Berikut ini adalah sastrawan atau penyair terkenal yang muncul pada masa bani abbasiyah …

Jawaban:

1. Abu Nuwas (145-198 H). Nama aslinya adalah Hasan bin Hani’. Seorang penyair naturalis yang sangat perindu, pelopor pembawa aliran baru dalam dunia sastra Aran Islam.

2. Abu ‘Athahiyah (130-211 H). Nama aslinya adalah Ismail bin Qasim bin Suwaid bin Kisan. Penyair ulung pembawa perubahan, melepaskan diri dari ikatan-ikatan lama. menciptakan gaya dan perubahan baru dalm dunia sastra.

3. Abu Tamam (wafat 232 H). Nama aslinya adalah Habib Bin Auwas Ath-Tha’i. Penyair terkenal dengan ratapannya. Memiliki kemampuan menciptakan ibarat yang dalam dan menyusun uslub yang menawan.

4. Da’bal Al-Khuza’i. (wafat 246 H). Nama aslinya adalah Da’bal Bin Ali Razin Dari Khuza’ah. Penyair besar yang berwatak kritis. Hampir semua karya sastra dan sastrawannya mendapat kritikan tajam dari penyair ini.

5. Al-Buhtury (206-285 H). Nama aslinya adalah Abu Ubadah Walid al-Bubtury al-Quhthany ath-Tha’i. Penyair pemuja dan pelukis alam mempesona.

6. Ibnu Rumy (221-283 H). Nama aslinya adalah Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang paling berani menciptakan tema-tema baru dan paling mampu mengubah sajak-sajak panjang.

7. Al-Mutanabby (303-354 H). Nama aslinya adalah Abu Thayib Ahmad bin Husin al-Kufy. Penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.

8. Al-Mu’arry (363-449 H). Nama aslinya adalah Abu A’la al-Mu’arry. Penyair berbakat yang memiliki pengetahuan luas dan menjadi kesayangan ulama, para menteri dan para pejabat pemerintahan.

Berikut ini adalah sastrawan atau penyair terkenal yang muncul pada masa bani abbasiyah …

Pada masa Dinasti Bani Umayyah hanya mengenal dunia syair sebagai titik puncak ekspresi seni, dikarenakan Bani Umayyah sangat resisten terhadap pengaruh selain Arab. Berbeda dengan zaman Abbasiyah interaksi peradaban dan budaya dengan bangsa non Arab, dimana heteroginitas (keberagaman) etnis, suku bangsa, dan bahasa yang ada dilindungi, membawa pada heterogonitas bahasa dan bentuk sastra.

Heterogenitas ini membawa pada kekayaan khazanah Islam pada masa Abbasiyah. Bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara semakin menyebar, dan mendapatkan penyeimbang dari bahasa-bahasa lainnya, seperti bahasa Persia, Turki, dan India.

Kemajemukan bahasa membuka ruang bagi tumbuh suburnya karya-karya kesusastraan. Bermunculanlah para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik puisi maupun prosa. Wilayah kajian sastra tidak hanya puisi dan prosa tetapi sudah meluas dalam bidang karya tulis lainnya. Sastrawan pada masa ini dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahuan.

Masa golden age (masa ke-emasan) Abbasiah pada berbagai bidang membawa kemajuan pesat dalam bidang sastra. Masa Abbasiyah dapat dikatakan sebagai masa keemasan kesusastraan Muslim masa klasik.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perkembangan dunia sastra pada masa Dinasti Abbasiyah, yakni :

  1. stabilitas politik, 
  2. kemajuan sektor ekonomi (kesejahteraan masyarakat), 
  3. Berkembangnya sistem pendidikan dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu pengetahuan, 4) interaksi antar budaya dan peradaban yang semakin meningkat, dan 
  4. Popularitas para sastrawan, 
  5. kualitas karya sastra semakin meningkat, dan 
  6. perkembangan variasi genre sastra, 
  7. apresiasi masyarakat dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.

a. Perkembangan Prosa Secara garis besar sastra arab dibagi atas dua bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:

1.  Kisah (Qisshah), adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah Qasirah dan Uqushah. Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.

2. Amsal (peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amsal dan kata mutiara pada masa Abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan pada hal yang berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibnu Al-Muqoffal.

3.  Sejarah (tarikh),atau riwayat (sirah). Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal. Karya sastra yang terkenal dalam bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedi kota dan negara) oleh Yaqut Al-Rumi (1179-1229). Tarikh Al-Hindi (sejarah India) oleh Al- Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah) mencakup berbagai bidang ilmu, diantaranya yang terkenal berkenaan dengan hal ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).


Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. Muncul sastrawan-sastrawan dengan berbagai karyanya:

  1. Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintisnya diantaranya Kalilab wa Dimnab, terjemahan dari bahasa Sansekerta, karya seorang filosof India bernama Baidaba, yang kemudian disalinnyadalambahasa Arab.
  2. Abdul Hamid Al-Katib, sebagai pelopor seni mengarang surat.
  3. Al-Jabidb (wafat 255H), karyanya memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan kemudian.
  4. Ibnu Qutaibab (wafat 276 H). dikenal sebagai ilmuwan dan sastrawan yang sangat cerdas dan memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
  5. Ibnu Abdi Rabbib (wafat 328 H), seorang penyair yang berbakat memiliki kecendrungan ke sajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra Arab. Karya terkenalnya adalah Al-Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan Islam.
  6. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah ‘Kisah Seribu Satu Malam’.

b. Perkembangan Puisi Para sastrawan masa Abbasiyah membuat genre sajak/puisi mengombinasikan dengan sesuatu yang bukan berasal dari tradisi Arab. Pada masa ini beberapa cirinya antara lain : 1. Penggunaan kata uslub dan ibarat baru 2. Pengutaran sajak lukisan yang hidup 3. Penyusupan ibarat filsafat 4. Kelahiran kritikus sastra pada zaman ini Tokoh penyair terkenal pada masa Bani Abbasiah adalah:
  1. Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani
  2. Abu’ At-babiyat (130-211 H)
  3. Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya Habib bin Auwas At-Toba’i, Biola pertama berasal dari Rebec yang telah digunakan oleh musisi Islam sejak abad ke-10 M. Cikal bakal biola juga diyakini berasal dari rebab, alat musik asli dari Arab. Al-Farabi merupakan penemu rebab (rebec). Dabal Al-Kbuza’i (wafat 246 H), nama aslinya Da’bal bin Ali Razin dari Kbuza’ab. Penyair besar yang berwatak kritis.
  4. Al-Babtury (206-285 H), nama aslinya Abu Ubadab Walid Al-Babtury Al-Qubtbany.
  5. Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani menciptakan tema-tema baru.
  6. Al-Matanabby (303-354 H) nama aslinya Abu Thayib Ahmad bin Husin Al-Kuft penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
  7. Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la Al-Mu’arry. Penyair berbakat dan berpengetahuan luas.
c. Perkembangan Seni Musik

Seni musik berkembang pesat di era keemasan Dinasti Abbasiyah. Hal ini tidak lepas dari gencarnya penerjemahan risalah musik dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu, sokongan dan dukungan para penguasa terhadap musisi dan penyair membuat seni musik makin berkembang. Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap musik.

Apalagi di awal perkembangannya, musik dipandang sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Boleh dibilang, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis Al-Kindi merupakan yang pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab Al-Aghani mencatat beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.

Selain itu, pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Diantara para pengarang kitab musik adalah sebagai berikut :

  1. Yunus bin Sulaiman (wafat tahun 765 M), pengarang teori musik pertama dalam Islam. Karya musiknya sangat bernilai, sehingga banyak musikus Eropa yang meniru.
  2. Kbalib bin Abmad (wafat tahun 791 M). mengarang buku-buku teori musik mengenai not dan irama. Dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik di seluruh dunia.
  3. Ishak bin Ibrahim Al-Mousuly (wafat tahun 850 M), telah berhasil memperbaiki musik jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar ‘Raja Musik’.
  4. Hunain bin Isbak (wafat tahun 873 M). berhasil menerjemahkan buku-buku teori musik karangan Plato dan Aristoteles.
  5. Al-Farabi selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para seniman dan pemusik Eropa.

Masa keemasan Abbasiyah telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Peradaban dunia ternyata tak hanya berutang budi karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang musik dan seni rupa. Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat muslim telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan.

Seni Bangunan dan Arsitektur

Perkembangan arsitektur pada masa Dinasti Bani yang berkuasa lebih dri 500 tahun telah meninggalkan warisan arsitektur Islam yang mengagumkan. Pembeda arsitektur Abbasiyah dan Umayyah adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah bercorak Arab-Romawi, sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia Tengah. Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada berikut.

a. Bangunan dan Aristektur Masjid Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam yang merupakan bentuk menonjol dari Arsitektur Islam. Beberapa mesjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas: 1. Masjid Samarra, di Baghdad.

Masjid Agung Samarra dibangun oleh Khalifah Al-Mutawakkil pada 647 M. Bangunan masjid ini sangat unik, memiliki menara berbentuk spiral tinggi 52 meter, terbuat dari batu bata bakar

Apabila datang waktu sholat muadzin menuju ke atas menara dengan menaiki jalan spiral. Hingga kini masjid unik ini masih berdiri dengan kokoh di Samarra dan menjadi masjid terbesar di dunia serta salah satu kebanggaan kebudayaan Islam.

2. Masjid Ibn Thulun Didirikan pada tahun 876 M oleh Ahmad bin Thulun, penguasa dinasti Thulun di Mesir. Masjid ini terletak di Sayyeda Zainab, Kairo dan merupakan masjid ketiga terbesar di Mesir sejak penaklukan Mesir oleh Islam. Masjid ini dihiasi oleh sejumlah ornamen khas Islam, disamping menaranya yang spesifik dengan tangga yang melingkar.

Bangunan dan Arsitektur Kota

a. Kota Baghdad

Pada 30 Juli 762 M, Khalifah Al-Mansur menemukan sebuah lokasi di tepian Sungai Tigris yang cocok untuk menjadi ibu kota baru. Khalifah memberi nama kota tersebut Madinat al-Salaam, berarti Kota Perdamaian, sekaligus menjadi nama resmi yang tercetak di koin dinar dan dirham serta dalam penggunaan resmi. Namun penduduknya menyebut nama kota itu Baghdad, nama desa terdekat dari kota tersebut.

Empat tahun sebelum pembangunan Baghdad, tepatnya pada 758 M, Al-Mansur mengumpulkan para insinyur, seniman, dan teknokrat dari seluruh negeri untuk merancang kota perdamaian. Lebih dari 100 ribu pekerja konstruksi terlibat dalam pembangunan kota itu.

Desain kotanya berbentuk lingkaran dengan istana setinggi 39 meter dan Masjid Agung sebagai pusatnya. Ketersediaan air terjamin. Dibangun kanal pengangkut air dari Sungai Tigris yang memenuhi kebutuhan kota.

Baghdad dikelilingi empat tembok besar. Baghdad tumbuh menjadi kota yang makmur dan sejahtera, bergelimang gading, emas, sutra, rempah-rempah, mutiara, serta permata dari Afrika, India, dan timur jauh. Lokasi Baghdad di tepian Sungai Tigris yang berhubungan dengan laut Arab menjadikan Baghdad pusat perdagangan.

Terinspirasi oleh perpustakaan Persia yang memiliki koleksi lengkap, Al-Mansur menginginkan adanya perpustakaan di kota baru itu. Buku-buku ilmu pengetahuan dari umat Hindu, bangsa Persia, dan Yunani kuno dikumpulkan, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang menghabiskan waktu seratus tahun.

b. Kota Samara Kota Samara pernah menjdi Ibu kota Dinasti Abbasiyah menggantikan kota Baghdad. Pembangunan besar-besaran terjadi pada zaman Khalifah Al-Mu;tasim pada 221 H/836 M. Samarra kemudian menjadi pusat pemerintahan tujuh khalifah Abbasiyah dan kota kebanggaan dengan istana-istana indahnya. Khalifah Al-Mu’tasim mendirikan istana al-Jawsaq dan Khalifah Al-Wasiq, membangun istana al-Haruni. Khalifah Al-Mutawakkil bahkan sempat membangun 24 istana, di antaranya adalah Balkawari, alArus, al-Mukhtar dan al-Wahid. Sementara Al-Mutamid, khalifah terakhir membangun istana al-Masyuq. Samarra, sekitar 124 km utara Baghdad, adalah salah satu dari empat Kota Suci Islam Irak, dan dianggap sebagai kota kuno terbesar yang diketahui di seluruh Dunia dengan reruntuhan yang megah yang memanjang sekitar 9 km dan 34 km horisontal vertikal di sepanjang timur tepi Tigris.

Bangunan dan Arsitektur Istana

Seni bangunan istana khalifah Abbasiyah mempunyai ciri khas dan gaya tersendiri, dalam pintu pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung (muqarnas hat). Pemerintah dinasti Abbasiyah adalah kota Baghdad, yang dibangun Al-Mansur (136-158 H/754-775). Tempat lokasi di tepi sungai Eufrat (Furat) dan Dajlah (Tigris). Pembangunan ini diarsiteki oleh Hajjaj bin Artbab dan Amran bin Wadldlah.

Tepat di tengah Kota Baghdad didirikan istana khalifah yang bernama Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas), melambangkan keagungan dan kemegahan, luasnya sekitar 160.000 Hasta persegi. Dibangun juga masjid raya bernama Masjid Jami' Al-Mansur, di depannya memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Tak ketinggalan dibangun perumahan penduduk, pasar, dan kantor-kantor pemerintahan.

Sekitar tahun 157 Hijriyah, Al-Mansur membangun istana baru di luar kota yang diberi nama Istana abadi (Qasbrul Khuldi) khalifah Al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri yaitu daerah otonom.