Bagaimana jika terjadi kesalahan pemotongan PPh 23?

Pembimbing: Shaufa -- Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme penentuan objek dan tarif pajak PPh pasal 23 atas transaksi penarikan royalti kepada pengguna komersial sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku serta menganalisis sanksi yang seharusnya dikenakan kepada pengguna komersial jika terjadi kesalahan pengenaan tarif. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif, jenis data berupa dokumen, catatan, peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Sumber data yaitu data sekunder, pengumpulan data yaitu literatur, buku, ketentuan perundang-undangan perpajakan, observasi, studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kegiatan penagihan royalti yang dilakukan Lembaga XYZ kepada pengguna komersial terdapat lebih dari satu interpretasi surat penegasan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga berdampak pada penentuan objek dan tarif pajak. Dalam kasus ini, didapatkan hasil bahwa pengguna komersial sudah benar melakukan kegiatan perpajakannya, maka tidak ada sanksi yang dikenakan.


Perusahaan kami telah memotong dan menyetor atas pembayaran service charge, biaya keamanan, dan lain-lain (yang merupakan bagian dari sewa gedung kantor) sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Saat ingin melapor surat pemberitahuan (SPT) masa, kami baru menyadari pembayaran tersebut seharusnya merupakan objek PPh final Pasal 4 ayat (2). Atas kesalahan pemotongan PPh ini, apa langkah yang dapat kami lakukan?

Ratna, Tangerang.

Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Ratna atas pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan Ibu, kita perlu memahami dahulu ketentuan mengenai pemotongan PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Kita dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 34/2017).

Sesuai Pasal 2 ayat (1) PP 34/2017, atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, baik sebagian maupun seluruh bangunan, yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai PPh yang bersifat final.

Selanjutnya, sesuai Pasal 3 ayat (1), atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong PPh, wajib dipotong PPh oleh penyewa. Tarif PPh finalnya adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP 34/2017.

Adapun yang dimaksud dengan jumlah bruto tersebut, diatur dalam Pasal 4 ayat (2) PP 34/2017, yang berbunyi sebagai berikut:

“Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.”

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa service charge, biaya keamanan, dan lain-lain yang merupakan bagian dari sewa gedung kantor merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang wajib dipotong, disetorkan, dan dilaporkan oleh pemotong pajak, dalam hal ini adalah perusahaan yang membayarkan service charge, biaya keamanan dan lain-lain tersebut.

Apabila terjadi kekeliruan pada penyetoran pajak, Ditjen Pajak telah menyediakan mekanisme perihal pemindahanbukuan, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (PMK 242/2014).

Dalam Pasal 16 ayat (1) PMK 242/2014 dinyatakan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Selanjutnya, Pasal 16 ayat (2) PMK 242/2014 mengatur:

“Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. Pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam BPN (Bukti Penerimaan Negara);
  2. …”

Kemudian, Pasal 16 ayat (5) PMK 242/2014 mengatur:

“Kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang tertera dalam BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP dan/atau nama Wajib Pajak, NOP dan/atau letak objek pajak, kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, nomor ketetapan, dan/atau jumlah pembayaran.”

Selanjutnya, Pasal 16 ayat (9) PMK 242/2014 mengatur:

Pemindahbukuan atas pembayaran pajak dengan SSP, SSPCP, BPN, dan Bukti Pbk tidak dapat dilakukan dalam hal:

  1. Pemindahbukuan atas SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN;
  2. Pemindahbukuan ke pembayaran PPN atas objek pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; atau
  3. Pemindahbukuan ke pelunasan Bea Meterai yang dilakukan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai digital.”

Berdasarkan hasil analisis kami, kesalahan penyetoran pajak dari setoran PPh Pasal 23 ke setoran PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk dalam kesalahan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dan Pasal 16 ayat (5) PMK 242/2014.

Karena kesalahan penyetoran pajak dalam kasus ini tidak termasuk dalam Pasal 16 ayat (9) PMK 242/2014 maka atas kesalahan penyetoran pajak tersebut dapat dilakukan pemindahbukuan.

Sesuai Pasal 17 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PMK 242/2014, permohonan pemindahbukuan diajukan ke kantor Ditjen Pajak tempat pembayaran diadministrasikan secara langsung atau melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat oleh wajib pajak penyetor, atau dalam kasus ini merupakan perusahaan Ibu. Surat permohonan pemindahbukuan tersebut harus dilampiri dengan asli dokumen BPN yang dimohonkan untuk dipindahbukukan.

Selanjutnya, Dirjen Pajak akan menerbitkan bukti pemindahbukuan dalam hal permohonan pemindahbukuan memenuhi ketentuan di atas. Bukti pemindahbukuan tersebut akan dibubuhi cap dan ditandatangani oleh kepala kantor Ditjen Pajak yang melakukan pemindahbukuan. Tanggal pembayaran pajak yang berlaku dalam bukti pemindahbukuan mengacu pada tanggal bayar yang tertera pada BPN yang diajukan pemindahbukuan.

Bagaimana apabila terjadi kesalahan dalam pemotongan PPh pasal 23?

4. Apabila terjadi kekeliruan pada pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 23, maka dilakukan pemindahbukuan (pbk) dari Setoran PPh Pasal 23 ke setoran PPh Pasal 4 ayat 2 atau sebaliknya oleh Pemotong Pajak.

Bagaimana apabila terjadi kesalahan pemotongan penyetoran pelaporan PPh?

Dalam Pasal 16 ayat (1) PMK 242/2014 dinyatakan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Apakah PPh 23 bisa pembetulan?

Membetulkan e-bupot PPh 23 Langsung saja, setelah masuk ke aplikasi e-bupot 23/26 pajakku, kita mulai langkah mengubah e-bupot PPh 23. Perubahan e-bupot 23/26 dilakukan dengan cara memilih menu menu BUPOT 23. Silakan pilih bupot yang akan dibetulkan. Lalu, klik tombol pembetulan.

Apakah bukti potong PPh 23 bisa direvisi?

Pengubahan bukti potong dapat dilakukan dengan dua cara. Yaitu mengubah bukti potong sebelum SPT PPh 23/26 dilaporkan dan mengubah bukti potong setelah SPT PPh 23/26 dilaporkan. Pengubahan atau edit elektronik bukti potong (e-bupot) ini dapat dilakukan oleh aplikasi e-bupot 23/26 pajakku.