Show
Pembahasan PertamaPembatal-pembatal Wudhu yang Disepakati UlamaHal-hal yang membatalkan wudhu ada yang disepakati ulama dan ada yang tidak disepakati. Contoh yang disepakati ulama adalah keluarnya sesuatu dari dubur maupun qubul dalam kondisi normal. Disebutkan di dalam kitab Bidayatul Mujtahid : اتَّفَقُوا فِي هَذَا الْبَابِ عَلَى انْتِقَاضِ الْوُضُوءِ مِنَ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالرِّيحِ وَالْمَذْيِ وَالْوَدْيِ لِصِحَّةِ الْآثَارِ فِي ذَلِكَ إِذَا كَانَ خُرُوجُهَا عَلَى وَجْهِ الصِّحَّةِ “Ahli Fiqih sepakat tentang batalnya wudhu disebabkan buang air kecil, buang air besar, kentut, keluarnya cairan yang bernama madzi, dan wadi ; karena riwayat-riwayat tentang hal itu shahih. Jika keluarnya benda-benda tersebut dalam kondisi normal.” Artinya jika ada seseorang yang karena organ dalam tubuhnya tidak normal ; sehingga tidak bisa menahan air kencing yang keluar setiap saat, maka dia termasuk yang dikecualikan, sehingga wudhunya tidak batal. Pembahasan ke DuaPerbedaan Pendapat UlamaMasalah ini termasuk masalah Fiqih yang cukup rumit. Sampai-sampai Al-‘Allamah Muhammad bin Isma’il As-Shan’ani di dalam kitabnya Subulus Salam mengatakan bahwa ada delapan pendapat ulama :
Pembahasan ke TigaSebab Perbedaan Pendapat Ahli FiqihMenurut Imam Ibnu Rusyd yang menyebabkan perbedaan pendapat ini adalah perbedaan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini. Di satu sisi ada hadits yang sekilas dipahami bahwa tidur tidak membatalkan wudhu sama sekali. Dan di sisi lain ada hadits yang sekilas bisa dipahami bahwa tidur membatalkan wudhu secara mutlak. Contoh hadits yang bisa dipahami bahwa tidur tidak membatalkan wudhu adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ; diceritakan bahwa Nabi tidak wudhu lagi setelah tidur. Begitu juga riwayat yang shahih tentang para sahabat Nabi yang tertidur di masjid setelah shalat, karena menunggu shalat berikutnya. Kemudian setelah iqamat dikumandangkan mereka langsung shalat tanpa wudhu lagi. Sedangkan contoh hadits yang sekilas dipahami sebaliknya, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan Shafwan bin ‘Assal ; bahwa Nabi menyebutkan tidur dalam satu rangkaian pembatal wudhu seperti buang air besar maupun buang air kecil. Pembahasan ke EmpatPendapat yang Dipilih Jumhur (Mayoritas Ulama)Mayoritas ulama memilih pendapat ; tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur dalam waktu yang lama. Sedangkan tidur dalam waktu yang sebentar tidak membatalkan wudhu. Yang adalah hal ini mayoritas ulama menggunakan metode “jam’ul adillah” yaitu menggabungkan semua dalil. Dan yang seperti ini lebih utama dibandingkan metode “tarjih” yaitu memilih salah satu dalil dan “tidak menggunakan” dalil yang dianggap lemah. Pembahasan ke LimaPendapat Imam Syafi’iImam Syafi’i berpendapat orang yang tidur wudhunya tidak batal jika dia tidur dalam posisi duduk. Pendapat ini tidak kalah kuatnya dengan pendapat mayoritas ulama. Pendapat ini didukung beberapa hadits. Misalnya hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى عَهْدِهِ – يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ حَتَّى تَخْفِقَ رُؤُوسُهُمْ، ثُمَّ يُصَلُّونَ وَ لَا يَتَوَضَّئُونَ. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ. وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِمٍ. Dari Anas bin Malik رضي الله عنه , dia berkata: “Dahulu, para sahabat Rasulullah di zamanya, mereka biasa menunggu shalat ‘Isya’ sampai kepala mereka tertunduk-tunduk (karena mengantuk). Kemudian mereka melaksanakan shalat ‘Isya’ dan tidak wudhu lagi.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Daruquthni. Dan hadits tersebut sumbernya ada di dalam ‘Shahih Muslim’) Imam Ibnu Qudamah rahimahullah juga memilih pendapat yang mirip dengan pendapat ini.Imam Ibnu Qudamah di dalam kitab ‘Al-Kafy’, menjelaskan bahwa : Tidur dalam posisi duduk dan tidak bersandar dalam waktu yang tidak lama ; tidak membatalkan wudhu. Karena tidur yang seperti ini sangat sulit dihindari, terutama bagi mereka yang sedang menunggu dilaksanakannya shalat. KesimpulanDari delapan pendapat yang disebutkan As-Shan’ani yang dipandang lebih kuat adalah pendapat mayoritas dan pendapat Imam Syafi’i. Imam Al-Khatthabi di dalam kitabnya Ma’alimus Sunan Syarh Sunan Abi Dawud juga memilih pendapat Imam Syafi’i. Alasannya karena seandainya tidur dalam posisi duduk membatalkan wudhu pasti tidak dilakukan para sahabat Nabi. Dan kenyataannya ini terjadi di zaman sahabat Nabi, ketika mereka di masjid menunggu dilaksanakannya shalat berikutnya. Sehingga hal ini merupakan dalil yang kuat, dan mendukung pendapat Imam Syafi’i. Wallahu a’lam Sumber :
Fajri Nur Seyawan, Lc Tidur tidak lelap apakah membatalkan wudhu?Imam Maliki dan Hambali berpendapat, tidur dapat membatalkan wudhu karena dianggap sebagai perbuatan yang menghilangkan akal atau ingatan. Sementara hilang akal termasuk dalam perkara yang membatalkan wudhu.
Tidur seperti apa yg membatalkan wudhu?Sama seperti gila atau pingsan, tidur dapat membatalkan wudhu karena disebut menghilangkan akal seseorang.
Apakah tidur 1 detik membatalkan wudhu?Salah satu perkara yang membatalkan wudhu seseorang adalah tidur. Mengapa demikian? Menurut para ulama, baik ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, mengatakan bahwa secara keseluruhan tidur termasuk bagian dari perkara yang membatalkan wudhu .
Apakah mengantuk bisa membatalkan wudhu?Hukum wudhu bagi orang yang mengantuk
Adapun mengantuk, maka ulama sepakat tidak membatalkan wudhu. Imam Nawawi dan Imam Zakaria Al-Anshari mengungkapkan bahwa sekiranya seseorang masih mendengar pembicaraan orang lain di sekitarnya meskipun ia tidak memahami maksudnya, maka ia mengantuk.
|