Bagaimana sistem pemerintahan pada masa kerajaan Hindu?

ABSTRAK. Membicarakan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, tidak bisa dilepaskan oleh adanya pengaruh agama Hindu. Konsep Negara Klasik di Indonesia dipengaruhi oleh dua pusat peradaban yaitu India dan Cina, khususnya mengenai masalah kosmis-magis, angka-angka, benda keramat, para pemimpin, geografi, posisi dan lain-lain. Sistem pemerintahan kerajaan di Bali berawal dari sejak zaman Bali Kuno sampai dengan zaman Awal Kemerdekaan. Puncak kejayaannya terjadi pada zaman Majapahit atau setelah adanya ekspedisi patih Gajah Mada berhasil menaklukkan Bali. Pengaruh agama Hindu, terutama setelah kedatangan Pendeta dari Jawa Timur : Empu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra sangat mendominasi pada perkembangan dan perbaikan segi-segi kehidupan dan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, termasuk perkembangan arsitekturnya baik pada jenis bangunan Parahyangan, Pawongan ataupun Palemahan. Pada mulanya keraton di Bali disebut dengan “Pura” seperti : Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) dan Semara Pura (Klungkung), setelah beberapa generasi kekuasaan di Klungkung dilakukanlah perubahan sebutan : Pura untuk fungsi bangunan Kahyangan / Suci dan Puri untuk fungsi bangunan Pawongan / Keraton.

Kata Kunci: sistem pemerintahan, kerajaan, arsitektur Bali

ABSTRACT.

Talking about the royal government system in Bali, it cannot be separated  by the influence of Hindu religion. The concept of classic country in Indonesia had been affected by the two centers of civilization, namely Indian and China, particularly on the issue of cosmic-magical, numbers and figures, sacred objects, leaders, geography, and other positions. System of royal government in Bali had began from the days of the Ancient Bali to Early Independence era. The peak of the victory had occured at the era of Majapahit  after the expedition of Gajah Mada in conquering Bali. Influence of Hindu religion, especially after the arrival of Reverend from East Java: Empu Kuturan and Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra was very dominating on the development and improvement of aspect of life and system of royal government in Bali. The influence also affected the development of architecture in both building types Parahyangan, Pawongan or Palemahan. At early time, mostly palaces in Bali have called "Pura" such as: Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) and Semara Pura (Klungkung), after several generations of power in Klungkung have undertaken designation change: Pura for building which has a function as a sacred place/ Kahyangan and  Puri for building which has function for Pawongan building/ palace.

Keywords: system of government, royal, architecture of Bali


Page 2

Perhatikan pernyataan berikut ini!

  1. Kekuasaan turun temurun
  2. pemilihan pemimpin didasarkan pada kemampuan
  3. kultus dewa raja
  4. pembagian wilayah ke dalam unit unti tertentu
  5. musyawarah.

Berdasarkan pernyataan di atas yang termasuk ciri system pemerintahan masa Kerajaan Hindu-Buddha ialah… .

A. 1,2 dan 3

B. 1,2 dan 4

C. 1,2 dan 5

D. 1,3 dan 4

E. 1,3 dan 5

Pembahasan:

Bagaimana sistem pemerintahan pada masa kerajaan Hindu?

Ciri dari system pemerintahan masa Kerajaan Hindu-Buddha :

  • penyelenggara pemerintahan di tingkat pusat dibagi dalam lima katagori, raja, dewan pertimbangan raja, para pejabat non kerajaan, pejabat keagamaan, dan pejabat peradilan.
  • Terdapat kultus dewa raja yakni raja merupakan titisan dari Dewa.
  • Kekuasaan diwariskan secara turun temurun.
  • Kekuasaan raja tidak terbatas.
  • Istri raja terbagi menjadi dua katagori yakni Permaisuri dan Selir. Anak laki laki dari permaisuri yang akan menggantikan ayahnya.

Kunci jawaban:

Berdasarkan pernyataan di atas yang termasuk ciri system pemerintahan masa Kerajaan Hindu-Buddha ialah… . D. 1,3 dan 4

TERIMAKASIH

Bagaimana sistem pemerintahan pada masa kerajaan Hindu?

Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih

Dalam budaya Jawa telah diwariskan konsep kepemimpinan ”hasthabrata” oleh para raja dan pujangga untuk dapat dijadikan pedoman dan diterapkan dalam melaksanakan tugasnya, mengatur bangsa dan negara. Ajaran hasthabrata berisi 8 (delapan) watak dan perbuatan delapan dewa, yaitu: Indra, Surya, Bayu, Kuwera, Baruna, Yama, Candra, dan Brama atau kosmosentris (delapan anasir jagad raya), yaitu: matahari,  bulan, bintang, awan, angin, api, laut, dan tanah. Penjelasan mengenai sikap-sikap yang harus dimiliki oleh raja adalah sebagai berikut.

  1. Seorang raja sebaiknya berperilaku seperti Dewa Indra, yaitu dewa hujan. Dia menghujani anugerah kepada rakyatnya. Seorang pemimpin diharapkan selalu memperhatinkan pendidikan orang-orang yang dipimpinnya dan selalu memberikan kesempatan kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk maju dan berkembang
  2. Raja hendaknya bersikap laiknya Dewa Yama, dewa kematian. Dia menghukum orang yang bersalah tanpa pandang bulu. Seorang pemimpin harus mampu bersifat adil dan memiliki ketegasan dalam menerapkan hukum kepada setiap orang yang dipimpinnya.
  3. Raja hendaknya bersikap seperti Dewa Bayu yaitu dewa angin. Seorang pemimpin idealn memiliki sifat keteguhan hati dan tidak mudah terhasut. Keteguhan sikapnya akan membuat rakyat yang dipimpinnya disiplin dan tidak akan berperilaku sembarangan.

Dengan demikian, 3 kebaikan dari 8 kebaikan yang harus dimiliki raja bisa dilihat dari tokoh Dewa Indra, Dewa Yama, dan Dewa Bayu.