Berikut ini merupakan tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia kecuali

Ekspor ikan hias Indonesia senilai 33 juta dolar AS pada 2019 atau naik dari 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono meyakini, industri ikan hias Indonesia akan tumbuh. Hal ini Trenggono sampaikan saat meresmikan Pusat Koi dan Maskoki Nusantara di Raiser Ikan Hias Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (7/3).

Trenggono menyebut produk ikan hias tidak hanya diminati pasar domestik, melainkan juga luar negeri. Berdasarkan catatan KKP, ucap Trenggono, ekspor ikan hias Indonesia senilai 33 juta dolar AS pada 2019 atau meningkat dari 2012 yang sebesar 21 juta dolar AS. 

"Nilai ekspor ikan hias Indonesia pada 2019 merupakan 10,5 persen dari pasar ikan hias dunia," ucap Trenggono. 

Hal ini, kata Trenggono, membuat Indonesia tak pernah absen menjadi lima besar negara pengekspor ikan hias sejak 2010 dan menjadi yang terbesar di dunia pada 2018. Trenggono mengatakan komoditas ikan hias ekspor Indonesia antara lain adalah napoleon wrasse, arwana, cupang hias, dan maskoki. Sedangkan negara tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia adalah China, Amerika, Rusia, Kanada, dan Singapura.

Trenggono mengatakan, optimalisasi potensi produksi dan ekspor ikan hias Indonesia ke pasar dunia dalam pengembangannya harus tetap memperhatikan perlindungan dan pelestarian. Ketelusuran, sertifikasi, registrasi dan prinsip kehati-hatian juga harus menjadi perhatian.“Antara ekologi dan ekonomi harus sama-sama dijaga," ucap Trenggono. 

Trenggono menyampaikan, Pusat Pengembangan dan Pemasaran Ikan Hias - Raiser Ikan Hias di Cibinong, Bogor ini ditujukan untuk mensiasati peluang pasar baru dan promosi serta lebih memacu dan meningkatkan pangsa pasar ikan hias Indonesia di dunia internasional. Kata Trenggono, raiser ikan hias ini satu-satunya fasilitas pengembangan dan pemasaran ikan hias terbesar milik pemerintah.

Trenggono berharap kehadiran raiser ikan hias di Cibinong, selain menjadi pusat pengembangan industri dan pemasaran ikan hias, juga dapat meningkatkan kualitas, menjadi penyangga stok, sarana edukasi dan pusat informasi ikan hias Indonesia.

"Perlu adanya perpaduan, baik itu kontes (ikan hias), training, dan juga pengembangan. Supaya bisa menggerakkan wisata juga," ungkap Trenggono.

Pelaku usaha ikan hias menyambut baik hadirnya Pusat Ikan Koi dan Maskoki Nusantara di Raiser Ikan Hias Cibinong. Sebab keberadaannya akan mendorong majunya industri ikan hias dalam negeri.

Reza yang sudah 15 tahun menekuni usaha ikan hias ini juga mengapresiasi keberadaan raiser ikan hias di Cibinong. Menurutnya, raiser sangat membantu komunitas dan pedagang ikan hias dalam mempromosikan maskoki juga koi.

"Dengan adanya raiser, kami sangat terbantu dalam penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan gedung yang baik, tersedianya aquarium yang sesuai standart pemeliharaan ikan hias, tersedianya air bersih yang sudah teruji untuk kadar PH dan lainnya. Kemudian tersedianya pasokan listrik yang cukup penting untuk airasi dan kelangsungan hidup ikan hias selama pameran," ujar Reza Stafanus, pemilik Reza Goldfish Farm.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti menerangkan Indonesia memiliki 4.552 jenis spesies ikan hias bahkan 440 diantaranya merupakan endemik tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Besarnya potensi sumber daya adalah anugerah bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai penggerak ekonomi nasional, penyedia lapangan kerja, dan memiliki potensi besar sebagai penghasil devisa negara," ungkap Artati.

Meski begitu, lanjut Artati, saat ini pembudidaya ikan hias Indonesia umumnya masih berskala kecil. Selain itu, jenis ikan, waktu pengiriman, dan modal yang mereka miliki cenderung terbatas. Ditambah lagi dengan kualitas produk yang relatif masih rendah. Sedangkan untuk para penangkap ikan hias endemik, kendala yang dihadapi adalah penangkapan biasanya dilakukan secara musiman dan sangat tergantung pada potensi stok ikan.

Merdeka.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas dan berkeadilan. Salah satunya dengan mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan serta meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti mengungkapkan, selama 2021, penguatan ketahanan ekonomi terlihat dari peningkatan ekspor komoditas kelautan dan perikanan. Sejak Januari – Oktober 2021 nilai ekspor produk perikanan mencapai USD4,56 miliar atau naik 6,6 persen dibanding periode yang sama tahun 2020.

Adapun negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat (45 persen), China (15 persen), Jepang (11 persen), ASEAN (9 persen), dan Uni Eropa (6 persen). Sementara itu, komoditas ekspor utama yakni Udang (40 persen), Tuna-Cakalang-Tongkol (13 persen), Rajungan-Kepiting (11 persen), Cumi-Sotong-Gurita (10 persen), dan Rumput Laut (6 persen).

"Kami perkirakan nilai ekspor produk perikanan tahun 2021 sebesar USD5,45 miliar," ujar Artati dalam konferensi pers akhir tahun, Jakarta, Rabu (8/12).

Kemudian dari sisi pengembangan wilayah untuk mengurangi kesenjangan, Ditjen PDSPKP melaksanakan program Klaster Daya Saing (KDS) atau hilirisasi industri udang. Program ini memuat fasilitasi akses pembiayaan melalui KUR, kemitraan usaha antara tambak koperasi dengan penyedia saprokan

Kemudian mempertahankan mutu pasca panen dan distribusi yang handal dan efisien, fasilitasi bantuan Pemerintah berupa sarana pasca panen, pembinaan mutu pada penanganan hasil fasilitasi sistem rantai dingin.

Hasil dari KDS telah mampu mendongkrak produksi usaha Koperasi Nelayan Paloh Jaya, Kalimantan Barat yang semula 12 ton/tahun menjadi 132 ton/tahun dalam kurun waktu 2 tahun.

"Kita juga dorong ke peningkatan ekspor dan perluasan pasar dalam negeri, kemitraan usaha antara tambak koperasi dengan UPI sebagai off-taker dan fasilitasi bussines matching hingga edukasi ekspor," kata Artati.

2 dari 3 halaman

Selain KDS, terdapat kredit usaha rakyat (KUR) untuk pengembangan wilayah dan mengurangi kesenjangan. Selama periode Januari-September 2021, penyerapan KUR melesat 69,3 persen dengan pertumbuhan jumlah debitur sebesar 58,5 persen serta pertumbuhan berdasarkan bidang usaha dibanding periode yang sama tahun 2020.

Artati merinci, di bidang budidaya terdapat peningkatan 64,4 persen, pengolahan dan pemasaran meningkat 94,03 persen, penangkapan meningkat 50,5 persen, jasa perikanan meningkat 57,4 persen. "Total dana yang akan disalurkan melalui KUR kami perkirakan mencapai Rp8 triliun di akhir tahun 2021," terang Artati.

Program lain yang dilakukan untuk mengurangi kesenjangan ialah dukungan Ditjen PDSPKP pada kegiatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Adapun bantuan yang disalurkan berupa penyediaan sarana dan prasarana gudang beku/penyimpanan ikan.

Artati menyebut koperasi/kelompok penerima bantuan rata-rata mendapatkan efisiensi biaya operasional penyimpanan hasil perikanan sebesar 30 persen - 40 persen setelah menerima bantuan sarana gudang beku portabel. Bahkan, harga jual produk terjangkau, mutu lebih terjaga, dan omzet meningkat.

3 dari 3 halaman

Selain kegiatan tersebut, Ditjen PDSPKP juga mendorong pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Biak dan Mimika. Hasilnya, terdapat peningkatan volume produksi tahun 2016 – 2020 sebesar 47,8 persen di SKPT Biak dan 42,72 persen di SKPT Mimika. 

Dampak positif lainnya, adanya keterlibatan Orang Asli Papua (OAP) dalam kegiatan usaha di kedua SKPT tersebut. Bahkan, kedua SKPT ini juga telah melakukan ekspor seperti SKPT Biak pada 28 Agustus 2021 lalu sukses melakukan ekspor perdana produk perikanan berupa tuna loin dan kepiting ke Singapura. 

Terkini, Rabu 8 Desember 2021 di SKPT Mimika melaksanakan ekspor perdana oleh PT Bartuh Langgeng Abadi dengan komoditas udang laut ke Jepang sebanyak 11,3 ton. "Kedua SKPT ini bisa kita bilang from zero to hero," ujarnya.

Kemudian, dari sisi pemasaran, Artati menegaskan jajarannya juga melakukan penguatan brand Indonesia Seafood. Dari sekian kegiatan tersebut, Artati mengaku siap untuk menyukseskan terobosan KKP terkait hilirisasi perikanan tangkap dan budidaya secara kolaboratif, integratif, partisipatif dan mempromosikan kemudahan berusaha menuju KKP rebound. 

 "Kami pun adaptif dan responsif terhadap ekosistem usaha baru seperti fasilitasi startup milenial, inovasi dan diversifikasi produk, penerapan masif GMP/SSOP, penguatan logistik dan rantai pasok serta digitalisasi dan hybrid marketing," tutupnya. [idr]

Baca juga:
KKP Dorong Ekspor Produk UMKM Lewat Kemudahan Perizinan
Ekspor Perikanan Tembus USD4,56 Miliar Hingga Oktober 2021
Luhut: Kita Punya Segala di Negara ini Tapi Hampir Seluruh Impor Alat Kesehatan Naik
Kriteria dan Syarat Pelaku Usaha untuk Dapat Pembiayaan Ekspor
Bank Indonesia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2022 Capai 5,5 Persen, ini Penopangnya
Erick Thohir: Kita Berdosa Diberi Amanah, Tapi Pola Pikir Bangsa Selalu Impor

Berikut ini merupakan tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia kecuali
Suhana

Bogor (28/01/2017). Tiga tulisan sebelumnya sudah membahas tentang pembudidaya ikan hias nasional (Lihat http://suhana.web.id/2017/01/24/ekonomi-ikan-hias-indonesia-1/), perkembangan produksi ikan hias nasional dalam periode 2009-2015 (http://suhana.web.id/2017/01/25/ekonomi-ikan-hias-indonesia-2-produksi-ikan-hias-nasional/) dan Perdagangan Ikan Hias dunia serta posisi Indonesia dalam perdagangan ikan hias dunia (http://suhana.web.id/2017/01/27/ekonomi-ikan-hias-indonesia-3-perdagangan-ikan-hias-dunia/). Dalam tulisan berikut akan dibahas perkembangan perdagangan ikan hias Indonesia di pasar Internasional.

***

Dalam periode tahun 2000-2013 volume ekspor ikan hias terlihat mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Namun demikian volume ekspor tersebut cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata volume ekspor ikan hias sekitar 2.796,95 ton per tahun dan pertumbuhan rata-rata mencapai 18,10 persen pertahun. Data UN-Comtrade (2014) menunjukan bahwa Tahun 2000 volume ekspor ikan hias tercatat sebesar 2.709,33 ton dan tahun 2013 meningkat menjadi 5.453,30 ton. Dalam periode tersebut tercatat volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2005, yaitu mencapai 5.571,07 ton. Sementara volume ekspor terendah tercatat pada tahun 2008, yaitu mencapai 1.184,328 ton.

Sementara itu volume impor ikan hias Indonesia dalam periode tahun 2000-2013 cenderung mengalami penurunan. Data UN-Comtrade (2014) menunjukan bahwa Rata-rata volume impor ikan hias Indonesia dalam periode tahun 2000 – 2013 adalah sekitar 130,36 ton pertahun. Volume impor ikan hias terbesar terjadi pada tahun 2007, yaitu mencapai 626,20 ton. Volume impor ikan hias terkecil terjadi pada tahun 2013, yaitu hanya mencapai 0,91 ton.

Nilai ekspor ikan hias Indonesia dalam periode tahun 2000 – 2013 cenderung mengalami peningkatan. Data UN-Comtrade (2014) menunjukan bahwa Nilai impor ikan hias rata-rata dalam periode tersebut tercatat sebesar 15,81 juta us $, dengan pertumbuhan mencapai 7,57 persen pertahun. Nilai ekspor ikan hias tertinggi tercatat pada tahun 2012, yaitu mencapai 29,62 juta US $, sementara nilai ekspor ikan hias terendah terjadi pada tahun 2007, yaitu hanya mencapai sebesar 8,18 juta US $. Dalam perdagangan ikan hias, nilai ekspor sangat dipengaruhi oleh harga ikan hias dipasar Internasional. Misalnya pada tahun 2005 dengan volume ekspor paling besar (5.571,07 ton), akan tetapi nilai ekspor tercatat lebih rendah dibanding tahun 2004 yang hanya mengekspor ikan hias sebesar 3.516,06 ton. Nilai ekspor tahun 2005 mencapai 14,39 juta US $, sementara nilai ekspor tahun 2004 mencapai 15,81 juta US $.

Dalam periode 2000 – 2013 neraca perdagangan ikan hias (HS 030110) menunjukan trend yang meningkat. Hal ini seiring dengan terus meningkatnya nilai ekspor ikan hias Indonesia. Rata-rata neraca perdagangan dalam periode tersebut tercatat sebesar US $ 13.462.276,78. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia dalam hal perdagangan ikan hias masih berada pada posisi net eksportir. Apalagi dalam empat tahun terakhir (2010-2013) tercatat neraca perdagangan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Data UN-Comtrade (2014) menunjukan bahwa neraca perdagangan ikan hias tahun 2000 tercatat sebesar US $ 13.314.846 dan tahun 2013 meningkat tiga kali lebih besar menjadi US $ 24.185.107.

Perdagangan ikan hias Indonesia dalam periode 2000 – 2013 terus mengalami peningkatan. Bahkan puncaknya pada tahun 2013 Indonesia dapat mengalahkan Singapore dalam posisi lima besar eksportir ikan hias dunia. Dalam Periode 2000 – 2013 nilai ekspor ikan hias (HS 030110) mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,40 persen pertahun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan nilai ekspor rata-rata untuk total ekspor ikan dan produk perikanan (HS 03) dalam periode yang sama yang hanya mencapai 5,43 persen pertahun.

Berikut ini merupakan tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia kecuali
Negara Tujuan Ekspor Ikan Hias Air Tawar Indonesia Tahun 2015

Sementara itu terkait dengan negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia dalam lima tahun terakhir, khususnya pasca pemberlakuan perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA) mengalami perubahan yang sangat signifikan. Data UN-Comtrade (2014) menunjukan bahwa negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia tahun 2009 (Sebelum CAFTA) lebih dominan ditujukan ke negara Singapore (16,598 %), Jepang (13,791 %), USA (13,764 %) dan Malaysia (10,919 %). Sementara itu pada tahun 2013 (sesudah CAFTA) sampai saat ini negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia berubah menjadi China (20,739 %), Hongkong (12,788 %), USA (11,430 %) dan Jepang (8,83 %). Sementara itu nilai ekspor ikan hias Indonesia ke Singapore mengalami penurunan drastis, pada tahun 2013 share nilai ekspor ikan hias Indonesia ke Singapore hanya sebesar 6,610 %). Pada tahun 2015 negara tujuan ekspor ikan hias air tawar juga masih didominasi ke wilayah China (Lihat Gambar).