Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi. Nah, apa sih akulturasi ini?

Akulturasi sendiri merupakan suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Dalam hal ini, proses akulturasi melahirkan kebudayaan baru, yaitu kebudayaan Islam Indonesia.

Banyak hal yang terpengaruh pasca masuknya Islam ke Indonesia. Mulai dari bangunan-bangunan, seni budaya dan sastra, hingga upacara.

Seni Bangunan

Seni arsitektur Islam yang menunjukkan akulturasi dengan budaya pra-Islam antara lain makam dan masjid. Keduanya menunjukkan bentuk-bentuk akulturasi dengan kebudayaan setempat sebelumnya, yaitu kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha. Bentuk seni arsitektur yang lain, seperti keraton, benteng, dan pemandian sejauh ini tidak banyak menunjukkan akulturasi dengan seni arsitektur budaya setempat.

Seni Budaya

Pengaruh Islam tampak dalam tiga bentuk kesenian dapat dilihat dalam wujud seni budaya seperti seni tari. Terdapat seni tari di Indonesia yang mendapat pengaruh dari Islam.

Tari Debus diyakini sebagai kesenian asli masyarakat Banten yang berkembang sejak masa-masa awal Islam, yaitu semasa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus menjadi salah satu sarana penyebaran agama Islam. Pertunjukan Debus ini diawali dengan nyanyian atau pembacaan ayat-ayat tertentu dalam Al Quran serta salam (salawat) kepada Nabi Muhammad. Dewasa ini Debus sebagai seni beladiri banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.

Tari Seudati yang berasal dari provinsi Aceh adalah contoh lainnya. Tari ini adalah contoh pengaruh Islam dalam bidang seni, dimana Seudati sendiri berasal dari kata ‘syahadat’ yang berarti saksi atau bersaksi atau utusan Allah. Dalam tari Seudati, para penari menyanyikan lagu tertentu yang isinya berupa salawat terhadap Nabi. Nama lainnya adalah Saman yang berarti delapan karena permainan ini pada awalnya dilakukan oleh delapan pemain.

(Baca juga: Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia)

Tari Zapin adalah contoh tari lainnya yang mendapat pengaruh Islam. Tepatnya dari Arab, Persia, dan India sejak abad ke- 13. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan menghibur, digunakan sebagai media dakwah islamiyah melalui syair lagu-lagu Zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas.

Seni Sastra

Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu-Budha dan sastra Islam. Wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan, yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.

Bentuk-bentuk karya sastra tersebut diantaranya:

Hikayat merupakan kisah perseorangan yang diangkat dari tokoh-tokoh terkenal yang hidup pada masa itu, seperti hikayat Hang Tuah, hikayat Panji Semirang, hikayat Bayan Budiman, dan lainnya. Karya ini merupakan pengaruh dari budaya Persia.

Babad merupakan suatu karya sastra yang hidup dalam masyarakat tradisional dan lingkungan kebudayaan Jawa. Babad termasuk dalam jenis historigrafi tradisional dengan ciri utama bercampurnya unsur sejarah dan dongeng. Sebagai contoh dari babad, antara lain babad Tanah Jawi, babad Diponegoro, babad Cirebon.

Suuk merupakan kitab-kitab yang berisi ajaran tasawuf. Contoh suluk, antara lain suluk Sukarsa yang berisi tentang Ki Sukarsa yang mencari ilmu sejati untuk mendapatkan kesempurnaan hidup suluk Wujil berisi tentang kumpulan nasihat Sunan Bonang kepada Wujil, seorang bertubuh kerdil bekas abdi dalem (punggawa) Majapahit

Sistem Kalender

Sistem kalender juga mengalami perubahan dengan masuknya Islam. Pada masa Hindu-Buddha digunakan sistem kalender dengan tahun Saka. Pada masa Islam digunakan sistem kalender atau penanggalan baru dengan sistem Hijriyah.

Kalender Hijriyah diawali dengan bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah. Perhitungan satu tahun dalam Islam adalah duabelas kali siklus bulan yang berjumlah 354 hari 8 jam 48 menit dan 36 detik. Itulah sebabnya kalender dalam Islam 11 hari lebih pendek jika dibandingkan dengan kalender Masehi dan kalender-kalender lainnya yang didasarkan pada pergerakan matahari (solar kalender). Hal ini pula yang mengakibatkan sistem kalender Islam tidak selalu datang pada musim yang sama.

Tradisi dan Upacara

Terdapat tradisi dan upacara yang merupakan perpaduan antara unsur-unsur lokal, Hindu-Buddha dan Islam yang mengalami proses sinkretisasi.

Tradisi Ziarah adalah kebiasaan masyarakat Islam untuk mengunjungi tempat-tempat keramat berupa makam raja atau orang-orang penting pada hari-hari tertentu yang dimakamkan di halaman masjid. Ritual tersebut serupa dengan ritual yang dilakukan pada bangunan candi yang dianggap keramat. Demikian pula dengan makam raja-raja atau sultan, oleh masyarakat dianggap sebagai orang keramat yang memiliki kekuatan magis.

Dengan demikian, adanya kebiasaan sebagian masyarakat Islam yang padda waktu-waktu tertentu berziarah ke makam raja-raja atau orang-orang sakti yang dianggap keramat dan masjid yang dianggap keramat sesuai dengan kebiasaan masyarakat pada zaman Hindu-Buddha mengunjungi candi untuk memuja raja yang telah meninggal. Praktik tersebut membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat yang berkembang pada masa Islam masih berhubungan dengan kepercayaan masyarakat masa Hindu-Buddha dan masa praaksara.

Upacara-upacara keagamaan sebagai wujud akulturasi dengan agama Islam yang sampai saat ini masih terus dilaksanakan adalah peringatan Maulid Nabi, Isra Mikraj, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Upacara Grebeg Maulid di beberapa daerah biasanya disertai dengan membersihkan benda-benda keramat, seperti keris, tombak atau benda lainnya. Perayaan Grebek Besar dan Grebek Maulud dilakukan di Demak, Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, Banten dan Aceh.

13 November 2021 11:49

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

818

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

1

Jawaban terverifikasi

Mahasiswa/Alumni Universitas Negeri Jakarta

27 Desember 2021 10:05

Halo, Agung S. Kakak bantu jawab ya. Seni pertunjukan hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan budaya Indonesia adalah wayang, tari Seudati, dan debus. Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasan di bawah ini. Pada masa masuk dan berkembangnya agama Islam, terjadi akulturasi budaya antara budaya Islam dengan budaya lokal yang berkembang di masyarakat sebelum agama Islam memasuki Indonesia. Budaya Islam banyak memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan, salah satunya adalah seni pertunjukan. Beberapa seni pertunjukan hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia adalah sebagai berikut. • Wayang. Wayang adalah seni pertunjukan dengan menggunakan boneka yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu. Seni pertunjukan ini sebenarnya telah berkembang sejak masuknya agama Hindu-Buddha. Ketika agama Islam berkembang di Indonesia, wayang digunakan sebagai sarana dakwah dalam menyebarkan agama Islam. • Tari Seudati. Tari Seudati merupakan tarian tradisional khas Aceh. Tari ini biasanya ditampilkan oleh laki-laki. Tari ini dilakukan dengan berbagai lagu, salah satunya adalah berisi salawat nabi. • Debus. Debus ialah salah satu warisan budaya dari Kerajaan Banten. Pertunjukan debus diawali dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan salawat nabi. Semoga membantu.

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Balas

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam
Lihat Foto

Kemdikbud

Permainan Debus, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam bidang kesenian di Indonesia.

KOMPAS.com - Akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di Indonesia menjadi bagian dari perkembangan budaya Islam di Indonesia. Bentuk akulturasi tersebut adalah seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender.

Tahukah kamu bentuk akulturasi budaya Islam di bidang kesenian?

Akulturasi budaya Islam kesenian

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, pada perkembangan budaya Islam di Indonesia muncul kesenian bernafaskan Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam.

Contoh bentuk kesenian hasil akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam antara lain:

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Permainan Debus

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam
Lihat Foto

Kemdikbud

Permainan Debus adalah bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang kesenian.

Istilah debus berasal dari kata tembus. Debus adalah nama sebuah alat yang terbuat dari besi sepanjang 40 sentimeter dengan ujung runcing. Pada pangkalnya diberi alas dari kayu yang diperkuat dengan lilitan pelat baja agar tidak mudah terbelah jika dipukul.

Permainan debus diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Dalam permainan debus, besi ditusukkan ke bagian-bagian tubuh. Anehnya, pemain tidak merasakan sakit atau cedera padahal dalam keadaan sadar.

Permainan debus terdapat di daerah Banten dan Minangkabau.

Pada abad 17 Masehi (1651-1652), Sultan Agung Tirtayasa di Kesultanan Banten menciptakan bentuk latihan bagi prajurit Banten berupa latihan perang atau perkelahian dengan alat yang disebut debus, selain pedang, golok, keris, tombak dan lainnya.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Bangunan

Kesenian debus dipercaya berhubungan dengan tarikat Rifaiah yang dibawa Nuruddin Ar Raniri ke Aceh pada abad ke-16.

Para pengikut tarikat ini ketika dalam kondisi kegembiraan karena merasa bertatap muka dengan Tuhan yakin bahwa atas ijin Allah maka benda-benda tajam tidak akan melukai mereka.

Awalnya, debus berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Saat penjajahan Belanda, pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, debus untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten dalam melawan Belanda.

Pada zaman sekarang, permainan debus hanya sebagai sarana hiburan.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Ukir

Tari Seudati

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam
Lihat Foto

Antarafoto.com (Irwansyah Putra/Inasgoc/Asian Games 2018)

Penari dari Sanggar Cit Ka Geunta menampilkan gerakan lani atau lagu pada tarian tradisional Seudati di Festival Budaya Daerah di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/4/2018).

Tari Seudati adalah tarian masyarakat Aceh yang berkembang terutama di daerah pesisir. Tari Seudati termasuk jenis tari perang (tribal war dance).

Seudati berasal dari kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Sering disebut juga saman yang artinya delapan.

Biasanya tari Seudati ditampilkan leh delapan laki-laki sebagai penari utama yang terdiri dari satu syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu di sebelah kiri (apeetwie), satu orang pembantu di belakang (peet bak), dan tiga orang pembantu biasa.

Serta dua orang penyanyi yang disebut aneuk syahi sebagai pengiring tari. Biasanya para pemain menyanyikan lagu yang salah satunya berisi salawat nabi.

Baca juga: Perkembangan Islam di Indonesia

Wayang

Wayang diperkirakan sudah ada sejak 1500 SM yang berfungsi sebagai medium untuk mendatangkan arwah leluhur yang disebut hyang atau dahyang.

Ketika agama Hindu dari India masuk ke nusantara, wayang berkembang mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana.

Sedangkan pada perkembangan budaya Islam, di Jawa wayang digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

Pada 1443, Sunan Kalijaga mengusulkan pada para wali untuk menciptakan wayang purwa dengan bahan kulit kambing yang kemudian dikenal sebagai wayang kulit.

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam

Apakah tari ngremo termasuk akulturasi budaya Islam
Lihat Foto

Kemdikbud

Wayang kulit, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam bidang kesenian.

Wayang menjadi bukti akulturasi antara budaya pra-Islam dengan budaya Islam. Tokoh yang berperan adalah para ulama seperti Wali Songo dan penguasa lokal yang memeluk agama Islam. Terutama Sunan Kalijaga dan putranya, Sunan Panggung.

Meski cerita wayang masih mengisahkan epik India Hindu-Budha tetapi setelah akulturasi dengan budaya Islam, kesenian wayang mengandung ajaran Islam (tarekat).

Selain wayang kulit, berdasarkan cerita Amir Hamzah kemudian dikembangkan pertunjukan wayang Golek.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.