Bagaimana peran Indonesia dan PBB dalam menyelesaikan masalah Palestina

Bagaimana peran Indonesia dan PBB dalam menyelesaikan masalah Palestina

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai peran Indonesia dalam menyelesaikan persoalan Palestina masih bersifat normatif.

Karena itu, diperlukan langkah lebih kongkret lagi dalam mendukung kemerdekaan Palestina dan mengakhiri penjajahan zionis Israel.

Hal itu disampaikan Anis Matta menanggapi pidato Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam Debat Umum Sidang Pleno ke-67 Sidang Majelis Umum PBB.

“Menyangkut masalah apa yang dilakukan pemerintah, secara normatif cukup. Tapi tidak sesuai dengan ukuran Indonesia yang besar, sebagai negara muslim terbesar di dunia,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Minggu (23/5/2021).

Menurut Anis Matta, ada dua langkah lebih efektif yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Yakni memidiasi kelompok-kelompok pejuang di Palestina dan meningkatkan peran signifiikan bagi umat Islam.

“Bersama Turki, Indonesia bisa memediasi dan memfaslitasi kelompok-kelompok pejuang Palestina, Hamas dan Fatah untuk bersatu. Peran mediasi malah dilakukan Rusia, Rusia  aktif meediasi karena memiliki aliansi dengan Iran yang mendukung kelompok perlawanan di Palestina,” katanya.

Dalam penyelesaian persoalan Palestina, lanjutnya, yang berperan aktif seharusnya Turki dan Indonesia, bukan Rusia dan Iran.  Sebab,Turki adalah pemimpin kawasan, sedangkan Indonesia adalah negara dengan penduduk Islam terbesar dunia dan model Islam moderat.

“Jadi Turki sebagai pemimpin kawasan di sana, Indonesia bisa  berperan sangat signifikan bagi dunia islam untuk melakukan negosiasi multilateral mendukung kemerdekaan bangsa Palestina dan misi menjaga perdamaian di Yerussalem,” ujarnya.

Anis Matta berharap Presiden Joko Wiidodo (Jokowi) bisa berkomunikasi dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk memulai memobilasi diplomasi global dalam menyelesaikan persoalan dan mendukung kemerdekaan Palestina.

“Negara-negara Eropa dan Amerika saat ini perlu dibantu, apalagi di tengah krisis global saat ini. Mereka tidak tahu apa yang dilakukan dalam menyelesaikan persoalan Palestina. Indonesia bisa membuka pembicaraan dengan Turki untuk melakukan diplomasi internasional,” tegasnya.

Seperti diketahui, Menlu Retno LP Marsudi dalam Sidang Pleno ke-67 Sidang Majelis Umum PBB pada Jumat (21/5/2021),  mengemukakan sejumlah langkah untuk mencapai solusi dari ketegangan Israel dan Palestina.

Dalam Sidang Pleno yang berlangsung di Markas PBB, New York, Amerika Serikat ini,  Menlu RI menegaskan kehadirannya ke Markas Besar PBB adalah demi kemanusiaan, demi keadilan masyarakat Palestina.

Seperti dikutip dari Anadolu Agency, Menlu menyampaikan, Indonesia meminta Majelis Umum PBB menghentikan kekerasan, membentuk tim internasional di Yerusalem.

Indonesia menekankan upaya negosiasi untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina harus segera dilakukan, setelah gencatan senjata antara Israel dengan Hamas.

Indonesia juga meminta PBB memastikan akses bantuan kemanusiaan ke Palestina, serta mendorong dimulainya negosiasi multilateral yang kredibel.

Peran lain Indonesia dalam diplomasi global adalah menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa Ke-5 Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Palestina dan Al-Quds Ash-Sharif pada tanggal 7 Maret 2016, di Jakarta.

KTT ini berhasil melahirkan Deklarasi Jakarta yang memaparkan  komitmen dari para pemimpin negara-negara anggota OKI untuk mengambil langkah-langkah nyata dalam menyelesaikan konflik Palestina. Juga disepakati peningkatan  bantuan finansial untuk Palestina dan mendukung program ‘Satu Muslim Satu Dollar’.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Riana

Liputan6.com, New York - Dalam upaya menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi menyampaikan tiga langkah konkret kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

"Pertama, menghentikan kekerasan dan aksi militer untuk mencegah bertambahnya korban jiwa," kata Menlu Retno Marsudi, dalam pertemuan Majelis Umum PBB ke-67 di New York, Amerika Serikat pada Kamis (20/5/2021), yang disiarkan secara langsung dalam laman UN Web TV.

"Di saat yang sama, Majelis Umum PBB juga harus menuntut adanya gencatan senjata dengan segera, yang bertahan lama, dan dihormati secara penuh," tutur Menlu Retno. 

Ia juga menyerukan, bahwa segala cara harus dilakukan, untuk segera meredakan situasi, seiring dengan dukungan terhadap upaya maksimal yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB.

Menlu Retno pun menyatakan bahwa masyarakat internasional juga harus dapat mencegah terulangnya kejahatan ini di masa depan.

Dalam hal ini, yaitu "Majelis Umum PBB harus menyerukan didirikannya keberadaan internasional di Al-Quds," jelas Menlu Retno.

"Untuk mengawasi dan memastikan keselamatan rakyat di wilayah pendudukan, dan untuk melindungi status kompleks Al-Haram, Al-Sharif, tempat suci untuk tiga agama," lanjutnya. 

Sementara dalam langkah kedua, yaitu memastikan akses kemanusiaan dan perlindungan rakyat sipil.

"Tanggung jawab utama kita adalah untuk menyelamatkan nyawa. Setiap menit yang kita lewatkan disini untuk berbicara, pada saat yang sama dapat berarti hilangnya nyawa rakyat Palestina," jelasnya.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Dalam usaha perdamaian kisruh konflik Israel-Palestina, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam hal ini menjadi mediator yang berusaha untuk mendinginkan situasi antara Palestina dan Israel. Selain dari itu, terdapat banyak resolusi yang dikemukakan oleh PBB yang mempengaruhi konflik dua negara timur-tengah ini. Mediasi yang diterapkan oleh PBB adalah usaha diplomatik yang ditujukan untuk penyelesaian konflik. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB 242 dan 338, PBB telah terlibat secara tidak langsung dalam setiap upaya negosiasi. Keterlibatan PBB telah dimulai sejak 1947, yaitu pemisahan Palestina dari Negara Yahudi dan Negara Arab melalui DK PBB Resolusi 181. Pasca meletusnya perang awal antara Israel-Arab, Negosiasi langsung ini dibuat oleh Israel untuk melindungi kepentingan dan haknya sebagai pihak yang memenangkan Six Day War, Israel beranggapan bahwa jika dilakukan bargaining dalam PBB maka kepentingan serta haknya pasti akan dibatasi. Pada proses negosiasi langsung ini Israel menyurakan permintaanya “Land for Peace” kepada Palestinian Liberation Organization (PLO).

Mulai awal konflik hingga saat ini, PBB sering dikesampingkan pernannya dalam usaha perdamaian antara Israel-Palestina. DK PBB yang memiliki tanggung jawab penuh untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan Piagam PBB, belum mampu untuk mengatasi konflik Israel-Palestina. Beberapa Negara bahkan menggunakan pengaruhnya untuk menjauhkan diri dari agenda PBB.Upaya perdamaian konflik Israel-Palestina menjadi lebih sering dilakukan oleh Majelis Umum PBB. Pada saat ini, peran krusial PBB di Timur Tengah ditangani oleh Department of Political Affairs (DPA). DPA bertanggung jawab atas segala kebijakan terhadap proses perdamaian Timur Tengah, uumnya Israel-Palestina dan memberikan dukungan dan bimbingan kepada United Nations Special Coordinator for the Middle East Peace Process (UNSCO). UNSCO mempunyai fungsi sebagai fokus politik PBB dalam mendukung proses usaha perdamaian di konflik antara Israel Palestina. UNSCO mempunyai tujuan mempromosikan koordinasi yang efektif antara Israel-Palestina dan PBB.

Keikutseraan PBB dalam mediasi kisruh yang terjadi antara Israel-Palestina sampai saat ini mendapatkan banyak aral rintang dan sebuah tantangan sejak lama bagi PBB . Tetapi, saat ini PBB mencoba menawarkan pilihan terbaik dalan upaya perdamaian konflik Israel-Palestina agar tidak berlarut-larut. PBB menawarkan tempat serta sarana mediasi bagi konflik ini, keanggotaan negara – negara liga Arab dan Israel di PBB merupakan senjata terbesar bagi PBB untuk membawa upaya perdamaian konflik ini menjadi masalah Internasional yang diperhatikan oleh Dunia Internasional. Perundingan aktor kunci selalu dikedepankan oleh PBB, serta PBB juga menjadi pengawas dalam konflik bersenjata yang terjadi. Pada ahkirnya PBB tetaplah hanya menjadi mediator, PBB berharap dengan dilakukannya banyak diplomasi serta perundingan, oleh karena itu di Israel-Palestina dapat menemukan jalan tengah dan segera mengahkiri konflik.

INSTANSI : UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA