yang indah. Istilah lain menyebut karya seni rupa non figuratif adalah karya seni abstrak. Pada umumya karya abstrak yang berhasil adalah karya yang memiliki “bentuk bermakna”. Artinya sebuah karya seni yang memiliki kapasitas membangkitkan pengalaman estetis bagi orang yang mengamatinya. Dengan kata lain karya seni yang dapat membangkitkan perasaan yang menyenangkan, yaitu rasa keindahan.

4) Penetapan Prinsip estetik

(1) pramodern, prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas merepresentasi bentuk-bentuk alam, atau aktivitas pelestarian kaidah estetik tradisional (2) modern, prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas kreatif, yang mengutamakan aspek penemuan, orisinalitas, dan gaya pribadi atau personality. (3) posmodern, prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas permaianan tanda yang hiperriil dan ironik, sifatnya eklektik (meminjam dan memadu gaya seni lama) dan menyajikannya sebagai pencerminan budaya konsumerisme masa kini.

perlu ditegaskan lebih spesifik dalam subject matter, masalah pokok atau tema seni yang akan diciptakan. Misalnya tema sosial: kemiskinan, dengan pilihan objek “pengemis”.

Dengan memperhatikan empat prinsip pokok komposisi, yaitu: proporsi, keseimbangan, irama, dan kesatuan untuk memperlihatkan karakteristik keunikan pribadi kita.

Gaya pribadi akan lebih mudah terlihat apabila kebebasan berkreasi diberikan,

(1) Tahap persiapan. pengadaan dan pengolahan bahan utama, bahan pendukung, dan pengadaan peralatan. (2) Tahap Pelaksanaan, berkenaan dengan pengalaman artistik, aktivitas proses kreasi dari awal hingga selesai. (3) Tahap akhir, karya seni rupa yang sudah diciptakan, masih membutuhkan tindakan-tindakan khusus supaya siap dipamerkan. Jenis karya seni rupa tertentu memerlukan pembersihan menyeluruh, lapisan pengawet (coating), atau lembaran kaca dan bingkai. Jenis lain membutuhkan kemasan. Semuanya harus digarap dengan baik, sampai sebuah karya seni rupa dikatakan siap pamer.

F. Pengertian Dasar Seni Lukis

1. Ruang lingkup seni lukis

Karena sesungguhnya seni lukis itu memiliki keberagaman dan memiliki banyak aliran, yang satu sama lain di samping mempunyai persamaan, juga tidak jarang saling bertentangan secara diametral.

Secara teknis lukisan adalah pembubuhan pigmen atau wama dengan bahan pelarut di atas permukaan bidang dasar, seperti pada kanvas, panel untuk menghasilkan sensasi atau ilusi ruang, gerakan, tekstur, untuk mengekspresikan berbagai makna atau nilai subjektif, baik yang sifatnya intelektual, emosi, simbolik, relegius, dan lain-lain.

Selanjutnya Herbert Read mengatakan Seni lukis adalah penggunaan garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk, shape, pada suatu permukaan, yang bertujuan menciptakan berbagai image. Image-image tersebut bisa merupakan pengekspresian ide-ide, emosi, dan pengalaman-pengalaman, yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mencapai harmoni. Pengalaman yang diekspresikan itu adalah pengalaman yang berisi keindahan atau pengalaman estetik.

Menurut Edmund Burke Feldman pengekspresian itu menggunakan (1) Unsur-unsur visual, yang terdiri dari garis, warna, bentuk, tekstur dan ruang atau gelap terang, (2) Organisasi dari unsur-unsur tersebut, yang meliputi kesatuan, keseimbangan, irama dan perbandingan ukuran.

Dari sisi lain, kritikus seni rupa Dan Suwaryono Mengemukakan bahwa seni lukis memiliki dua faktor. (1) Faktor Ideoplastis: ide, pendapat, pengalaman, emosi, fantasi, dan lain-lain. Faktor ini lebih bersifat rohaniah yang mendasari penciptaan seni lukis. (2) Faktor Fisioplastis: menyangkut masalah teknis, termasuk organisasi elemen-elemen visual seperti garis, warna tekstur, ruang, bentuk (shape) dengan prinsip-prinsipnya. Dengan demikian faktor ini lebih bersifat fisik dalam arti seni lukisnya itu sendiri.

Seni lukis adalah wujud ekspresi yang harus dipandang secara utuh. Keutuhan wujud itu, terdiri dari ide dan organisasi elemen-elemen visual. Elemen-elemen visual tersebut disusun sedemikian rupa oleh seorang pelukis dalam bidang dua dimensional. Pengertian seni lukis sesungguhnya mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari sebuah defenisi, karena seni lukis juga mengenal istilah lukisan dinding, miniatur, pottery, manuskrip, jambangan, mosaik, potret,  kaca, enamel, teknologis yang dibuat dengan menggunakan media elektronik, seperti komputer.

Seni lukis yang lebih populer di tengah masyarakat dan di ajarkan di lembaga pendidikan kesenian pada dasarnya adalah easel painting, jenis lukisan yang berukuran lebih kecil dari lukisan dinding atau mural. Sejenis seni lukis yang lebih fleksibel, karena para pelukis dapat membawa easel yang praktis itu keberbagai lokasi untuk melukis di alam bebas, di samping dapat pula digunakan berkarya di studio seni lukis.

Titik tunggal dalam ukuran kecil memiliki tenaga yang cukup untuk merangsang mata kita dan dapat berperan sebagai ‘awalan’. Apabila titik digerakkan maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosok yang ditimbulkannya disebut ‘garis’. Garis dapat berupa goresan yang kita buat di atas sebuah bidang, tetapi garis dapat pula mewakili bekas roda, tiang bambu, kawat, pancaran cahaya, ruang antara dua bangunan atau dinding, dan seterusnya. Garis dapat memberikan kesan gerak, ide, atau simbol. Garis dapat diciptakan melalui (1) kontur, garis paling luar dari benda yang dilukis, (2) Batas pemisah antara dua warna atau cahaya terang dan gelap, (3) lekukan pada bidang melingkar atau memanjang lurus, (4) batas antara dua tekstur yang berlainan.

Setiap spektrum mempunyai kekuatan gelombang yang kemudian sampai pada mata kita, sehingga kita dapat melihat wama tertentu. Pada alam terdapat dua jenis penerima cahaya, yakni sebagai pemantul dan sebagai penyerab cahaya. Secara fisiologi stimulasi cahaya memantulkan warna suatu objek sehingga merangsang mekanisme mata kita, kemudian rangsangan tersebut disalurkan melalui syaraf optik ke otak, sehingga kita dapat mengenali warna itu. Secara psikologis telah terbukti bahwa warna dapat mempengaruhi kegiatan fisik maupun mental kita. Reaksi kita terhadap wama bersifat instingtif dan perseorangan, karenanya sensitivitas setiap orang juga berbeda kepada warna-warna. Pada berbagai aliran seni lukis dalam sejarah seni rupa telah dikenal manifenstasi tatawarna tertentu, seperti skema warna klasik, skema warna Rembrandt, dan lain sebagainya. Peran warna dalam kegiatan seni lukis sangat esensial, baik pada masa pra modern, masa modem, maupun masa posmodern. Pada umumnya para pelukis memanfaatkan warna untuk menyatakan gerak, jarak, tegangan, deskripsi rupa alam, naturalis, ruang, bentuk, ekspresi atau makna simbolik.

Dalam teori warna dikenal ada tiga sifat optis, optical property, yaitu: hue, value, dan saturation. Hue adalah tingkat kepekatan wama, misalnya merah, merah oranye, atau hijau, biru, biru keunguan dan seterusnya. Yang dimaksud dengan value adalah fenomena kece-merlangan dan kesuraman wama. Nilai rendah adalah warna yang cenderung suram atau kegelapan, sementara nilai tinggi adalah kecenderungan warna yang terang dan cemerlang. Misalnya gejala demikian dapat kita lihat pada skala derajat warna abu-abu dari hitam ke putih. Sedangkan saturation adalah intensitas nada warna untuk menunjukkan wama-wama menyala, dan suram. Semakin murni penggunaan warna semakin tinggi intensitasnya, sebaliknya semakin tidak murni penggunaan warna semakin rendah intensitasnya. Pada tahun 1940-an seni lukis Affandi dominan menggunakan warna-wama suram atau kusam, kemudian lukisannya berkembang kepenggunaan warnawama yang cerah.

Notasi warna, color notation, adalah sistem klasifikasi atau identifikasi warna menurut sifat-sifat optisnya. Dalam konteks ini dikenal Sistem Munsell, Sistem Ostwald, Sistem Plochere, dan Sistem Maxwell. Tatanan warna dalam the hues of the spectrum terdapat pada warna pelangi di alam. Sedangkan dalam lingkaran warna, color circle, dapat dilihat warna primer, merah, biru, dan kuning. Warna skunder, adalah hijau, ungu, oranye, ketiganya merupakan hasil pencampuran warna primer. Warna komplementer letaknya bertolak belakang pada lingkaran warna, misalnya merah dengan hijau, biru dengan oranye, dan kuning dengan ungu. Terang dan gelap diungkapkan dengan warna putih dan hitam. Sedangkan wama netral adalah warna abu-abu. Bila hue adalah nama suatu warna, value kecerahan dan kecemerlangan wama, maka chroma adalah sifat kualitas, intensitas, dan kejernihan warna.

Setelah warna primer, warna skunder, dan warna komplementer, dikenal pula warna-warna antara, intermediate color, seperti merah oranye, merah ungu, biru ungu, hijau biru, kuning hijau, dan oranye kuning. Sebenarnya dalam teori warna, jumlah warna ada delapan puluh warna.

f. Warna Hangat dan Warna Sejuk

The warm color, the cool color. Warna yang memberi efek kehangatan(panas) adalah merah, oranye dan kuning, sementara wama hijau dan biru memberikan efek yang menyejukkan(dingin).

g. Warna Kromatik dan Akromatik

Warna kromatik, chromatic color, terdiri dan warna hitam, putih, dan abu-abu, selebihnya termasuk warna akromatik, achromatic color, seperti merah, biru, kuning, hijau, oranye dan seterusnya. Dalam seni lukis penggunaan warna tunggal sering diartikan sebagai warna kromatik, sementara penggunaan warna yang meriah, menggunakan banyak warna, disebut polychromatic.

h. Warna Objek dan Warna Pigmen

Warna objek adalah warna yang terkena sinar warna spektrum, yang mengenai mekanisme mata pengamat adalah warna spektrum dengan panjang gelombang tertentu yang dipantulkan oleh objek pengamatan. Jika objeknya biru, maka warna spektrum biru panjang gelombang birulah yang diserap mata pengamat. Ini berarti pantulan warna tersebut adalah pantulan warna biru, sedangkan sisanya diserap oleh permukaan objek tersebut. Warna pigment atau coloring material yang berupa bubuk halus yang disatukan dengan zat pengikat, atau paint vehicle merupakan warna cat yang dikenal luas, seperti cat air, cat poster, cat gouache, cat tempera, cat minyak, cat akrilik, dan lain sebagainya.

Ruang, space, extens or area of ground, surface etc. Artinya, ruang adalah keluasan dari suatu bidang atau permukaan. Dalam Design Elementer disebutkan ruang bisa dikatakan bentuk dua atau tiga dimensional, bidang atau keluasan. Keluasan positif atau negatif yang dibatasi oleh limit.

Texture is quality of surface: smooth, rough, slick, grainy, soft, or hard. Kualitas taktil dari suatu permukaan, nilai kesan raba atau berkaitan dengan indra peraba. Suatu struktur penggambaran permukaan objek, seperti. buah-buahan, kulit, rambut, batu, kain, barang elektronik, dan lain sebagainya. Tekstur bisa kasar, halus, keras, lunak, berbutir, bisa juga kasar atau licin, teratur, atau tidak beraturan, sesuai dengan kualitas yang ingin diekspresikan. Jika seseorang mengamati permukaan lukisan dan mendapat kesan kasar, kemudian meraba lukisan tersebut benar-benar juga kasar. Atau sebaliknya kesan pengamatan memberi kesan halus, ketika diraba juga halus, maka jenis tekstur seperti itu disebut tekstur nyata, actual texture, karena antara hasil pengamatan dengan kenyataan memiliki kualitas yang sama. Jika seseorang mendapat kesan kasar pada pengamatan permukaan objek lukisan, sementara hasil perabaannya sesungguhnya halus, atau kesan pengamatan halus dan kesan raba kasar, maka jenis tekstur seperti ini disebut tekstur semu, simulated texture or synthetic texture, Karena antara hasil pengamatan dengan kenyataan sesungguhnya tidak sama melainkan berbeda alias tidak nyata. Biasanya tekstur seperti ini dihasilkan dari efek permainan warna, pola, nada, dan garis.

Bentuk, apakah realistik atau abstrak, representasional atau non representasional, dirancang dengan cermat dan hati-hati atau dihasilkan dengan spontan. Seni lukis, apapun jenis dan alirannya semuanya merupakan pengorganisasian elemen rupa menjadi bentuk seni. Dalam teori seni pemakaian istilah bentuk merupakan terjemahan dari shape, sedangkan istilah wujud merupakan terjemahan dari form. Bentuk biasanya diartikan sebagai aspek visual, bagian-bagian yang tergabung menjadi satu yang disebut rupa atau wujud. Dalam konteks seni rupa, wujud mengandung pengertian yang khas, yaitu yang memberikan tatanan khusus sehingga mampu mempengaruhi persepsi pengamat. Artinya wujud atau perupaan yang mampu merangsang pengalaman psikologis tertentu bagi pengamat. Dalam praktiknya istilah ini sering dipertukarkan pemakaiannya. Di Indonesia pada umumnya hanya dipergunakan istilah bentuk untuk mengartikan rupa atau wujud karya seni. Bentuk dalam pengertian seni lukis memiliki banyak segi, ada bentuk figuratif, bentuk semi figuratif dan bentuk non figuratif. Bentuk figuratif bisa menghasilkan bentuk imitatif yakni berupaya meniru segala bentuk perwujudan benda-benda alam (keindahan pegunungan, pantai, daerah pertanian, fauna, flora, potret, dalam setting alamiahnya) atau bentuk ciptaan manusia (seperti pabrik, kota, pelabuhan, café, dan lain-lain) objek ini di lukis persis seperti keadaan aslinya). Karya-karya yang dihasilkan dengan sendirinya cenderung menjadi naturalisme atau realisme. Atau jika kehadirannya dipicu oleh kehidupan bawah sadar pencipatanya, maka bisa pula menghasilkan karyakarya surealisme seperti pada karya-karya Salvador Dali, Sudibio, atau Ivan Sagito. Bentuk semi figuratif antara lain bentuk distorsif, bentuk yang telah dirubah dari bentuk asal menjadi bentuk yang lebih estetis sesuai dengan cita rasa penciptanya. Dengan gaya perseorangan yang khas bisa dihasilkan dengan teknik pemanjangan, pemendekan, peninggian, pemiringan, dan perubahan-perubahan lain dari objek yang dilukis, semuanya ditujukan untuk maksud-maksud tertentu sebagai pengungkapan pengalaman seni perseorangan. Juga dikenal bentuk geometris, teknik pelukisan yang menghadirkan bentuk-bentuk yang tertib, teratur, dengan pengulangan objek atau motif tertentu sesuai dengan kebutuhan. Bentuk dalam konteks ini bisa dihasilkan dari analisis bentuk alam menjadi bentuk dasar dengan kebebasan yang bervariasi, seperti lukisan kubisme, optical art dan sejenisnya. Karya yang dihasilkan bisa semi figuratif, dan bisa pula menjadi abstrak geometris, apabila bentuk lukisan tidak lagi menggambarkan bentuk-bentuk yang bisa diamati dalam kehidupan keseharian. Jika pelukisan menjadi bidang warna yang datar dalam karya maka bentuk-bentuk yang dihasilkan menjadi neo plastisisme, seperti karya Piet Mondrian, atau color field painting, seperti karya Ellswort Kelly. Sebaliknya jika pelukisannya disertai unsur emosi maka akan menjadi abstrak ekspresionisme seperti karya Jackson Pollock. Atau jika bentuk itu tidak berupaya mencapai efek tiga dimensional disebut bentuk dekoratif, seperti lukisan-lukisan tradisional Bali, atau karya-karya Kartono Yudhokusumo, Mulyadi W. Batara Lubis dan lain-lain.

Desain sebagai kata kerja berarti proses penciptaan objek baru sedangkan sebagai kata benda desain berarti hasil akhir sebuah proses kreatif baik dalam wujud rencana, proposal, atau karya desain sebagai objek nyata.Sebagai aktivitas reka letak atau perancangan, desain dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan benda-benda fugsional yang estetis. Proses kreasi desain mencakup (1) studi pendahuluan (2) Profil Pasar dan Segmen Konsumen. (3) Alternatif Desain, (4) Uji coba, dan (5) Standar prosedur Produksi. Pada tahap studi pendahuluan pedesain mengkaji trend produk sejenis, aspek bahan baku, teknik dan proses kreasi, susunan rupa, gaya, fungsi, harga, dari jenis desain yang akan diciptakan. Mempertimbangkan faktor kebutuhan fungsional, faktor estetis, faktor lingkungan, dan faktor kenyamanan dan keamanan masyarakat pengguna desain, baik dalam arti fisik maupun mental. Sedangkan uji coba merupakan upaya mendeteksi sejauh mana alternatif desain awal telah memenuhi kriteria standar desain. Kesimpulan dari hasil analisis dan evaluasi yang dilakukan dipergunakan untuk memperbaiki desain awal, sehingga diperoleh karya desain yang representatif dan memuaskan.

Dalam proses kreasi seorang pedesain biasanya memerlukan pengetahuan dasar tentang keselarasan, kesebandingan, irama, keseimbangan dan penekanan.

Dalam suatu desain adalah keteraturan tatanan di antara bagian-bagian desain, yaitu susunan yang seimbang, menjadi satu kesatuan yang padu dan utuh, masing-masing saling mengisi sehingga mencapai kualitas yang disebut harmoni. Faktor keselarasan merupakan hal utama dan penting dalam penciptaan sebuah karya desain.

2. Kesebandingan (proportion)

Merupakan perbandingan antar satu bagian dengan bagian lain, atau antara bagian-bagian dengan unsur keseluruhan secara visual memberikan efek menyenangkan, artinya tidak timpang atau janggal baik dari segi bentuk maupun warna.

Dalam pengertian visual dapat dirasakan karena ada faktor pengulangan di atas bidang atau dalam ruang, yang menyebabkan timbulnya efek optik seperti gerakan, getaran, atau perpindahan dari unsur yang satu ke unsur yang lain. Faktor irama ini kerap kali memandu mata kita mengikuti arah gerakan dalam karya desain.

4. Keseimbangan (balance)

Keseimbangan dapat memberikan efek formal (simetri), informal (asimetri), atau efek statik (piramid) dan dinamik (bola) efek memusat, memencar, dan lain sebagainya. Jadi faktor keseimbangan bertalian dengan penempatan unsur visual, keterpaduan unsur, ukuran, atau kehadiran unsur pada keluasan bidang-ruang terjaga bila struktur rupa serasi dan sepadan, dengan kata lain bobot tatanan rupa memberi kesan mantap dan kukuh.

Dalam merealisasi gagasan desain, adalah penentuan faktor utama yang ditonjolkan karena kepentingannya, ada faktor pendukung gagasan yang penyajiannya tidak perlu mengundang perhatian, meski kehadirannya dalam keseluruhan desain tetap penting. Prinsip penekanan dapat dilakukan dengan distorsi ukuran, bentuk, irama, arah, warna kontras, dan lain-lain.

Berkembang lewat apakah tingkat kepekaan perasaan keindahan dan kemampuan mengamati karya seni rupa?