Show Permintaan apartemen semakin tahun semakin meningkat, hunian vertikal telah menjadi incaran kebanyakan generasi milenial yang ingin hidup di tengah kota. Apartemen memang hunian yang menawarkan berbagai macam fasilitas lengkap bagi calon penghuninya, mulai dari kolam renang, gym bahkan private lift! Mencari tempat tinggal dengan kenyamanan yang aman menjadi sebuah prioritas. Terlebih lagi ketika apartemen berada di pusat kota, dekat dengan kantor, transportasi umum dan sarana hiburan lainnya. Hal inilah yang menjadi kelebihan tersendiri dari hunian apartemen dibandingkan rumah. Anda tidak perlu menghabiskan waktu terlalu lama di jalan, sehingga sangat efektif dan efisien. Jika Anda telah menemukan apartemen dengan fasilitas yang diberikan dan di lokasi yang strategis, pernahkah Anda bertanya-tanya tentang bagaimana status kepemilikan apartemen buat calon penghuninya? Banyak yang belum paham dan mengerti tentang status kepemilikan ini. Padahal, ketika kita resmi menjadi pemilik apartemen, kita harus memiliki dokumen hukum yang lengkap agar tidak terjadi permasalahan kedepannya. Pahami lebih lanjut mengenai status kepemilikan apartemen berikut ini, sebelum Anda menjadi penghuni resmi apartemen tersebut! Status Kepemilikan ApartemenApakah benar, jika kita membeli apartemen status kepemilikannya hanya sekedar hak pakai saja bukan hak milik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Anda harus mengetahui terlebih dahulu bahwa hunian apartemen memiliki status kepemilikan hak guna bangunan dan hak milik. Hak milik apartemen berlaku hingga beberapa puluh tahun saja, anggap saja selama 20 tahun apartemen tersebut menjadi milik Anda. Sedangkan hak guna bangunan merupakan status kepemilikan bagi penghuni yang ingin investasi properti namun tidak ingin menempati dalam kurun waktu yang lama. Maka dari itu, status kepemilikan bangunan yang umum dimiliki di Indonesia adalah hak guna bangunan dan hak milik. Kemudian, hak milik ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Adanya perbedaan hak kepemilikan inilah yang menjelaskan status kepemilikan apartemen yaitu hak milik unit apartemen. Sedangkan untuk kepemilikan tanah, fasilitas dan yang lainnya dimiliki bersama dengan penghuni lainnya. Oleh sebab itu, Anda harus mencari tahu terlebih dahulu mengenai status kepemilikan apartemen kepada pihak pengembang sebagai tanda bukti yang sah di mata hukum. Maka, sebagai calon penghuni Anda harus mendapatkan tiga bukti dokumen yang terdiri dari salinan buku tanah, surat ukur hak atas tanah bersama, dan gambar denah unit apartemen sebagai satuan unit kepemilikan Anda. Bagaimana Jika Terjadi Bencana?Biasanya, pengembang akan memberikan penjelasan saat serah terima unit apartemen. Misalnya saja, jika terjadi bencana dan berdampak pada apartemen, sehingga tidak bisa dipergunakan lagi, maka status kepemilikan apartemen terhapus. Namun, pemilik akan mendapatkan bagian atas hak milik bersama seperti hak tanah, hak fasilitas lainnya sesuai dengan nilai proporsionalnya Jika bencana alam tidak menyebabkan apartemen menjadi roboh, dan hanya menyebabkan tanah bagian bawahnya longsor hingga musnah, secara langsung status kepemilikan apartemen juga terhapus. Setelah mengetahui apa saja yang menjadi milik calon penghuni, Anda dapat menanyakan langsung kepada pihak pengembang apartemen tentang hal ini. Tentunya Anda tidak ingin menjadi penghuni yang tidak memiliki bukti kepemilikannya bukan? Bisa saja ada penghuni lainnya yang dapat melakukan klaim kepemilikan unit dengan tanda bukti yang sah.
Lihat Foto
Pertanyaan tersebut bisa jadi masih kerap muncul bagi Kamu yang berniat membeli apartemen. Pemahaman mengenai apa itu SHMSRS memang diperukan sebelum memutuskan untuk membeli unit apartemen. Pasalnya, aturan mengenai rumah susun atau apartemen berbeda dengan rumah tapak yang lebih sederhana hak kepemilikannya, terutama jika sudah berlabel Sertifikat Hak Milik (SHM). Baca juga: Apa Itu Tanah Girik dan Bagaimana Cara Mengurusnya Jadi SHM? Mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun, bentuk kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun alias SHMSRS. Aturan terkait hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun atau disebut juga dengan UU Rumah Susun. Definisi SHMSRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Sederhananya, SHMSRS adalah bukti atau pertanda bahwa Kamu sudah memiliki kekuasaan terhadap apartemen yang dibeli. Macam-macam hak kepemilikan apartemenNah, jika Kamu sudah mengerti tentang apa itu SHMSRS, maka penting juga untuk mengetahui sejauh mana penguasaan atau hak yang Kamu miliki jika sudah mengantongi SHMSRS. Bentuk hak milik atas rumah susun ini dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah atau bangunan dan tanah. Baca juga: Apa Itu Asuransi Unit Link: Definisi, Cara Kerja, Risiko dan Contohnya Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) berbunyi, hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Dengan demikian, terdapat beberapa istilah terkait hak kepemilikan apartemen sebagaimana disebut dalam Pasal 46 UU Rumah Susun.
Menurut UU No 20 tahun 2011, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Secara fisik, apartemen memenuhi kriteria yang disebut sebagai rumah susun. Penghuni apartemen akan lebih nyaman dengan istilah kepemilikan bersama, seperti tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama. Hal ini dikarenakan satuan-satuan dalam apartemen dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Oleh karena itu, penghuni apartemen memiliki batasan-batasan dalam memanfaatkan ruang di dalam bangunan. Lalu apa sajakah hak dan kewajiban penghuni apartemen? Sesuai dengan Pasal 61 PP no.4 Tahun 1988 tentang rumah susun, penghuni memiliki hak dan kewajiban yang mengikat. Pertama, mari kita bahas mengenai kewajiban penghuni. Kewajiban yang harus dipenuhi oleh penghuni adalah mematuhi dan melaksanakan peraturan dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan AD/ART, membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran, serta memelihara rumah susun dan lingkungannya, termasuk didalamnya yang disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Sementara, penghuni apartemen memilik hak untuk memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib, mendapatkan perlindungan sesuai dengan AD/ART, memilih dan dipilih menjadi pengurus Perhimpunan Penghuni. Selanjutnya, siapa yang berwenang dalam pengelolaan dan penjagaan pemanfaatan apartemen serta bagaimana pengelolaannya? Anggota pengurus Perhimpunan Penghuni kini dikenal dengan istilah PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun). PPPSRS, diatur dalam UU no 20 tahun 2011, merupakan suatu wadah berbadan hukum yang mengelola rumah susun dan menghimpun pemilik dan penghuni sarusun (satuan rumah susun). PPPSRS hadir sebagai pengelola kepemilikan bersama setelah diserahkan dari pelaku pembangunan, dan memiliki kewenangan memutuskan hal yang berkaitan dengan kepentingan pemilik dan penghuni. Merupakan sebuah kewajiban bagi pelaku pembangunan apartemen untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Setelah dibentuk, biaya pengelolaan dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara proporsional dan dikelola oleh badan pengelola di bawah pengawasan PPPSRS. Dengan begitu, dalam menjaga keharmonisan dan keteraturan lingkungan sebuah apartemen/ rumah susun secara ideal memiliki PPPRS. Tags : penghuni, apartemen, rumah susun, rusun, hak, kewajiban, PPPRS doktorhukum.com – Kepemilikan rumah biasanya biasanya dibuktikan dengan adanya Sertifikat Hak Milik (SHM). Sedangkan kepemilikan Apartemen biasanya dibuktikan dengan adanya Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHMSR). Adapun terhadap keduanya akan dijelaskan sebagai berikut : SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan bukti kepemilikan atas suatu hak atas tanah. Pasal 21 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (“UU PA”) menyebutkan hanya orang yang berwarga negara indonesia yang berhak memiliki hak milik atas tanah. Artinya, warga negara asing tidak boleh memiliki sertifikat hak milik atas suatu tanah di Indonesia. Hak milik merupakan hak turun temurun. Artinya, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Untuk mendapatkan SHM, maka setiap orang wajib melakukan kegiatan pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan dengan dilengkapi data fisik dan data yuridis sebagaimana diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”). SHM yang dimiliki merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah yang sangat kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.” Berdasarkan Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, pihak yang memiliki SHM akan mendapatkan suatu perlindungan hak. Artinya, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun pemilik SHM menguasai tanah tersebut dan tidak ada yang mengajukan keberatan, maka kepemilikan SHM dan penguasaan terhadap tanah tersebut tidak dapat diajukan keberatan lagi. “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.” Namun, SHM yang diberikan oleh kantor pertanahan dapat dihapuskan karena alasan-alasan sebagai berikut:
SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN (SHMSR) Pengertian rumah susun adalah sebagai berikut: Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun: “Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.” Dari uraian pengertian diatas disimpulkan bahwa bangunan apartemen atau condominium dapat ditafsirkan sebagai rumah susun. Setiap orang yang memiliki rumah susun berhak mendapatkan “Sertifikat Hak Kepemilikan Atas Satuan Rumah Susun (SHMSR)”. SHMSR merupakan bukti kepemilikan terhadap suatu rumah susun (apartemen atau condominium). Warna sertifikat yang diberikan warna merah jambu (pink). Kepemilikan terhadap SHMSR memiliki batas-batas yang perlu diketahui, yaitu : 1. Kepemilikan Pribadi Kepemilikan pribadi dari rumah susun terbatas pada unit pribadi yang dibelinya. Contoh : A membeli unit apartemen dengan luas 90M2 yang terdiri dari 4 kamar tidur. Dengan demikian, A hanya memiliki kepemilikan pribadi terbatas pada unit amartemen dengan luas 90M2 tersebut. Oleh karena A memiliki hak kepemilikan pribadi hanya terbatas pada luas 90M2 tersebut, maka A hanya dapat melakukan modifikasi dengan luas unit yang dimilikinya sepanjang tidak melanggar dan mengganggu penghuni unit lainnya. 2. Kepemilikan Bersama Kepemikan bersama merupakan hak kolektif (hak bersama) sesama pemilik rumah susun sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”), seperti :
Editor : R Indra |