Pada saat seseorang diterima kerja di suatu perusahaan, maka orang tersebut akan menandatangani perjanjian kerja[1]. Perjanjian kerja inilah yang melahirkan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Agar suatu perjanjian kerja sah, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Perjanjian kerja dapat berbentuk tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang berbentuk tertulis sekurang-kurangnya berisi:
Menurut jangka waktunya, terdapat 2 jenis perjanjian kerja, yaitu: a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) PKWT dibuat dalam bentuk tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Dalam PKWT tidak boleh diatur masa percobaan kerja. Apabila hal ini dilakukan, maka masa percobaan kerja tersebut batal demi hukum. PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu atau bukan bersifat tetap, yaitu:
PKWT dapat dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir, pengusaha memberitahukan maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis kepada buruh yang bersangkutan. Sementara itu, pembaharuan PKWT hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT. Pembaharuan ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan[2], pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. PKWTT dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan. Apabila PKWTT dibuat secara lisan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Apabila terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Apabila pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Apabila pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Selain kedua perjanjian di atas, terdapat juga perjanjian kerja bersama (“PKB”). PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam sebuah perusahaan, hanya dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan. PKB dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dengan huruf latin. Apabila PKB dibuat dalam bahasa asing, maka PKB tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah. PKB setidaknya berisi hal-hal berikut:
Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh. Bahkan, pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah PKB kepada setiap pekerja/buruh atas biaya perusahaan. Masa berlaku PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. Perundingan pembuatan PKB baru dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku akan tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun. Apabila terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB. Apabila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai PKB, maka PKB yang berlaku adalah PKB yang lebih menguntungkan pekerja/buruh. Apabila terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai PKB dengan perusahaan yang belum mempunyai PKB, maka PKB tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu PKB. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan PKB. Apabila hal tersebut terjadi, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam PKB. Semoga bermanfaat. FREDRIK J. PINAKUNARY LAW OFFICES Artikel ini tersedia juga dalam Bahasa Inggris. Berikut tautannya: Employment Agreement and Collective Labor Agreement. [1] Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. [2] Pasal 61 (1) UU Ketenagakerjaan: “Perjanjian kerja berakhir apabila: a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.”
Dalam hukum ketenagakerjaan “peraturan perusahaan” dan “perjanjian kerja bersama” adalah sesuatu yang berbeda. Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan perbedaan tersebut. Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU No. 13 Tahun 2003, disebutkan Peraturan Perusahaan (PP) adalah : “Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.” Sedangkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 13 Tahun 2003 adalah : “Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja /serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kevua belah pihak.” Berdasarkan uraian diatas, maka pembuatan antara peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama sangatlah berbeda prosesnya. Jika peraturan perusahaan hanya dibuat sepihak oleh pengusaha, sedangkan perjanjian kerja bersama dibuat oleh pengusaha bersama serikat pekerja/serikat buru, yang notabenenya sebagai representasi pekerja/buruh dalam perusahaan. Dalam praktek selama ini, banyak istilah yang digunakan untuk menyebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB), seperti :
Semua istilah tersebut pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah “perjanjian perburuhan” sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 1954 dimana saat ini telah diubah menjadi UU No. 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan. Dibawah ini penulis mencoba memberikan persamaan dan perbedaan antara Perjanjian Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah sebagai berikut : PERSAMAAN ANTARA PP dan PKB
PERBEDAAN ANTARA PP dan PKB
Semoga Bermanfaat … |