Apakah pembeli barang black market bisa dianggap sebagai penadah

ERA.id - Banyak yang bertanya serta takut dengan persoalan apakah jika membeli ponsel di PS Store, yang belakangan diketahui ilegal, kita sudah dianggap sebagai penadah dan bisa diproses hukum?

Sebelum menjawabnya, kita bahas dulu kasus PS Store. Pemilik gerai ponsel yang tumbuh pesat selama beberapa tahun belakangan ini, Putra Siregar, kemarin ditangkap Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).

Alasan Putra Siregar ditangkap karena kepemilikan dan peredaran barang-barang ilegal seperti ponsel dan alat elektronik lainnya. Olehnya, Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Bea Cukai Kanwil Jakarta, Ricky Mohamad Hanafie mengimbau untuk berhati-hati membeli barang murah.

Baca juga:

Kembali ke pertanyaan, apakah jika membeli ponsel yang belakangan diketahui ilegal di PS Store, kita sudah dianggap sebagai penadah? Jawabannya tidak. Pembeli tidak mesti khawatir dan punya dasar pembelaan tersendiri kalau nantinya dikaitkan.

Dilansir dari Hukum Online, Lawyer Alfin Sulaiman S.H., M.H. menjawab tindakan membeli barang ilegal tidak dapat dikualifikasi dalam pelanggaran tindak pidana kepabeanan, karena tidak ada tindakan pengangkutan, pembongkaran, penyembunyian, dan hal-hal lain yang masuk dalam tindak pidana kepabeanan.

"Posisinya hanyalah selaku pembeli, sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pembelaan."

Malah yang akan dihukum adalah mereka yang tahu dengan sengaja bahwa ponsel itu ilegal, lalu membelinya dengan jumlah yang banyak untuk dijual kembali atas nama bisnis.

"Yang dimaksud dengan penadah sesuai Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, adalah orang yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, di mana orang tersebut mengetahui bahwa barang tersebut merupakan barang yang diperoleh karena kejahatan."

Tag: penipuan kasus pajak bea cukai

Berhati-hatilah bila membeli suatu barang yang sumbernya meragukan. Sebab, bisa jadi barang yang kita beli itu merupakan hasil dari pencurian.

Namun, bagaimana apabila kita tidak tahu barang dibeli itu hasil pencurian? Apakah kita bisa dijerat pidana?

Ilustrasi pencurian sepeda motor. Foto: Faisal Rahman/kumparan

Berikut penjelasan dari Nia Sita Mahesa, S.H., M.H., pengacara yang tergabung dalam Justika:

Pada prinsipnya, dalam jual beli adanya iktikad baik dari para pihak atas barang yang hendak dijual dan/atau dibeli. Pada dasarnya, pembeli akan terlebih dahulu menentukan dan memilih tempat membeli barang dan bertanya seputar kondisi barang, asal produksi, garansi hingga sampai pada penentuan harga barang.

Langkah-langkah untuk membeli sebuah barang tanpa bermaksud memperoleh keuntungan tentu menjadi prioritas kita demi mendapatkan kondisi barang yang layak fungsi dan berkualitas. Demikian halnya dengan Penjual yang pada prinsipnya harus mengikuti aturan perdagangan resmi sebagaimana mestinya.

Akan tetapi, apabila di kemudian hari terdapat laporan bahwa barang yang dibeli adalah hasil kejahatan bagaimana status hukum Pembeli termasuk namun tidak terbatas pada Penjual.

Berdasarkan ketentuan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan menyebutkan bahwa:

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

barangsiapa membeli, menyewa, menukar menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;

barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.

Berdasarkan ketentuan di atas, seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana penadahan apabila telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana tersebut dan mengacu pada beban pembuktian selanjutnya. Akan tetapi, apabila kita merujuk pada penafsiran R. Soesilo mengenai terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana penadahan pada pasal di atas dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa:

Perbuatan tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian:

membeli, menyewa, dsb (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.

menjual, menukarkan, menggadaikan, dsb dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.

elemen penting pasal ini adalah Terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu asal dari kejahatan. Di sini, Terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu, atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai) bahwa barang itu bukan barang “terang”.

Beban pembuktian pada patut disangka atau patut diduga perlu kajian yang mendalam bagi penyidik sampai menemukan alat bukti yang kuat. Namun, tentunya Pembeli tidak bisa lepas tangan sepenuhnya jika fakta di lapangan adanya laporan atas status barang tersebut.

Pembeli harus mampu membuktikan termasuk namun tidak terbatas memberikan keterangan bahwa pada waktu pembelian barang tersebut merasa yakin atau tidak menyangka barang dari hasil kejahatan dan sepanjang pembeliannya tidak dilakukan di pasar gelap (black market).

Selain itu, untuk dapat membuktikan bahwa memang bukan seorang penadah, Anda tidak memiliki kebiasaan, kemampuan, bahkan tidak mengetahui latar belakang penjual atau disebut juga keterikatan dengan Penjual. Waktu dan tempat melakukan pembelian menjadi hal penting yang harus disampaikan oleh Pembeli dan dokumen transaksi pembelian dapat dibuktikan termasuk namun tidak terbatas jika ada bukti pendukung lainnya.

Akan tetapi, apabila melakukan pembelian barang dengan cara yang tidak wajar dan pada saat melakukan pembelian tersebut memiliki rasa curiga, menduga dan/atau menyangka bahwa barang tersebut diperoleh dari kejahatan sebaiknya tidak melakukan pembelian. Namun, apabila telah diketahui dan kemudian membeli dengan alasan biaya yang murah meskipun tidak mendapatkan keuntungan dari kejahatan itu sendiri, maka unsur-unsur tindak pidana penadahan terpenuhi.

Satu hal lagi, jika pembelian barang terbukti dilakukan secara sengaja, kesengajaan dalam membeli barang yang telah patut diduga atau patut disangka maka dapat disebut sebagai bentuk kebiasaan. maka berlaku ketentuan Pasal 481 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa:

“Barangsiapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

Dengan demikian, sepanjang tidak memenuhi unsur-unsur Pasal 480 pada sub 1 yang kami sebutkan di atas, maka tidak dapat dikenakan pidana atau disebut sebagai penadah.

Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika