Berikut bukan tujuan dari perhitungan harga pokok produksi, yaitu


     Konsep harga pokok produksi

     Beberapa pendapat ahli mengenai konsep harga pokok produksi:

     Menurut Hansen and Mowen (2006), Harga pokok produksi merupakan jumlah biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya produksi dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead.

     Harga pokok produksi adalah biaya yang dibeli untuk proses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan (Horngren et al, 2006).

Tujuan penentuan harga pokok produksi

     Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau jasa yang siap untuk dijual dan dipakai. Penentuan harga pokok sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan dalam mengambil keputusan.

     Adapun tujuan penentuan harga pokok produksi yang lain (Akbar, 2011), diantaranya yakni:

1          a. Sebagai dasar untuk menilai efisiensi perusahaan.

2          b. Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan pimpinan perusahaan.

3          c. Sebagai dasar penilaian bagi penyusun neraca yang menyangkut penilaian terhadap aktiva.

4          d. Sebagai dasar untuk menetapkan harga penawaran atau harga jual terhadap konsumen.

5          e. Menentukan nilai persediaan dalam neraca, yaitu harga pokok persediaan produk jadi

            f. Untuk menghitung harga pokok produksi dalam laporan laba rugi perusahaan.

7          g. Sebagai evaluasi hasil kerja.

8          h. Pengawasan terhadap efisiensi biaya, terutama biaya produksi.

9           i. Sebagai dasar pengambilan keputusan.

             j. Untuk tujuan perencanaan laba.

                     Metode Menentukan Harga Pokok Produksi

     Di dalam akuntansi biaya yang tradisional, komponen-komponen harga pokok produk atau jasa terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead, baik yang bersifat tetap maupun variabel.

     Pada awal tahun 1987, activity-based costing muncul sebagai respon terhadap tekanan kompetitif yang terkena ketidakakuratan dalam akuntansi tradisional. Activity-based costing digunakan perusahaan untuk membantu melihat distorsi yang melekat pada sistem akuntasi tradisional sehingga menyebabkan perubahan dalam strategi, proses dan usaha dan posisi kompetitif dapat ditingkatkan. Dengan demikian, saat ini ada dua metode yang dapat digunakan dalam menentukan harga pokok produksi yakni: metode tradisional (full costing dan variable costing) dan metode activity-based costing, namun dalam praktiknya saat ini masih banyak perusahaan yang menggunakan metode tradisional karena proses perhitungan dengan metode ini lebih mudah dan tidak serumit activity-based costing serta tidak banyak memakan biaya.

           A.  Metode full costing

     Mulyadi (2001) menyatakan bahwa metode full costing merupakan metode penentuan biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berprilaku tetap maupun variabel.

     Bustami dan Nurlela (2006) menyatakan bahwa full costing atau sering disebut metode serapan atau konvensional merupakan suatu metode dalam perhitungan harga pokok yang dibebankan kepada produk dengan mempertimbangkan seluruh biaya produksi baik bersifat variabel maupun yang bersifat tetap.

     Sehingga, dapat dikatakan bahwa metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok yang memasukkan biaya overhead pabrik, baik yang berprilaku tetap maupun variabel. Menurut metode full costing, karena produk yang dihasilkan ternyata menyerap jasa biaya overhead pabrik tetap walaupun tidak secara langsung, maka wajar apabila biaya overhead tetap dimasukkan sebagai komponen pembentukan biaya pokok produk.

     Lebih lanjut Mulyadi (2001) menyatakan karena full costing hanya mengelompokkan biaya berdasarkan fungsi pokok produksi organisasi perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya pemasaran dan biaya pemasaran dan administrasi umum diperlakukan sebagai biaya produksi dalam full costing.

     Sehingga secara umum biaya produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur biaya produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat variabel maupun tetap) ditambah dengan biaya non produksi seperti biaya pemasaran dan biaya administrasi umum.

          B. Metode variable costing

     Variable costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berprilaku variabel ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 2009).

     Variable costing merupakan perhitungan biaya dengan menggunakan output sebagai variabel biaya produksi. Perhitungannya dengan memasukkan bahan langsung, tenaga kerja langsung dan biaya varibel overhead (Garrison et al, 2010).

     Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variable costing merupakan metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Variable costing beranggapan bahwa biaya overhead pabrik tetap tidak secara langsung membentuk produk, maka tidak relevan jika dimasukkan kedalam perhitungan biaya pokok produksi. Sebaiknya biaya overhead tetap dimasukkan kedalam kelompok biaya periode (period cost). Berdasarkan pengertian diatas maka perhitungan harga pokok dengan menggunakan metode variabel costing tampak sebagai berikut:

       Biaya Bahan Baku                                         Rp XXX

       Biaya Tenaga Kerja Langsung                            XXX

       Biaya Overhead Variabel                                    XXX

                                                                                                    +

       Harga Pokok Produksi                                   Rp XXX

     Variable costing digunakan untuk memperbaiki informasi biaya penuh produk dengan mengelompokkan biaya menurut prilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahaan volume aktivitas. Namun, karena variable costing bertujuan yang sama dengan full costing maka perbaikan yang dilakukan oleh variable costing hanya terbatas pada biaya fase produksi saja. Variable costing hanya memperhitungkan biaya penuh produk terbatas pada biaya produksi variabel saja. Biaya produksi tetap diperlakukan sebagai biaya periode. Selain itu, variabilitas biaya menurut variable costing hanya dihubungkan dengan aktivitas yang bersangkutan dengan jumlah produk yang diproduksi. Oleh karena itu, jika biaya penuh produk tidak hanya bervariasi dalam hubungannya dengan jumlah produk yang dihasilkan, namun sebagian besar yang lain bervariasi dengan aktivitas yang bersangkutan dengan batch produksi dan aktivitas yang bersangkutan dengan produk, maka biaya penuh produk dengan menggunakan variable costing tidak menggambarkan secara cermat sumber daya yang dikorbankan untuk produk (Mulyadi, 2001).

     Secara umum perhitungan biaya produk yang dihitung dengan menggunakan pendekatan variable costing, komponen perhitungannya terdiri dari unsur biaya produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead tetap, biaya pemasaran tetap dan biaya administrasi dan umum tetap).



Page 2