Bagaimana proses Islamisasi di Wajo jelaskan

Bagaimana proses Islamisasi di Wajo jelaskan

Makassar, Upeks–Sejarah masuknya Agama Islam dan Islamisasi di Sulawesi Selatan merupakan hal yang fundamental dalam kajian tentang kehadiran Islam yang kini dianut mayoritas penduduk.

Strategi dakwah dan betapa besar jasa para pembawa Islam di Sulawesi Selatan seperti ungkapan yang berbunyi “bukan Makassar – Bugis, kalau bukan Islam.”

Penulis membahas sejarah kerajaan Gowa Pra Islam melalui sumber sumber tertulis, pertama Lontara, kedua sure Galigo (keadaan dan kebudayaan masyarakat Gowa), ketiga sumber Portugis yang ditulis oleh Time Pires dalam sebuah “The Suma Oriental” buku ini menceritakan *Asal usul & perkembangan kerajaan Gowa. *Kebudayaan dan kepercayaan.

*Kedatangan Bangsa Asing.

Islam masuk di Gowa pada awal abad XVII, melalui hubungan para pedagang muslim Makassar di perantauan.

Menurut teori Noordyun proses Islamisasi di Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia yaitu melalui tiga yaitu kedatangan Islam, penerimaan Islam dan penyebarannya, pendapat ini senada yang fiungkdpkan oleh H.J.de Graaf menyatakan :
“Islam di dakwahkan di Asia tenggara melalui metode pedagang muslim, para Da’i yang datang dari Hindia dan Arab terakhir kekerasan dan menaklumkan perang terhadap negara negara berhala.”

Penerimaan Islam sebagai agama kerajaan merupakan titik awal islamisasi dalam kehidupan politik dan sosial. Islamisasi tidak berarti mengubah semua pranata yang telah ada akan tetapi melengkapi pranata Islam dalam struktur pemerintahan kerajaan Gowa.

Penerimaan Islam di kerajaan Gowa disebarkan oleh mubalig Datuk Tallua memiliki persamaan konsepsi Tomanurung, sebagai Raja Gowa pertama yang sanagat dipercaya oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

Islamisasi ke berbagai daerah Nusantara tidaklah berlangsung secara bersamaan. Kedatangan Islam di Kerajaan Gowa agak lambat di banding daerah lainnya .

Penerimaan Islam di Sulawesi Selatan khususnya di Kerajaan Gowa menurut penulis sejarah Islam Sulawesi Selatan dengan pola bottom up, Islam diterima oleh elite penguasa kerajaan kemudian dikembangkan ke masyarakat.

Raja Tallo dan Raja Gowa yang pernah kali menganut Agama Islam yg dikuti oleh seluruh rakyatnya. Penyebaran Islam awalnya melalui pedagang Muslim, yang datang ke Makassar para para saudagar Melayu mendatangkan mubalig dan termotivasi untuk mengislamkan elite penguasa Kerajaan Gowa dan Tallo.

Kejelasan uraian buku ini dapat diperoleh pada perpustakaan umum/khusus perpustakaan kecamatan/kelurahan dalam wilayah Kota Makassar.

Koleksi muatan lokal milik Dinas Perpustakaan Kota Makassar.

Katalog

Penulis
Prof.Dr.Ahmad M Sewang

Halaman XVII + 206 halaman 14 x 21 cm ISBN : 978-623-226-159-4

Diterbitkan oleh Pusaka Almania.  (rls)

Kompleks makam raja-raja Gowa di Katangka. Foto: repro "Ragam Hias Beberapa Makam Islam di Sulawesi Selatan."

Hari ini dalam sejarah Islam di Nusantara, 22 September 1605 (Jumat, 9 Jumadil awal 1014 H), Raja Tallo sekaligus mangkubumi Kerajaan Gowa, I Malingkang Daeng Manyonri’, memeluk Islam. Dia mendapat nama Islam, yaitu Sultan Abdullah Awwalul Islam. Pada saat yang sama, Raja Gowa ke-14, I Manga’rangi Daeng Manrabia, juga memeluk Islam. Dia menerima nama Islam, yaitu Sultan Alauddin.

Raja Gowa dan Raja Tallo memutuskan memilih Islam dan mengundang guru agama dari Koto Tengah, Minangkabau yang berada di Aceh, untuk mengajarkan Islam di Sulawesi Selatan. Datanglah tiga mubalig yang dikenal sebagai Dato’ Tallu di Makassar atau Datu’ Tellu di Bugis, yaitu Dato’ri Bandang (Abdullah Makmur alias Khatib Tunggal), Dato’ri Pattimang (Sulaiman alias Khatib Sulung), dan Dato’ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu). Ketiganya berperan penting dalam Islamisasi di Sulawesi Selatan.

Menurut Prof. Dr. Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai Abad XVII, Sultan Alauddin kemudian mengeluarkan dekrit pada 9 November 1607 di hadapan jemaah salat Jumat bahwa Kerajaan Gowa sebagai kerajaan Islam dan pusat Islamisasi di Sulawesi Selatan. Islam menjadi agama kerajaan dan agama masyarakyat.

Advertising

Advertising

Untuk merealisasikan dekrit itu, Sultan Alauddin mengirim utusan ke kerajaan-kerajaan tetangga dengan membawa hadiah untuk para raja. Kerajaan-kerajaan yang menyambut baik antara lain Sawitto, Balanipa di Mandar, Bantaeng, dan Selayar.

Selain dengan jalan damai, menurut Ahmad, penyebaran Islam juga dilakukan dengan peperangan. Tiga kerajaan Bugis: Bone, Wajo, dan Soppeng yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe (tiga kerajaan besar), persekutuan untuk menghadapi Kerajaan Makassar, menolak seruan agar memeluk Islam. Maka, pecahlah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri dari Kerajaan Gowa dan Tallo melawan Kerajaan Bugis yang terdiri dari Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo. Menurut lontara Bugis perang itu disebut mussu selleng (perang pengislaman) yang oleh antropolog Prancis, Christian Pelras, penulis Manusia Bugis, diterjemahkan sebagai Islamic war.

“Meskipun terjadi perang dengan raja-raja Bugis yang menolak ajakan pengislaman akibat kesalahpahaman, Gowa senantiasa tetap menyebarkan Islam menurut prinsip dawah Islamiyah. Bagi masyarakat Bugis perang itu dianggap sebagai musu selleng (perang pengislaman) yang menyimpan banyak korban dan dendam,” tulis Prof. Dr. Abu Hamid dalam biografi ulama Sulawesi Selatan, Syekh Yusuf Seorang Ulama Seorang Pejuang.

Ahmad menyatakan bahwa terlepas dari motivasi yang mendorong Sultan Alauddin mengumumkan perang terhadap kerajaan-kerajaan Bugis, perang itu menguntungkan proses Islamisasi di Sulawesi Selatan sebab diiringi dengan pengislaman terhadap raja-raja yang ditaklukkan. Gowa menaklukkan Kerajaan Soppeng pada 1609, Kerajaan Wajo pada 1610, dan Kerajaan Bone 1611. Dengan Raja Bone masuk Islam, sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan telah memeluk Islam, kecuali Tana Toraja.

“Dengan demikian proses Islamisasi antara 1605 sampai 1611 merupakan periode penerimaan Islam secara besar-besaran. Setelah itu, dimulailah proses sosialisasi Islam ke dalam struktur kerajaan dan kehidupan masyarakat. Kelihatannya, proses itu berjalan dengan tidak banyak menimbulkan pertentangan. Hal ini terjadi karena sejak semula, penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja, serta atas kemampuan adaptasi yang diperlihatkan oleh para penyiar Islam,” tulis Ahmad.

sebutkan dan jelaskan bukti sejarah ditemukannya kerajaan tarumanegara!​

kebijakan yang dikeluarkan Nato apa saja?​

Apa yg dimaksud peristiwa sejarah bersifat diakronik kronologis itu?​

Apa kesimpulan kehidupan sosial dan budaya majapahit

Kata TARUMANAGARA berasal dari kata taruma dan nagara. "Taruma" berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Ci T … arum. Sedangkan, Nagara artinya kerajaan atau negara. Pertanyaannya, Tarumanagara itu berasal dari bahasa apa?

jelaskan peran tokoh-tokoh pada gambar dalam penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pasca-KMB!​

tolong dibantu ya kak beso kumpul​

Daging hewan yang sejak semula hukumnya telah halal dikonsumsi disebut .... a. halal hukmi b. halal sababi c. halal zati d. halal syar'i​

Sebutkan kebijakan Herman Willem Daendels yang masih bisa dipakai oleh warga Indonesia sampai sekarang!!!​

Saran dari pemberontakan di tii sulawesi selatan​

Bagaimana proses Islamisasi di Wajo jelaskan

Bagaimana proses Islamisasi di Wajo jelaskan
Lihat Foto

Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo

Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi benda-benda Kerajaan Gowa. Gambar diambil Jumat (13/02/2015)

KOMPAS.com - Perkembangan Islam di Sulawesi dilakukan dengan cara damai melalui saluran perdagangan dan dakwah oleh para mubalig.

Pengembangan Islam melalui jalan kekerasan atau perang baru terjadi ketika kerajaan Islam Sulawesi terbentuk.

Terbentuknya kerajaan Islam di Sulawesi berjalan beriringan dengan kondisi politik kerajaan-kerajaan Sulawesi yang mengalami kekacauan karena perebutan tahta.

Raja dan bangsawan menggunakan kekuatan Islam sebagai sarana untuk berkuasa dan pada akhirnya Islam mampu menjadi agama kerajaan.

Pada abad 17 M, Sulawesi memiliki beberapa kerajaan Islam seperti Gowa-Tallo (Makassar), Wajo (Bugis), Bone dan kerajaan kecil lainnya.

Baca juga: Kerajaan Islam di Papua

Kerajaan Gowa-Tallo menerapkan konsep dwitunggal kerajaan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, bersatunya kerajaan Gowa dan Tallo terjadi pada tahun 1603.

Sultan Alaudin (raja Gowa) bekerja sama dengan Sultan Adullah (raja Tallo) untuk menggabungkan kerajaan demi meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan kerajaan.

Corak ekonomi Gowa-Tallo adalah maritim dan perdagangan. Gowa-Tallo berperan sebagai pelabuhan transit bagi para pedagang internasional.

Pelabuhan Somba Opu (Makassar) menjadi pelabuhan transit favorit pedagang dari Timur Tengah, Asia, bahkan Eropa pada abad 15 – 17 Masehi. Kerajaan ini mendapatkan pemasukan yang besar dari aktivitas perdagangan pelabuhan Somba Opu.

Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa Tallo melakukan beberapa penaklukan terhadap kerajaan kecil di Sulawesi seperti kerajaan Bugis dan Bone. Penaklukan tersebut dilakukan untuk menambah wilayah kekuasaan dan menyebarkan Islam di Sulawesi.

Baca juga: Saluran Islamisasi Nusantara