Apa yang menyebabkan Indonesia memiliki peluang dalam mengembangkan Jamu

Permintaan terhadap produk obat tradisional diyakini mengalami peningkatan di situasi pandemi saat ini. Hal ini terkait dengan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Untuk itu, Pemerintah bekerja sama dengan seluruh sektor dan stakeholder untuk memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui pendekatan klaster atau sentra, dalam hal ini termasuk klaster obat tradisional.

“Dalam kesempatan ini saya berharap bentuk kerja sama ini dapat diperluas dan terintegrasi sehingga dapat mendukung pemulihan perekonomian nasional, dan klaster atau sentra usaha obat tradisional terus tumbuh dengan baik,” tutur Deputi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Rudy Salahuddin dalam Focus Group Discussion Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengembangan Sentra Usaha Obat Tradisional, di Tangerang Selatan, Banten (8/9).

Obat tradisional dianggap bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan imunitas, sehingga saat ini masyarakat banyak mengonsumsi obat tradisional khususnya jamu dan minuman kesehatan.

“Kondisi pandemi ini berpotensi membuka peluang bagi upaya pengembangan ekonomi masyarakat berbasis pengembangan komoditas obat tradisional. Di Jawa Tengah rata-rata penjualan UMKM jamu meningkat sebesar 300-400% per hari dengan variasi jenis jamu yang lebih banyak,” tutur Rudy.

Obat tradisional merupakan kekayaan budaya dan alam Indonesia, serta memiliki nilai strategis dari sisi ekonomi. Industri obat tradisional di Indonesia bersifat padat karya dan didominasi oleh pelaku UMKM  yaitu sebesar 87,2%. Industri ini juga dianggap memiliki backward linkage (keterkaitan ke belakang) yang kuat dengan sektor pertanian.

Namun, sebagai yang mendominasi industri jamu, UMKM obat tradisional masih mengalami tantangan dalam hal pengembangannya. Tantangan yang kerap kali dihadapi UMKM di sektor ini antara lain, keterbatasan bahan baku, peralatan, permodalan, dan sumber daya manusia.

“Selain itu, tantangan juga terjadi pada penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Tantangan-tantangan ini menyebabkan keterbatasan kapasitas produksi dan pemasaran,” ucap Deputi Rudy.

Menurut Rudy, dalam rangka mengakselerasi upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan kegiatan usaha obat tradisional perlu dilakukan pembinaan UMKM obat tradisional secara terpadu, efisien, dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang perlu didorong adalah pengembangan sentra UMKM obat tradisional.

“Ke depan, kami berharap semakin banyak UMKM yang meningkat daya saing produknya serta mampu menggerakan perekonomian lokal yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja,” ucapnya.

Pemerintah menyadari upaya peningkatan kemampuan UMKM obat tradisional di Indonesia tidak akan sukses tanpa adanya partisipasi aktif dari UMKM dan kolaborasi antar kementerian/lembaga. Oleh karena itu, Rudy menegaskan, diperlukan kerja sama seluruh sektor dan stakeholder dalam pemberdayaan UMKM melalui pendekatan klaster/sentra guna mendukung kapasitas produk maupun pelaku usaha yang berorientasi ekspor.

Saat ini Pemerintah tengah melakukan berbagai upaya kebijakan untuk dapat menyeimbangkan antara penanganan krisis kesehatan dan perbaikan ekonomi melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Rudy berharap UMKM yang merupakan salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi juga dapat terus diberdayakan.

“Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dan kewirausahaan melalui penguatan UMKM merupakan salah satu kunci dalam PEN. Dengan PEN Pemerintah berharap seluruh lini sektor yang terkena dampak dapat bertahan dan bangkit,” pungkasnya (kun/iqb)

***

SIARAN PERS

Potensi Obat Herbal Indonesia

Jakarta – Indonesia memiliki berjuta ragam tanaman obat yang berpotensi dikembangkan untuk menambah nilai industri obat berbahan herbal (Jamu, Obat Herbal Terstandar/OHT, dan Fitofarmaka) yang jauh lebih besar dibanding negara lain. Sebagai negara yang memiliki tidak kurang dari 30.000 spesies tumbuhan maupun sumber daya laut, tentunya tidak aneh jika Indonesia dapat menjadi pengekspor produk obat herbal terbesar di dunia. Namun faktanya, sekitar 9.600 spesies tanaman dan hewan yang diketahui memiliki khasiat obat belum dimanfaatkan secara optimal sebagai obat herbal.

"Potensi yang dimiliki Indonesia harus dikawal agar dapat dikembangkan oleh para peneliti, sehingga dapat memenuhi permintaan akan obat tradisional dan suplemen kesehatan dari bahan alam yang semakin meningkat," ujar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito.

Untuk dapat bersaing di kancah global, Indonesia perlu memberikan fasilitas ruang gerak terhadap peneliti tanaman berkhasiat obat agar menghasilkan obat herbal yang bermutu dan berdaya saing. Penelitian di bidang obat herbal telah banyak dilakukan, baik di Institusi pendidikan seperti sekolah menengah dan perguruan tinggi maupun institusi peneliti lainnya, namun hanya sebatas pemenuhan kurikulum tanpa pengembangan hasil penelitian lebih lanjut. "Banyak yang telah meneliti, namun terbatas ruang gerak dalam melakukan pengembangan produk, hingga belum menjadi produk komersil yang dapat berdaya jual," ungkap Penny K. Lukito.

Permasalahan tersebut memotivasi Badan POM untuk menyelenggarakan "Bursa Hilirisasi Inovasi Herbal Indonesia 2020” pada 19-20 Februari 2020 di Balai Kartini Jakarta. Kegiatan ini diharapkan mampu mendorong para peneliti dari akademisi untuk lebih bersemangat dalam berkarya dan menggali sumber kekayaan alam Indonesia yang kaya akan tanaman obat. Tidak hanya meningkatkan pengetahuan, ajang ini sekaligus memberi kesempatan kepada para peneliti di bidang obat herbal untuk dapat menginformasikan dan mempromosikan hasil penelitiannya kepada pelaku usaha dan masyarakat.

Bursa Penelitian Herbal Indonesia 2020 ini meliputi serangkaian acara yaitu panggung edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan generasi milenial, pertemuan bisnis peneliti dan pelaku usaha, konsultasi layanan publik Badan POM, serta seminar ilmiah dengan pembicara dari dalam negeri dan luar negeri. "Seminar ini menjadi ajang diskusi pertukaran informasi dan pengalaman, serta penjajakan kerja sama riset dan alih teknologi dalam rangka mendorong pengembangan industri obat bahan alam dalam negeri yang berdaya saing," tegas Kepala Badan POM.

Lebih lanjut Kepala Badan POM mengungkapkan bahwa Badan POM berupaya mengembangkan obat berbahan herbal untuk meningkatkan daya saing dan menjadi salah satu alternatif dalam pengobatan secara formal. Upaya tersebut sejalan dengan percepatan hilirisasi untuk mendorong pengembangan industri obat berbahan herbal. Badan POM telah melakukan pendampingan penelitian uji klinik, mulai dari penyusunan protokol, diperolehnya pendanaan penelitian oleh Kementerian Riset dan Teknologi, hingga pelaksanaan uji klinik yang dilakukan terhadap sistem manajemen mutu, fasilitas uji klinik, dokumen uji klinik, dan produk uji.

Tahun 2019 lalu, sudah berjalan 8 penelitian yang terdiri dari 5 uji pra klinik dan 3 uji klinik. Selain itu terdapat 19 riset obat herbal yang sedang didampingi Badan POM hingga produk mendapat izin edar. Tak hanya itu, Indonesia juga telah memiliki 23 produk fitofarmaka yang berasal dari bahan alam baik tumbuhan maupun hewan. Fitofarmaka merupakan obat tradisional yang telah memiliki bukti ilmiah melalui proses uji klinik.

Komitmen Badan POM untuk meningkatkan daya saing Obat Tradisional tercermin dengan adanya percepatan pelayanan perizinan, pendampingan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), program Bapak Angkat Jamu, pendampingan UMKM Jamu Gendong, inisiasi pengembangan Café Jamu, pengembangan obat tradisional/jamu tematik, serta membuka dan akses pasar ekspor internasional.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533, email , twitter@BPOM_RI, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Dalam rangka peningkatan potensi pengembangan BBO (BBO/BBOT), Indonesia perlu mempertimbangkan sumber kekayaan alam yang berupa minyak bumi, sumber daya hayati dan keanekaragaman species di Indonesia, serta potensi sumber daya manusia (SDA). Oleh karena itu, bahan baku potensial untuk dikembangkan adalah bahan baku obat  (BBO/BBOT) yang banyak digunakan di Indonesia, harga terjangkau dengan kualitas yang baik, berbasiskan SDA di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Berna Elya, M.Si., Apt. (Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia) pada Senin (03/12/2018) sebagai Pembicara Orasi Ilmiah dalam rangkaian acara Dies Natalis Fakultas Farmasi UI ke-7. Acara Dies Natalis ini  sebelumnya diawali oleh Sambutan dari Dekan FF UI, Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt dan Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met.

Apa yang menyebabkan Indonesia memiliki peluang dalam mengembangkan Jamu

Prof. Berna mengatakan diawal paparan nya bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat besar, baik flora maupun fauna yang ada di daratan maupun di lautan yang dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman flora terbesar kedua setelah Brazil. Kekayaan flora Indonesia ini mencakup 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia dengan 9.600 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat.

Berdasarkan keputusan kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional Indonesia dapat dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Industri jamu dan obat herbal sangat bergantung pada bahan baku alam dan kondisi alam Indonesia masih tersedia luas untuk pengadaan bahan baku pembuat obat tradisional. Budidaya tanaman obat di Indonesia mulai berkembang seiring dengan peningkatan pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan berbagai penyakit secara tradisional. Banyak industri jamu, fitofarmaka, obat herbal dan kosmetik tradisional yang membutuhkan bahan baku tumbuhan obat.

Perkembangan perdagangan tanaman obat sangat dipengaruhi oleh perkembangan perdagangan obat tradisional dan perkembangan industri obat tradisional. Saat ini, terjadi perkembangan perusahaan/industri obat tradisional yang sangat pesat. Oleh sebab itu, pemerintah telah mengatur jenis-jenis usaha yang terkait dengan obat tradisional melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Industri dan usaha obat tradisional tersebut  terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA),  sedangkan usaha  obat tradisional meliputi: Usaha Kecil Obat Tradisional ( UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong.

Pasar obat tradisional di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dari data Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan kementrian Kesehatan RI, pada tahun 2006 pasar obat herbal mencapai Rp 5 triliun. Di tahun 2007 dan 2018, pasar obat herbal menjadi Rp.6 triliun dan Rp 7,2 triliun secara berurutan. Pada tahun 2012, pasar obat herbal mencapai Rp 13,2 triliun dengan nilai dalam negeri sebesar Rp12,1 triliun dan ekspor sebesar Rp 1,1 triliun. Pasar obat herbal tersebut meliputi Jamu, obat herbal, minuman herbal, spa dan aroma terapi.

Mengingat penggunaan obat herbal di masyarakat yang makin meningkat dan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tradisional yang bermutu, dibuat pedoman atau standar pelayanan kesehatan tradisional terintegrasi yaitu Formularium Obat Herbal Asli Indonesia. Hal ini sesuai dengan UU 36/2009 pasal 48 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa salah satu pelayanan kesehatan adalah obat tradisional. Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut akan disusun Formularium Obat Tradisional Nasional (Fotranas) untuk penyediaan obat herbal di rumah sakit.

Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan obat bahan alam, yaitu pengaruh pada proses penyiapan bahan baku, variasi biologi, kompleksitas komposisi sediaan obat bahan alam, kandungan berbagai senyawa aktif, proses ekstraksi, potensi kontaminasi, kontrol mutu, dan uji non klinik.

Dalam pengembangan bahan baku obat/bahan baku obat tradisional (BBO/BBOT) Kementrian Kesehatan RI, melakukan upaya-upaya yang meliputi: Pengembangan bahan baku, Pembinaan Industri (termasuk penanggung jawab teknis), Pembinaan pelaku usaha yaitu industri dan usaha obat tradisional (termasuk Usaha Jamu Gendong dan Racikan UJG/UJR) melalui program GERNAS BUDE JAMU, Penyusunan standar mutu dari BBO/BBOT.

Dalam upaya mengawal penelitian dan pengembangan obat dan makanan di Indonesia serta membangun sinergi kebijakan nasional dan regulasi sehingga hasil penelitian dapat dihilirisasi/dikomersialisi, baru-baru ini telah dibuat kesepakatan antara BPOM RI dengan Kemenristekdikti RI. Pentingnya kerjasama ini dikarenakan Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang potensial untuk pengembangan produk farmasi seperti produk bioteknologi, obat tradisional termasuk fitofarmaka, dan produk natural lainnya.

Disamping itu  juga telah dibuat  kesepakatan  pembentukan Konsorsium Nasional Percepatan Pengembangan, yang melibatkan Kemenristekdikti, Kementan, Kemenkes, BPPT, Kemendag, Komenko PMK dan Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi, Ikatan Apoteker, Pengusaha Jamu dan pengusaha Farmasi. Konsorsium Nasional ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas peneliti dan kemajuan industri obat dan makanan Indonesia, sehingga dapat mengurangi ketergantungan bahan baku obat dari luar. (BPOM, 2018)

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mendapatkan fasilitasi pengembangan dan peningkatan kapasitas produksi BBOT dari Ditjen Kefarmasian dan Alkes, yaitu ekstrak kering terstandar buah pare yang bekerja sama dengan PT. Deltomet pada tahun 2015 dan ekstrak Daun Belimbing Manis  (Averrhoa carambola L) yang bersinergi dengan CV. Cahaya Multi  Mandiri) pada tahun 2018.

Dipenghujung paparan nya Prof. Berna menyampaikan harapan nya terkait Arah dan Perkembangan Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia, semoga apa yang beliau sampaikan dalam orasi ilmiah nya ini semakin menggugah perhatian kita semua mengenai keberadaan dan manfaat tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional untuk kemakmuran bangsa Indonesia, mengingat kekayaan bumi Indonesia merupakan Anugerah Allah SWT.

Apa yang menyebabkan Indonesia memiliki peluang dalam mengembangkan Jamu
 
Apa yang menyebabkan Indonesia memiliki peluang dalam mengembangkan Jamu