Apakah perbedaan mendasar dari konsep model sistem sosial Hoy dan Miskel dan Getzel dan Guba

ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan yang dibimbing oleh

Drs. Maman Rusmana, M.Pd

Apakah perbedaan mendasar dari konsep model sistem sosial Hoy dan Miskel dan Getzel dan Guba

Disusun oleh,

Kelompok 1

English Education Department

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) GARUT

Jl. Pahlawan – Sukagalih Tel. 0262-233556 Garut

2011

Anggota Kelompok:

  1. Asep Rijal (09222041)
  2. Elsa Fuji Nurmalita (09221113)
  3. Ferly Angga Putra (10223019)
  4. Firmansyah (09221059)
  5. Ilma Yulianti (09222053)
  6. Nenden Muliasari (09221110)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, disertai puja-puji persembahkan kepada-Nya jua. Shalawat sejahtera bagi Nabi besar Muhammad SAW beserta handai tolan, sanak kerabat, sahabat rasul yang mulia, sampai pada kita para pengikutnya. Hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan Judul “Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Garut. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, kecil kemungkinan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Yth. Dosen pembimbing Bapak Drs. Maman Rusmana, M.Pd

Yth. Responden Ibu Hj. Ai Rostini, S.Ag dan staff-staffnya

Sahabat-sahabat seperjuangan di kelas B beserta seluruh Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Tingkat II yang telah banyak membantu.

Semoga Allah SWT akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Garut, Maret 2011

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………    i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………..   ii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang …………………………………………………………………………   1
  2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………..   3
  3. Tujuan Penyusunan ……………………………………………………………………   4
  4. Kegunaan Penyusunan ………………………………………………………………   4
  5. Sistematika Penyusunan …………………………………………………………….   5

BAB II KAJIAN TEORITIS

  1. Organisasi ………………………………………………………………………………..   7
    1. Definisi Organisasi …………………………………………………………   7
    2. Teori-teori Umum Organisasi …………………………………………..   8
    3. Komponen Organisasi …………………………………………………….  15
    4. Macam-macam Organisasi ……………………………………………….  16
    5. Prinsip-prinsip Organisasi ………………………………………………..  17
    6. Fungsi dan Tujuan Pengorganisasian …………………………………  18
    7. Faktor yang Mendasari Kegiatan Organisasi ………………………  24
    8. Organisasi Sekolah …………………………………………………………  25
    9. Pentingnya Organisasi Sekolah ………………………………………..  27
    10. Contoh-contoh Susunan Organisasi ………………………………….  28
    11. Kepemimpinan ………………………………………………………………………….  31
      1. Pengertian ……………………………………………………………………..  31
      2. Kepemimpinan Pendidikan ……………………………………………..  32
        1. i.      Fungsi Pemimpin Pendidikan ………………………………..  32
        2. ii.      Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan ……………………..  32
        3. iii.      Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan ……………………….  33
        4. iv.      Keterampilan yang Harus dimiliki Seorang Pemimpin ……. 34
        5. v.      Pendekatan Teori Kepemimpinan …………………………..  35
        6. vi.      Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan …………………  36
        7. vii.      Model-model Kepemimpinan dalam Pendidikan ……..  42
        8. viii.      Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan ………..  47
        9. ix.      Daya Kompertensi Wanita Dalam Kepemimpinan ……  48
        10. x.      Pengkaderan Wanita Pemimpin ……………………………..  49
        11. xi.      Wanita Pemimipin Pendidikan Pascamodernisme …….  50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  1. Definisi Operasional ………………………………………………………………….  52
  2. Metode yang Digunakan ……………………………………………………………  52
  3. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………………. 53
  4. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………………….  54

BAB IV PEMBAHASAN

  1. Pentingnya Organisasi untuk Kelancaran Manajemen Sekolah di MTs. Mu’alimin Mu’alimat Muhammadiyah Garut ….  55
  2. Pengelolaan Organisasi di Sekolah MTs. Mu’allimin Mu’allimat  Muhammadiyah Garut      55
  3. Hubungan Kepemimpinan dengan Organisasi ………………………………  56

BAB V PENUTUP

  1. Kesimpulan ………………………………………………………………………………  58
  2. Saran ……………………………………………………………………………………….  59

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama oleh warga sekolah, diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidikan yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan orang tua murid/masyarakat yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-programnya jika orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya. Agar anggota dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengarahkan segala sumber daya dan membawa organisasi pendidikan (sekolah) menuju ke arah pencapaian tujuan.

Dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemimpin dan orang yang dipimpinnya, serta perilaku organisasi yang dijalankannya. Agar organisasi dan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh pemimpin dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan efesien, salah satu tugas yang harus dilakukan adalah mengawal dan mengarahkan perilaku organisasi dalam memberikan kepuasan kepada orang yang dipimpinnya.

Sebuah organisasi pendidikan hendaknya memiliki pemimpin, dalam hal ini kepala sekolah  yang merupakan motor penggerak, penentu arah setiap kebijakan-kebijakan, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan pendidikan selalu melibatkan upaya seorang kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku organisasi, para pengikut/guru dalam suatu situasi. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dia bukan saja harus memiliki wibawa tetapi harus memiliki kesanggupan untuk menggunakan wibawa ini terhadap para guru supaya diperoleh kinerja guru yang baik. Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan arah perilaku organisasi dan azas-azasnya. Diantaranya adalah pembagian tugas. Yang perlu diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini adalah kemampuan dari individu-individu yang diserahi tugas. Dengan demikian dalam suatu organisasi perlu adanya manajemen efektif yang mampu mengarahkan dan membina perilaku organisasi.

Dari uraian tersebut di atas, maka perilaku suatu organisasi dapat berpengaruh sangat besar dalam pencapaian tujuan/ visi dan misi suatu organisasi maupun dalam tatanan hidup di masyarakat. Robbins (2002). Menjelaskan perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.

Atas pemahaman tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen dalam suatu organisasi merupakan suatu keahlian menggerakkan dan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian aktifitas dari kegiatan organisasi ditentukan oleh peran seorang pemimpin dan dibantu oleh individu-individu yang menjadi bawahannya. Di setiap lembaga satuan pendidikan tentu mempunyai seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru, serta karyawan sebagai bawahannya.

Pemimpin oleh Winardi (2004:304) didefinisikan sebagai berikut :

“Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu “.

Dari pendapat tersebut pengertian pemimpin mewujudkan adanya kemampuan untuk menggerakkan, membimbing, memimpin dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain. Jadi bila ditarik kesimpulan dari pendapat diatas, pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi, menggerakkan, menumbuhkan perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, tauladan yang baik serta kegairahan kerja terhadap orang lain. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di satuan pendidikan merupakan pemimpin formal, artinya dia diangkat secara formal (Formally Designated Leader) oleh organisasi yang bersangkutan atau organisasi yang menjadi atasannya.

Guru (pendidik) menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 adalah : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan/lulusan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, dan gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan merasa senang dan cocok dengan gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala sekolah. Realitas menunjukan bahwa kreatifitas dan kinerja guru yang ada di sebuah lembaga pendidikan bergantung dari bagaimana peran seorang kepala sekolah dalam memberi kebijakan atau perintah kepada guru. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk menerapkan kepemimpinan secara benar dan konsekwen. Karena kepemimpinan inilah yang nantinya banyak mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

  1. Seberapa pentingnya fungsi organisasi dalam instansi sekolah?
  2. Bagaimana proses pengelolaan organisasi dalam satua pendidikan?
  3. Bagaimana hubungan antara pemimpin dengan organisasi sekolah?

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan yang dibina oleh Drs. Maman Rusmana M.Pd sebagai salah satu tugas pada semester genap di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Garut.

  1. Bagi penulis
    1. Memberikan pengalaman dalam proses tulis menulis.
    2. Menambah wawasan tentang keorganisasian dan kepemimpinan pendidikan.
    3. Meningkatkan dan menambah keberanian dalam berhubungan dengan masyarakat luar, khususnya narasumber dalam penyusunan makalah.
    4. Meningkatkan kekompakan antar sesama kelompok.
    5. Bagi masyarakat
      1. Sebagai referensi atau pedoman bagi pembaca dalam proses tulis menulis.
      2. Memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai keorganisasian dan kepemimpinan di sekolah.
      3. Bagi pemerintah
        1. Sebagai bahan kritik membangun demi perbaikan di masa depan.
        2. Membantu pemerintah dalam proses penyuluhan masalah keorganisasian di satuan pendidikan.
  1. J. Sistematika Penyusunan

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
  2. Rumusan Masalah
  3. Tujuan Penyusunan
  4. Kegunaan Penyusunan
  5. Sistematika Penyusunan

BAB II KAJIAN TEORITIS

  1. Organisasi
    1. Definisi Organisasi
    2. Teori-teori Umum Organisasi
    3. Komponen Organisasi
    4. Macam-macam Organisasi
    5. Prinsip-prinsip Organisasi
    6. Fungsi dan Tujuan Pengorganisasian
    7. Faktor yang Mendasari Kegiatan Organisasi
    8. Organisasi Sekolah
    9. Pentingnya Organisasi Sekolah
    10. Contoh-contoh Susunan Organisasi
    11. Kepemimpinan
      1. Pengertian
      2. Kepemimpinan Pendidikan
        1. i.      Fungsi Pemimpin Pendidikan
        2. ii.      Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan
        3. iii.      Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan
        4. iv.      Keterampilan yang Harus dimiliki Seorang Pemimpin
        5. v.      Pendekatan Teori Kepemimpinan
        6. vi.      Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan
        7. vii.      Model-model Kepemimpinan dalam Pendidikan
        8. viii.      Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
        9. ix.      Daya Kompertensi Wanita Dalam Kepemimpinan
        10. x.      Pengkaderan Wanita Pemimpin
        11. xi.      Wanita Pemimipin Pendidikan Pascamodernisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  1. Definisi Operasional
  2. Metode yang Digunakan
  3. Teknik Pengumpulan Data
  4. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN

  1. Pentingnya Organisasi untuk Kelancaran Manajemen Sekolah di MTs. Mu’alimin Mu’alimat Muhammadiyah Garut
  2. Pengelolaan Organisasi di Sekolah MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut
  3. Hubungan Kepemimpinan dengan Organisasi

BAB V PENUTUP

BAB II

KAJIAN TEORITIS

  1. A. Organisasi

Organisasi adalah suatu sistem interaksi antar orang yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi, dimana sistem tersebut memberikan arahan perilaku bagi anggota organisasi. Definisi ini menekankan pada keharusannya sebuah organisasi didasarkan kepada interaksi sosial diantara anggotanya dan anggota dengan lingkungannya supaya tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif  dan efisien.

Para ahli mendefinisikan organisasi didasarkan pada sudut pandang dan waktu ketika para ahli mendefinisikan. Hal ini disebabkan karena koneksitas organisasi yang tidak terbatas antara unit-unti organisasi dengan lingkungannya.

  1. Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996:6) mendefinisikan organisasi sebagai wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Mereka menyimpulkan bahwa organisasi adalah suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian tertentu.
  2. Stephen P. Robbins (1994:4) mendefinisikan organisasi sebagai kesatuan (entity) social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat terus menenerus untuk mencapai suatu tujuan bersama. Ribbons lebih menekankan bahwa organisasi suatu system social yang perlu dikoordinsi dalam arti perlu manajemen.
  3. Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2001:1) menelusuri kajian oragsnisasi dalam tiga pandangan, yaitu rational, natural, dan open system.

A rational-systems perspectives views organization as formal instruments designed to achieve organizational goals;structure is the most important feture. Menurut pandangan rasional (logika) organisasi merupakan instrument yang dibuat untuk mencapai tujuan organisasi dan struktur merupakan aspek yang paling utama.

A natural-system perspective views organization as typical social groups intent on surviving; people are the most important aspect. Dalam pandangan system natural (alamiah) Robbins memandng organisasi sebagai kelompok social khusus yang bertujuan untuk pertahanan: orang-orang merupakan aspek yang peling penting.

An open-systems perspective has the potential to combine rational and natural elements in the same framework and provide a more complete perspective. Hal ini berarti organisasi merupakan sebuah system terbuka sebagai sesuatu yang potensial untuk menggabungkan komponen rasional dan natural dalam satu kerangka dan memberikan satu pandangan yang lebih lengkap.

  1. Oteng Sutisna (1993:205). Organisasi merupakan mekanisme yang mempersatukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan.“ Definisi ini menekankan pada mekanisme kerja dam organisasi untuk mencapaitujuan organisasi.
  2. Drs. M. Manullang. Organisasi dalam arti dinamis (pengorganisasian) adalah suatu proses penetapan dan pembagian pekerjaan yang akan dilakukan, pembatasan tugas-tugas atau tanggung jawab serta wewenag dan penetapan hubungan-hubungan antara unsure-unsur organisasi, sehingga memungkinkan orang-orang dapat bekerja bersama-sama seefektif mungkin untuk pencapaian tujuan.secara singkat organisasi adalah suatu perbuatan diferensiasi tugas-tugas.
  1. b. Teori-teori Umum Organisasi

Perkembangan teori-teori organisasi dapat dilihat dan dikaji sejak tahun-tahun pertama abad keduapuluh, yang secara garis besar dapat diikhtisarkan menjadi 4 (empat) kelompok besar yakni: (1) classic; (2) behavioral, (3) system, dan (4) contingency.

1. Classic

Pada mulanya teori administrasi/manajemen atau organisasi telah dirancang secara tradisional/klasik. Terdapat 3 kategori pokok pendekatan klasik ini: (1) scientific management; (2) administrative management; dan (3) the bureaucratic model of organization (Beach, 1980: 133)

(1).  Scientific management.

Pendiri gerakan manajemen ilmiah ini adalah Frederick W. Taylor (1856-1915), seorang insinyur dan ahli manajemen Amerika. Dia tidak menciptakan teori umum mengenai organisasi; namun hanya mengusulkan sejumlah teknik dan filsafat yang diturunkan dari pengalamannya yang lebih luas di bidang manajemen dan konsultan. Dia menaruh perhatian pada manajemen pabrik dan efisiensi, memperkenalkan konsep dan teknik analisa/studi jabatan, analisa waktu, standarisasi jabatan, spesialisasi tugas, penentuan keseimbangan kerja, seleksi pegawai secara teliti, teknik pelatihan staf, dan kompensasi berupa insentif gaji untuk membantu mencapai hasil kerja yang lebih tinggi.

(2).  Administrative Management.

Kalau scientific management memfokuskan perhatiannya pada organisasi dari level manajemen bawah, maka para teoritisi manajemen administratif memandang organisasi dari puncak (from the top-down). Para pemuka manajemen administratif ini antara lain: Henri Fayol, seorang industrialis Perancis; L. Gulick, spesialis administrasi publik dan akademisi; Lyndall Urwick, seororang teoritisi dan konsultan Inggris; James D. Mooney dan Alan C Reiley, pimpinan dari General Motor, Amerika (Burhanuddin, 1994).

Para teoritisi manajemen adminisitratif tersebut mengumandangkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen secara umum. Meskipun prinsip-prinsip yang mereka kemukakan berbeda satu sama lain, namun pada umumnya mereka mempunyai kesatuan proposisi sebagai berikut:

  • Spesialisasi fungsi dan pembagian kerja penting bagi efisiensi.
  • Tanggung jawab dan kekuasaan supervisor dan manajer harus dilukiskan secara jelas. Di sana harus terdapat garis kekuasaan secara jelas, dari atas ke bawah. Kekuasaan harus mengalir dari atas ke bawah, melalui struktur organisasi yang ada. Tanggung jawab harus sepadan dengan kekuasaan. Setiap anggota organisasi hanya memiliki satu pimpinan atau komando (unity of command).
  • Koordinasi fungsi dan anggota kelompok harus dilakukan oleh manajer di setiap unit.
  • Segala perintah, informasi dan pengaduan-pengaduan harus disalurkan melalui garis kekuasaan yang sudah ditetapkan.
  • Jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang supervisor dibatasi antara 5 atau 6 orang. Namun belakangan formulasi demikian tidak begitu diterima, dan diperluas dengan batasan jumlah orang-orang yang diawasi sesuai dengan situasi atau kompleksitas kerja atau faktor-faktor lain.
  • Pertama-tama, rancanglah organisasi dan tugas-tugas kemudian temukanlah orang-orang yang dapat menangani tugas-tugas yang telah dirumuskan tersebut. Janganlah membentuk pekerjaan (job) untuk dicocokkan pada kemampuan dan minat individual.

(3).  Bureaucratic Model

Konsep model birokrasi ini berasal dari Sosiolog Jerman Max Weber, yang banyak menghasilkan karya tulis pada tahun 1900-1920. Weber memandang dunia, khususnya masyarakat, secara sekular dan rasional. Di dalam membangun dan mengoperasikan suatu lembaga manusia yang terlibat di dalamnya, cenderung mendasarkan tindakannya pada pengetahuan, pengambilan keputusan rasional, teknologi dan sangat sedikit sekali pada hal-hal mistik dan gaib. Dia memandang birokrasi yang ada di organisasi merupakan alat yang sangat efisien dalam mengoperasikan organisasi-organisasi yang berskala besar, baik swasta maupun milik pemerintah.

Ciri-ciri pokok birokrasi ini adalah :

v  Pembagian kerja yang tegas dan spesialisasi yang tinggi,

v  Setiap biro yang ada di bawah berada di bawah kontrol yang lebih tinggi (hierarkis),

v  Penempatan tenaga kerja, penugasannya didasarkan pada kualifikasi, bukan pada hubungan sanak famili atau favoritas.

v  Adanya keamanan kerja bagi bawahan, dan

v  Penggunaan catatan, dokumen, dan arsip-arsip secara ekstensif.

2. Behavioral Science

Para penyokong bidang ini, mulai kerjanya dari tahun 1920-an sampai dengan awal 1950-an. Mereka dinamakan human relationist. Pada tahun-tahun itu mereka tidak disebut sebagai ilmuwan behavioral. Pada pokoknya mereka sebenarnya adalah para psikolog dan sosiolog industri milik Perguruan Tinggi. Industri privat adalah laboratorium mereka. Penemuan-penemuan (riset) Elton Mayo dan teman-temannya di Universitas Harvard terhadap Hawthorne Works or The Western Electric Company di Chicago menandai munculnya gerakkan human relation ini. Penelitian tersebut berlangsung sejak tahun 1927 sampai pada tahun 1932. Rangkaian studi ini membuktikan kunci pentingnya tekanan-tekanan kelompok, hubungan sosial, dan sikap terhadap supervisi dan pekerjaan yang menentukan produktivitas kelompok.

Kalau teoritisi organisasi klasik menaruh perhatian mereka pada tugas, struktur, dan kekuasaan. maka para ahli human relation ini menekankan pada dimensi manusianya. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem sosial sebagaimana dikembangkan oleh para sosiolog dalam menawarkan bentuk dan desain organisasi (Champoux, 2003), demikian juga yang diterapkan dalam teknik ekonomi. Kelompok kerja informal diidentifikasikan sebagai sumber kontrol pekerja yang utama. Kedua bentuk organisasi baik formal maupun informal harus diperhitungkan untuk menjelaskan sebagaimana dan mengapa suatu organisasi berfungsi sedemikian rupa.

Penulis-penulis tradisional memandang kekuasaan pada pemimpin dan upah sebagai motivator primer. Sementara para ahli yang menganut paham hubungan manusiawi menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis dan sosial didalam membentuk tingkah laku anggota organisasi. Kebanyakan para teoritisi hubungan manusiawi beranggapan bahwa perencanaan manajemen dan pengambilan keputusan memberikan pengaruh positif baik terhadap “morale” maupun produktivitas. Para manajer diingatkan bahwa tingkah laku manusia di organisasi terdiri dari komponen rasional dan non rasional Perasaan-perasaan, sentimen, dan nilai-nilai merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para manajer. Pengaruh human relation begitu pesat, sehingga muncul latihan-latihan manajemen di bidang industri dan pemerintah yang memuat program motivasi, “morale” kepemimpinan, komunikasi antar pribadi, keterampilan memberikan penyuluhan, dan dinamika kelompok. Tegasnya manajer-manajer lebih disadarkan pada pentingnya dimensi monusia.

Walaupun demikian, gerakan human relation ini juga tidak terlepas dari kritik-kritik terutama yang datang dari lapangan industri. Para ahli human relation dianggap terlalu lunak tertadap para pekerja, menekankan pada usaha yang bersifat memanipulasi para bawahan, tidak mengindahkan pengaruh yang muncul dari perserikatan-perserikatan, dan teknologi yang digunakan organisasi.

Para pendukung modern menolak penggunaan istilah human relations. Mereka sebaliknya menamakan diri dengan istilah behavioral scientists (ilmuwan tingkah laku manusia), psikolog organisasi, teoritisi organisasi. dan para ahli pengembangan organisasi. Di antara sekian banyaknya para ahli yang mendukung antara lain: Douglas Mc gregor, Rensis Likert, Frederick Herzberg, Warren Bennis dan Chris Argyris (dalam Burhanuddin, 1994; Yukl, 2002).

Meskipun masing-masing ahli tersebut memberikan dukungan mereka secara unik bagi pendekatan behavioral science namun terdapat kesatuan dan konsistensi tema di antara pandangan mereka. Mereka menunjukkan suatu pandangan yang optimis terhadap hakikat manusia. Mereka juga mempercayai adanya kemuliaan dasar yang dimiliki manusia. Lebih jauh lagi, bahwa prestasi kerja dapat dicapai melalui bimbingan dan pengawasan secara mandiri, bukan melalui birokrasi yang kaku. Dengan demikian, tindakan job enrichment akan lebih efektif ketimbang model pembagian kerja/pembatasan tugas yang sempit. Motivasi positif, kepemimpinan suportif, dan metode-metode supervisi kelompok lebih dipentingkan. Mereka juga berpendirian bahwa iklim organisasi yang layak adalah suatu iklim dimana semua anggota kelompok dan manajer lebih bersikap terbuka, tulus dan saling mempercayai. Kerja sama dan teamwork lebih baik daripada sistem kompetisi antar pribadi yang tidak sehat, dan umumnya bersifat merusak seperti kebanyakan kita saksikan di organisasi-organisasi tidak terkecuali lembaga pendidikan semacam sekolah.

Pendekatan ketiga dalam menganalisis organisasi adalah dengan menerapkan konsep sistem. Teori sistem sudah populer sejak beberapa dasawarsa yang lalu karena kemampuannya dalam menyuguhkan suatu model sistem universal yang mencakup berbagai bidang kehidupan: fisik, biologis, sosial, dan fenomena tingkah laku manusia. Para teoritisi mencoba menemukan generalisasi-generalisasi yang membantu dalam menjelaskan bagaimana berfungsinya segenap kesatuan dan proses.

Seperti telah disinggung sebelumnya, para teoritisi organisasi sebenamya memperlakukan organisasi itu sebagai suatu sistem. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terorganisir, terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantungan satu sarna lain. Ada beberapa konsep penting mengenai penerapan sistem terhadap organisasi, yaitu:

Organisasi manusia lebih bercirikan sistem terbuka, yang-berarti berinteraksi dengan berbagai unsur yang ada di lingkungan.  Organisasi cenderung mengarah kepada suatu dinamika atau keseimbangan yang bergerak (moving equilibrium). Anggota-anggota organisasi berusaha mempertahankan dan memelihara organisasi agar tetap hidup. Mereka mereaksi segenap perubahan dan kekuatan-kekuatan baik yang ada di luar maupun dalam organisasi itu sendiri guna menemukan keadaan baru agar tetap seimbang.

Untuk menjaga keseimbangan sistem organisasi, maka dikelola segenap informasi dari rangkaian kegiatan yang dapat memberikan umpan balik penyempurnaan setiap penyimpangan. Organisasi sebenarnya bagian dari hirarkhi sistem yang terdiri dari divisi, departemen, seksi-seksi dan kelompok individu. Atau tegasnya, organisasi tertentu bisa merupakan bagian atau sub dari sistem yang lebih besar.

Ketergantungan adalah merupakan konsep kunci bagi teori sistem. Diterapkan dalam organisasi, berarti didalamnya terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Konsep holism dalam memahami organisasi menunjukkan bahwa keseluruhan suatu struktur atau kesatuan adalah lebih dari sekedar kumpulan bagian-bagian. Konsep ini melandasi perlunya tindakan terpadu atau kompak (sinergy), yang berkaitan dengan kemampuan komponen-komponen organisasi untuk mencapai sasaran bersama. Tindakan bersama diayakini dapat melebihi hasil yang dicapai , dibandingkan secara perorangan.

Konsep sistem menolong kita dalam mendiagnosa hubungan yang saling berinteraksi di antara tugas/kegiatan, teknologi, lingkungan dan anggota organisasi. Para praktisi menerapkan konsep sistem dalam merancang, membangun, mengoperasikan sistem info manajemen dan proses automasi. Lebih jauh lagi penggunaannya dilihat pada rancangan-rancangan organisasi matriks dan proyek.

Berbeda dengan model-model organisasi klasik, pendekatan sistem menunjukkan bahwa para manajer sesungguhnya beroperasi dalam situasi yang mudah berubah, dinamis, dan sering tidak menentu. Mereka pada umumnya tidak berada dalam kontrol sepenuhnya (terkendali) terhadap situasi-situasi, dan harus berusaha menyesuaikan kegiatan/tindakan, mencapai kemajuan ke arah tujuan yang ditetapkan, di samping menyadari bahwa hasil-hasil yang akan diperoleh itu juga dipengaruhi oleh banyak faktor dan kekuatan.

Sebelumnya teoritisi memandang, bahwa prinsip-prinsip organisasi dan manajemen telah muncul secara universal. Namun, penelitian empiris yang dilaksanakan selama dua puluh tahun terakhir ini membuktikan bahwa rancangan organisasi secara optimal bergantung pada banyak faktor, baik yang ada di dalam maupun luar organisasi. Oleh karena itu, hasil-hasil pemikiran kontemporer sesungguhnya menganjurkan pendekatan kontigensi ini dalam mendesain suatu organisasi. Dan ini membutuhkan suatu tindakan penilaian terhadap banyak kekuatan atau pendorong yang saling berinteraksi.

Organisasi menurut pandangan kontigensi ini bukanlah beroperasi dalam suasana vacum, melainkan berada dalam situasi yang lebih kompleks dan menghadapi banyak faktor baik yang bersifat mendorong maupun menghambat yang kesemuanya harus dipertimbangkan secara matang, guna kesuksesan organisasi itu sendiri.

Komponen atau aspek organisasi adalah komponen-komponen yang harus ada dalam suatu organisasi yang menjadi pilar organisasi. Artinya jika salah satu komponen organisasai tidak berpungsi maka organisasi akan berjalan pincang atau sama sekali tidak berjalan. Dalam pandangan ini sisitem organisasi mengalami entrophy yaitu kondisi dimana organisasi dikatagorikan hancur (layu).

O’Connor T mengungkapkan bahwa organisasi setidaknya harus memiliki empat komponen utama yaitu mission, goals (tujuan), objectives (sasaran), dan behavior (perilaku).

Dapat digambarkan sebagai berikut :

MISSION

GOALS

OBJECTIVES

BEHAVIOR

Mission adalah alasan utama keberadaaan suatu orgnisasi. Goals adalah tujuan utama atau tujuan divisi-divisi fungsional organisasi yang dihubungkan dengan stakeholder orgnisasi. Objectives adalah hasil/sasaran yang lebih spesipik, terukur  dan terkait dengan tujuan. Saasaran biasanya mencantumkan batasan waktu dan siapa yang bertanggung jawab terhadap sasaran tersebut. Behavior mengacu pada produktifitas dari tugas sebagai pegawai.

  1. d. Macam-macam Organisasi

1) Organisasi Formal

Yaitu organisasi yang didesain untuk mencapai tujuan bersama yang bercirikan oleh struktur organisasi. Kebradaan struktur organisasi menjadi pembeda utama antara organisasi formal dan informal. Struktur dalam organisasi formal dimaksudakan untuk menyediakan penugas kewajiban dan tanggung jawab kepada personil dan untuk membngun hubunagan tertentu diantara orang – orang pada berbagai kedudukan. (Oteng Sutisna 1993:207)

Struktur dalam organisasi formal memperlihatkan unsur – unsur administrative berikut.

  1. Kedudukan sesorang dalam suatu organisasi mencerminkan sejumlah kewajiban sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan dan hak yang dimiliki secara formal dalam posisi yang didudukinya
  2. Hirarki kekuasaaan. Struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian hubungan antara satu orang dengan orng lainnya dalam suatu organisasi.
  3. Kedudukan Garis dan Staf. Organisasi garis menugaskan struktur pengambilan keputusan, jalan permohonan dan saluran komunikasi resmi untuk melaporkan informasi dan mengeluarkan intruksi, perintah, dan petunkjuk pelaksanaan. Kedudukan garis adalah kedudukan yang diserahi kekuasaan administrative dalam arus langsung dari tempat paling atas ketempat paling bawah. Kedudukan staf mewakili keahlian khusus yang diperlukan bagi berfungsinya kedudukan garis tertentu dengan pasti. (Oteng Sutisna,1993:208)

Dinyatakan Wilfred Brown mengenai kehidupan organisasi yakni “semakin banyak formalisasi yang ada, semakin jelas kita akan mengetahui batas-batas kebijakan yang dikuasakan kepada kita untuk disamakan, dan yang akan menjadi tanggung jawab kita, dan bahwa kebijakan yang ditentukan menjelaskan kepada orang-orang tentang dibidang mana mereka mempunyai kebebasan untuk bertindak”.

2) Organisasi Informal

Yaitu suatu hubungan kerjasama yang konsisten dan dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan rasa empati dan simpati diantara mereka (berdua atau lebih). Hubungan interaksi ini tidak berstrukstur sebagaimana struktur organisasi formal. Organisasi informal dapat dilihat dari tiga karakteristik, yakni norma perilaku, tekanan untuk menyesuaikan diri, dan kepemimpinan formal. (Oteng Sutisna,1993:22)

  1. e. Prinsip-prinsip Organisasi

Taylor menuliskan hasil penelitiannya tentang manajemen pabrik di Amerika Serikat, Henry Fayol, orang Perancis, mengkonsolidasikan prinsip-prinsip organisasinya. Meskipun mereka menulis pada waktu bersamaan, focus dari Taylor dan Fayol cukup berbeda. Ide – ide Taylor didasarkan atas penelitian ilmiah, sedangkan Fayol menulis atas dasar pengalamannya bertahun-tahun sebagai seorang praktisi eksekutif. Fayol mencoba mengembangkan prinsip – prinsip umum yang dapat diaplikasikan pada semua manajer dari semua tingkatan organisasi, dan menjelaskan fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Sedangkan Taylor memusatkan perhatian pada tingkat yang paling rendah dari organisasi manajemen, yaitu tingkat paling rendah dari sebuah pabrik (shop level management).

Fayol mengusulkan empat belas prinsip yang menurutnya dapat digunakan secara universal dan dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas:

  1. Pembagian kerja
  2. Wewenang
  3. Disiplin
  4. Kesatuan komando
  5. Kesatuan arah
  6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu.
  7. Remunarasi, artinya bahwa para pekerja harus digaji sesuai dengan jasa yang mereka berikan.
  8. Tata tertib
  9. Keadilan

10.  Stabilitas masa kerja para pegawai, perputaran (turnover) pegawai yang tinggi adalah tidak efisien. Manajemen harus menyediakan perencanaan personalia yang teratur dan memastikan bahwa untuk mengisi kekosongan harus selalu ada pengganti.

11.  Inisiatif, para pegawai yang diizinkan menciptakan dan melaksanakan rencana-rencana akan berusaha keras.

12.  Esprit de corps, mendorong team spirit akan membangun keselarasan dan persatuan di dalam organisasi (dari sebuah sumber buku).

  1. f. Fungsi dan Tujuan Pengorganisasian

Dalam mencapai maksud dan tujuan organisasi, ada 4 fungsi organisasi yang sangat perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen organisasi, yakni:

  1. 1. Planning (perencanaan)

Hal yang berkaitan dengan perencanaan dalam organisasi diantaranya dalah rencana-rencana yang coba disusun oleh pengelola organisasi, seperti rencana kerja atau kegiatan serta anggaran yang diperlukan, teknis pelaksanaannya bias melalui rapat-rapat, seperti:

  • Rapat Kerja (pengurus organisasi) yang membicarakan rencana-rencana kerja pengurus serta kegiatan anggota yang akan dilakukan dengan satu atau lebih target yang akan dicapai.
  • Rapat Anggaran, untuk menentukan berapa jumlah anggaran yang diperlukan untuk mendukung kerja organisasi atau untuk suatu event/kegiatan (wujudnya daftar RKA) atau proposal kegiatan.
  1. 2. Organizing (pengaturan)

Dalam hal pengaturan, unsur yang perlu diperhatikan & diwujudkan adalah:

  • Struktur Organisasi yang mampu menunjukkan bagaimana hubungan (relationship) antara organisasi/bagian/seksi yang satu dengan yang lain.
  • Job Description yang jelas yang mampu menjelaskan tugas masing-masing bagian.
  • Bentuk Koordinasi antar bagian dalam organisasi (misal. Rapat Koordinasi antar bagian, Rapat Pimpinan antar Organisasi, dll)
  • Penataan dan Pendataan Arsip & Inventaris Organisasi

Harus diatur dan ditata dengan baik administrasi organisasi, seperti surat masuk, surat keluar, laporanlaporan, proposal keluar, data anggota, AD/ART, presensi, hasil rapat, inventarisasi yang dimiliki, perangkat yang dipinjam dll.

  1. 3. Actuating (pergerakan)

Pengertian actuating secara bahasa adalah pengarahan atau dengan kata lain pergerakan pelaksanaan, sedang pengertian secara istilah actuating (pengarahan) adalah mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan perusahaan.

Dengan kata lain actuating adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan berpedoman pada perencanaan (planning) dan usaha pengorganisasian. Pelaksanaan pekerjaan dan pemanfaatan alat-alat bagaimanapun canggihnya atau handalnya, baru dapat dilakukan jika karyawan ikut berperan aktif melaksanakannya. Fungsi pengarahan ini adalah ibarat kunci stater mobil, artinya mobil baru dapat berjalan jika kunci staternya telah melaksanakan fungsinya. Demikian juga proses manajemen baru terlaksana setelah fungsi pengarahan diterapkan.

Koontz dan O’Donnel menjelaskan mengenai actuating sebagai berikut.

Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata. Jadi pengarahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, menggerakan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan usaha. Pengarahan ini dapat dilakukan dengan cara persuasif atau bujukan, tergantung cara mana yang paling efektif.

Pengarahan disebut efektif, jika dipersiapkan dan dikerjakan dengan baik serta benar oleh karyawan yang ditugasi untuk itu.

Pokok-pokok masalah yang dipelajari pada fungsi pengarahan atau adalah:

  • Tingkah laku manusia (Human Behaviour)
  • Hubungan Manusiawi (Human Relation)
  • Komunikasi (Communication)
  • Kepemimpinan (Leaderships)
  1. 4. Controling (pengawasan)

Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa masing-masing fungsi manajemen berhubungan erat satu dengan yang lainnya, dan fungsi yang paling utama adalah perencanaan, kemudian pengorganisasian, pergerakan dan terakhir adalah pengawasan. Pengawasan berkaitan erat dengan fungsi perencanaan, boleh dikatakan kedua fungsi ini saling mengisi karena :

  1. Fungsi pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan sedangkan pengawasan hanya dapat dilakukan jika ada perencanaan.
  2. Pelaksanaan suatu rencana akan baik jika pengawasan dilaksanakan dengan baik pula.
  3. Tercapai tidaknya suatu rencana akan dapat diketahui setelah pengawasan atau pengukuran dilakukan

Pengertian fungsi pengawasan/controlling dari para ahli adalah sebagai berikut:

Menurut Harold Koontz

Controlling is the measurement and correction of the performance of subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plants devised to attain then are accomplished (Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan-perusahaan dapat terselenggara).

Menurut G.R. Terry

Controlling can be defined as the process determining what is to be accomplished, that is the standard; what is being accomplished, that is the performance evaluating the performance, and if necessary applying corrective measure to that performance takes plase according to plans, that is, in comformity with the standard (Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standar).

Dari definisi-definisi diatas maka pengawasan dapat juga diartikan sebagai satu proses untuk menetapkan, pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksinya, dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksana rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat dimabil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang. Dengan pengawasan diharapkan juga agar pelaksanaan rencana memanfaatkan semua unsur manajemen secara efektif (berhasil guna) dan efisien (berdaya guna).

Effisien adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil), antara keuntungan dengan biaya (antara hasil pelaksanaan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan dengan apa yang harus diselesaikan.

  1. Asas-asas Pengawasan/Controlling

Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menetapkan asas pengawasan sebagai berikut:

  1. Asas tercapainya tujuan (Principle of assurance of objective), pengawasan harus ditujukan kearah tercapainya tujuan, yaitu dengan mengadakan perbaikan (koreks) untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan/deviasi dari perencanaan.
  2. Asas efisiensi pengawasan (principle of efficiency of control). Pengawasan itu efisien bila dapat menghindari deviasi-deviasi dari perencanaan, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang diluar dugaan.
  3. Asas tanggung jawab pengawasan (principle of control responsibility). Pengawasan hanya dapat dilaksanakan apabila manager bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan rencana.
  4. Asas pengawasan terhadap masa depan (principle of future control). Pengawasan yang efektif harus ditujukan kearah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik pada waktu sekarang maupun masa yang akan datang.
  5. Asas pengawasan langsung (principle of direct control). Teknik kontrol yang paling efektif ialah mengusahakan adanya manager bawahan yang berkualitas baik. Pengawasan itu dilakukan oleh manager atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah .Cara yang paling tepat untuk menjamin adanya pelaksanaan yang sesuai dengan perencanaan ialah mengusahakan sedapat mungkin para petugas memiliki kualitas yang baik.
  6. Asas refleks perencanaan (principle of replection of plane). Pengawasan harus disusun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan perencanaan.
  7. Asas penyesuaian dengan organisasi (principle of organizational suitability). Pengawasan harus dilakukan sesuai dengan struktur organisasi. Manager dan bawahannya merupakan sarana untuk melaksanakan rencana. Dengan demikian pengawasan yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya wewenang manager, sehingga mencerminkan struktur organisasi.
  8. Asas pengawasan individual (principle of individuality of control). Pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan manager. Teknik kontrol harus ditunjukan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan informasi setiap manager. Ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manager.
  9. Asas standar (principle of standard). Control yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat, yang akan dipergunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan yang tercapai.
  10. efektif dan efisien Asas pengawasan terhadap strategis (principle of strategic point control). Pengawasan yang memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.
  11. Asas pengecualian (the exception principle). Efisien dalam control membutuhkan adanya perhatian yang ditujukan terhadapfaktor kekecualian. Kekecualian ini dapat terjadi dalam keadaan tertentu ketika situasi berubah/atau tidak sama.
  12. Asas pengawasan fleksibel (principle of flexibility of control). Pengawasan harus luwes untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan rencana.
  13. Asas peninjauan kembali (principle of review). Sistem kontrol harus ditinjau berkali-kali agar sistem yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.
  14. Asas tindakan (principle of action). Pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi, staffing dan directing.
  1. g. Faktor yang Mendasari Kegiatan Organisasi

Menurut DR. Buchari Zainun (1987), ada lima factor yang mendasari kegiatan manusia dalam berorganisasi, yaitu:

  1. Spesialisasi dan pembagian kerja

Pertumbuhan organisasi dan perkembangan IPTEK menyebabkan harus adanya spesialisasi dan pembagian kerja sesuai dengan kebutuhan.

Koordinasi dapat mewujudkan suatu organisasi yang menampung berbagai kepentingan yang berbeda namun mempunyai arah tujuan yang sama. Dengan koordinasi itu seluruh kegiatan serta usaha-usaha perseorangan dapat diserahkan kepada suatu tujuan bersama.

Adanya factor ini akan mengurangi pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan mencegah kekeliruan dan kesalahan yang tidak perlu.

Untuk merialisasikan tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditetapkan prosedur kerja yang terperinci, teratur dan terpercaya. Sehingga dapat meningkatkan kegunaan factor lain.

Kenyataannya bahwa organisasi dan administrasi itu berada dalam suatu lingkungan yang dinamis khususnya karena yang menjadi objek dan subyeknya adalah manusia yang hidup dan terus berkembang.

a)      Sekolah sebagai organisasi sosial

Organasisasi sosial merupakan organisasi yang dicirikan oleh saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, kejelasan anggota, perbedaan dengan lingkungannya, hubungan sosial yang kompleks, dan budaya organisasi yang khas. Sekolah sebagai organisasi social merupakan pandangan sekolah sebagai organisasi formal. Pandangan ini akan berimplikasi pada bagaimana memperlakukan/mengelola sekolah. Manajemen organisasi akan diorientasikan pada bagaimana mengkondisikan orang-orang dalam organisasi untuk dapat dinamis, saling tergantung satu sama lain memiliki hubungan yang dinamis baik internal maupun eksternal, dan beradptasi dan membentuk budaya organisasi sekolahnya.

a) Elemen utama sekolah sebagai organisasi sosial

Setiap organisasi akan memiliki aktivitas untuk mencapai tujuannya. Pencapaian tujuan organisasi akan meminta sejumlah aktivitas individu atau kolektif dari anggota organisaasi yang harus dikoordinasikan agar terarah pada pencapaian tujuan.

Hoy dan Miskel (2001:31) menggambarkan elemen-elemen kunci dalam organisasi sekolah sebagai berikut.

Gambar tersebut menunjukan bahwa sekolah sebagai system social yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan input dan output yang dikategorikan sebagai hubungan yang kompleks.

b) Sekolah sebagai organisasi pembelajar

Sekolah dipandang sebagai oganisme yang hidup dan berkembang sebagaimana manusia, hewan dan tumbuhan. Analisis tersebut menunjukan megapa organisasi dikategorikan sebagai system sosial. Yakni suatu system interaktif yang hidup dan mengalami masa anak-anak, dewasa, dan tua kemudian mati. Namun ada juga organisasi yang tidak sampai menginjak dewasa. Mati dalam istilah system disebut sebagai entrophy, yaitu kondisi yang diidentikan dengan daun yang jatuh dari pohon (usang).

Kondisi tersebutlah yang mengharuskan SDM organisasi tidak saja memiliki potensi dalam melaksanakan tugasnya, tetapi juga harus terus melakukan pengembangan dan adaptasi terhadap perkembangan zaman dengan kata lain manusia-manusia dalam organisasi terus belajar. Maka dengan begitu organisasi akan terus bertahan dan berkembang (survbival and growth).

Supaya kemampuan SDM organisasi dapat terus belajar maka harus menyediakan sarana “Learning Organization.” Dalam satuan sekolah hal itu harus dipikirkan oleh Kepala Sekolah.

  1. i. Pentingnya Organisasi Sekolah

Organisasi adalah aktifitas dalam membagi-bagi, menggolong-golongkan pekerjaan, memberi wewenang, menetapkan saluran pemerintahan dan tanggung jawab kepada para pelaksana. Pada umumnya dapat diartikan member struktur atau susunan yankni dalam penyusunan/penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerjasama, dengan maksud menempatkan hubungan antara orang-orang dengan kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab itu dimaksudkan agar tersusun suatu pola kegiatan untuk mencapai kearah tercapainya tujuan bersama.

Organisasi sekolah yang baik menghendaki agr tugas-tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan penyelenggaraan sekolah unutk mencapai tujuannya dibagi secara merata dengan baik sesuai dengan kemampuan, fungsi, dan wewenang yang telah ditentukan. Dengan oraganisasi yang baik dapat dihindari tindakan kepala sekolah yang akan menunjukan kekuasaan yang berebihan (otoriter); Susana kerja dapat lebih berjiwa demokratis karena timbulnya partisipasi aktif dari semua pihak yang bertanggung jawab. Partisipasi aktif yang mendidik (pedagogis) dapat digiatkan melalui kegairahan murid sendiri yang bergerak dengan wadah OSIS

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Menyusun Organisasi Sekolah

Sebenarnya pedoman untuk menyusun organisasi sekolah yang baik tidak mudah ditentukan. Perbedaan sekolah yang lainnya adalah salah bastu penyebab kesulitan itu. Tetaoi sangat mungkin apabila sekilah yang sejenis mempunyai organisasi yang sama atau seragam dalam hal struktur atau susunannya.

Dibawah ini kami kemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan susunan yang mempengaruhi perbedaan susunan organisasi sekolah:

  1. Tingkat Sekolah
  2. Jenis Sekolah
  3. Besar kecilnya sekolah
  4. Letak dan lingkungan sekolah.
  1. j. Contoh Susunan Organisasi Sekolah

Susunan organisasi sekolah kami ambilkan beberapa jenis dan tingkatan sekolah, meliputi

  1. Susunan organisasi sebuah SD.
  2. Susunan organisasi sebuah SMP.
  3. Susunan organisasi sebuah SMA.

Contoh struktur organisasi Sekolah Dasar (SD)

Dewan Guru

Dengan tugas-tugas meliputi

  1. Seksi kesenian
  2. Seksi PKK
  3. Seksi pertanian
  4. Seksi olah raga
  5. Seksi perpustakaan
  6. Seksi UKS
  7. Seksi Pramuka
  8. Seksi keagamaan

Keterangan:

= Garis Komando

= Garis Konsultasi

Contoh struktur organisasi sekolah SMP

Contoh struktur organisasi sekolah sebuah SMU

Catatan:

Berdasarkan kurikulum tahun 1984, susunan organisasi SMA sudah dibentukan sebagaimana tercantum dalam buku Petunjuk Pelaksanaan dan Pengelolaan Kurikulum, adlah sebagai berkut:

Keterangan:

UR = URUSAN

Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut. Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yagn dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Pendidikan yang mengandung arti dalam lapangan apa dan di mana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yagn haruus dimiliki oleh kepemimpinan itu.

Menurut Raip M. Stogdill kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepeada penentuan dan pencapaian tujuan, sedangkan menurut Sondang P. Siagian kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak daripada semua sumber-sumber, dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi. Kemudian menurut Robert Dubin kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan.

Menurut Fred E. Fiedler kepemimpinan adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok.

Kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi-situasi kerjasama. Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan dua hal yagn tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tak ada kelompok tanpa adanya kepemimpinan, dan sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam situasi interaksi kelompok. Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpinan jika ia berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok dimana ia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya.

Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

  1. b. Kepemimpinan Pendidikan
    1. i. Fungsi Pemimpin Pendidikan

Fungsi utama peemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja, antara lain:

  1. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa kebanggan,
  2. Pemimpin membantu  kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
  3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
  4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggungjawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
  5. Pemimpin bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mempertahannkan eksistensi organisasi.
  1. ii. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan

Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimipn tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu tipe otoriter, tipe laissez-faire, tipe demokratis dan tipe pseudo demokrasi.

Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpiin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota kelompok terhadap pemimpinannya.

Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpinan tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan  bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.

Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha mestimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kemampuan kelompoknya.

Tipe ini bersifat juga demokratis semu atau manipulasi diplomatik. Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis.

  1. iii. Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan

Dalam memangku jabatan pemimpin pendidikan yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagai pemimipin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahhkan persyaratan sosial eekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah persyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Rendah hati dan sederhana
  • Bersifat suka menolong
  • Sabar dan memiliki kestabilan emosi
  • Percaya kepada diri sendiri.
  • Jujur, adil dan dapat dipercaya
  • Keahlian dalam jabatan

Adanya syarat-syarat kepemimpinan seperti diuraikan di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tetapi lebih-lebih lagi kemampuan dan kesediaan pemimpin.

  1. iv. Keterampilan yang Harus dimiliki Seorang Pemimpin

Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah:

  1. Keterampilan dalam memimpin
  2. Keterampilan dalam hubungan insani
  3. Keterampilan dalam proses kelompok
  4. Keterampilan dalam administrasi personil
  5. Keterampilan dalam menilai

Penilaian atau evaluasi ialah suatu usaha untuk mengetahui sampai di mana suatu kegiatan sudah dapat dilaksanakan atau sampai dimana suatu tujuan sudah dicapai. Yang dinilai biasanya ialah hasil kerja, cara kerja dan orang yang mengerjakannya.

Adapun teknik dan prosedur evaluasi ialah menentukan tujuan penilaian, menetapkan norma/ukuran ayng akan dinilai, mengumpulkan data-data yang dapat diolah menurut kriteria yagn ditentukan, pengolahan data, dan menyimpulkan hasil penilaian.

Melalui  evaluasi, guru dapat dibantu dalam menilai pekerjaannya sendiri, mengetahui kekurangan dan kelebihannya.

  1. v. Pendekatan Teori Kepemimpinan

Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu:

Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka muncullah istilah “leader are borned not built”. Teori ini disebut teori genetis.

Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa menjadi pemimpin asal diberi kesempatandan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempuanyai bakat atau pembawaan. Maka muncullah istilah “Learner are built borned”. Teori ini disebut teori sosial.

Teori ketiga, adalah gabungan teori pertama dengan teori kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keeadaan. Teori ini disebut teori ekologis.

Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki kelebihan-kelebihannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.

Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan siffat kepribadian pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi.

  1. vi. Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan

Kazt mengemukakan tiga keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang pemimipn, ialah human relation skill, technical skill, dan conceptual skill. Seberapa jauh ketiga keterampilan itu harus dipunyai pemimpin sesuai dengan kedudukannya. Katz menggambarkan seperti dibawah ini:

Kemampuan berhubungan dengan bawahan. Bekerja sama menciptakan iklim kerja yang menyenangkan dan kooperatif. Terjalin hubungan yangn baik sehingga bawahan merasa aman dalam melaksanakan tugasnya.

Kemampuan menerapkan nilmunya kedalam pelaksanaan (opersional). Dalam rangka mendayagunakan/memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada. Melaksanakan tindakan yang bersifat operasional. Memikirkan pemecahan masalah-masalah yang praktis. Makin tinggi tingkatan manager, secara relatif Technical Skill makin kurang urgensinya.

Kemampuan di dalam melihat sesuatu secara keseluruhan yang kemudian dapat merumuskannya, seperti dalam mengambil keputusan, menentukan kebijakan dan lain-lain. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional. Lebih banyak merumuskan konsep-konsep. Keterampilan ini ada juga yang menyebut dengan Managerial Skill.

  1. Pendekatan Sifat (Traits Approach)

Pendekatan sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi adalah penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi faktor penentu yang membedakan antara seseorang pemimpin dengan bukan pemimpin. Sifat-sifat pokok itu biasanya meliputi:

  • Kondisi fisik: energik, tegak, kuat, dan lain-lain
  • Latar belakang sosial: berpendidikan dan berwawasan luas, serta berasal dari lingkungan sosial yang dinamis
  • Kepribadian: adaptiif, egresif, emosi stabil, populer dan kooperatif, dan lain-lain.

Karakteristik yang berhubungan dengan tugas-tugas: terdorong untuk maju, siap menerima tanggungjawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas, dan cakap dalam komunikasi interpersonal, dan lain- lain.

  1. Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approach)

Pendekatan keprilakuan memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi anggota-anggota kelompok atau ppengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat berorientasi pada tugas keorganisasian ataupun pada hubungan dengan anggotakelompoknya.

Gaya-gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada tugas dalam tugas dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan bawahannya. Yang dimaksudkan dengan istilah gaya ialah suatu cara berprilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya. Jadi, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya dan caranya ia bertindak, akan memberntuk gaya kepemimpinannya.

Di bawah ini dikemukakan beberapa teori kepemimpinan yang termasuk dalam pendekatan keperilakuan.

  1. Studi Kepemimpinan OHIO State University

Studi kepemimpinan yang dilakukan di OHIO State Universiti oleh Hemphil dan Coons, dan kemudian diteruskan oleh Halpin dan Winer, melihat kepemimpinan itu atas dua dimensi perilaku pemimpin yaitu: ”initiating structure and consideration”.

Yang dimaksud dengna initiating structure (struktur tugas) ialah cara pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola organisai, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai di dalam organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan consideration (tenggang rasa) adalah perilaku yang berhubungan dengan persahatan, salling pempercayai, saling menghargai, kehangatan, perhatian, dan keakraban hubungan antara pimpinan dengan anggota kelompoknya.

Kedua perilaku kepemimpinan tersebut saling bergantung artinya pelaksanaan perilaku yang satu tidak mempengaruhi perilaku yang lain. Dengan demikian seorang pemimipin dapat sekaligus berperilaku kepemimpinan initiating structure dan consideration dalam derajat yang sama-sama tinggi atau sama-sama rendah, tetapi mungkin juga seorang pemimipin berperilaku “struktur tugas” dengan derajat tinggi dan tenggang rasa dengan derajat yang rendah atau sebaliknya. Dari hasil penelitian yang lebih lanjut dikemukakan bahwa keluhan yang timbul dari para bawahan sangat sedikit bila pemimpin sekaligus berperilaku struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang sama-sama tinggi, dan sebaliknya banyak keluhan yang timbull dari bawahan jika pemimpin berperilaku struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang sama-sama rendah.

  1. Teori Kepemimpinan Managerial Grid

Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimipnan yaitu : “Concern for people” dan ”Concern for Production”. Pada dasarnya teori Managerial Grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek utama tadi yaitu menekankan pada produksi dan yang kedua menekankan pada hubungan antara individu. Berdasarkan kedua aspek ini, maka kepemimpinan yagn beorientasikan kepada tugas semata-mata, adapula yang berorientasi pada fakta hubungan individu saja.

Gaya kepemimpinan yang pertama disebut “improverised” artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.

Gaya kepemimpinan yang kedua disebut “country club” artinya kepemimpinan yang didasarkan kepada hubungan informal antara individu, keramah tamahan dan kegembiraan. Tekanan terletak pada penghargaan kepada hubungan kemanusiaan secara maksimal.

Gaya kepemimpinan yang ketiga adalah “team” yang berarti suatu keberhasilan organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian.

Gaya kepemimpinan yang keempat adalah “task” artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan organisasi.

Gaya kepemimpinan yang kelima disebut “misle road” artinya tengah-tengah. Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah kepada keseimbangan yang optimal antara tugas dan hubungan manusiawi.

Getzels dan Guba mengadakan studi yang menganalisa perilaku pemimpin dalam sistem sosial. Mereka mengemukakan dua kategori perilaku. Yang pertama ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya normatif dengan dimensi nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan organisasi. Dimendi ini mengacu kepada lembaganya yang ditandai dengan peranan-peranan dan harapan tertentu sesuai dengan tujuan-tujuan organisasi.

Yang kedua adalah perilaku kepemimpinan yang bergaya personal yang disebut dimensi idiografis yaitu pemimpin mengutakan kebutuhan dan ekspektasi anggota organisasinya. Dimensi kedua ini mengacu kepada individu-individu dalam organisasi yang masing-masing dengan kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu.

  1. Pendekatan Kontingensi/Situasi

Pendekatan Kontingensi atau pendekatan situasional ini melahirkan model kepemimpinan. Beberapa model kepemimpinan itu antara lain:

  1. Model Kepemimpinan Kontingensi

Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Fred E. Fiedler. Dia berpendapat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh suatu gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya dengan satu macam gaya untuk semua situasi. Menurut pendapat ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif tidaknya kepemimpinan seseorang, yaitu: hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, derajat struktur tugas dan kedudukan, kekuasaan pemimpin.

Menurut Fiedler, hubungan pemimpin dengna yang dipimpin merupakan variabel yang terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan. Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan, dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenang merupakan dimensi ketiga dari situasi. Berdasarkan pendepat Fiedler tersebut, maka situasi organisai atau lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasil pemimpin jika:

  1. Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi anggota kelompoknya, dan ditaati segala perintahnya.
  2. Struktur tugas-tugas terinci denan jelas dan dipahami oleh tiap anggota kelompok, setiap anggota memiliki wewenang dan tanggungjawab masing-masing secara jelas sesuai dengan fungsinya.
  3. Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
  4. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi

Pendekatan atau model kepemimpinan ini dikemukakan oleh Williaw J. Reddin. Model ini dinamakan Three Dimendional Model karena dalam pendekatannya menggunakan tiga kelompok gaya kepemimpinan, yang disebut dengan gaya dasar, gaya efektis, dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan.

Berdasarkan dua perilaku kepemimpinan, yaitu berorientasi kepada orang dan berorientasi kepada tugas, masing-masing kelompok gaya kepemimpinan tersebut menjadi empat macam gaya.

  1. Teori Kepemimpinan Situasional

Teori Kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard. Teori kepemimpinan situasional merupakan perkembangan yang mutahir dari teori kepemimpinan dan merrupakan hasil baru dari model keefektifan pemimpin tiga dimensi. Model ini didasarkan pada hubungan garis lengkung diantara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin dengan beberapa pengertian mengenai hubungan diantara gaya kepemimpinan yang efektif dan taraf kematangan pengikutnya.

Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektik tergantung pada taraf kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas, ataupun hubungan antar manusia. Makin matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi tingkat struktur tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat seseorang atau kelompok bergerak dan mencapai tingkat rata-ratakematangan, pemimpin harus mengurangi baik hubungan maupun orientasi tugasnya.

Untuk menentukan gaya kepemimpin yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pemimpin, pertama-tama harus menetapkan taraf kematangan individu atau kelompok dalam hubungan dengan tugas khususnya yang diharapkan pemimpin untuk merekak selesaikan.

Dalam kepemimpinan situasional ini Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan, yaitu:

  1. Telling yaitu perilaku pemimpin dengan tugaas tinggi dan perilaku rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah.
  2. Selling yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan keputusan.
  3. Participating yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah yang dipimpin cukup mampu dan cukup berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
  4. Delegating yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang matang dalam melakukan tugas dan matang pula secara psikologis.
  1. vii. Model-model Kepemimpinan dalam Pendidikan

Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan “School Based Management” dan didambakan bagi produktivitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memilki visi (Visionary Leadership). Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepemimpinan di era otonomi, dimana organisasi harus menampilkakn kekuatan dan crri khas budayanya menuju kualitas pendidikan yang diharapkan.

Visi tercipta dari kreatifitas pemimpin sebagai refleksi profesionalisme dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan pengikut lain, yaitu berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama.

Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif. Dengan demikian visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight, nilai-nilai informasi, pengetahuan dan judgement.

  1. ii.      Teori kepemimpinan Visioner

Visionary Leadership muncul sebagai respon dari statement “the only thing of permanent is change” yang menuntut pemimpin memilki kemampuan dalam menentukan arah masa depan melalui visi.

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi social diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.

Agar menjadi pemimpin yang Vsisioner maka seseorang harus:

  1. Memahami konsep Visi
  2. Memahami karakteristik dan Unsur Visi
  3. Memahami Tujuan Visi
    1. iii.      Langkah-langkah menjadi Visionary Leadership
    2. Penciptaan Visi

Visi tercipta dari hasil kreatifitas pemimpin sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan pengikut lain berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama.

Visi perlu dirumuskan dalam  statement yang jelas dan tegas dan perumusannya harus melibatkan stakeholders dengan fase-fase kegiatan sebagai berikut:

  1. Pembentukan dan perumusan visi oleh anggota tim kepemimpinan
  2. Merumuskan strategi secara consensus
  3. Membulatkan sikap dan tekad total comitment untuk mewujudkan visi ini menjadi suatu kenyataan.
  4. Transformasi visi

Kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders, sehingga diperoleh sense of belonging dan sense of ownership.

Implementasi visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan.

Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar sebagaimana dikatakan Nanus (2001), yaitu:

ü Penentu arah,

ü Agen perubahan,

ü Juru bicara,

ü Pelatih dan

ü Komunikator.

  1. iv.      Sifat-sifat Seorang Visioner

Sifat-sifat seorang visioner, selain dia mampu melihat dan memanfaatkan peluang-peluang di masa depan ia juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang dikemukakan Stephen R.Covey (1997: 27-37) tentang pemimpin yang berprinsip, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

–          Selalu belajar (terus menerus)

–          Berorientasi pada pelayanan

–          Memancarkan energy positif

–          Mempercayai orang lain

–          Hidup seimbang

–          Melihat hidup sebagai petualangan

–          Sinergistik

–          Selalu berlatih untuk  memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi

Sedangkan prodiktifitas menurut Thomas (1972), menyatakan bahwa ukuran produktivitas dari suatu lembaga adalah:

  1. The Administrator’s production function, memfokuskan pada tatanan lembaga dalam mekanisme kepemimpinan dan manajemen yang memberikan perhatian kepada kepuasan pelanggan, terutama pada peran pemimpin satuan pendidikan, dalam memberikan layanan terhadap pelanggan. Semakin banyak dan semakin memuaskan pelayanan yang diberikan lembaga terhadap pelanggan maka semakin produktif lembaga tersebut.
  2. The psychologist’s Production function, menitik beratkan pada perubahan perlaku peserta didik sebagai hasil belajar. Produktivitasnya dapat diukur dari perubahan perilaku siswa, hasil proses belajar mengajar yang memenuhi kebutuhan belajar siswa berdasarkan karakteristik dan tugas belajar siswa serta mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh.
  3. The Econommist’s Production Function, adalah mengukur produktifitas dari benefit yang diperoleh siswa setelah melakukan pengorbanan waktu, tenaga, uang dan yang lainnya.
  1. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemmimpinan (leadership) dan transformasional (transformational). Istilah transformasi berasal dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda.

Dengan demikian seorang kepala sekolah dapat dikatakan menerapkan kepemimpinan transformasional jika dia mampu mengubah energy sumber-sumber daya baik manusia ataupun non manusia untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah.

Peran seorang pemimpin pembaharuan menyangkut hal-hal strategis sebagai berikut:

–          Memperbaiki penampilan SDM dan sumber daya lainnya, serta untuk memperbaiki kualitas, meningkatkan hasil, dan secara similtan untuk menimbulkan kebanggaan semangat kerja bawahan.

–          Tidak hanya menemukan dan mencatat kegagalan SDM, melainkan untuk menghasilkan sebab-sebab kegagalan, membantu bawahan untuk melalukan tugas yang lebih baik.

–          Menciptakan suatu lingkungan kerja yang produktif, menampilkan kepemimpinan yang inovatif dan melatih para bawahan demi melaksanakan tugas.

  1. i.      Definisi Kepemimpinan Transformasional

Menurut Leithwood dkk (1999) mengatakan “transformational leadership is seen to be sensitive to organization building developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring efforts in school”. Adapun Burns (1978), orang yang disebut-sebut sebagai yang pertama kali menggagasnya, mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai “a process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and motivation”.

Pemimpin transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan karena memang erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah berperan ssebagai katalis perubahan,bukannya sebagai pengontrol perubahan.

  1. ii.      Dimensi-dimensi Kepemimpinan Transformasional

Bass dan Avolio (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan konsep “4I” yang artinya:

  1. “I” pertama adalah idealized influence, yang dijelaskan sebagai yang menghasilkan rasa hormat dan rasa percaya diri dari orang-orang yang di pimpinnya. Idealized influence mengandung makna saling berbagi resiko, melalui pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin di atas kebutuhan pribadi, dan perilaku moral serta etis.
  2. “I “ kedua adalah Inspirational motivation, yang tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk di dalamnya adalah perilaku yang mampu mengartikulasikan ekspektasi yang jelas dan perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi.
  3. “I” ketiga adalah Intelectual simulation, pemimpin yang mendemonstrasikan tipe kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu mendororng pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.
  4. “I” keempat adalah individualized consideration, yang direfleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya.
    1. iii.      Implementasi Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan

Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan memang perlu diterapkan seperti sekolah, kepala sekolah, dinas, dirjen, kepala departemen dan lain-lain. Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu soludi krisis kepemimpinan terutama dalam bidang pendidikan. Adapun alasan-alasan mengapa perlu diterapkan model kepemimipinan transformasi didasarkan pendapat Olgs Elpitropika (2001:1) mengemukakan enam ha mengapa kepemimpinan transformasi penting bagi suatu organisisasi, yaitu:

ü  Secara signifikan meningkatka kinerja organisasi

ü  Secara positif dihubungkan dengan orientasi peasaran jangka panjang dan kepuasan pelanggan

ü  Mengembangkan komitmemn yang lebih tinggi para anggotanya terhadap organisasi

ü  Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjan dan pemimpin.

Implementasi model kepemimpinan transformasi dalam organisasi/instansi pendidikan perlu memperhartikan beberapa hal sebagai berikut:

ü  Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada didalam organisasi/istansi atau bahkan suatu Negara

ü  Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam organisasi tersebut

ü  Karena sisitem pendidikan merupakan suatu subsisiem maka harus memperhatikan system yang lebih besar yang ada diatasnya seperti system Negara.

  1. viii. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan

Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekoleh memiliki tanggungjawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid-muridnya.

Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah menghadapi tantangan yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan yang memadai. Karena banyaknya tanggungjawab maka kepala sekolah memerlukan pembantu. Ia hendaknya belajar bagaimana mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya pada usaha pembinaan program pengajaran.

Pekerjaan pemimpin pendidikan ialah menstimulir dan membimbing pertumbuhan guru-guru berkesinambungan sehingga mereka mampu menjalankan tugasnya dengan sbaik-baiknya sesuai dengan perkembangan situasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, harus mampu mengelola sarana dan prasarana pendidikan, pelayanan khusus sekolah dan fasilitas-fasilitas pendidikan lainnya sedemikian rupa sehingga guru-guru dan murid-murid memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugasnya

Sebagai pemimpin pendidikan, Kepala Sekolah bertanggungjawab atas pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan, ia harus mampu membantu guru-guru mengenal kebutuhan masyarakat dan lain-lain.

  1. ix. Daya Kompertensi Wanita Dalam Kepemimpinan

Pscharopoulos berpendapat, wanita yang mampu mencapai pendidikan tertinggi prestasinya dalam sektor usaha sangat luar biasa jika pendapatan dijadikan sebagai Indikator. Hasil penelititan menunjukan, di Inggris, rasio pendapatan wanita sarjana dengan seluruh pekerja adalah 2:6, sedangkan 2:3. Di Amerika, wanita yang menyelesaikan pendidikan tertinggi memperoleh pendapatan rata-rata 40% lebih tinggi dari pada rata-rata pendapatan pria.

Hal ini sejalan dengan pendapat John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam Megatrend 2000, era sekarang disebut sebagai era baru kebangkitan wanita, tidak hanya disector usaha kecil, akan tetapi pada posisi eksekutif , arsitek, pengacara, dll. Juga era wanita sebagai pencetus buday dan sebagai pendobrak belenggu demonasi pria dalam proses edukasi.

Fokus penelitian ini adalah mengeksplorasi isu-isu baru mengenai wanita dan kepemimpinan pada era restrukturisasi sepanjang tahun 1990-an. Dari hasil wawancara ereka dengan sejumlah wanita yang menduduki posisi-posisi kepemimpinan atau memiliki aspirasi untuk menduduki posisi semacam itu, juga dengan wanita-wanita yang menjadi pemimpi n informal disekolah, universitas atau akademi.

  1. x. Pengkaderan Wanita Pemimpin

Perjalanan wanita untuk mendapatkan posisi manajerial atau eksekutif, apakah menengah atau puncak, kerap kali dinilai beragam. Ada yang menilainya sebagai sebuah prestasi luar biasa yang mampu ditunjukkannya. Sejarah pengkaderan wanita agaknya menghasilkan lebih banyak kekandasan (fractured), ketidakpastian, meski harus di akui bahwa mungkin mereka lebih fleksibel pada pengidentitasan pekerjaan.

Diskursus manajemen lunak dan keras (soft and hard management), selayaknya diskursus feminis (feminist discourses), semua dimobilisasi seputar pemahaman atas prefosionalitas, meski diam-diam dilakukan secara berbeda. Di dunia perusahaaan, misalnya, pemahaman atsa makna professional itu mengalami pergeseran titik tekan sejalan dengan kegandaan proses korporatisasi, berupa pasarisasi dan manajeralisme (marketization and managearilism). Terdapat ruang didalam manajement baru dan organisasi yang didorong pasar (the new management discourse and market driven organization) bagi beberapa diskursus seputar hal-hal yang diidentifikasi dapat menjadi instrument pertumbuhan professional, tetapi tidak bagi yang lain.

Demikian juga dengan kaum hawa untuk menjadi manajer yang baik, kaum hawa itu harus terus berusaha untuk tumbuh menjadi professional. Fenomena ini telah tampak, setidaknya sejak tahun 1990-an, ketika dominasi wanita manajer semakin menonjol disemua lini, dengan gay kepemimpinan mereka yang untuk sebagiannya menunjukan kemampuan yang sangat menakjubkan. Ini berarti diperlukan adanya posisi advokasi bagi kolega atai klien yang kurang mampu menunjukan energy, sebagai bagian dari tanggung jawab profesiional atau komitment melebihi batas-batas organisasi. Proses menjadi wanita manajer yang baik, sering mengalami kendala yang dihadapi oleh pejuang feminism. Dorongan untuk menjadikan wanita pemimpin dengan gaya kepemimpinannya seringkali diposisikan pada luar ranah manjerial, memperoleh penekanan-penekanan yang kurang tepat, bahkan menghadapi resiko.

  1. xi. Wanita Pemimipin Pendidikan Pascamodernisme

Wanita pemimpin institusi pendidikan, guru, atau tenaga akademis yang professional bekerja dipandu oleh sifat-sifat professionalism. Professionalisme ini beraksi sebagai strategi okupasional, mendefinisikan masukan dan memiliki kekuatan negosiasi, dan memperoleh ganjaran atas keahliannya. Mereka yang termasuk kedalam kategori ini pun mampu menerapkan strategi organisasi mempertajam pola kewenangan, mampu memposisikan diri, dan menciptakan hubungan yang terkoordinasi dilembaganya.

Berkaitan dengan pemikiran ini, Clarke dan Newman (1997) menulis ungkapan sebagai berikut:

Professionalism operates as an occupational strategy, defining entry and negotiating the power and rewards due to expertise, and as an organizational strategy, shaping the patterns of power, place and relationship around which organizations are coordinated.

Berusaha secara terus-menerus untuk mencapai derajat professional yang sesungguhnya. Menurut Wacjman (1999), pencarian itu harus terus dilanjutkan hingga ditemukan idenitas professional (professional identity) yang diperlukan pada era pascamodern, pascasejahtera, pasca gerakan kaum feminis, dan pascakesamaan kesempatan.

Sebutan pascagerakan kaum feminis dan pascakesamaan kesempatan seperti dikemas di muka tertuma muncul ketika kesadaran kaum wanita yang menduduki posisi manajerial, dimkana hal itu menjadi indicator keberhasilan kesamaan kesempatan wanita (equal opportunity and progress of women). Berkaitan dengan ini, Wacjman (1999) menuli ssebagai berikut :

Between 989-1992, a study of 533 British companies indicated 8% managers are women and this dropped radically, and indeed nearly disappeared at executive. There was a fall in women managers from 1993-1994, and women managers salaries have always been about 85% males. There is a distinct gender division and management work, with women in personnel and marketing addles in research and develovment, manufacturing and production. Women managers are more likely in the finance, banking, and insurance level.

Dari kutipan diatas diketahui bahwa pada 533 perusahaan Inggris, antara tahun 1982-1993, terdapat 8% manajer wanita. Gaji yang diterima oleh manager wanita itu 85% dari total gaji pria. Meski proporsi manager wanita masih relative kecil, tetapi harus dilihat dari kemajuan yang dicapai dilihat dari persfective perjalanan wanita kerja menuju posisi manajer. Jasa, gerakan kaum wanita untuk mangakses posisi-posisi manajerial ini memang cukup berhasil, meski dilihat dari perhargaan yang diterima masih cenderung dibawah kaum pria.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

  1. Organisasi merupakan suatu sistem interaksi antar orang yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisas, dimana sistem tersebut memberikan arahan perilaku bagi anggota organisasi.
  2. Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
  3. Pendidikan mempunyai arti sebagai segala sesuatu atau unsur-unsur yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yang berfungsi mentransfer informasi atau ilmu yang tujuannya untuk memberitahukan hal-hal yang belum diketahui. Pendidikan identik dengan perubahan kearah yang lebih baik dan lebih meningkat dari waktu ke waktu.
  4. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Untuk mempermudah penelitian dan proses penyusunan kami menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan materi, substansi, dan fleksibelitas opini, supaya penelitian kami lebih hidup dan berkembang sebagaimana situasi nyata dilapangan. Maka daripada itu, kami menggunakan metode penelitian kualitatif atau bisa disebut juga sebagai metode naturalistik. Karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting) dan data yang terkumpul serta analisisnya bersifat kualitatif.

Penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai proses penelitian gejala atau peristiwa sosial yang terjadi dilingkungan masyarakat. Data hasil penelitian bersifat kualitatif, dimana peneliti sebagai instrument kunci yang akan menentukan keberhasilan penelitian.

  1. C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena substansi dari penelitian lapangan adalah untuk mencari dan mengumpulan data. Dengan berbekal teknik pengumpulan data yang tepat, maka peneliti akan mendapatkan data yang sesuai dan memenuhi standar keilmuan.

Dilihat dari sumber datanya, kami menggunakan berbagai data yang mendukung baik primer maupun sekunder. Sebagai data primer kami menggunakan beberapa metode sebagai berikut.

ü  Sudy kepustakaan atau biasa disebut sebagai metode literatur dilakukan dengan menggunakan berbagai buku-buku yang sesuai termasuk karya ilmiah atau skripsi maupun tesis.

ü  Observasi ialah proses pengumpulan data yang bersifat primer yang dilakukan secara langsung dilapangan dengan cara mengamati dan mempelajari gejala sosial, budaya maupun gejala biologis.

ü  Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dilapangan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden untuk kemudian dianalisis.

Sebagai tambahan kepustakaan penulis menggunakan data sekunder yang memenuhi kriteria. Maka daripada itu penulis mengambil data-data yang berasal dari media elektronik yaitu internet.

  1. D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian di MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut yang beralamat di Jl. Ahmad Yani – Sukaregang pada hari Senin tanggal 7 Maret 2011.

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dilapangan, maka proses pengelolaan organisasi dan hubungannya dengan kepemimpinan di MTs. Mu’alimin Mu’alimat Muhammadiyah Garut dapat dikemukakan sebagai berikut.

  1. A. Pentingnya Organisasi untuk Kelancaran Manajemen Sekolah di MTs. Mu’alimin Mu’alimat Muhammadiyah Garut

Organisasi dalam suatu komunitas atau perkumpulan merupakan suatu hal yang sangat penting, atau bisa dikatakan sebagai nafas dalam suatu lingkungan masyarakat yang beragam sikap dan tanggung jawab, baik pihak pengelola (staff organisasi dan staff pengajar) maupun siswa yang menjadi objek organisasi. Dalam suatu instansi sudah barang tentu perlu adanya organisasi berguna untuk memenej (mengatur) pembagian tiap tugas pengelola seperti adanya wakamad (wakil kepala madrasah), staff bagian sarana, bagian kurikulum, kesiswaan dan humas yang memiliki urgensi peran masing-masing.

Namun tidak bisa dipungkiri, masalah atau hambatan akan selalu muncul dalam sebuah organisasi yang tidak mungkin untuk dihindari. Maka daripada itu sebagai jalan keluarnya yang sederhana, yaitu dengan jalan musyawarah secara kekeluargaan, meskipun sederhana namun selama ini hal tersebut sudah sangat efektif dan tidak pernah berkepanjangan apalagi sampai keluar sekolah.

  1. B. Pengelolaan Organisasi di Sekolah MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut

Proses penentuan jabatan di MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut, staff pengurus mengatur posisi jabatannya dengan sebuah rapat yang diadakan melalui rapat awal tahun ajaran, dalam rapat awal tahun ajaran tersebut dilakukanlah  pembagian jabatan dan pengangkatannya  disesuaikan dengan latar belakang para pengajar, maksudnya dalam penentuannya disesuaikan dengan bidang studi yang dipegang oleh seorang pengajar, kemudian dalam hal pengangkatan atau pembagian wali kelas di MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut yaitu dengan cara bergilir. Bergilir maksudnya yaitu dengan kesanggupan masing-masing staf pengajar yang bersedia menjadi wali kelas. Misalnya tahun sekarang, pengajar A yang menjadi wali kelas kelas VII dan tahun yang akan datang pengajar B yang memegang kelas tersebut. Hal ini bertujuan supaya tidak terjadi kejenuhan baik bagi guru wali kelas maupun siswa-siswinya.

Organisasi sekolah di MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut menentukan pemimpin seperti halnya kepala sekolah yang cocok dengan kriteria sebagai kepala sekolah, mereka bisa memilih seseorang yang bisa regenerasi, serta pemimpin yang baik tidak hanya baik bagi diriya sendiri tapi juga baik bagi orang lain. Serta kepala sekolah merupakan guru yang diberi tugas tambahan yakni  menjadi kepala sekolah dan staff-staff dibawahnya. Dengan kebijakan pengurangan jam mengajar, yaitu untuk kepala sekolah hanya diwajibkan mengajar selama 6 jam pelajaran, wakil kepala 12 jam pelajaran, sedangkan wali kelas dihargai 6 jam pelajaran. Hal ini bertujuan supaya ada keefektifan waktu kerja karena memiliki lebih dari satu tanggung jawab yang sama-sama penting.

  1. C. Hubungan Kepemimpinan dengan Organisasi

Organisasi yang merupakan wadah atau tempat berkumpulnya berbagai karakter dan emosi yang berbeda-beda merupakan suatu hal yang tidak mungkin tidak memiliki seorang pemimpinan. Sebuah hadist menyebutkan “Apabila suatu perjalanan terdiri lebih dari satu orang, maka harus ada seseorang yang ditunjuk menjadi pemimpin dalam perjalanan tersebut”. Sangat jelas sekali bahwa dalam Islam seorang pemimpin itu sangat penting dalam setiap perkumpulan, apalagi dalam lingkungan sekolah yang memiliki fungsi dan peran yang formal dalam kehidupan.

Sebuah organisasi tidak akan bisa hidup dan berjalan tanpa adanya seorang pemimpin yang mengatur dan menentukan kemana alur perjalanan organisasi tersebut berjalan. Jadi seorang pemimpin dan organisasi merupakan dua unsur yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tidak akan ada seorang pemimpin tanpa ada orang atau unsur yang dipimpin. Bisa diimplikasikan organisasi tersebut adalah sebuah mobil dan pemimpin adalah supirnya yang membawa mobil tersebut kemanapun tujuannya.

Pengangkatan Pemimpin atau Kepala Sekolah di MTs. Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah Garut

Untuk menjadi seorang pemimpin tentunya seseorang harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut.

  1. Arif, tegas dan mau belajar
  2. Memiliki dedikasi terhadap Organisasi Muhammadiyah
  3. Yang mampu regenerasi. Artinya mampu menciptakan pemimpin yang baru yang mampu menciptakan pemimpin baru.
  4. Mampu menciptakan suasana yang baik, bukan berarti hanya dirinya sendiri yang memiliki sikap baik.
  5. Senioritas atau pengalaman juga menjadi faktor penentu dalam pengangkatan seorang pemimpin.
  6. Gelar akademik minimal S1

BAB V

PENUTUP

Hidup bermasyarakat dan bersosialisasi baik secara langsung maupun tidak pasti akan memerlukan pengaturan yang sitematis. Dimana terdapat suatu aturan baku yang harus diikuti dan seorang pemimpin yang bertugas sebagai regulator. Maka daripada itu, organisasi yang menjadi wadah atau tempat berkumpulnya berbagai karakter, kepentingan dan peran diperlukan dalam setiap perkumpulan untuk melakukan suatu kegiatan bersama demi tujuan yang telah ditentukan. Dengan fungsi planning, organizing, actuating and controlling organisasi berguna untuk mempermudah dan mengefisiensikan kerja. Melalui pembagian kerja yang tepat organisasi akan sangat membantu dalam mengatur dan menentukan kebijakan sekolah maupun instansi lainnya.

Terdapat dua macam organisasi yang dikenal di Indonesia, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pada dasarnya suatu organisasi dikatakan sebagai organisasi formal jika organisasi tersebut memiliki struktur organisasi yang terdiri dari ketua, wakil, sekertaris dan bendahara serta staff-staff yang lainnya. Organisasi formal biasa dikenal masyarakat luar sebagai organisasi-organisasi yang ada dibawah naungan pemerintah atau organisasi-organisasi masyarakat seperti partai politik. Sedangkan organisasi informal merupakan suatu perkumpulan yang terdiri dari minimal dua orang, dimana salah satu dari mereka menjadi pemimpin, sedangkan yang lainnya tidak terlalu penting. Organisasi informal tidak memiliki struktur organisasi yang tetap.

Sebuah organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya seorang pemimpin yang mampu mengatur dan menentukan arah perjalanan organisasi. Pemimpin sebagai tumpuan semua anggota, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk regenerasi dengan kata lain mampu menciptakan pemimpin yang baru sebagai penerusnya.

Berbekal hasil observasi dan analisa penulis memiliki beberapa gagasan yang mungkin bisa dijadikan sebagai awal untuk melakukan perubahan. Agar terciptanya organisasi yang baik dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, seluruh anggota dan pemimpin harus selalu belajar dan belajar baik dari sesama anggota maupun dengan latihan-latihan keorganisasian. Solidaritas dan keterbukaan dalam organisasi juga menjadi kekuatan dalam kerjasama organisasi. Bagi organisasi yang memiliki fungsi penting bagi masyarakat seperti organisasi pemerintah khususnya organisasi sekolah harus memiliki tingkat transparansi informasi yang tinggi agar tidak terjadi kesalahfahaman, apalagi mengenai kebijakan financial.

Kelancaran organisasi sangat bergantung pada seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki sikap yang arif, tegas dan berani mengambil resiko, karena halangan dan rintangan akan selalu muncul dalam setiap usaha. Seorang pemimpin harus menjadi suri-tauladan bagi anggotanya dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang baik bukan hanya untuk dirinya tapi untuk yang lain (anggota).

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. Manajemen Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2009

Fattah, Nanan. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006

Danim, Sudarman. Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Bengkulu: Bumi Aksara, 2003

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2008

Daryanto. Administrasi Pendidikan. Solo: Rineka Cipta, 1996

Mulyana. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002

Irwan, Asep. Kajian Penggunaan Kosakata Serapan dari Bahasa Inggris pada Kolom “Tajuk Rencana” Surat Kabar Pikiran Rakyat Edisi Januari 2009. STKIP Garut. 2009

www.wordpress.com

www.wikipedia.com

http://www.google.com