Bagaimana cara menerapkan pendidikan multikultural

Bagaimana cara menerapkan pendidikan multikultural

oleh :

Hasan Asyhari, S.Pd., Gr.

(Alumni PPG SM-3T V Sosiologi UPI Bandung)

Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai suku, bangsa, agama, adat istiadat dan lain-lain. Hal itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari di sekitar lingkungan kita, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah nasional, kita menjumpai beragam agama, suku,  bangsa ataupun adat istiadatnya. Ini membuktikan bahwa bangsa ini memang merupakan bangsa yang majemuk dan harus kita junjung tinggi keberagaman yang ada dengan ruh yang bernama toleransi. Kondisi seperti ini mendorong terciptanya sebuah konsep yang bernama pendidikan multikural.

Pendidikan multikural sebagai wawasan dan sikap akan kemajemukan budaya baik dari latar suku bangsa, latar agama, latar profesi atau pekerjaan, latar daerah yang berbeda namun tetap menjunjung tinggi sikap toleransi. Sarana atau media yang dirasa cukup ampuh dalam mensosialisasikan pendidikan multikultural adalah lembaga pendidikan yakni sekolah, baik sekolah formal, informal maupun nonformal. Guru dan seluruh civitas akademika di sekolah harus turut berperan dalam menerapkan pendidikan ini. Apalagi dengan posisi berada pada sekolah yang terdiri atas etnis dan agama yang beragam. Sikap toleransi sebagai alternatif sikap yang harus ditonjolkan dalam keseharian di sekolah.

Guru (pendidik) yang merupakan bagian dari anggota lingkungan sekolah sangat berperan penting dalam menanam, menumbuhkan dan melestarikan keeragaman itu dengan selalu mengingatkan jiwa toleransi dan menghindari sikap diskriminatif. Melalui pendekatan dan model pembelajaran yang asyik, peserta didik (siswa) perlu diajak berdiskusi, berdialog bahkan bersimulasi bagaimana cara hidup saling menghormati dengan tulus dan toleran terhadap keberagaman agama dan budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat yang plural.

Peserta didik diajak berdialog untuk menimbulkan kepekaan terhadap aksi-aksi kekerasan yang ada, sehingga dapat menjadi feedback bagi sekolah untuk proses pembelajaran pendidikan multikultural. Juga sekolah perlu mendesain pendidikan multikultural ini agar tidak menjadi tanggungjawab guru mata pelajaran tertentu seperti mata pelajaran PPKn, Sosiologi dan Pendidikan Agama yang menjadi fundamental mata pelajaran berkarakter sikap spiritual dan sosial pada Kurikulum 2013 yang dipakai di negara Indonesia saat ini. Namun, goresan pendidikan multikultural harus terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Desain ini diharapkan dapat menjadi wadah praktik atau simulasi siswa bahkan guru di tengah kehidupan yang plural.

Guru sebagai agen sosialisasi, fasilitator dan mediator dalam proses pendidikan multikultural harus memberikan penguatan, penegasan, dan motivasi agar menjadi suatu proses yang melekat dan tertanam kuat dalam pribadi siswa, sehingga bisa dikontruksikan menjadi pengalaman dan pengetahuan yang baru tentang nilai-nilai multikultural. Sadar keberagaman di tengah pluralitas yang dilandasi jiwa toleransi yang kuat, jujur, ikhlas dan menghargai orang lain atau kelompok lain, akan menjadi benih yang indah dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, guru sebagai pendidik yang dilihat dan dicontoh oleh anak didik, tentunya juga harus memiliki karakter yang kuat dalam membangun sikap multikultural di tengah-tengah pergaulannya. Guru harus memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang mengakui keberagaman atau kemajemukan di Indonesia. Akan berbahaya jika seorang guru menciderai semangat pluralitas. Paradigma pendidikan multikultual ini sangat berguna dalam menjalin persatuan dan kesatuan bangsa dan negara yang diikat dengan semboyan bhinneka tunggal ika. Sebuah pertanyaan besar, apakah kita sebagai guru tega dan rela apabila sikap kebencian dan diskriminatif merajalela di tengah pluralitas kita?

Oleh :
William Hendri, SH.,MH
Wakil Sekretaris ICMI Kota Tanjungpinang

Pendidikan multikultural pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang beorientasi kepada penyadaran keragaman budaya pada daerah atau wilayah setempat. Menurut Farida Hanum, pendidikan multikultural merupakan “pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia, ditandai dengan melihat kondisi sosio-kultur maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Ada berbagai macam budaya, suku, etnis, ras, golongan, aliran kepercayaan, agama dan lainnya.

Dengan kondisi masyarakat Indonesia seperti ini, konflik horizontal mudah terjadi, apalagi adanya provokator yang berniat mengadu domba antar satu suku dengan suku lainnya. Perang antar suku, agama atau konflik horizontal ini pernah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Kalimantan yakni perselisihan antar suku, kemudian di Ambon yakni perselisihan antar agama. Yang sangat disedihkan sekali, ketika terjadi peledakan bom bunuh diri di beberapa gereja di Jakarta yang memakan korban tidak bersalah membuat kita semakin khawatir akan kelompok-kelompok radikal yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, apalagi pelaku bom bunuh diri juga melibatkan anak-anak.

TIMESINDONESIA, MALANG – Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan kederajatan dalam perbedaan kebudayaan-kebudayaan. Dari dasar penegertian ini dapat dikatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menekankan kesederajatan dalam perbedaan-perbedaan kebudayaan atau latar belakang siswa.

Pendidikan multikultural adalah salah satu pendekatan yang menekankan terhadap pengenalan siswa dan menghargai budaya yang berbeda dari budaya asal mereka.Dalam cakupan yang lebih luas, dalam sistem pendidikan nasional merupakan salah satu solusi bagi keragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Menurut Rodolfo Stavenhagen, pendidikan multikultural harus didiasarkan pada tujuan untuk menciptakan stabilitas dan itegrasi nasional. Untuk mewujudkan pendidikan multikultural membutuhkan telaah ulang terhadap berbagai konsep pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan, muatan kurikulum, metode pembelajaran dan berbagai konsep tentang lembaga pendidikan formal. Oleh karena itu terdapat beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pendidikan multikultural :

Menekankan Kualitas Proses Daripada Hasil; Terkait dengan upaya meningkatkan kualitas proses belajar, salah satu caranya adalah dengan tidak membebankan guru terhadap setoran target materi dalam waktu yang telah ditentukan tetapi juga dengan memberikan kebebasan bagi seorang guru untuk menentukan model pembelajaran di kelas agar guru mengetahui cara mana yang paling efektif dalam proses pembelajaran, sehingga dengan upaya ini, kualitas proses belajar siswa menjadi lebih efektif.

 Murid bukan sekedar obyek pendidikan tetapi subyek pendidikan; Murid bukan hanya sebagai peserta didik tetapi juga sebagai subyek pendidikan dimana murid diberikan kesempatan untuk menyampaikan beberapa keinginan, terkait dengan proses pendidikan yang dijalani, sehingga terjalin hubungan yang baik antara guru dan siswa yang menciptakan pembelajaran yang baik dan menyenangkan.

Mengahargai Perbedaan

Menghargai perbedaan adalah salah satu sikap yang harus dikembangkan dalam rangka mewujudkan pendidikan multikultural. Latar belakang sosial ekonomi yang berbeda merupakan aset yang sangat berharga dalam dunia pendidikan, bertujuan agar siswa dapat saling menghargai dan biasa berbeda.

Special Treatment for Special Student

Sekolah mempunyai kewajiban untuk memberikan penghargaan atas setiap prestasi yang mampu diraih oleh para siswa.Hal ini dimaksudkan untuk menodrong semangat para siswa agar berkembang sesuai dengan potensi yang siswa miliki.Sekolah tidak mempunyai hak untuk memaksa anak berkembang mengikuti program-program yang tidak dimaui anak, melainkan memberikan pelayanan terhadap potensi-potensi yang mereka miliki.Karena dengan potensi tersebut anak dapat hidup dengan layak pada mendatang.

Menerapkan Kurikulum pendidikan yang tepat

Desain kurikulum yang digunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan arah pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh sekolah dalam mendesain kurikulum adalah melibatkan masyarakat sebagai salah satu sumber belajar untuk memberikan berbagai masukan dalam penyusunan kurikulum terutama beberapa kurikulum yang berhubungan dengan muatan lokal sehingga diharapkan dengan kurikulum ini dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan.

Lebih lanjut, pendidikan Islam di sekolah pada dasarnya berusaha untuk bagaimana membina sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik itu sendiri, yang tidak hanya difokuskan pada aspek pemahaman (tentang agama) semata, tetapi bagaimana usaha pendidikan agama (Islam) mampu menanamkan perilaku khalq dan khuluqnya, dengan mengetahui ajaran agama (knowing), kemudian mempraktekkan tentang apa yang diketahuinya (doing), dan mampu beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama (being).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Menurut A. Malik Fadjar pendidikan Islam perlu untuk dikembangkan lagi ke arah : (1) pendidikan Islam Multikulturalis, yakni pendidikan Islam dikemas dalam watak multicultural, ramah menyapa pebedaan budaya, social dan agama; (2) mempertegas misi penyempurnaan akhlak (liutammima makarimalakhlak); dan (3) spiritual watak kebangsaan, termasuk spiritualisasi berbagai aturan hidup untuk membangun bangsa yang beradab.

***

*)Penulis: Kukuh Santoso, S.Pd.I, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail:

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Humas Unisma
Editor : AJP-5 Editor Team