Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid

Ciri khas bangunan masjid peninggalan sejarah Islam di Jawa yang beralkulturasi dengan kebudayaan lokal antara lain….

A. sebagian besar menggunakan kubah

B. atapnya tersusun ke atas semakin besar

C. beratap tumpang dan berlapis tiga atau lima

D. bangunan utama terbuat dari batu atau semen

E. letaknya berjauhan dari kompleks istana atau alun alun

Pembahasan:

Dilihat dari segi arsitekturnya, masjid-masjid di Indonesia kuno menampil-kan gaya arsitektur asli Indonesia, yakni dengan ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Atapnya bertingkat/tumpang dan ada puncaknya (mustaka).
  2. Pondasinya kuat dan agak tinggi.
  3. Ada serambi di depan atau di samping.
  4. Ada kolam/parit di bagian depan atau samping.
  5. Terletak didekat pusat pemerintahan
  6. Gaya arsitektur bangunan yang mendapat pengaruh Islam ialah : Hiasan kaligrafi, Kubah, dan Bentuk masjid

Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid

Jadi:

Ciri khas bangunan masjid peninggalan sejarah Islam di Jawa yang beralkulturasi dengan kebudayaan lokal antara lain…. C. beratap tumpang dan berlapis tiga atau lima

Untuk materi lebih lengkap tentang MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Kalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih

Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid

Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih

Rep: Bowo Pribadi Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fakta lain sejarah kedekatan gaya Majapahit dengan bangunan Masjid Agung Demak juga dapat diketahui dari buku Babad Demak. Menurut buku tersebut, tempat berdirinya Masjid Agung yang kini menjadi ciri khas daerah Demak ini dahulunya bernama tlatah Glagahwangi.

Daerah Glagahwangi yang merupakan kawasan rawa (payau) ini pertama kali dibuka oleh Raden Patah, putra Prabu Kertabumi atau Brawijaya V dengan putri Campa (Kamboja) yang telah masuk Islam. (Baca: Masjid Agung Demak, Simbol Akulturasi Islam di Tanah Jawa)

Raden Patah yang masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta, Surabaya, yang dikelola Sunan Ampel inilah yang kelak mendirikan Kesultanan Demak.Ia pernah diangkat menjadi adipati Demak. Dari perjalanan sejarah ini, Raden Patah diperkirakan sangat akrab dengan gaya dan arsitektur Majapahit. Sehingga, hal ini banyak dihubungkan ketika membuka lahan Glagahwangi.Sementara aksen bangunan Jawa yang sangat kental adalah empat soko guru atau tiang kokoh penyangga atap bangunan masjid yang bertumpuk. Soko guru ini juga bergaya bangunan Majapahit.Yang menarik dari Masjid Agung Demak adalah sistem struktur empat soko gurunya. Empat tiang besar setinggi 19,54 meter dan berdiametar 1,45 meter ini dipercayai merupakan 'sumbangan' empat wali penyebar Islam di Jawa.Keempat soko guru ini berdiri kokoh di ruang utama masjid yang dikonstruksi di empat penjuru arah. Soko guru barat laut merupakan sumbangan Sunan Sunan Bonang dan soko guru timur laut sumbangan Sunan Kalijaga.Sementara soko guru arah tenggara, sumbangan Sunan Ampel dan soko guru sebelah barat daya merupakan sumbangan dari Sunan Gunung Jati.Berdasarkan cerita yang disadur dari Babad Demak, soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki keunikan dibandingkan tiga soko guru lainnya.Soko ini sering disebut sebagai soko 'tatal' atau tiang yang disusun dari serpihan kayu dengan cara dipasak dan diikat menjadi batang tiang besar dengan menggunakan perekat damar. Setelah kokoh, ikatannya dilepas dan teksturnya dihaluskan.Keempat soko ini menahan beban bagian atap tertinggi. Sedangkan untuk menopang tajug yang lebih rendah, juga masih terdapat tiang di sekeliling soko guru.Ilmu arsitektur dengan membagi beban seperti ini menunjukkan teknologi dalam memakai struktur rumah Jawa, untuk membentuk bangunan yang luas dan kokoh, sudah sangat dikuasai.Di masjid ini, setidaknya ada tiga arah pintu masuk ke dalam bangunan utama masjid. Sedangkan pintu di tengah, langsung mengantarkan ke serambi masjid.Serambi masjid ini seluas 31x15 meter dan berlantaikan teraso berukuran 30x30 sentimeter yang sering disebut sebagai 'Serambi Majapahit'.Disebut serambi Majapahit karena serambi ini memiliki delapan tiang penyangga bergaya Majapahit dan diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit.Bangunan serambi ini merupakan bangunan tambahan yang dibangun pada masa Adipati Unus atau yang terkenal dengan sebutan Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor saat menjadi sultan Demak kedua pada tahun 1520.Ruang utama yang berfungsi sebagai tempat shalat jamaah, letaknya di bagian tengah bangunan. Sedangkan, mihrab atau bangunan pengimaman berada di depan ruang utama, berbentuk sebuah ruang kecil dan menghadap ke arah kiblat.Di dalam ruang utama masjid, juga terdapat pawestren atau ruangan untuk shalat bagi wanita, dengan luas 15x17,30 meter yang terletak di sisi selatan masjid.Ruang shalat wanita ini dibangun pada 1866 ketika KRMA Arya Purbaningrat menjadi adipati Demak. Atapnya berbentuk limas, disangga delapan pilar bergaya Majapahit.Masih ada napas akulturasi pada bagian interior masjid. Perubahan dari tata cara berserah kepada sang pencipta agama Hindu di ruang terbuka ke dalam masjid memunculkan ide untuk membuat interior masjid menjadi lebih luas.Kesan luas ini bisa disaksikan pada bagian ruang utama masjid yang berukuran 25x26 meter yang mampu menampung lebih dari 500 jamaah ini.Di sebelah kanan ruangan utama, terdapat ruang khalwat. Ruang perenungan berukuran 2x2,5 meter ini dulunya dipakai para penguasa Kesultanan Demak untuk memohon petunjuk Allah SWT.Hampir sekujur ruangan ini dipenuhi ukiran model Majapahit. Pada salah satu sudutnya terdapat relief aksara Arab yang memuliakan kebesaran Allah SWT. Sementara itu, di luar bangunan utama, di kompleks masjid Agung Demak juga terdapat beberapa bangunan pendukung.

Di kompleks masjid, terdapat 60 pusara makam pejuang Muslim Demak dan para pengikutnya. Antara lain, para sultan Demak, seperti Raden Patah, Pati Unus, dan Sultan Trenggono.

  • masjid agung demak
  • sejarah masjid demak

Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid

Jumlah atapnya jika berbentuk tumpang, selalu genap, bisa dua ataupun empat dan bilangan genap lainnya

KOMPAS.com - Pada zaman dulu, banyak kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia.

Beragam peninggalan kerajaan Islam pun masih bisa ditemui sekarang ini, salah satunya adalah masjid.

Masjid merupakan bangunan berukuran besar yang biasanya digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam.

Ciri-ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia

1. Atap masjid selalu bersusun

Atap masjid selalu bersusun (tumpang), semakin ke atas ukurannya semakin kecil dan bagian paling atas biasanya berbentuk limas.

Ciri-ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia seperti berikut ini, kecuali atapnya bersusun genap.

Sebab, jumlah susunan atapnya biasanya ganjil, ada yang tiga atau lima susun, seperti pada masjid Banten.

2. Didirikan di tengah kota

Masjid peninggalan kerajaan Islam biasanya didirikan di tengah-tengah kota.

Umumnya terdapat alun-alun (tanah lapang) yang terletak di sebelah utara atau selatan istana. Alun-alun tersebut merupakan tempat bertemunya raja dengan rakyat.

Sedangkan masjid adalah tempat bersatunya raja dengan rakyat sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Baca juga: Karya Sastra Peninggalan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

3. Memiliki menara

Beberapa masjid peninggalan kerajaan Islam di Indonesia dilengkapi menara di sisi kiri atau kanan sebagai bangunan tambahan untuk memberi keindahan.

Menara tersebut difungsikan sebagai tempat melakukan azan

1. Masjid Raya Baiturrahman

Beberapa tulisan tentang sejarah pembangunannya menyebut bahwa Masjid Raya Baiturrahman dibangun semasa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

Pada masa penjajahan, masjid ini juga digunakan sebagai markas pertahanan terhadap serangan musuh.

Fungsi tersebut sangat terasa semasa Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alaidin Mahmud Syah (1870-1874).

Di masjid ini sering pula diadakan musyawarah besar untuk membicarakan strategi penyerangan dan kemungkinan serangan Belanda terhadap Kerajaan Aceh Darussalam.

Karena posisinya yang sangat strategis, Masjid Raya Baiturrahman bahkan sempat dua kali dibakar Belanda.

Baca juga: Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya

2. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun oleh Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak pada abad ke-15 Masehi.

Masjid yang dipercaya pernah menjadi tempat berkumpulnya Walisongo ini terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Di dalam kompleks bangunannya terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak, termasuk makam Raden Patah dan para abdinya.

3. Masjid Sang Cipta Rasa

Masjid Sang Cipta Rasa juga dikenal sebagai Masjid Sunan Gunung Jati, lantaran letaknya di sekitar kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati di Desa Astana Gunung Jati, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Masjid peninggalan Kerajaan Cirebon ini dibangun pada 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati dengan dibantu oleh Walisongo dan beberapa tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah.

Bila dilihat dari kubahnya, masjid ini bentuknya hampir sama dengan peninggalan kerajaan Islam lainnya.

Akan tetapi, di dalamnya begitu unik karena dijumpai arsitektur bercorak Tiongkok.

Seluruh dinding masjid dihiasi porselen buatan Tiongkok berbentuk piring warna merah dan biru yang dibuat pada Dinasti Ming.

Hal ini karena istri ketiga Sunan Gunung Jati adalah putri dari seorang Kaisar Tiongkok bernama Ong Tien yang kemudian berganti nama menjadi Nyi Ratu Rara Sumanding.

Baca juga: Masuknya Islam ke Nusantara

4. Masjid Sultan Ternate

Masjid Sultan Ternate diduga telah dirintis sejak masa Sultan Zainal Abidin.

Namun ada juga yang beranggapan bahwa pembangunannya baru dilakukan pada awal abad ke-17, saat Sultan Saidi Barakati berkuasanya.

Peninggalan Kerajaan Ternate ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di kawasan timur nusantara.

Masjid Sultan Ternate terletak di dekat Kedaton Sultan Ternate.

Posisinya itu berkaitan dengan peran penting masjid dalam kehidupan beragama di Kesultanan Ternate.

Tradisi atau ritual-ritual keagamaan yang diselenggarakan kesultanan selalu berpusat di masjid ini.

Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid

Berikut peninggalan Islam yang berupa bangunan dengan ciri khas beratap tumpang lima adalah masjid
Lihat Foto

KOMPAS.com/NUR ROHMI AIDA

Bagian depan Masjid Agung Surakarta

5. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten yang dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf pada 1566 Masehi.

Meski keadaannya tidak seperti pada saat didirikan, namun kondisinya tetap terpelihara dengan baik.

Di depan masjid terdapat menara setinggi 30 meter yang dibangun 66 tahun setelah masjidnya berdiri.

Selain itu, di pekarangannya terdapat makam Sultan Maulana Yusuf.

Di dekat makam tersebut terdapat Al-Qur'an yang ditulis tangan semasa Sultan Maulana Yusuf.

Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara

6. Masjid Kotagede

Kerajaan Mataram Islam mempunyai peninggalan di dua kota, yakni di Yogyakarta dan Surakarta.

Peninggalan berupa masjid yang ada di Yogyakarta pun ada beberapa, salah satunya adalah Masjid Kotagede.

Tidak diketahui secara pasti waktu pembangunannya, tetapi masjid ini diperkirakan sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Mataram, di bawah pemerintahan Kiai Ageng Mataram.

Masjid ini konon katanya memiliki "beduk ajaib", yang dibuat oleh rakyat secara bergotong-royong, namun tidak bisa dipindahkan meski tenaga yang mengangkat bertambah banyak.

Suatu ketika, datanglah perempuan misterius yang secara ajaib mampu mengangkat beduk tersebut ke dalam masjid seorang diri.

Setelah meninggal, perempuan misterius tersebut dimakamkan di sebelah Masjid Mataram.

7. Masjid Agung Surakarta

Masjid ini adalah salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Surakarta.

Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubuwono III pada 1763 dan selesai pada 1768.

Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid ini juga difungsikan untuk mendukung keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten.

Referensi:

  • Zein, Abdul Baqir. (1999). Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.