Bagaimana langkah-langkah PEMBELAJARAN inkuiri untuk kelas IPS menurut Banks

Konsep Dasar IPS, Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD ) STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA. Pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS. Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga peserta didik sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Bahkan, banyak yang mementingkan aspek akademis dibandingkan dengan aspek-aspek non-akademis lainnya, seperti moral, atika, iman, dan taqwa.

Tugas Makalah Model Model Pembelajaran Ips Yang Kreatif

Mata Kuliah Konsep Dasar IPS

Dosen : Ratih Oktavia, M.Pd.

         

Bagaimana langkah-langkah PEMBELAJARAN inkuiri untuk kelas IPS menurut Banks
       

Di Susun Oleh :

                                         Restu Avali                     

                                         Andi Hendro Kisworo

                                         Ihsan Darmawan

FAKULTAS KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

 KUSUMA NEGARA

  JAKARTA

  2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah, rahmah dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Konsep Dasar IPS yang berjudul “Model-model Pembelajaran IPS ” ini.

Makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang model-model pembelajaran IPS untuk masyarakat khususnya mahasiswa ilmu pendidikan yang nantinya akan menghadapi anak didik agar dapat dengan tepat memberikan pembelajaran yang kreatif dan mengimplementasikannya degan baik.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah ikut andil dalam penyelasaian makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik serta saran penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.

Jakarta,  Desember 2017

                                                                                                             Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………          1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………….           2

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang……………………………………………………………………………..              3
  2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..              4
  3. Tujuan Makalah……………………………………………………………………………              4

BAB II PEMBAHASAN

  1. Model Pembelajaran IPS……………………………………………………………….            5
  2. Model-model Pembelajaran IPS dan Mengimplementasikannya………   5

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………              13
  2. Saran…………………………………………………………………………………………                 13

DAFTAR PUSAKA………………………………………………………………………………………         14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-kurikulum di Indonesia. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan keterampilan peserta didik sekolah untuk mampu beradaptasi dan bermasyarakat serta menyesuaikan dengan perkembangan dalam era globalisasi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga Negara Indonesia yang baik dan warga dunia yang efektif.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah bertujuan sebagai berikut:

  1. Mengajabarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.
  2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
  3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
  4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran yang kondusif dan menggairahkan peserta didik agar bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah. Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai guru adalah keterampilan mengembangkan model pembelajaran, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan model pembelajaran di kelas yang dapat memotivasi dan menggairahkan belajar peserta didik. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi; (2) pengetahuan pedagogic (pedagogical knowlegde) yang bisa  dilihat dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; dan (3) Keterampilan mengajar (teaching skills).

Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS. Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga peserta didik sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Bahkan, banyak yang mementingkan aspek akademis dibandingkan dengan aspek-aspek non-akademis lainnya, seperti moral, atika, iman, dan taqwa.

Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang mampu melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian model pembelajaran IPS?
  2. Apa saja model-model dalam pembelajaran IPS?
  3. Bagaimana cara mengimplemetasikan model-model pembelajaran IPS?

1.3  Tujuan Pembuatan Makalah

  1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS.
  2. Mendeskripsikan model-model pembelajaran IPS.
  3. Mengimplementasikan model-model pembelajaran IPS.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran IPS

Secara khusus, model diartikan sebagai karangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Setiap model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi. Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan diajarkan, ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi peserta didik atau tingkat kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang tersedia agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan peserta didik dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih menyenangkan.

2.2 Model-Model Pembelajaran IPS

Berikut diberikan beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan berlandaskan paradigm konstruktivistik yaitu:

  1. Model Reasoning and Problem Solving

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking. Selanjutnya, Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberpa ahli, seperti Ennis (1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck (1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpulan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencangkup dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Tujuan berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.

Dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi, kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.

Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:

  • Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
  • Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
  • Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, dedukasi logis, menulis persamaan).
  • Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri).
  • Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orsinil).

Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah sebuah metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik pribadi atau perorangan maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong sebagai berikut:

  • Mengenal adanya masalah;
  • Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
  • Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
  • Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun keunggulan metode problem solving, sebagai berikut:

  1. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
  2. Berpikir dan bertindak kreatif.
  3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
  4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
  5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
  6. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
  7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya.

Kelemahan metode problem solving, adalah sebagai berikut:

  1. Beberapa pokok pembahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
  2. Memerlukan advokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

2. Model Inquiri Training

Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk menjawab suatu masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk mengajukan pertayaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berpikir reflektif dan atau ‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971) mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut seseorang menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.

Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk mengembangkan kemampuan berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan nilai pada peserta didik dibanding dengan pendekatan klasikal atau tradisional. Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas. Pendekatan ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instruction) daripada kepada guru (teacher-centred instruction).

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:

  1. Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan.
  2. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah).
  3. Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis).
  4. Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.
  5. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang peserta didik untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Langkah-langkahinquiry adalah sebagai berikut:

  1. Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
  2. Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
  3. Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan.
  4. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
  5. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau pengujian bagi hipotesis tersebut.
  6. Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai pada tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah.

3. Model Problem-Based Intruction

          Problem-Based Intruction adalah model pembelajaran yang berandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan peserta didik dalam belajar dan pemecahan masalah otentik.

Model Problem-Based Intruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

  1. Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua atau tiga pertemuan, bisa berawal dari seleksi guru atau eksplorasi peserta didik.
  2. Guru membantu peserta didik mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survei dan pengukuran).
  3. Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya).
  4. Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program, computer, dll.).
  5. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu melibatkan administrator dan anggota masyarakat.

4. Model Pembelajaran Perubahan Koseptual

Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah, seorang peserta didik harus mematuhi aturan-aturan antara yang selaras dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Perubahan konseptual terjadi ketika peserta didik memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum pembelajaran.

Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

  1. Sajian masalah konseptual dan kontekstual.
  2. Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
  3. Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan.
  4. Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara alamiah.
  5. Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.
  6. Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta didik, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan untuk guru, peralatan demonstransi yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Dampak pembelajaran model ini adalah sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif.

5. Model Group Investigation

Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta didik hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi intrinsic, pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus mencangkup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain artinya prosedur demokratis sangat penting, kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group investigation.Model group investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

  1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topic, merumuskan permasalahan.
  2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya, siapa melakukan apa, apa tujuannya).
  3. Investigation(saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis datam membuat referensi).
  4. Organizing(anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulen).
  5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
  6. Evaluating(masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru. Sarana pendudkung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelituan yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam.

6. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)

Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau sering disebut VCT merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mengahadapi persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik.Tujuan menggunakan VCT yaitu:

  1. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.
  2. Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian target nilai.
  3. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara yang rasional (logis) dan diterima peserta didik, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik peserta didik sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
  4. Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persolan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.

7. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)

Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehariannya. Perkembangan sains dan teknologi sering kali menimbulkan dampak dalam proses perubahan masyarakat.Dengan digunakannya S-T-S dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan IPS terutama dapat menekankan segi pragmatis yaitu mengungkapkan hal-hal yang berguna dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan peserta didik.

Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
  2. Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah.
  3. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.
  4. Identifikasi bagaimana sains teknologi berdampak di masa depan.
  5. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar dll.

8. Model Portofolio

Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar konstruktivisme, yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha guru agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan peserta didik untuk :

  1. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku/bacaan dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun orang/pakar/tokoh.
  3. Membuat alternatif untuk mengatasi topic/objek yang dibahas.
  4. Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
  5. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

9. Pembelajaran Kontekstual

Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya (questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Tahap-tahap dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada tingkat sekolah adalah sebagai berikut:

  1. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih yang kontekstual dan dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.
  2. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat sebagai upaya untuk memahami konteks kehidupan peserta didik.
  3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik.
  4. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan konteks kehidupan di dalam materi yang akan diajarkan.
  5. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong peserta didik untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
  6. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di mana hasil penilaian tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya.

10. Model Inkuiri Sosial

Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan peserta didik untuk menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial, terutama sebagai latihan hidup sendiri dan langsung dalam masyarakat. Guru berperan sebagai reflector dan pembimbing yaitu memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam proses belajarnya. Terdapat tiga cirri pokok dalam model pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:

  1. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan tercipatanya suatu diskusi kelas.
  2. Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.
  3. Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.

11. Model Pembelajaran Pengambilan Keputusan

Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran pengambilan keputusan (decision making) yang dikhususkan untuk pembelajaran IPS.

Apa dan mengapa model pembelajaran pengambilan keputusan?

Makna konsep pengambilan keputusan (decision making) berkaitan dengan kemampuan berpikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta dan bukti yang ada, mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat. Apabila seseorang dihadapkan pada pilihan-pilihan tersebut maka kemungkinan jawaban yang muncul adalah pilihan yang tepat atau tidak tepat.

Banks mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam pengambilan keputusan tidaklah muncul dengan sendirinya. Pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan yang harus dibina dan dilatihkan. Bertitik tolak dari asumsi bahwa keterampilan pengambilan keputusan (decision-making-skills) dapat dibina dan dilatihkan pada siswa maka model pembelajaran ini merupaka alternatif bagi para guru dan calon guru untuk membina profresionalisme dalam proses belajar-mengajar. Savage dan Armstrong (1996) mengemukakan langkah-langkah proses pengambilan keputusan sebagai alternatif model pembelajaran dalam IPS sebagai berikut:

  • Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;
  • Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;
  • Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;
  • Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;
  • Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;
  • Membuat pilihan dari berbagai alternatif;
  • Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat pilihan.

Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula urutan langkah atau prosedur dalam pengembangan keterampilan pengambilan keputusan dengan komponen esensial sebagai syaratnya. Menurut Banks, sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan model pembelajaran pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2) metode atau cara mencapai pengetahuan.

Demikian sejumlah model pembelajaran IPS yang dapat diterapkan oleh para guru di kelas. Namun untuk melaksanakannya, guru dapat memodifikasi model-model tersebut setelah ada penyesuaian konteks lingkungan dan kondisi serta kebutuhan peserta didik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk para perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merencanakan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang berlandaskan pendekatan paradigma konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berdasarkan pada partisipasi aktif peserta didik dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Model-model pembelajaran IPS berlandaskan paradigm konstruktivisme diantaranya yaitu: Model Reasoning and Problem Solving, ModelInquiry Training, Model Problem-Based Instruction, Model Pembelajaran Perubahan Konseptual, Model Group Investigation, Model Pembelajaran VCT, Pendekatan S-T-M atau S-T-S, Model Portofolio, Pembelajaran Kontekstual, Model Inkuiri Sosial.

3.2 Saran

Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat bingung mengenai strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta didik. Maka dari itu tugas seorang guru harus mempunyai keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias, tidak merasa bosan dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih menyenangkan karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Huriah Rachmah, M.Pd. (2014). Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.Dr. Sapriya, M.Ed. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. (2011). Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Alfabeta.

[1] Depdiknas, 2006, hal. 35.

[2] Fajar, 2009, hal. 108.

[3] Budimansyah, Suparlan, & Meirawan, 2010, hal. 6.

[4] Hermawan, 2006, hal. 3.

[5] Sumiati & Asra, 2007, hal. 92.

[6] Sudjana, 2000, hal. 85-86.

[7] Rosalin, 2008a, hal. 78.

[8] Hermawan, 2006, hal. 27.

[9] Menurut Sanjaya dalam (Taniredja, Faridli, & Harmianto, 2011, hal. 87)

[10] Taniredja, Faridli, & Harmianto, 2011, hal. 88.

[11] Fajar, 2009, hal. 34.

[12] Fajar, 2009, hal. 45.

[13] Sumiati & Asra, 2007, hal. 14.