Apa yang dimaksud dengan wadah pembinaan kreativitas di sekolah


Page 2

a.6. Peningkatan sarana Kantor Pengajaran.

--- Pembangunan perluasan Kantor Pengajaran Kabupaten. - Pembangunan rumah Dinas Kepala Kantor Pengajaran Kabupaten.

· Pengadaan peralatan Kantor dan Sarana mobilitas. a.7. Bantuan kepada pembinaan dan pengadaan fasilitas pendidikan non sosial (seperti SD Pamong).

b. Generasi Muda.

b.1. Sebagai kader penerus ditujukan kepada pembinaan agar mereka dapat menjadi pengganti generasi yang tetap dan lebih baik. Dan wadah pembinaannya adalah liwat keluarga, sekolah, organisasi pemuda, pramuka dan lainlain. Disamping itu masih teratasi nantinya ada satu gap akibat dari pada terbatasnya fasilitas pendidikan, dan kesempatan kerja, maka oleh karena itu diperlukan pembinaan, pengarahan sesuai dengan aspirasi bangsa menurut bakat, dan kemampuan serta karya dan amal. Sehingga untuk memenuhi hal itu diperlukan adanya pengembangan Generasi Muda seirama dengan aspek kemanusiaannya. b.2. Diperlukan adanya penumbuhan satu jalur pembinaan yang terkoordinir dan terarah, sehingga menghilangkan adanya kesimpangan siuran (Badan Pembina Pemuda). b.3. Pembentukan dan pembangunan fasilitas dalam bentuk

sarana kepemudaan seperti adanya Youth Centre, penyediaan alat2 perlengkapan seni dan olahraga serta kepustakaan.

b.4. Penyaluran bantuan untuk menumbuhkan kehidupan organisasi pemuda untuk menumbuhkan kegiatan yang bersifat produktip, dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk memanfaatkan kesempatan latihan-latihan kerja dan keterampilan yang ada.

b.5. Mengembangkan serta menggiatkan wadah pertemuan untuk diskusi, kesenian, kreativitas dan olahraga

(POPSI, Festival dll.).

c. Olah Raga.

Didalam menyelenggarakan kebijaksanaan keolahragaan itu diadakan program sebagai berikut :

c.1. Pengadaan sarana keolahragaan baik untuk melengkapi Stadion Ngurah Rai, membangun Kolam Renang, Sport Hall, melengkapi Madical Sport Centre, dan fasilitas peralatan serta perlengkapan keolahragaan serta tempat olah raga lainnya.

c.2. Pemassalan olahraga dengan menghidupkan serta menggerakkan secara luas olahraga seperti Gerak Jalan, Senam, dan acara pembibitan, sehingga dapat menumbuhkan kehidupan yang sehat serta memupuk prestasi yang berkelanjutan.

c.3. Peningkatan prestasi; Bali yang telah memiliki prestasi dan menduduki rangking yang cukup menentukan pada dunia olahraga dikawasan Negeri Indonesia adalah sangat penting untuk dapat dipertahankan prestasi itu dengan mengintensifkan pembinaan terhadap cabang olahraga yang ada, terutama sekali terhadap cabang olahraga yang telah mendapat prestasi yang nyata.

Disamping itu pula kemajuan dan peningkatan prestasi ini penting untuk tetap memupuk keolahragaan dan kemantapan prestasi bagi para atlit sehingga akan merupakan satu kaitan dengan kesinambungan prestasi yang diingini, dan bukan hanya sekedar ditentukan oleh satu faktor kebetulan dan kebaikan nasib.

c.5. Pembinaan Prestasi.

Keserasian akan terciptanya satu prestasi bukan saja terletak kepada adanya penyediaan fasilitas, dana, bakat, tetapi akan tergantung pula oleh adanya kaitan secara mental dan keadaan biologis dari pada seorang atlit dan jasmani untuk memelihara kesegaran jasmaninya. Untuk itu diperlukan penelitian secara ilmiah dan teratur serta saksama, sehingga keadaan maximal si atlit untuk mencapai puncak prestasi dapat diatur dan ditentukan dengan prestasi.

Oleh karena bantuan untuk wadah pembinaan ini perlu ditujukan kepada PP KORI.

Progam kerja Pramuka adalah berdasarkan program kerja yang ada yaitu :

d.1. Peningkatan mutu dan jumlah pembina.

d.2. Peningkatan kemampuan organisasi. d.3. Peningkatan kemampuan anak didik.

d.4. Peningkatan pengadaan sarana dan prasarana.

d.5. Peningkatan partisipasi Pramuka dalam kegiatan pembangunan dan masyarakat.

d.6. Ikut serta didalam kegiatan2 kepramukaan yang bersifat Nasional dan Internasional.

e. Kebudayaan.

Didalam mewujudkan kebijaksanaan dan langkah-langkah pembinaan dan pengembangan seni budaya didaerah Bali diwujudkan didalam program-program.

e.1. Penggalian, pendekumentasian dan pengembangan seni klasik/tradisional secara utuh.

Program ini bertujuan untuk menyusun dokumentasi dan kesenian klasik/tradisional sebagai sumber cipta dan sasana budaya sekaligus untuk bisa diwariskan serta dikembangkan dalam bentuk kreasi.

Program ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :

a. Penggalian, perekaman dan penyusunan data.

b. Mengadakan seminar, loka karya dari pada hasil penggalian.

c. Pendokumentasian dan penerbitan.

e.2. Penggalakan gairah untuk berkarya seni yang dilaksana

kan dengan :

a. Mengadakan sayembara.

b. Memberikan penghargaan.

c. Pembelian karya seni dan penerbitan karya2 seni yang bermutu.

d. Menghidupkan dan memberikan bantuan kepada organisasi kesenian/sekehe-sekehe yang ada.

e.3. Pembinaan dan pengembangan kesenian dilaksanakan dalam wujud Pesta seni, parade, pertukaran kesenian dengan daerah-daerah lain, pementasan/pergelaran dan pasar seni.

e.4. Peningkatan appresiasi, daya cipta dan kreativitas. Program ini dilaksanakan liwat :

a. Penyelenggaraan diskusi, ceramah, saraŝehan, loka karya, penataran.

b. Perlengkapan kesenian.

c. Sanggar-sanggar.

e.5. Penyelamatan dan pemeliharaan warisan-warisan seni budaya yang bersifat kepurbakalaan.

Program ini dilaksanakan dengan :

a. Penyuluhan tentang pengertian kepurbakalaan.

b. Pemugaran/rehabilitasi, pembelian benda2 seni budaya yang mempunyai nilai kepurbakalaan.

e.6. Mengadakan pendidikan dan pengembangan kesenian yang dilaksanakan liwat media pendidikan formil dan non formil.

e.7. Pengembangan bahasa dan kesusastraan Bali, pembinaan dan pengembangan ini pada dasarnya ditujukan kearah menghidupkan kembali kemampuan untuk mempergunakan bahasa daerah dikalangan masyarakat Bali sebagai sarana komunikasi sekaligus memberikan fungsi yang jelas dan teratur kepada bahasa daerah didalam rangka membentuk bahasa Nasional Indonesia dan masyarakat yang demokratis.

Program ini dilaksanakan liwat :

a. Pendidikan dasar dengan memanfaatkan kurikulum yang ada.

b. Penerbitan buku-buku dan kesusastraan Bali liwat sayembara.

c. Mengadakan sayembara, pergelaran, pementasan cabang-cabang seni lewat penggunaan Bahasa Bali.

d. Penyelamatan buku2 naskah berharga dalam arti buku2 dan naskah2 kelasik maupun naskah yang hampir punah.

e. Menggiatkan kehidupan gedung Kertiya sebagai pusat penyimpanan dan penerbitan buku-buku/kesusastraan Bahasa Bali.

f. Merangsang iklim yang sehat untuk kehidupan penerbitan buku-buku Bahasa Bali, baik yang dipergunakan disekolah maupun sebagai penunjang termasuk penerbitan pribahasa.

e.8. Peningkatan dan pembinaan Museum.

Dalam hal ini dimaksudkan untuk pembinaan Museum antara lain Gedung Kertya, Museum Ratna Ubud dan lain-lain yang sejenis.

SUB SEKTOR PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA.

I. Pendahuluan.

Keluarga adalah lembaga yang fundamentil dan merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan sendi dasar dari masyarakat yang bersumber pada anggota-anggotanya.

Oleh karenanya kondisi keluarga tidak mungkin terlepas dari pengaruh dan kondisi dari masyarakat dan negara.

Dengan adanya hubungan antara keluarga dan masyarakat yang timbal balik tersebut maka jelaslah bahwa antara kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan masyarakat dan Negara berkaitan secara fungsional. Menyadari akan pentingnya arti/fungsi keluarga didalam pembentukan masyarakat maka pembinaan kesejahteraan keluarga yang bertujuan mewujudkan keluarga sejahtera merupakan alat yang penting dalam pembangunan masyarakat untuk menuju Negara yang sejahtera berdasarkan Pancasila.

Pembinaan Kesejahteraan Keluarga ini mengambil titik sentrumnya kaum wanita, karena wanita adalah salah seorang anggota keluarga yang mempunyai peranan penting didalam menyumbangkan baktinya kepada keluarga dan sebagai poros keluarga serta pendidik pertama didalam pendidikan masyarakat.

II. Keadaan dan Masalah.

1. Keadaan.

Jumlah Desa Contoh sampai akhir Pelita II 300 buah.

Desa-Desa yang telah menjadi juara/pemenang dalam lomba Desa PKK sejak tahun 1973/1974 sampai dengan 1977/ 1978 dengan urutan pemenang I sampai dengan IV ialah 12 buah yaitu :

Tahun 1973/1974 :

Pemenang I : Desa Petang

Pemenang II : Desa Ngis Pemenang III : Desa Sudimara Pemenang IV : Desa Pergung

Tahun 1974/1975

(Badung) (Karangasem)

(Tabanan) (Jembrana)

Pemenang I: Desa Mengesta

(Tabanan) (Karangasem)

Pemenang II : Desa Ulakan

Pemenang III : Desa Mendoyo Dangin (Jembrana)

tukad


Page 3

Pemenang IV : Desa Sesetan

Tahun 1977/1978

Pemenang I : Desa Blumbang Pemenang II : Desa Menanga Pemenang III : Desa Gobleg

Pemenang IV : Desa Besang

(Tabanan) (Karangasem) (Buleleng)

(Klungkung)

- Untuk pelaksanaan penterapan 10 segi P.K.K. diseluruh lapisan masyarakat telah dibentuk Pengurus PKK dari tingkat Propinsi sampai dengan Desa.

- Untuk pembiayaan dari segala kegiatan PKK biaya tidak sepenuhnya dari Pemda, namun sebagian dari partisipasi masyarakat.

Setiap tahun diadakan pembentukan kader yang dilaksanakan oleh Tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa yang setiap tahunnya bertambah jumlahnya.

2. Masalah.

III. Kebijaksanaan dan Langkah-Langkah.

1. Kebijaksanaan.

- Tingkat pendidikan yang masih rendah dari sebagian besar anggota masyarakat terutama isteri Perbekel yang dalam pelaksanaan P.K.K. isteri Perbekel berfungsi sebagai Ketua P.K.K. di Desa sehingga usaha untuk menanamkan pengertian P.K.K. agar menjadi kesadaran masyarakat sangat sukar. Ditambah lagi dengan kebiasaan hidup masyarakat yang sudah melembaga diperlukan waktu yang panjang untuk merubah sikap hidup sesuai dengan segi-segi PKK menuju keluarga sejahtera.

Kemampuan daerah/desa yang berbeda-beda sangat mempengaruhi lancarnya pembinaan.

Sampai saat ini sistim yang dipergunakan adalah :

a. Penunjukkan Desa Contoh.

b. Pembinaan langsung kedesa-desa contoh

c. Lomba Desa

d. Pembentukan Kader-Kader.

Disamping tersebut diatas bagi Desa-desa yang bukan desa contoh pembinaannya diserahkan kepada Kabupaten, Kecamatan

dan Desa. Setelah diadakan observasi atas hasil pelaksanaan pembinaan/penterapan PKK dalam Pelita III akan tetap memakai dasar kebijaksanaan pada Pelita III dengan mengadakan perubahan disana-sini guna mempertajam sistim tersebut.

2. Langkah-Langkah.

a. Dengan terus menerus mengadakan penyempurnaan organisasi PKK ditingkat Propinsi sampai dengan Desa.

b. Secara terus menerus mengadakan konsultasi dan pendekatan dengan Instansi/Lembaga yang berkaitan dengan P.K.K. c. Pembinaan yang terus menerus oleh Tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa.

IV. Program Pembangunan.

Program Pembinaan P.K.K. masih tetap melanjutkan program Pelita II, dengan mempertajam Proyek-Proyek :

1. Bantuan kepada Desa binaan sebanyak 264 buah Desa. 2.a. Lomba Desa P.K.K. yang diadakan secara beranting dari tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi yang diadakan setiap tahun.

b. Lomba Desa juara yang diadakan 4 tahun sekali.

3. Kaderisasi dan atau peningkatan mutu kader yang diadakan setiap tahun.

4. Peningkatan mutu guru-guru T.K. - P.K.K. lewat training. 5. Pembinaan kedesa-desa :

a. Pembinaan langsung kedesa.

b. Lokakarya.

6. Pengadaan media komunikasi/penerangan/brosur.

SEKTOR PEMUKIMAN DAN PERUMAHAN RAKYAT.

I. KEADAAN DAN MASALAH.

1. Makin besarnya kecendrungan meluasnya daerah pemukiman yang mengakibatkan berkurangnya areal pertanian maupun kawasan hutan.

2. Makin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan makin bertambahnya kebutuhan-kebutuhan perumahan yang layak Hal ini dirasakan didaerah perkotaan sebagai akibat urbanisasi dan pendatang baru dari luar wilayah.

3. Dengan makin meningkatnya pertambahan penduduk didaerah

perkotaan makin banyak terjadi pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyusunan suatu tata kota yang baik.

4. Perumahan-perumahan yang berada dipedesaan masih banyak yang tidak memenuhi syarat-syarat tehnis maupun kesehatan. 5. Makin besarnya kecendrungan masyarakat yang mampu membangun perumahan-perumahan baru tanpa mengindahkan segisegi arsitektur Bali sebagaimana tersebut dalam Asta Bumi dan Asta Kosala-Kosali.

II. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

1. Pembagian wilayah pemukiman.

Untuk menciptakan daerah/suasana lingkungan permukiman yang bersih dan sehat, bebas dari pada polusi, kebisingan maka perlu didahului dengan adanya Master Plan baik untuk tingkat perkotaan maupun pedesaan dan peningkatan Law Enforce

ment.

2. Untuk mencegah terjadinya urbanisasi dan pengelompokan penduduk diperkotaan maka hendaknya daerah permukiman dipedesaan mutlak perlu diperlengkapi dengan sarana-sarana yang dapat mengikat mereka untuk betah tinggal didesa misalnya antara lain :

terciptanya lapangan kerja

sarana-sarana tempat hiburan

perpustakaan Desa

sarana-sarana olah raga

- tempat-tempat pembinaan ketrampilan (sanggar kegiatan belajar A.S.K.B.).

-fasilitas-fasilitas sosial lainnya.

3. Dalam pembangunan dan perkembangan daerah permukiman agar daerah permukiman itu mencerminkan kepribadian khas Bali hendaknya daerah permukiman itu ditata menurut Asta Kosala-Kosali dan Asta Bumi (letak tempat ibadah, perumahan, rumah sakit, kuburan umum, permandian umum dan lain sebagainya) dengan catatan tidak merusak/mengurangi areal pertanian yang produktif dan kawasan hutan.

4. Untuk tetap menjaga kelestarian dan keserasian wilayah permukiman tersebut, mengingat daerah Bali ini mempunyai penduduk yang cukup padat, serta angka kelahiran yang masih cukup tinggi (± 2,03%), pada tahun 1975 (sesuai dengan rencana

Induk Pengembangan Regional Bali tahun 1977 - tahun 2000), maka usaha-usaha transmigrasi dan Keluarga Berencana perlu digalakkan disamping juga penertiban masuknya penduduk. 5. Untuk menghindari pudarnya arsitektur khas Bali maka didalam membangun perumahan rakyat dan bangunan-bangunan lainnya baik yang dibangun oleh swasta dan terutama oleh pemerintah disamping memenuhi syarat-syarat tehnis dan kesehatan hendaknya selalu mencerminkan wajah arsitektur tradisional Bali.

6. Perumahan rakyat yang tidak/belum memenuhi syarat-syarat tehnis dan kesehatan agar pelaksanaan pemugaran perumahannya mengutamakan penggunaan bahan-bahan dan tenaga lokal/ setempat.

7. Dalam rangka pemugaran perumahan rakyat agar diadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sehingga rakyat yang tidak mampu dan betul-betul membutuhkan agar terjangkau olehnya.

8. Disamping hal-hal tersebut diatas, didalam rangka mencukupi kebutuhan perumahan rakyat yang sehat, kuat dan murah, perlu pemerintah maupun pihak swasta membangun perumahan murah yang dapat dijangkau oleh rakyat yang kemampuannya sangat lemah.

III. PROGRAM.

1. Untuk daerah perkotaan.

a. Perbaikan lingkungan

b. Penyediaan tanah untuk permukiman baru oleh suatu badan/team yang dibentuk oleh pemerintah Daerah.

c. Pembangunan perumahan sederhana.

2. Untuk daerah pedesaan.

a. Peningkatan kwalitas perumahan dilihat dari segi tehnis maupun kesehatan.

b. Penyuluhan dan pemantapan pelaksanaan ketentuan-ketentuan pembangunan perumahan sesuai dengan arsitektur tradisional khas Bali.

c. Pemberian bantuan perumahan kepada masyarakat yang benar-benar tidak mampu (umpama merehabilitasi perumahan rakyat, yang dianggap tidak memenuhi syarat-syarat tehnis maupun syarat-syarat kesehatan).

d. Pengadaan rumah-rumah contoh.

e. Melaksanakan K.I.P. (Kampung Improvement Program) di

Denpasar yang akan dilaksanakan/diprakarsai oleh World Bank.

SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTRAAN SOSIAL PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA. SUB SEKTOR KESEHATAN DAN AIR MINUM.

A. Kesehatan.

I. Pendahuluan.

Status kesehatan di Bali masih diwarnai oleh penyakit dan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh :

a. Penyakit menular.

b. Kekurangan gizi.

c. Penyakit yang berkaitan dengan masalah sanitasi lingkungan dan penyediaan air minum yang sehat.

d. Penyakit modern yang menunjukkan kecendrungan mening

kat seperti penyakit cardio vascular, penyakit pembuluh darah otak, akibat kecelakaan, tumbuh ganda ganas.

II. Keadaan dan masalah.

II.1. K e a daan.

Tujuan pokok pembangunan kesehatan pada Pelita II meliputi :

a. Tersedianya sarana dan tenaga pelayanan kesehatan.

b. Pengurangan jumlah penderita penyakit dan menekan timbulnya wabah sampai batas terendah mungkin.

c. Peningkatan nilai gizi.

d. Tersedianya sarana sanitasi dan perkembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

e. Perkembangan keluarga sejahtera.

Hasil kegiatan program yang dicapai dimasa ini ialah :

1. Pelayanan Kesehatan :

a. Pelayanan kesehatan di Puskesmas.

-Sampai akhir pelita II jumlah Puskesmas di Propinsi Bali sudah tercapai bahwa tiap Kecamatan sudah ada Puskesmas secara operasional. Dus terdapat

50 buah Puskesmas yang terdiri dari 16 buah non

Inpres, 34 buah Puskesmas Inpres. Penggunaan dari jangkauan pelayanan, adalah tiap


Page 4

Puskesmas mendapat kunjungan rata-rata 69 kunjungan setiap hari, sedang target pelita II adalah 50 orang, jadi bila dibandingkan dengan target telah mencapai ± 138%.

- Penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tersebut, bila dilihat dari target kunjungan, jelaslah bahwa sistim Puskesmas sudah mengena dihati masyarakat tinggal kemudian menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat serta memelihara kepercayaan masyarakat terhadap Puskesmas ini. Biaya pelayanan sejak tahun 1975 telah diberikan droping obat-obatan dari Inpres yang disesuaikan dengan jumlah penduduk dengan standar Rp. 65/ jiwa, sedang kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanannya sangat berbeda-beda, tetapi kini sudah diseragamkan bahwa tarip disetiap Puskesmas rata-rata Rp. 150/kunjungan.

b. Pengembangan rumah sakit.

Jumlah tempat tidur 662 dengan rata-rata penggunaan rata-rata 58% serta lamanya rawatan rata2 7 hari. Jenis pelayanan yang diberikan di RSU Kabupaten baru berupa pelayanan perawatan umum dan kebidanan, kecuali R.S.U. Wangaya Denpasar sudah, memberikan pelayanan spesialis. Namun demikian medical record dan sistim referal dengan mengirimkan tenaga spesialis ke R.S.U.2 dari R.S.U.P.

Data-data kemampuan dari penderita yang berobat di R.S.U. adalah yang mampu 81%, kurang mampu 16% dan tidak mampu 3%.

c. Rumah Sakit Jiwa Bangli.

Dalam rangka integrasi pelayanan kesehatan Jiwa di Bali maka semua R.S.U. Kabupaten telah melaksanakan perawatan terhadap penyakit jiwa, menampung kasus referal dari Puskesmas. Rumah Sakit Jiwa Bangli mengadakan bimbingan dan memberikan pelayanan spesialis ke R.S.U.2 kecuali R.S.U. Wangaya karena telah punya tenaga ahli dan R.S.U. Bangli, karena tempatnya dekat dengan Rumah Sakit Jiwa sendiri. Kasus meningkat terutama out patient berjumlah 2.590 tahun 1975/1976 dan 3950 pada tahun 1976

/1977 sedang penderita inpatient konstan yaitu 1975/ 1976 berjumlah 581 dan 1976/1977 adalah 576.

d. Pelayanan laboratorium.

Pelayanan laboratorium di Rumah Sakit Umum Kabupaten masih sangat terbatas.

2. Pemberantasan Penyakit Menular.

a. Malaria.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah :

- Penyemprotan rumah dengan DDT selama 3 tahun berturut tahun 1974/1975 127.475 rumah, tahun 1975/1976: 147.417 rumah dan pada tahun 1976/1977: 142.920 rumah.

Larviciding/oilling pada genangan air di 5 Kabupaten yaitu Buleleng, Jembrana, Badung, Klungkung dan Karangasem.

- Pada awal pelita II menunjukkan API meningkat lagi dari 0,77% tahun 1974/1975 menjadi tahun 1975/1976 : 0,87%, tahun 1976/1977 : 0,97%. b. Penyakit Cacar.

Sudah tidak menjadi masalah lagi karena telah dinyatakan bebas cacar sejak 25 April 1974.

c. Penyakit T.B.C. Paru-paru.

Selama 3 tahun pelita II penemuan dan pengobatan penderita T.B.C. paru-paru tahun 1974/1975: 951 orang, tahun 1975/1976 781 orang dan tahun 1976/ 1977 824 orang. Pemeriksaan sputum tahun I: · 12.694, tahun II: 16.397. tahun III: 11.881.

d. Penyakit Gastro Enteritis berat.

Jumlah penderita tahun 1974/1975: 2.442, tahun 1975/1976 3.089 dan pada tahun 1976/1977 : 2.962.

e. Penyakit Kusta.

Tahun 1974/1975 dilakukan pengobatan pada 1.050 penderita.

Tahun 1975/1976 dilakukan pengobatan pada 1.083 penderita.

Tahun 1976/1977 dilakukan pengobatan pada 1.048 penderita.

f. Penyakit D.H.F.

Aplikasi abate tahun 1974/1975 9.606 rumah, tahun 1975/1976 9.782 dan tahun 1976/1977 : 10.914 rumah. Penyemprotan rumah tahun 1975/1976: 1.308 buah dan tahun 1976/1977: 4.983 buah.

g. Penyakit Kelamin.

Pemeriksaan STS tahun 1974/1975 4.668. tahun 1975/1976 4.654 dan tahun 1976/1977: 5.097. Pengobatan penderita tahun 1974/1975 2.208, tahun 1975/1976: 1.771 dan tahun 1976/1977 1.951. h. Imunisasi :

Setiap tahun dilakukan tindakan imunisasi baik untuk cacar, B.C.G., T.F.T., D.P.T.

i. Pengembangan hygiene dan sanitasi.

Pengembangan hygiene dan sanitasi dibangun melalui Inpres dengan program sarana air minum, dan jamban keluarga dengan jumlah perpipaan : 39 buah, perlindungan mata air 16 buah, penampungan air hujan 29 buah, pompa tangan 1.085 buah, dan jamban keluarga 26.658 buah.

j. Pemberantasan Gastro Eteritis/Kolera.

Pelaksanaan pemberantasan dilakukan lewat pengembangan Puskesmas menjadi pusat rehidrasi lapangan, dan mencari serta mengobati penderita G.E. dan Kolera. Pengobatan penderita telah mencapai melampaui target yaitu antara 200 - 300%.

3. Peningkatan Nilai Gizi.

Dilakukan lewat :

a. Penyuluhan gizi, melalui ceramah-ceramah oleh petugas puskesmas, sebanyak 959 kali kursus gizi kepada pemuka masyarakat untuk mendapat kader gizi dan petugas penyuluhan gizi sebanyak 229 kali serta bimbingan gizi intensip dengan pemberian makanan tambahan kepada 300 anak.

b. Usaha perbaikan gizi keluarga, dengan mengadakan rapat-rapat U.P.G.K., training orientasi di Propinsi dan didesa binaan 5 kali, survey keadaan gizi didesa sebanyak 15 kali, serta mengisi siaran R.R.I.

c. Pencegahan gondok Endenik.

Telah dilakukan penyuntikan lipiodol di desa-desa sebanyak 13.291 orang.

4. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Kegiatan yang telah dilakukan ialah mengadakan :

- Penataran dan latihan staf Kabupaten dan Puskesmas.

- Pengembangan daerah kerja intensip 33 desa.

- Pengembangan media komunikasi.

5. Pengawasan obat dan makanan.

- Telah dirintis produksi obat dan membuat bermacam obat suntikan sebanyak 162.301 ampul.

Distribusi obat antara lain : obat-obat yang bersumber dari A.P.B.N. sebanyak Rp. 220.980.000 dan mengawasi sarana distribusi (apotik) yang meliputi 23 apotik, 14 PBF dan 21 toko obat

II.2. Masalah.

1. Masalah masih kurang pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam cara-cara hidup sehat.

2. Masalah pada status kesehatan masyarakat :

a. Kependudukan.

Walaupun angka kelahiran ada kecendrungan menurun, tapi masih cukup tinggi dan angka kematian kasar yang cendrung menurun menyebabkan perkembangan penduduk meningkat. Lagi pula penyebaran tidak merata maka masalah penduduk tetap ada, walaupun ada transmigrasi, tapi belum dapat mengimbangi pertambahan penduduk, ditambah lagi masuknya penduduk dari luar Bali makin Banyak.

b. Penyakit menular.

Mengingat kondisi kebersihan lingkungan dan penyediaan air minum sehat masih belum memadai maka penyakit diarhea dan lainnya masih tetap merupakan problim.

c. Gizi.

Karena tingkat hidup serta tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, gizi masih merupakan masalah.

d. Lingkungan Fisik, Biologis dan Sosial Budaya.

Adanya perkembangan kota, pencemaran lingkungan, pembuangan kotoran dan penyediaan air minum bersih yang tidak terarah dan seimbang, akan merupakan gangguan bagi kesehatan. Demikian pula pengaruh perkembangan tehnologi, ekonomi serta perkembangan lalu lintas, akan meningkatnya penyakit-penyakit kardio verkuler, cedra kecelakaan lalu lintas, gangguan jiwa, ketergantungan pada narkotika.

2. Pelayanan Kesehatan.

a. Pelayanan lewat Puskesmas.

Karena letaknya Puskesmas kadang-kadang jangkauan pelayanannya kurang merata. Disamping itu pula karena jumlah tenaga serta penyediaan sarana kerja dan anggaran keuangan belum memenuhi kebutuhan minimal, terutama bagi Puskesmas non Inpres, maka tanggapan positip dari masyarakat akan adanya puskesmas, belum dapat dilayani secara optimal.

b. Pelayanan melalui Rumah Sakit.

Kemampuan pelayanan tiap-tiap Rumah Sakit Umum tidak seragam yang daya tampungnya antara 30 - 150 tempat tidur. Demikian pula tidak ada R.S.U. Kabupaten yang berstatus type c. Laboratorium sebagai penunjang pemeriksaan di R.S.U. belum memadai.

c. Tenaga Kesehatan, Organisasi dan Tata laksana Perencanaan, pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan di Bali masih jauh dari sempurna, demikian pula hanya bidang organisasi dan tatalaksana yang meliputi struktur organisasi dan anggaran pembiayaan.

III. Kebijaksanaan dan langkah-langkah.

Kebijaksanaan dalam sektor ini adalah :

1. Meningkatkan penyuluhan kesehatan dalam menunjang


Page 5

program prioritas sebagai peningkatan sarana komunikasi dan informasi dalam menjadikan Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dan pusat penerangan/penyuluhan kesehatan.

2. Mengurangi gangguan status kesehatan yaitu :

a. Mempertahankan hasil-hasil yang dicapai selama Pelita II.

b. Meningkatkan kegiatan-kegiatan tertentu sejauh sarana/tehnologi memungkinkan terutama pada penya

kit yang merupakan masalah yang menonjol.

c. Waspada terhadap gangguan-gangguan kesehatan akibat pengembangan arus wisata.

3. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan dengan :

a. Penyeragaman pelayanan di Puskesmas.

b. Pengembangan P.K.M.D.

c. Meningkatkan kapasitas perawatan di Rumah Sakit.

d. Meningkatkan Pelayanan Khusus (bagi penyakit jiwa, gigi dan mata) dan laboratorium

e. Penyediaan, pengadaan, pengawasan obat-obatan.

4. Meningkatkan/mengembangkan ketenagaan organisasi dan tata laksana terdiri dari :

a. Menyediakan tenaga-tenaga kesehatan yang terarah dengan mengutamakan sasaran kesehatan di Puskes

mas.

b. Pembinaan administrasi ketenagaan yang mengarah pada pengembangan carier.

c. Penyempurnaan struktur organisasi untuk satuan kerja daerah dan pusat.

III.2. Langkah-langkah yang diambil :

1. Masalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang cara-cara hidup sehat.

a. Mengadakan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

b. Mengadakan pertemuan-pertemuan kelompok di Banjar-banjar untuk penyusunan dan melaksanakan awigawig tentang kebersihan.

2. Masalah gangguan status Kesehatan :

a. Kependudukan.

Menunurunkan angka kelahiran melalui program Ke

luarga Berencana.

b. Penyakit menular dan lainnya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta pencegahan terhadap timbulnya wabah, melalui program P3M dan penyakit lain dengan mengutamakan penyakit G E/Kholera, DHF, usaha immunisasi.

c. Gizi Rakyat.

Menekan timbulnya gangguan kesehatan akibat kekurangan dan buta gizi dengan cara peningkatan usaha-usaha pencegahan dan penyuluhan lewat program peningkatan nilai gizi.

d. Kebersihan dan penyediaan air.

Peningkatan pengertian hidup sehat dan bersih dan perluasan penyediaan sarana air minum yang meliputi 50% dari jumlah penduduk pedesaan.

e. Pengaruh pengembangan sosial budaya.

Meningkatan pengamatan tindakan preventif/represif terhadap penyebaran gangguan kesehatan akibat perubahan-perubahan kondisi sosial budaya.

2. Masalah Pelayanan Kesehatan.

a. Rumah Sakit.

Langkah pokok pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah:

Peningkatan kapasitas perawatan di R.S.U. minimal 50 t.t. pada 2 R.S.U. Kabupaten, dan 75 t.t. pada 2 R.S.U. Kabupaten yang akan dikembangkan menjadi R.S. Rujukan terbatas dan 2 R.S. menjadi tipe C (main Hospital) dan pengembangan dan perluasan R.S.U.P. Sanglah.

b. Puskesmas.

Langkah pokok adalah menyeragamkan sarana, ketenagaan dan fasilitas disemua Puskesmas baik Inpres, Non Inpres maupun yang fungsionil.

c. Peningkatan pelayanan kesehatan khusus lewat integrasi dalam pengembangan pelayanan puskesmas.

d. Peningkatan pelayanan laboratorium di 7 R.S.U. men

jadi Laboratorium Kabupaten hingga dapat menunjang program pelayanan kesehatan umum dan penyakit menular.

3. Masalah Ketenagaan, organisasi dan tata laksana :

a. Ketenagaan.

Menyeragamkan tenaga-tenaga para medis pada satuan-satuan sejenis serta dan mengembangkan pendidikan tenaga S.P.K.

b. Organisasi dan Tata laksana.

Perencanaan, Struktur Organisasi sesuai kebutuhan.

IV. Program Pembangunan.

A. Dinas Kesehatan.

1. Program usaha penyusunan awig-awig tentang kebersihan

serta pengawasannya.

2. Peningkatan dan pembinaan kesehatan :

a. Peningkatan Fasilitas kerja.

b. Kegiatan Operasionil Kesehatan.

c. Penataran Dukun Tradisionil.

3. Pengembangan/peningkatan tradisional medicine.

- Penyalinan, pencetakan usada.

4. Penyuluhan Kesehatan.

a. Penataran Guru U.K.S.

b. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

c. Pengadaan sarana UKS.

d. Pengadaan sarana penyuluhan.

5. Penyediaan sarana air Minum Pedesaan.

- Pengadaan sarana air minum pedesaan.

6. Memanfaatkan hasil simposium tentang kesehatan dalam adat dan Agama Hindu.

- Penerangan/Pencetakan hasil penelitian dan simposium tentang kesehatan dalam adat dan Agama Hindu.

7. Statistik dan informasi data :

- Perencanaan statistik dan imformasi data kesehatan

8. Pengadaan peralatan.

- Pembelian peralatan Kantor dan Kendaraan.

9. Pengembangan Puskesmas.

- Meningkatkan fungsi dan sarana pada 50 buah Puskes

mas.

10. Peningkatan nilai gizi.

a. Meningkatkan U.P.G.K.

b. Pencegahan Gondok Endemik.

B. Program Kantor Wilayah Departemen Kesehatan.

1. Pengembangan R.S.U.P. Sanglah.

2. Peningkatan Pelayanan Kesehatan Jiwa.

- Peningkatan sarana dan peralatan.

3. Peningkatan Karantina.

- Peralatan dan Konstruksi.

4. Peningkatan Laboratorium.

- Peningkatan Sarana.

5. Prasarana fisik/Kantor Wilayah Departemen Kesehatan. 6. Perencanaan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan. B. Air Minum.

I. Pendahuluan.

Air minum merupakan kebutuhan pokok masyarakat baik yang tinggal di kota maupun di pedesaan. Pemerintah secara bertahap berusaha meningkatkan kapasitas air minum tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Air minum di kota-kota ditangani oleh Proyek Air Minum sedangkan air minum di pedesaan ditangani melalui Program Inpres Sarana Kesehatan. II. Keadaan dan masalah.

Kapasitas air minum pada kahir Repelita II ± 810 liter/ detik meliputi 670 liter/detik untuk masyarakat perkotaan dan 140 liter/detik untuk masyarakat pedesaan. Penduduk Daerah Bali yang sudah dapat menikmati air minum yang baik/layak masih jauh dari yang diharapkan + 24%.

III. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah.

Kebijaksanaan dan langkah2 yang dilakukan dalam Repelita III adalah melanjutkan serta meningkatkan usaha 2 penambahan kapasitas sarana air minum dengan penambahan kapasitas sarana 300 liter/detik yang meliputi beberapa kota Kabupaten, Kecamatan dan pedesaan sehingga pada akhir Repelita III diharapkan kapasitas air minum menjadi 1110 liter/detik dan diperkirakan penduduk yang dapat menikmati air minum yang baik ± 47 %. Pemerintah berusaha untuk meringankan biaya penyambungan sehingga masyarakat dapat menikmati air minum bersih secara luas.

IV. Program Pembangunan.

Program pembangunan dalam Repelița III antara lain : a. Rehabilitasi/peningkatan air minum Kota Singaraja, Karangasem, Gianyar dan Klungkung.

b. Rehabilitasi/pembangunan air minum untuk Kota Kecamatan/Desa antara lain: Pupuan, Kuta, Blahbatuh, Busungbiu, Seririt, Banjar, Kediri dan lain-lain.

I. Pendahuluan.

Fasilitas saluran air hujan/pembuangan untuk suatu daerah khususnya Daerah perkotaan sangatlah penting, lebihlebih daerah yang keadaan topografisnya relatip datar. Daerah-daerah seperti ini sudah tentu akan terjadi banjir maupun genangan-genangan air pada waktu turun hujan maupun sesudahnya: yang bila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan kerugian seperti :

menghambat aktifitas kehidupan masyarakat. - menimbulkan suatu pemandangan yang kurang baik. Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan dan banyak/ luasnya daerah yang perlu titanggulangi, maka sistim penanggulangannya didasarkan atas perioritas yang dilihat dari segi potensi dan kondisi suatu daerah perkotaan perlu didahulukan. Kota Denpasar disamping sebagai Ibu Kota Propinsi Daerah Tingkat I Bali juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Badung sudah jelas merupakan Pusat Pemerintahaan, Pusat Perdagangan dan Kota Pariwisata. Kota Denpasar yang tepografisnya relatip datar dengan ketinggian rata-rata 26 m, dari muka air laut, bercurah hujan rata-rata 1547 mm/tahun atau 128 mm/bulan sering mengalami banjir dan gangguan genangan air sewaktu/sesudah turun hujan.

Berdasarkan atas hal-hal tersebut diatas maka dalam Repelita III, Kota Denpasar perlu mendapat prioritas pertama dalam penanggulangannya.

II. Keadaan dan masalah.

Keadaan saluran air hujan di Kota Denpasar pada saat ini


Page 6

sepanjang 110,5 Km. terdiri dari :

- 18,5 Km. atau 17% dalam keadaan baik.

- 26,5 Km. atau 24% dalam keadaan sedang dan

- 65,5 Km. atau 59% dalam keadaan buruk, tidak termasuk saluran pembuang.

Pembuatan saluran air hujan yang telah dibuat dalam Pelita II adalah sepanjang 6.525 m atau 10% dari saluran yang berkondisi buruk.

Sistim saluran yang ada belum menunjukkan sistim yang jelas disebabkan terlalu terikatnya pada kemiringan tanah setempat, sehingga fungsinya tidak teratur.

Tukad Badung yang mengalir ditengah-tengah Kota dan Tukad Ayung yang mengalir dibagian Timur Kota dapat dipergunakan sebagai saluran pembuangan, hanya saja untuk Tukad Badung belum dapat berfungsi secara langsung karena saat ini tidak bermuara dilaut, sehingga lebih tepat disebut saluran irigasi dan karenanya pada waktu musim-musim hujan sering terjadi banjir.

III. Kebijaksanaan dan langkah-langkah.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan diambil dalam Repelita III adalah membebaskan Kota Denpasar dari banjir dan genangan-genangan air sewaktu/sehabis turun hujan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Segera mengadakan perencanaan secara mendetail dan
menyeluruh yang merupakan tindak lanjut dari Proyek Survey Riolering Kota Denpasar oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

- Melanjutkan Assainering Kota Denpasar seluas 2.000 Ha. dalam Repelita III, dengan jalan pembuatan saluran air hujan yang didasarkan tingkat urgensinya sehingga sistim saluran yang ada dapat berfungsi dengan baik. Dengan demikian Assainering Kota Denpasar dapat mencapai 10,5% pada akhir Pelita III.

- Membebaskan tanah selebar 2 - 5 meter sepanjang saluran pengumpul dan saluran pembuang untuk keperluan pemeliharaan yang dapat dimanfaatkan untuk jalan.

IV. Program Pembangunan.

Program Pembangunan dalam Repelita III antara lain :

Melanjutkan pembuatan saluran air hujan di daerah
Munang-maning dengan saluran pembuangan ke Tukad Badung.

Melanjutkan pembuatan saluran air hujan dikomplek Keuang dengan saluran pembuangan ke Tukad Guming.

Melanjutkan Kanalisasi Tukad Badung.

- Membuat saluran pembuangan ke Tukad Ayung untuk Daerah Denpasar Timur.

SUB SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL.

I. Pendahuluan.

Pembangunan yang dilaksanakan menuju masyarakat adil dan makmur perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga lebih cepat terwujud.

Adanya sebagian anggota masyarakat yang mengalami atau dalam keadaan sosial yang kurang siap ikut dalam pembangunan, sehingga perlu dilaksanakan perbaikan pelayanan sosial demikian rupa agar dapat dicapai usaha peningkatan kesadaran serta kemampuan setiap warga negara ikut dalam pembangunan tersebut, dengan mengusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga negara untuk mendapatkan tingkat kesejahtraan sosial yang makin baik.

Demikian pula bagi orang2 lanjut usia, fakir miskin, cacat dan korban bencana alam serta kelainan sosial lainnya perlu mendapat penanganan secara serius dan terpadu, sehingga pembangunan terkait secara keseluruhan untuk masyarakat dan oleh masyarakat seluruhnya. II. Keadaan dan Masalah.

1. Keadaa n.

Pulau Bali dengan penduduk 2.313.562 jiwa untuk luas 5.632,58 Km2. menunjukkan penduduknya cukup padat. Ditambah sebagian wilayah terdiri dari tanah yang bergunung-gunung dan kurang produktif, maka tidak seluruh penduduk berkesempatan untuk mengembangkan pribadinya menuju pada tingkat kesejahtraan sosial sebagai diharapkan. Disamping itu karena letak dan tata dari geografis pulau Bali, menyebabkan sering mengalami bencana alam, penyakit, dan lain2

yang menimbulkan banyak anggota masyarakat tidak sanggup untuk ikut melaksanakan pembangunan, bahkan perlu bantuan sehingga dapat kembali berfungsi sebagai sediakala.

2. Masalah.

Masalah dalam Kesejahtraan Sosial yang ada didaerah Bali adalah :

1. Kesejahtraan anak dan keluarga.

2. Wanita Tuna Susila.

3. Kenakalan anak dan remaja.

4. Gelandangan dan pengemis.

5. Akibat korban bencana alam.

6. Cacat fisik dan mental.

7. Lanjut usia dan jompo.

8. Perjudian dan kejahatan. 9. Narkotik dan akibatnya.

10. Lapangan Kerja.

11. Kebodohan dan kemiskinan.

12. Korban ijon.

III. Kebijaksanaan dan langkah.

1. Kebijaksanaan.

Didalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial didasarkan pada Kebijaksanaan Pembangunan Nasional dan Daerah sehingga terdapat koordinasi dan integrasi dengan baik untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan yaitu :

a. Salah satu sasaran program pembangunan kesejatraan sosial diarahkan pada usaha peningkatan kondisi dan sistim kesejahtraan sosial dalam rangka mewujudkan pemerataan hasil pembangunan yang dilakukan dengan azas kekeluargaan dan usaha bersama. b. Pembangunan kesejahtraan sosial diarahkan kepada usaha peningkatan fungsi sosial dan produktifitas setiap individu, kelompok/Keluarga dan masyarakat sebagai perwujudan usaha pendekatan pelayanan kesejahtraan sosial secara embrional sosio ekonomis produktif sebagai perwujudan dari azas peri kehidupan dalam keseimbangan.

c. Usaha pembangunan Kesejahtraan sosial adalah fungsi masyarakat; karenanya perlu ditingkatkan kegiatan 2 penyuluhan dan bimbingan sosial untuk

membina, menggugah serta mengembangkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Organisasi-organisasi Sosial perlu dibina dan ditingkatkan peranan dan partisipasinya agar ikut lebih aktif dalam pembangunan dan pelayanan kesejahtraan sosial, seperti PMI, BPKKS, PPTI dan lain2 dengan memberikan bantuan incentif untuk pelaksanaan kegiatannya.

d. Diperlukan peningkatan prasarana sarana, tenaga dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. 2. Langkah-langkah.

Langkah2 yang akan diambil dalam pembangunan kesejahtraan sosial adalah selalu berhubungan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan dengan menitik beratkan pada 3 sasaran utama dari pada usaha kesejahtraan sosial yaitu :

1. Sasaran utama dari usaha kesejahtraan sosial:

a. Masalah sosial yang perlu segera ditanggulangi,
yang justru merupakan titik lemah dari ketahanan
Nasional yang meliputi : -Pembangunan dan pelayanan kesejahtraan sosi-

al yang ditujukan untuk mengurangi/menghi-
langkan masalah sosial yang nyata seperti ke- miskinan, keterlantaran serta penderitaan indi- vidu, keluarga dan masyarakat.

- Pembangunan dan pelayanan kesejahtraan sosial yang ditujukan pada masalah sosial akibat proses pembangunan dan perobahan masyarakat seperti gelandangan, korban narkotik, anak nakal, dan pelacuran.

- Pembangunan dan pelayanan kesejahtraan sosial bagi korban bencana alam.

b. Memobilisir potensi dinamis yang terdapat dalam masyarakat :

Dengan membina dan mengarahkan pelayanan kesejahtraan sosial yang dilaksanakan oleh sektor swasta dan masyarakat.

- Melibatkan tokoh2 masyarakat dan keluarga dalam proses kesejahtraan sosial.

Mengembangkan peranan dan potensi generasi

- Penggalian dan pemanfaatan sumber2 lingkung

an.

2. Penentuan populasi dan wilayah yang menjadi prioritas sasaran.

Karena luasnya sasaran perlu diadakan penentuan prioritas seperti wilayah terpencil, adat istiadat yang menghambat pembangunan, keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan.

3. Mengembangkan dan meningkatkan cara2 dan jenis pelayanan sesuai dengan tuntutan kebutuhan rakyat.

Program pokok Kesejahteraan sosial terdiri dari : A. Program Pembangunan Kesejahtraan sosial

B. Program Pelayanan Kesejahtraan Sosial yang melipu

ti :

1. Bina Sosial :

a. Penyuluhan dan bimbingan sosial.

b. Pembinaan swadaya sosial masyarakat.

2. Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial :

a. Rehabilitasi cacat, tuna sosial, dan kesejahtraan

SUB SEKTOR PERANAN WANITA.

I. Pendahuluan.

Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal disegala bidang. Oleh karena itu wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.

Peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya, dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.

Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada kaum wanita dalam pembangunan, maka pengetahuan dan ketrampilan wanita perlu ditingkatkan diberbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya.


Page 7

II. Keadaan dan Masalah.

1. Keadaan.

Wanita memegang peranan yang penting baik didalam rumah tangga maupun sebagai pelaksana pembangunan. Kalau dilihat porsi dalam perbandingan penduduk, maka wanita jumlahnya lebih besar dari pada laki-laki. Peranan wanita dalam rumah tangga adalah sebagai ibu, istri, sebagai ratu rumah tangga. Peranan wanita dalam masyarakat adalah sebagai pendamping suami atau sebagai pendamping pria didalam melaksanakan pembangunan. Panca Dharma wanita yang sering kita baca dibanjar-banjar menyebutkan bahwa peranan wanita ada 5 (lima) yaitu sebagai istri, ibu rumah tangga, pendidik anak, penyambung keturunan dan sebagai anggota masyarakat. Didalam peranannya baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai anggota masyarakat yang melaksanakan pembangunan, sudah tentu tidak akan luput dari pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya, sebab didalam pelaksanaan kegiatankegiatan didalam rumah tangga untuk mendidik anak dan dimasyarakat sebagai pelaksana pembangunan dituntut adanya pengetahuan. Dari pengamatan tentang keadaan wanita sekarang, maka terlihat adanya kemajuan atau adanya titik-titik cerah, dimana dapat terlihat dari peranan wanita dalam beberapa posisi. Namun diantara kecerahan itu masih kita lihat adanya wanita-wanita di desa, khususnya di Bali belum memiliki pengetahuan, malahan banyak yang masih buta huruf (data nasional± 40%). Hal ini disebabkan karena kurangnya kesempatan yang diberikan oleh para suami terutama dapat kita lihat didalam perencanaan-perencanaan yang dibuat oleh keluarga besar. Selain itu juga disebabkan adanya perasaan masa bodo, dimana kalau sudah berumah tangga perasaannya menjadi apatis. Dengan adanya keadaan yang demikian, maka perlu lebih ditingkatkan pendekatan-pendekatan kedesa-desa serta penyuluhan-penyuluhan, sehingga peranan wanita didalam menciptakan kesejahteraan keluarga dan mensukseskan pembangunan didesa dapat terlaksana. Tanpa partisipasi wanita didalam pembangunan, maka pembangunan itu sendiri akan dapat terlambat. Pendekatan-pendekatan yang dilaksanakan berupa penyuluhan, pendidikan, pembinaan dibidang kesehatan, gizi, K.B. kewanitaan, pembrantasan buta aksara, pendidikan terhadap anak, pencegahan penyalah gunaan narkotika dan lain2. Untuk dapat terlaksananya pendekatan-pendekatan ini,

maka diperlukan adanya wadah koordinasi yang bisa menanganinya. Wadah ini adalah organisasi wanita.

Di Bali ada tiga organisasi wanita induk yaitu :

1. Badan Musyawarah Wanita Indonesia (BMWI) yang berdiri tahun 1963, dimana didalam organisasi ini tergabung organisasi wanita yang ada di Ibu kota Propinsi.

2. Dharma Wanita, yang berdiri tahun 1974, dimana didalamnya tergabung organisasi wanita dilingkungan Departemen maupun Non Departemen, jadi bersifat fungsional.

3. Dharma Pertiwi adalah organisasi wanita yang ada dilingkungan Hankam.

Sejak berdirinya organisasi-organisasi tersebut yang selalu menangani masalah-masalah sosiál, penyuluhan-penyuluhan kedesa-desa serta masalah-masalah yang menyangkut gerak pembangunan pada umumnya, didalam kegiatannya selalu mengalami hambatan-hambatan terutama hambatan yang berhubungan dengan kesekretariatan.

2. Masalah.

Dari hal-hal yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang dapat menghambat peranan wanita dalam ikut berpartisipasi terhadap kesejahteraan keluarga dan suksesnya pembangunan ada 2 masalah :

a. Masalah ketidak tahuan dari sementara wanita-wanita didesa, karena diakibatkan oleh tidak adanya kesempatan, kurangnya penyuluhan dan pembinaan.

b. Masalah kurangnya kemampuan dari organisasi wanita yang ada, dalam ikut menangani masalah-masalah ketidak tahuan tersebut diakibatkan keterbatasan dana, sarana dan prasarana seperti gedung wanita serta perlengkapannya, anggaran untuk kegiatan kedesa-desa.

III. Kebijaksanaan dan Langkah-Langkah.

1. Kebijaksanaan.

Wanita perlu diberi peranan aktif dalam setiap kesempatan, untuk benar-benar dapat mengembangkan pribadinya sesuai dengan harkat hidupnya sebagai wanita.

Wanita sesuai dengan fungsinya sebagai ibu rumah tangga disamping tugasnya diluar keluarga, tetap tidak melupakan tugas utamanya dalam keluarga, pengatur rumah tangga serta penga

suh dan pendidik anak, sehingga tetap tercermin/terwujud kelestarian keluarga yang harmonis sesuai dengan kepribadian bangsa yang berdasarkan Pancasila.

Untuk mencapai seperti apa yang telah disebutkan diatas, maka wanita perlu diberikan kondisi yang sesuai untuk maksud itu, dengan memberikan kesempatan pendidikan yang diperlukan untuk pengembangan, serta usaha-usaha untuk mengikut sertakan wanita didalam gerak pembangunan. Dengan adanya kenyataan yang menghambat peranan wanita baik dalam rumah tangga maupun didalam peranannya sebagai pelaksana pembangunan, maka kebijaksanaan yang perlu ditempuh adalah :

a. Meningkatkan peranan dan tanggung jawab kaum wanita dalam pembangunan dengan jalan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan diberbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya melalui wadah organisasi wanita. b. Meningkatkan kemampuan organisasi wanita didalam penyediaan dana, prasarana dan sarana, sehingga kegiatankegiatannya sebagai pelaksana pembangunan yaitu memberikan penyuluhan, pendidikan dan pembinaan dapat berjalan lancar.

2. Langkah-Langkah.

Untuk tercapainya tujuan serta kebijaksanaan yang telah ditetapkan, maka perlu dibuat strategi dan langkah-langkah yang dapat menunjang kebijaksanaan tersebut. Langkahlangkah yang perlu diadakan adalah :6w rusitus me

a. Mengadakan gedung wanita sebagai wadah komunikasi informasi. Vasasted delo

b. Mengadakan penyuluhan, pendidikan dan pembinaan secara teratur kedesa-desa (564) diseluruh Bali, dalam bidang ke-

butuhan wanita di dalam rumah tangga dan pembangunan.

c. Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dari pembina-

pembina yang ada dalam organisasi wanita tentang masalah-


masalah yang ada hubungannya dengan pembangunan.

d. Mengadakan pendekatan2 dengan pemuka2 masyarakat didesa-desa tentang peranan wanita.

Didalam melaksanakan langkah-langkah, maka perlu dijabarkan menjadi program. Dari uraian yang telah dikemukakan, jelas sasaran program adalah wanita-wanita didesa-desa seluruh Bali

dan organisasi wanita yang ada diseluruh Bali.

Program-program yang perlu diadakan :

1. Program pengadaan tanah lokasi untuk gedung wanita seluas 20 are.

2. Program pengadaan gedung wanita dengan ukuran 300 m2 dan fasilitas perlengkapannya.

3. Program penyuluhan, pendidikan dan pembinaan kedesadesa.

C. SUB SEKTOR KELUARGA BERENCANA.

I. PENDAHULUAN.

Kebijaksanaan kependudukan perlu dirumuskan secara Nasional dan menyeluruh dan dituangkan dalam programprogram kependudukan yang terpadu.

Kebijaksanaan kependudukan yang perlu ditangani antara lain meliputi bidang-bidang pengendalian kelahiran penurunan tingkat kematian terutama kematian anak-anak, perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang, pola urbanisasi yang lebih berimbang dan merata serta perkembangan dan penyebaran angkatan kerja.

Di Bali permasalahan yang pokok yang ada mengenai kependudukan adalah bertambahnya penduduk yang sangat cepat disatu pihak dan dilain pihak tanah garapan terbatas dalam artian wadah potensi (daerah) perkampungan yang tetap dan terbatas.es

Oleh karenanya untuk mengatasi masalah pendudukan ini maka di Bali dilaksanakan usaha transmigrasi dan pengendalian kelahiran melalui program keluarga berencana.

Program keluarga berencana bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan Anak dalam rangka mewujudkan keluarga kecil yang bahagia yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendali pertumbuhan penduduk Indonesia.

Agar program keluarga berencana dapat berjalan baik perlu adanya usaha-usaha antara lain :

- Pendekatan serta penyuluhan-penyuluhan ke pelosokpelosok desa di daerah Bali misalnya dengan sistim peng

garapan Banjar.

Perlu adanya peningkatan fasilitas-fasilitas program dan sarana, termasuk pula tenaga medisnya sebagai faktor primer yang dapat memperlancar pelaksanaan program tersebut.

- Meningkatkan peserta keluarga berencana atas dasar kesadaran dan suka rela serta memelihara kelestarian peserta keluarga berencana yang telah ada.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II.1. Keadaan.

Untuk menggambarkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh program keluarga berencana di daerah Bali telah dicatat kegiatan sejak tahun 1969. Dalam tahun-tahun permulaan Repelita I yaitu 1969/1970 dan tahun 1970/ 1971 belum terdapat kegiatan yang terarah, baru mulai tahun 1971/1972 pelaksanaan program didasarkan atas proyek-proyek. Dalam periode ini dijumpai kekurangankekurangan yang menyangkut tenaga-tenaga pengelola program, peralatan maupun sarana transport yang kurang, dan juga fasilitas kerja (ruangan) yang jauh dan memadai. Sampai akhir tahun 1969/1970 baru dapat diselenggarakan dengan Klinik Keluarga Berencana pada akhir Pelita I KKB meningkat menjadi 150 bh. dengan jumlah komulatif akseptor baru yang tercapai selama 5 tahun Pelita I adalah 131.183 akseptor atau 85,74% dari target yang dibebankan. Dari akseptor tersebut dapat diperinci menurut metode kontrasepsi :

Pelaksanaan program dalam Pelita II lebih diarahkan kepada usaha pemerataan jangkauan program yang lebih luas sampai mencapai daerah pedesaan/banjar-banjar untuk selanjutnya melembagakan/membudayakan Keluarga Berencana ke tengah-tengah masyarakat secara menyeluruh. Selama 4 tahun Pelita II (April 1974 s/d Februari 1978) telah tercapai 177.817 akseptor baru atau 97,71% dari target yang ditetapkan dengan perin


Page 8

Untuk peng-integrasian Keluarga Berencana dengan pembangunan yang sampai daerah pedesaan, maka tahun 74 s/d 76 diadakan penelitian sistem banjar. Penelitian ini dimaksud untuk dapat mengetahui seberapa jauh lembaga Banjar dapat dipergunakan dalam usaha meningkatkan program K.B. sampai bulan Januari 1977 seluruh banjar di Bali sudah melaksanakan sistim banjar (372 banjar).

II.2. Masalah.

Dengan telah dicapainya jumlah persentase jumlah 309.000 orang maka timbul masalah bagaimana membina akseptor yang ada itu agar tetap menjadi akseptor lestari. Akhirnya timbul suatu gagasan untuk pembinaan melalui pendekatan pedesaan, diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana bukan lagi dianjurkan semata-mata dari atas tetapi diharapkan merupakan kebutuhan masyarakat sendiri. Begitu juga terhadap para akseptor yang dulunya hanya sebagai peserta pasif, sekarang dapat berperan juga sebagai motivator. Pengertian Keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera bukan hanya di kota-kota tapi diharapkan adalah pelembagaannya sampai ke banjar-banjar. Demikianlah maka BKKBN Daerah Tingkat I Bali telah memilih sistem Banjar sebagai sarana untuk melembagakan dan membudayakan penerimaan Keluarga Kecil yang bahagia dan sejahtera.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

Pelaksanaan program keluarga berencana diusahakan diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat termasuk daerah-daerah pemukiman baru.

Jumlah peserta keluarga berencana ditingkatkan atas

dasar kesadaran dan secara sukarela. Disamping itu dipelihara kelestarian peserta keluarga berencana yang telah ada sampai saat ini. Untuk itu perlu tersedia fasilitas keluarga berencana yang semakin meningkat dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Demikian pula perlu didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat dan pemuka-pemuka masyarakat untuk memelihara peserta keluarga berencana yang telah ada dan meningkatkan jumlah peserta keluarga berencana baru.

Penerangan dan pendidikan mengenai masalah kependudukan untuk seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda perlu ditingkatkan agar makin disadari pentingnya masalah kependudukan pada umumnya dan masalah mengendalikan keluarga kecil sebagai cara hidup yang layak.

Untuk itu sasaran program keluarga berencana/kependudukan tidak hanya meliputi seluruh pasangan usia subur, melainkan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini perlu karena kesediaan untuk melaksanakan keluarga berencana/kependudukan pada akhirnya merupakan suatu proses perubahan sikap mendorongnya kearah tingkah laku berkeluarga kecil.

Dengan telah mulai melembaganya Norma Keluarga Kecil Keluarga Bahagia dan Sejahtra (NKKBS). dimasyarakat, maka pada pelita III usaha-usaha pembinaan pelembagaan/pembudayaan dimantapkan. Untuk mencapai sarana pada akhir tahun Pelita III diperlukan sarana dan dana yang memadai serta kebijaksanaan pengelolaan program secara effektif. Program Nasional Keluarga berencana secara khusus mempunyai tujuan untuk menangani hal2 yang menyangkut bidangnya, yaitu sesuai dengan tujuan program, menurunkan tingkat fertillitas yang untuk Propinsi Bali pada akhir tahun Pelita III diharapkan dapat menurun sebanyak 40% dari keadaan tahun 1970.

Berdasarkan hal2 diatas, maka kebijaksanaan dalam program diarahkan kepada :

- Perluasan jangkauan ;

Dalam memperluas jangkauan ini, program diarahkan

untuk mengajak peserta keluarga Berencana baru dan institusi yang nantinya diharapkan dapat ikut serta mengelola program keluarga berencana.

Usaha ini termasuk pula peningkatan perataan jumlah peserta keluarga berencana baru dan perataan penggarapan wilayah yang masih rawan, dengan menempuh sistem banjar. Kesemuanya ini ditempuh dengan cara meningkatkan dan mengembangkan kegiatan KIE dan pelayanan kontrasepsi secara terpadu yang di ikuti de

ngan pemberian penghargaan kepada pemuka-pemuka masyarakat.

- Pembinaan.

Sistim pembinaan yang dikembangkan adalah dengan menempuh pendekatan kemasyarakatan melalui sistim Banjar. Pengembangan sistem ini ternyata telah mendapat perhatian bantuan dan dorongan dari seluruh masyarakat termasuk para pemuka-pemuka masyarakat. Pada akhir tahun Pelita II semua kelian telah mendapat penataran, khusus tentang pembinaan/pengembangan sistem banjar. Melalui para kelian yang bertindak sebagai monivator diusahakan untuk menarik peserta keluarga berencana mengikuti kepada caracara yang lebih effektip, dan bagi mereka yang sudah tidak ingin punya anak lagi diusahakan agar mau melaksanakan sterilisasi.

- Dalam pembudayaan ini termasuk usaha untuk meningkatkan diterimanya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera. Disamping termasuk pula usaha untuk meningkatkan peranan masyarakat, aparatur Pemerintah ikut serta menggarap program Keluarga Berencana secara mantap. Pada phase ini penggarapan program diarahkan untuk meningkatkan kemantapan kesatuan penggarapan program.

Perluasan Jangkauan.

Sasaran program Keluarga Berencana III dititik beratkan kepada target peserta Keluarga Berencana aktif (Curent Users) yang untuk Propinsi Bali ditetapkan sebesar

228.000 orang. Untuk mencapai itu maka tahunnya per

lu dicapai jumlah peserta baru :

Tahun 1982/1983 - Tahun 1983/1984

Jumlah :

Dalam usaha untuk pencapaian sasaran tersebut perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut :

54.000 orang.

57.000 orang.

256.000 orang.

Menjalankan KIE yang sinkron dengan pelayanan kontrasepsi.

>

- Menumbuhkan dan mengembangkan tenaga monivator terutama dari pada peserta Keluarga Berencana yang mantap.

- Memberikan pelayanan Kontrasepsi yang memenuhi syarat aman, effektip, tidak mengganggu perasaan, murah, mudah didapat.

Menjalankan pendidikan kependudukan didalam dan diluar sekolah, untuk dapat lebih mantapnya jalannya pelaksanaan program, maka dalam Pelita III kegiatan "Beyond Family Planning" dikembangkan pelaksanaannya. Khusus yang menyangkut kegiatan diluar persekolahan, maka kelompok-kelompok remaja yang di Bali biasanya terorganisir dalam "Sekehe Teruna Teruni” dalam masa Pelita II mulai ditangani secara sistimatis. Hal ini di awali dengan suatu pilot proyek dengan menunjuk 32 buah organisasi sekehe teruna teruni yang tersebar di delapan Kabupaten. Dalam Pelita III usaha ini di kembangkan dan ditingkatkan sama seperti halnya pada waktu akan menggarap sistim banjar. Penggarapan kelompok-kelompok remaja terutama remaja yang putus sekolah sudah mulai digarap oleh unit pelaksanaan P.K.B.I. dengan B.K.R. nya sejak tahun 1976. Effek dari pada usaha seperti ini, jelas akan menunjang pelaksanaan program pada tahun-tahun berikutnya.

Pembinaan Current Users.

Pembinaan Current Users dilaksanakan dengan jalan

meningkatkan pengetahuan sikap dan pelaksanaan (PSP) tentang Keluarga Berencana, menaikkan tingkat Current Users dari 48% pada akhir Pelita II menjadi 60% pada akhir Pelita III. Dalam usaha-usaha untuk pembinaan Current Users yang berjumlah 249.000 orang yang akan dicapai pada akhir Pelita III, maka langkahlangkah yang dikerjakan sebagai berikut:

Meningkatkan pengetahuan para peserta Keluarga Berencana dengan maksud untuk menurunkan angka drop out.

Meningkatkan mutu pemilihan kontrasepsi dalam hal terjadi konversi.

- Mengatasi akibat-akibat rumorsdan effek disamping pemakaian kontrasepsi.

Pembinaan ini sejauh mungkin di usahakan oleh para pemuka masyarakat melalui sangkepan/banjar yang berlangsung secara periodik.

Pelembagaan.

Usaha untuk melembagakan dan membudayakan konsep keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera agar menjadi pandangan hidup masyarakat dan dihayati oleh individu, dimantapkan melalui sistim banjar. Semua kegiatan ini pada akhir Pelita III nanti sudah tertanam suatu kesadaran masyarakat bahwa jumlah anak yang diinginkan rata-rata 2 (dua) orang terutama bagi mereka yang membina kehidupan keluarga sejak dimulai Pelita I.

IV. PROGRAM.

Keberhasilan Program Nasional Keluarga Berencana dapat dicapai apabila bidang KIE dan pelayanan kontrasepsi ditunjang oleh sarana dan perlengkapan yang sesuai dengan kebijaksanaan serta tujuan program. Untuk mengikuti perkembangan program sampai ditingkat desa, maka petugas yang mengelola seyogyanya dilengkapi dengan sarana perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan program dipedesaan.

Disamping itu mengingat makin meluasnya program KB di Bali, dimana sudah sampai ketingkat banjar, maka kebutuhan akan tenaga yang mengelola program perlu dicukupi jum


Page 9

Pelaksanaan Hukum.

Suatu peraturan/ketentuan Hukum akan mempunyai nilai kalau peraturan/ketentuan tersebut dapat terlaksana dengan intensip.

Hal ini dimungkinkan apabila :

a. Peraturan/ketentuan Hukum itu seirama dengan perkembangan masyarakat.

b. Pengetahuan atas peraturan/ketentuan Hukum oleh Masyarakat,

c. Masyarakat memiliki kesadaran terhadap Hukum.

d. Cukup sarana-sarana yang menunjang pelaksanaan Hukum baik personil (polisi khusus) maupun material.

Evaluasi/penilaian atas pelaksanaan Hukum.

Evaluasi/penilaian kembali atas pelaksanaan Hukum adalah perlu agar Hukum itu tetap up to date seirama dengan perkembangan situasi dan kondisi. Dengan lain kata apakah hukum itu sudah cocok atau masih cocok dengan situasi dan kondisi.

Didalam hubungannya Hukum sebagai obyek yang perlu dibina dan dikembangkan; maka pembinaan dan pengembangan adalah ditujukan pada urusan-urusan yang menjadi urusan otonomi (Swatantra) maupun urusan pembantuan (serta tantra) serta lain-lain urusan yang tidak/belum ditangani oleh Pemerintah Pusat yang dipandang penting bagi Daerah, khususnya perlu mendapat perhatian perihal pembinaan hukum adat/Awig Adat pada Desa Adat.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

1. Peraturan-perundangan daerah sebagai penunjang perkembangan pemerintahan dan pembangunan didaerah yang menyeluruh mencakup bidang pemerintahan dan pembangunan didaerah, sehingga untuk melaksanakan fungsinya secara effisien dan produktif perlu pembinaan peraturanperundangan daerah itu dikaitkan secara langsung dengan berbagai kebijaksanaan Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah.

Keadaan dan masalah peraturan perundangan didaerah pada dewasa ini adalah:


Page 10

rakat atas permasalahan yang kritis seperti penebangan hutan dan pengambilan batu karang.

3. Penyelenggaraan segi-segi administratif/formil peraturan perundangan Daerah.

Segi administrasi/formal perundang-undangan Daerah meliputi pengesahan, pengundangan dan penerbitan Lembaran Daerah. Penerbitan Lembaran Daerah dilakukan oleh masing2 Daerah Propinsi Daerah Tk. I Bali dan Kabupaten Daerah Tk. II di Bali. Penerbitan Lembaran Daerah ini perlu dilakukan secepatnya serta diumumkan seluas mungkin dengan menggunakan mass-media yang ada, sehingga segera diketahui oleh seluruh penduduk.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Berdasarkan atas uraian diatas maka program pembangunan selama Pelita III adalah sebagai berikut :

1. Penelitian atas pelaksanaan/penerapan atas peraturan-peraturan Pusat maupun peraturan-peraturan Daerah dalam rangka mencapai tertib hukum.

2. Dokumentasi dan inventarisasi peraturan-peraturan Pusat/ Daerah yang positif yang dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II.

3. Penataran bagi petugas dibidang hukum, baik ditingkat Propinsi (termasuk Dinas-Dinas) maupun ditingkat Kabupaten dan Kecamatan.

4. Langganan Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara, Warta Perundang-undangan dan pembelian buku-buku hukum.

5. Pencetakan dan pembukuan Lembaran-Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah, dengan maksud lebih menyebarkan isi Peraturan-Perundangan Daerah kepada rakyat/penduduk.

SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL. B. SUB SEKTOR SOSIAL POLITIK.

I. PENDAHULUAN.

Pembangunan tidak lain adalah suatu usaha untuk mewu

judkan masyarakat sejahtera secara adil dan merata dalam bidang materiil dan sprituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lajunya pembangunan sangat ditunjang oleh suatu keadaan atau suatu iklim dimana terciptanya suatu peri-kehidupan masyarakat yang aman, tentram, tertib dan dinamis.

Untuk menciptakan keadaan sebagaimana tersebut diatas, perlu di mantapkan kesadaran berpolitik, bernegara dan bermasyarakat yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap warga negara, sehingga dapat terjamin kelancaran usaha untuk mencapai tujuan-tujuan Pembangun

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II.1. Keadaan.

Dengan telah berakhirnya pelaksanaan Pelita Kedua daerah Bali, maka terciptalah suatu keadaan disegala sektor pembangunan yang jauh lebih mantap bila dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya. Dan ini sesuai dengan salah satu ciri pembangunan yaitu membuat hari esok yang lebih baik daripada hari ini.

Khusus pada sektor Keamanan dan Ketertiban masyarakat, maka stabilitas sosial politik selama pelaksanaan Pelita Kedua Daerah Bali masih dapat kita kendalikan, sehingga tercipta suatu keadaan/iklim dimana pembangunan dapat dilaksanakan dengan aman, tertib dan lancar. Kehidupan masyarakat pedesaan sehariharinya telah disibukkan dengan masalah pembangunan dan telah jauh dari kehidupan politik praktis. Organisasi-organisasi Profesi dan Fungsional sebagai wadah aspirasi masyarakat dan partner Pemerintah, tahap demi tahap telah meningkatkan peranannya.

Demikian pula penataan kembali normalisasi kehidupan mahasiswa dan kampus telah menunjukkan hasilhasil yang positip.

Namun demikian mengingat dalam Pelita Ketiga sebagai kelanjutan dan peningkatan dari Pelita Kedua akan diperluas kegiatan-kegiatan pembangunan di pelbagai bidang dan mengingat pula meningkatnya kemakmuran masyarakat sebagai hasil dari pembangunan itu

akan mengarah kepada tumbuh dan berkembangnya tuntutan warga masyarakat yang belum tentu semuanya terpuaskan, mengharuskan aparatur-aparatur Pemerintah untuk selalu peka dan waspada terhadap pikiran-pikiran yang tumbuh dimasyarakat. Dan apabila tidak segera mendapatkan perhatian, akan menumbuhkan keresahan-keresahan masyarakat.

1. Dalam rangka memantapkan kesadaran kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka penyebar luasan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Tap MPR NO. II/MPR/1978) merupakan suatu langkah yang mutlak harus dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat daerah Bali untuk mengerti, menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila/Falsafah hidup Bangsa termaksud. Dalam hubungan ini perlu diingat dalil psycologie yang mengatakan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh stimulus/ rangsangan tertentu, kepribadian dan atau oleh tujuan tertentu. Karena itu peranan Konditioning, peranan pribadi atau peranan tujuan/motivasi sangat menentukan.

Untuk itu perlu diciptakan suatu kegiatan yang mengarah kepada :

a. Pendidikan politik termasuk ber Demokrasi Pancasila.

b. Pemupukan ketaatan konstitusionil.

c. Pemupukan kesadaran perlu suatu stabilitas yang melandasi kondisi lajunya pembangunan.

2. Mengenai organisasi profesi dan fungsional selaras dengan arah kebijaksanaan dalam penataan wadah aspirasi masyarakat, senantiasa akan tetap ditingkatkan pembinaannya.

3. Mengenai aparatur Pemerintah sejalan dengan makin meningkatnya tingkat kemakmuran masyarakat yang tentunya makin meningkat pula tuntutantuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi dimana tidak terpenuhinya sebagian kebutuhan ini akan me

numbuhkan keresahan-keresahan masyarakat, maka hendaknya senantiasa diperhatikan tingkat kemampuan dan ketrampilan Aparatur-Aparatur Pemerintah termaksud guna mencegah tumbuhnya gejolakgejolak masyarakat.

4. Pembinaan kekuatan Orde Baru.

Walaupun penataan kehidupan masyarakat termasuk didalamnya kekuatan-kekuatan sosial politik secara formil telah berada dalam lingkup landasan idiil Pancasila dan struktural UUD 1945, namun secara material hakekat ancaman terhadap tegaknya Pancasila dan UUD 1945 belum lagi terkikis habis yang wujudnya ialah dalam bentuk serta kegiatan ekstrim. Orde Baru dalam perjuangannya telah bertekad untuk tetap pada pendiriannya guna menegakkan suatu kehidupan masyarakat dan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dilaksanakan secara murni dan konskwen.

5. Menghadapi Pemilu 1982 dan pengsuksesan S.U. MPR 1983.

Pada umumnya suhu politik menjelang Pemilu 1982 dan menjelang S.U. MPR agak menaik, sehingga perlu dipikirkan pengendaliannya guna menekan naiknya suhu politik pada saat-saat tersebut.

6. Dibidang administrasi, khususnya menyangkut masalah mobilisasi kerja Direktorat Sosial Politik Propinsi Daerah Tingkat I Bali dan Kabupaten Daerah Tingkat II se Bali, perlu mendapatkan perhatian karena sifat tugas Sosial Politik mencari/mengumpulkan data ditempat kejadian dan pengalaman menunjukkan hambatan-hambatan kerja sering terjadi sebagai akibat kurangnya fasilitas kendaraan baik roda empat, roda dua ataupun tape recorder dan camera dan lain-lain dalam menunjang tugas-tugas pokok.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

1. Dalam rangka pemantapan kesadaran kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam Repelita III akan ditempuh kebijaksa

naan sebagai berikut.

a. Melanjutkan usaha-usaha dalam rangka memasyarakatkan Pancasila dan men Pancasilakan masyarakat.

b. Memantapkan pengertian dan pengetahuan warga masyarakat sehubungan dengan sistim Pemerintahan dan sistim Kepartaian sesuai dengan alam Demokrasi Pancasila, guna menekan sejauh mungkin keresahan-keresahan atau kerawanan-kerawanan sosial yang timbul sebagai akibat kurangnya pengertian tersebut.

c. Dalam mekanisme kehidupan politik diarahkan kepada pemupukan kesadaran perlunya suatu stabilitas yang melandasi kondisi lajunya pembangunan.

2. Peningkatan pembinaan organisasi profesi dan fungsional diarahkan kepada peningkatan mutu dan peranan organisasi sebagai wadah aspirasi masyarakat, sehingga statusnya sebagai partener yang tangguh dari Pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakat akan tercapai.

3. Peningkatan pembinaan aparatur-aparatur pemerintahan diarahkan kepada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehubungan dengan masalah-masalah sosial politik, kamtibmas dan lain-lain, khususnya terhadap aparatur-aparatur pemerintahan yang dalam tugas-tugasnya langsung berhadapan dengan masyarakat.

4. Dalam rangka peningkatan pembinaan kekuatan pendukung Orde Baru diarahkan kepada pengamalan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konskwen bagi semua kekuatan sosial politik termasuk organisasi profesi dan fungsional.

5. Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Pemilu 1982 dan S.U.MPR 1983 diarahkan kepada kebijaksanaan untuk menciptakan situasi dan kondisi dimana adanya peranan perasaan aman, tentram dihati masyarakat.

6. Dalam rangka peningkatan mekanisme kerja aparat Direktorat Sosial Politik Propinsi dan Kabupaten se


Page 11

Bali perlu ditunjang dengan fasilitas-fasilitas kendaraan roda empat dan roda dua serta fasilitas-fasilitas lainnya.

1. Untuk merealisir usaha-usaha dalam rangka pemantapan kesadaran kehidupan politik dan kenegaraan bagi masyarakat Daerah Bali diambil langkah-langkah sebagai berikut :

a. Santiaji atau Penataran dengan sasaran Pegawai Negeri.

b. Komunikasi dengan sasaran masyarakat (tokohtokoh) secara formal dan informal.

c. Pekan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa dengan sasaran W.N.I. keturunan Asing.

2. Untuk peningkatan pembinaan organisasi profesi dan fungsional diambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Santiaji atau Penataran dengan penguru-pengurus organisasi profesi dan fungsional tingkat Kabupaten/Kecamatan/Desa.

b. Bantuan berupa sarana dalam rangka peningkatan peranan organisasi fungsional dan profesi yang bersangkutan.

3. Untuk merealisir peningkatan pembinaan aparaturaparatur pemerintah diambil langkah-langkah :

a. Santiaji atau Penataran dengan sasaran staf Sub Direktorat Sosial Politik Kabupaten dan Kepala Desa.

b. Anjangsana untuk mengadakan study perbandingan ke daerah-daerah yang berhasil dalam mengendalikan Kamtibmas.

4. Untuk merealisir pembinaan kekuatan Orde Baru diambil langkah-langkah dengan menyelenggarakan : Pekan Komunikasi & Konsultasi antara Aparatur Pemerintah dengan kekuatan sosial politik dengan sapengurus-pengurus kekuatan sosial politik Tingkat Propinsi dan Kabupaten.

saran

5. Dalam rangka pemantapan situasi menjelang Pemilu

1982 dan S.U. M.P.R. 1983 diambil langkah-langkah dengan menyelenggarakan :

Ceramah arti dan makna Pemilu sebagai sarana Demokrasi Pancasila dengan Aparatur Pemerintahan, kekuatan sosial politik termasuk organisai Profesi dan Fungsional dan masyarakat pedesaan.

6. Untuk merealisir peningkatan mekanisme kerja aparat sosial politik diambil langkah-langkah, dengan menyediakan sarana peralatan Kantor, kendaraan roda empat dan dua dengan perincian sebagai berikut :

a. Kendaraan roda empat :

1. Ka. Sub. Direktorat Propinsi

2. Ka. Sub. Direktorat Kabupaten :

b. Kendaraan roda dua :

1. Seksi di Direktorat Sosial Politik: 14 buah. Propinsi.

2 Seksi di 8 Sub Direktorat Kabu- : 32 buah.

paten

c. Tape Recorder :

1. Direktorat Sosial Politik Propinsi : 2. Ka. Sub. Direktorat Sosial Poli- tik Kabupaten.

d. Camera:

1. Direktorat Sosial Politik Propinsi : 2. Ka. Sub. Direktorat Sosial Poli-

tik Kabupaten

e. Fotocopy.

f. Mesin tik/hitung.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN :

1. Program Pembangunan dalam rangka pemantapan kesadaran berpolitik, bernegara bagi masyarakat Daerah Bali ditempuh ialah sebagai berikut:

a. Mengadakan Santiaji atau Penataran Pegawai Negeri dilingkungan Departemen Dalam Negeri tingkat Kabupaten, Kecamatan se Bali dengan maksud untuk mencipta

kan Korps Pegawai Negeri yang mempunyai kesadaran politik, pembangunan yang tinggi, ber-negara serta tetap meningkatan loyalitasnya kepada Pemerintah.

b. Mengadakan Komunikasi dan Konsultasi dengan tokohtokoh masyarakat pedesaan yang terdiri dari Kepala Desa, tokoh-tokoh Adat, tokoh-tokoh LSD dan tokohtokoh lainnya yang dianggap perlu, dengan tujuan adalah untuk menciptakan situasi, kondisi masyarakat pedesaan yang aman, tentram sebagai insan pembangunan untuk secara maksimal dapat mencurahkan perhatiannya terhadap pelaksanaan Program Pembangunan serta pemeliharaan dan pengamanan hasil-hasil pembangunan. c. Menyelenggarakan Pekan Komunikasi para WNI Keturunan Asing dengan maksud untuk meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan disegala bidang serta menghilangkan adanya jurang pemisah yang selama ini masih dirasakan.

2. Program Pembinaan Organisasi Profesi dan Fungsional :

a. Mengadakan Santiaji atau Penataran terhadap PimpinanPimpinan/Pengurus Organisasi Profesi dan Fungsional tingkat Kabupaten, Kecamatan/Desa. Organisasi-organisasi dimaksud adalah :

F.B.S.I.

H.K.T.I. H.N.S.I.

1

KORPRI - Dan organisasi2 Profesi lainnya. Dengan Santiaji atau Penataran ini diharapkan organisasi-organisasi Profesi dan Fungsional akan lebih mampu meningkatkan partisipasi positifnya dalam pembangun

- DHARMA WANITA

- P.G.R.I.

- K.N.P.I.

b. Mengingat organisasi-organisasi Profesi dan Fungsional di Bali masih belum dapat berkembang sesuai dengan tujuannya karena banyak pelaksanaan program menggantungkan diri pada Pemerintah Daerah maka dipandang perlu adanya bantuan-bantuan sarana kepada organisasi-organisasi HNSI, KORPRI, FBSI, HKTI, KNPI dan Profesi lainnya berupa kelengkapan-kelengkapan administrasi dan sarana-saran lainnya yang menunjang Fungsionalisme organisasi-organisasi yang bersangkutan.

3. Program Peningkatan Pembinaan Aparatur-Aparatur Pemerintahan.

a. Mengadakan Penataran terhadap :

Staf Direktorat Sosial Politik Tingkat I dan Tingkat II dan para Camat-Camat, Kepala-Kepala Desa/Klian-Klian Dinas seluruh Bali dengan sasaran pemantapan tugas-tugas pokok sosial politik dan menyebarkan TAP-TAP MPR tahun 1978 khususnya mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila, Garis-Garis Besar Haluan Negara.

b. Mengadakan anjangsana atau study perbandingan beberapa kota/Daerah di Jawa yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat pada pembangunan serta mengendalikan Kamtibmas, dengan harapan akan dapat dipakai sebagai bahan perbandingan.

4. Pekan komunikasi dan Konsultasi antara Pemerintah Daerah dengan Pimpinan-Pimpinan Parpol/Golkar Tingkat Propinsi dan Kabupaten sejumlah 40 orang pertahun dipusatkan di Denpasar dalam rangka pemantapan pembinaan kekuatan Orde Baru.

5. Ceramah-ceramah dalam rangka pemantapan situasi menjelang Pemilihan Umum 1982 dan Sidang Umum MPR 1983 yang dilaksanakan oleh Team dari Pemerintah Daerah, Laksusda Nusra dan Instansi-Instansi yang ada hubungannya, keseluruh Kabupaten-Kabupaten yang diikuti oleh Aparatur Pemerintah, kekuatan-kekuatan Sospol dan tokoh-tokoh masyarakat demi tetap kokohnya kekompakan, persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945.

6. Dalam rangka memobilisir kerja aparat Sosial Politik di Tingkat Propinsi dan Kabupaten-Kabupaten perlu ditunjang dengan menyediakan sarana-sarana sebagai berikut :

Kendaraan roda empat sebanyak 12 buah, mengingat di Tingkat Propinsi ada Kepala Sub Direktorat 4 orang dan di Tingkat Kabupaten ada 8 orang yang sampai saat ini hanya memiliki kendaraan roda dua.

- Kendaraan roda dua sebanyak 46 buah, mengingat seksi di tingkat Propinsi ada 14 buah, dan di Tingkat II masing-masing ada 4 buah dan diharapkan masing-masing mendapat sebuah kendaraan roda dua.

mencari/mengumpulkan data-data yang kebanyakan bersifat rahasia dan perlu dilengkapi dengan dokumentasidokumentasi, untuk itu perlu disediakan 2 buah Tape Recorder, 2 buah Camera, 1 buah mesin poto copy, beberapa buah mesin tik & hitung.

- Untuk Kabupaten masing-masing 1 buah Tape Recorder, sebuah camera, sebuah mesin hitung dan sebuah mesin tik.

Dengan adanya penambahan fasilitas tersebut diharapkan kegiatan-kegiatan Sosial Politik semakin meluas dimana sebelumnya tidak terjangkau, sekarang dapat dijangkau serta adanya efisiensi dan effektifitas kerja sehingga dapat mengurangi semaksimal mungkin timbulnya kegoncangan-kegoncangan bidang Sosial Politik.

SUB SEKTOR KETERTIBAN DAN KEAMANAN.

I. Pengantar.

Ketertiban dan Keamanan merupakan suatu idaman dari setiap individu karena dengan adanya suasana tertib dan aman tentulah akan menimbulkan kegairahan bagi setiap individu dalam masyarakat. Pembangunan tanpa ditunjang oleh ketertiban dan keamanan dalam masyarakat niscaya akan sukar untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Untuk dapat tercapainya ketertiban dalam masyarakat tidaklah dapat hanya diciptakan oleh Pemerintah dengan aparaturnya semata-mata tanpa ikut sertanya masyarakat.

Berhubung fungsi ketertiban dan keamanan pada umumnya dibebankan kepada ABRI khususnya POLRI maka didalam Repelita III Daerah ini hanya dimuat rencana pembangunan dibidang ketertiban dan keamanan yang tidak dibebankan kepada ABRI dan khususnya menjadi tugas dari Kepala Wilayah sebagaimana tercantum dalam U.U. No. 5 tahun 1974 yaitu pembinaan ketertiban dan keamanan.

Ketentraman dan ketertiban adalah suatu keadaan dimana Pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur. Didalam melaksanakan fungsi ini Kepala Wilayah dibantu para Panglima/Komandan/Kepala ABRI, yang bertugas diwilayahnya. Disamping itu Kepala Wilayah juga mempunyai pembantu-pembantu dalam bidang ini ialah Pertahanan Sipil dan Polisi Pamong Praja.


Page 12

Berhubung dengan itu maka dalam Sub Sektor ini akan dimuat rencana-rencana pembangunan lima tahun dibidang Pertahanan Sipil dan Polisi Pamong Praja. a. Pertahanan Sipil.

1. Pendahuluan.

Umum.

Hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan dan mempertahankan Negara R.I. serta pensukses pembangunan disegala bidang telah dicapai hasil nyata berkat penggalangan kekuatan seluruh rakyat. Pengalaman masa lampau baik dalam perjuangan phisik maupun dalam pembangunan Pelita I dan Pelita II telah memberikan pelajaran yang berharga, untuk pedoman dalam penyusunan serta perencanaan program selanjutnya khususnya dalam pembelaan Negara, dimana potensi Pertahanan Sipil selaku salah satu Komponen HANKAMRATA perlu dibina dan dibangun sejalan dengan perkembangan teknologi dewasa ini baik kemampuan phisik, mental spiritual maupun pembekalannya.

Sebagai realisasi U.U.D. 45 pasal 30, maka Pertahanan Sipil selaku wadah pengorganisasian rakyat terlatih dengan segala daya dan kemampuannya yang serba terbatas telah membuktikan karya nyata dengan hasil yang positif dalam memberikan dukungan dan pengamanan pelaksanaan pembangunan sesuai program Pemerintah, baik dalam bidang perlindungan masyarakat, WANRA dan KAMRA maupun dalam rangka peningkatan Ketahanan Nasional dalam segala keadaan sehingga terwujudnya KAMTIBMAS yang mantap. Dalam situasi yang aman dan tertib menjamin kelanjutan pembangunan, sehingga menyadari hal itu maka masalah Ketahanan Nasional melalui Organisasi Pertahanan Sipil perlu ditingkatkan terus, dalam rangka meningkatkan stabilitas Nasional yang lebih mantap khususnya dalam bidang pembelaan Negara sebagai realisasi dari U.U.D. 45 pasal 30.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud dan tujuan dari Rencana Lima Tahun Pembangunan Pertahanan Sipil dimaksudkan sebagai pedoman dan pengarahan pembinaan, pengembangan pembangunan Pertahanan Sipil selaku aparatur DEPDAGRI/PEMDA Propinsi Daerah Tk. I Bali dan sebagai unsur operasionil sampai ketingkat Desa dalam menjalankan tugas melan


Page 13

PEMDA.

d. Beberapa masalah pembatas dalam usaha penyempurnaan dan pemantapan pelaksanaan organisasi tugas kurangnya personal sesuai dengan kebutuhan.

e. Dalam bidang pembinaan MENWA UGRASENA belum adanya anggaran biaya yang positif dan menyandarkan atas bantuan dari PERTI-PERTI dan pemerintah.

f. Untuk kelancaran pendidikan/latihan anggota Pertahanan Sipil, hingga kini menghadapi kesukaran tentang tempat, karena belum memiliki fasilitas pendidikan/latihan, setiap akan melaksanakan pendidikan/latihan selalu terhambat karena tempat.

6. Aspek Pembinaan dan Pelaksanaan.

Meskipun terdapat hambatan hampir segala bidang, namun masih dapat dihasilkan sistim-sistim dan produk-produk yang memadai dalam mendukung demi pensuksesan program pemerintah khususnya dibidang pembelaan Negara dan meningkatkan Ketahanan Nasional.

Selain dari pada itu, secara berangsur-angsur aspek pelaksanaan dapat meningkatkan kesadaran dan pengertian umum tentang fungsi dan tugas Pertahanan Sipil dalam rangka penunaian hak dan kewajiban pembelaan Negara sesuai dengan U.U.D. 45 pasal 30.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

Berhubung dengan uraian diatas maka perlu diambil kebijaksanaan dan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemantapan dan penyempurnaan organisasi yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

2. Penambahan personal sehingga memadai dan seimbang dengan jumlah volume kerja.

3. Pembinaan terhadap Hansip, Wankamra dan Menwa Ugrasena. 4. Melengkapi perbekalan dan peralatan berupa gedung, kendaraan, peralatan kantor dan lain-lain.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Sebagai tindak lanjut meningkatkan Pembangunan dan pembinaan Pertahanan Sipil dalam era Pelita III, maka perlu direncanakan program pembangunan meliputi :

: 100 orang.

: 500 orang.

:

800 orang.

:

Latihan Dasar Menwa

- Latihan lanjutan Menwa:

6. Pembekalan/Meterial.

Akomodasi kantor.

Peralatan kantor.

Bantuan pakaian seragam Hansip tiap tahunnya 10 stel untuk tiap-tiap Desa.

- Bantuan pakaian seragam MENWA.

7. Kendaraan.

Untuk Markas Wilayah Pertahanan Sipil XVIII Propinsi Bali diharapkan dapat tambahan kendaraan Jeep minimal 2 buah.

Untuk Markas Wilayah Pertahanan Sipil tingkat Kabupaten diharapkan dapat pengisian/diperlengkapi dengan masingmasing 1 buah kendaraan roda 4 (empat).

Untuk Markas Wilayah Pertahanan Sipil tingkat Kecamatan diharapkan dapat diperlengkapi dengan masing-masing 1 (satu) buah sepeda motor.

8. Prasarana Fisik/komplek pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Sipil, dengan segala sarana/perlengkapannya.

B. Polisi Pamong Praja.

I. Pendahuluan.

Polisi Pamong Praja dibentuk berdasarkan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 14/1962 selanjutnya berdasarkan U.U. No. 5/1974 pasal 86 disebutkan bahwa tugas Polisi

Pamong Praja adalah membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan Pemerintahan Umum. Ditegaskan pula bahwa kedudukan, tugas, hak dan wewenang Polisi Pamong Praja akan diatur dengan peraturan Pemerintah susunan organisasi serta formasinya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Namun Peraturan Pemerintah dan ketetapan Menteri tersebut hingga kini belum ada.

II. Keadaan dan Masalah.

Berhubung ketetapan Menteri Dalam Negeri tentang susunan organisasi dan formasinya Polisi Pamong Praja berdasar undang-undang no. 5/1974 tersebut belum terbit maka formasinya ada berdasarkan S.K. Mendagri tanggal 30 Juli 1974 No. UP. 34/14/No. 44-1186 dimana ditiap Kecamatan terdapat:

1. Mantri Polisi Pamong Praja

: 1 orang.

2. Agen Kepala/Agen Polisi Pamong Praja 5 orang. Sehingga 50 Kecamatan di Bali menurut formatnya berjumlah 300 orang Polisi Pamong Praja. Jumlah yang lengkap ini hanya pada permulaan dibentuk pada tahun 1962. Setelah itu lowongan-lowongan yang terjadi karena permohonan berhenti, pindah, tersangkut G.30.S. dan lain-lain tidak diisi lagi karena terbentur (waktu itu larangan pengangkatan pegawai dan statusnya sebagai pegawai Pusat. Jumlah yang ada sekarang adalah: 162 orang.

Disamping jumlah (bezetting) yang kurang juga perlengkapan yang seharusnya menjadi tanggungan Pemerintah Pusat sejak tahun 1966 tidak lagi diterimanya, atau kalau ada jumlahnya terlalu kecil tidak memadai. Karenanya untuk melengkapinya tergantung kepada kemampuan dan kesanggupan Daerah Tk. I dan Daerah Tk. II. Berhubung dengan bezetting yang kurang dan perlengkapan yang minim tersebut maka sering mengakibatkan kurang effektifnya penugasan Polisi Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Wilayah (Camat). III. Kebijaksanaan dan Langkah-Langkah.

Guna tercapainya pendaya gunaan Polisi Pamong Praja maka perlu diambil kebijaksanaan dan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melengkapi jumlah (formasi) Polisi Pamong Praja dengan mengusulkan ke Pusat.

2. Menyelenggarakan penataran bagi para anggota Polisi Pamong Praja. Hal ini perlu dilakukan berhubung tugas Kepala Wilayah yang luas dan makin lama makin berkembang baik volumenya maupun jumlah jenisnya. Polisi Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Wilayah harus dapat mengikuti irama perkembangan tugas Kepala Wilayah tersebut.

3. Memberi perlengkapan kepada para anggota Polisi Pamong Praja. Perlengkapan ini tidak hanya perlu sebagai syarat terlaksananya tugas pekerjaan, akan tetapi juga diperlukan ditinjau dari segi phychologis tidak merasa rendah diri terhadap petugas-petugas negara lain yang mempunyai perlengkapan cukup padahal tugasnya kurang lebih sama.

IV. Program Pembangunan.

Menghadapi Pelita III dalam ikut menegakkan keamanan dan ketertiban, Polisi Pamong Praja/Pagar Praja mengadakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Program Pendidikan dan Latihan/Penataran.

2. Program Pengadaan mebulair dan sarana lainnya:

Kendaraan.

Pakaian seragam/dinas

dan lain-lain

PERS

SEKTOR PENERANGAN, DAN KOMUNIKASI SOSIAL.

PENGANTAR.

Penerangan sangat diperlukan untuk lebih menjamin berhasilnya usaha2 Pembangunan. Dalam Garis2 Besar Haluan Negara dinyatakan, bahwa berhasilnya usaha Pembangunan Nasional, pada akhirnya akan tergantung dari tanggapan, pandangan, pengertian, kesadaran, keterlibatan dan partisipasi rakyat Indonesia dalam menyambut tantangan pembangunan secara positip. Masyarakat perlu mendapatkan pengertian secara apresiasi tentang usaha2 Pemerintah dan soal2 yang terjadi di dalam masyarakat sendiri, sehingga timbul partisipasi yang aktif dari seluruh masyarakat. Dengan demikian kesulitan2 akan lebih mudah dapat diatasi. Guna menanamkan pengertian serta apresiasi tersebut, dibutuhkan penerangan yang effektif.

Usaha2 yang bersifat penerangan dewasa ini dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat itu sendiri melalui :

TELEVISI. RADIO.

SURAT KABAR DAN MAJALLAH.

- PUSAT PENERANGAN MASYARAKAT DAN SEBAGAINYA.

NYA.

Untuk menunjang usaha2 penerangan ini pendidikan kader2 penerangan dan up-grading para juru penerangan termasuk tenaga2 yang berpendidikan dalam soal grafika, film, radio, televisi dan lain 2.

Dalam rangka mensukseskan penerangan Pelita III kegiatan operasionil diarahkan untuk mendukung Sapta Krida dan 6 tugas khusus Menteri Muda Kabinet Pembangunan III, yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan yang meliputi :

1. PEMERATAAN PEMBANGUNAN.

2. PERTUMBUHAN EKONOMI.

3. STABILITAS NASIONAL.

Dengan demikian sasaran kegiatan penerangan dalam mengarahkan partisipasi masyarakat secara aktif lebih diarahkan ke masyarakat pedesaan melalui radio, televisi, penerbitan2 dan sebagainya.

SUB SEKTOR PENERANGAN.

I. PENDAHULUAN.

Garis-Garis Besar Haluan Negara telah menegaskan bahwa bagi suksesnya Pembangunan Nasional, maka tugas penerangan dalam melaksanakan Pelita III adalah :

Menggelorakan semangat pengabdian perjuangan bangsa. Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Nasional. Mempertebal rasa tanggung jawab dan disiplin Nasional. Serta menggairahkan partisipasi masyarakat dan pembangunan

Dalam rangka mensukseskan penerangan Pelita III, kegiatan operasional diarahkan untuk mendukung Sapta Krida dan 6 tugas khusus Menteri Muda pada Kabinet Pembangunan III yang ber


Page 14

tumpu pada Trilogi Pembangunan yang meliputi :

1. Pemerataan Pembangunan.

2. Pertumbuhan ekonomi.

3. Stabilitas Nasional.

Sehingga sasaran kegiatan penerangan dalam menggairahkan partisipasi masyarakat secara aktif, lebih diarahkan ke masyarakat pedesaan.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II.1. KEADAAN.

Dalam Pelita II kebijaksanaan penerangan yang ditempuh belum seluruhnya menjangkau masyarakat dalam arti luas baik kwalitas maupun kwantitas. Hal-hal yang masih merupakan hambatan dan kekurangan dalam Pelita II dirumuskan cara mengatasinya dalam Pelita III. Tujuan Pelita III pada dasarnya merupakan lanjutan dan peningkatan dari semua usaha dalam Pelita II. Untuk mencapai ini, tujuan tersebut diperlukan berbagai upaya yang harus dituangkan dalam strategi pembangunan penerangan dalam Pelita III.

Untuk itu diperlukan tindakan yang menuju kepada penelitian kembali terhadap hasil-hasil kerja penerangan selama Pelita II.

Sasaran penerangan harus lebih banyak ditujukan kearah pedesaan, karena 83% dari penduduk Indonesia berada di tempat tersebut.

II.2. MASALAH.

Agar materi penerangan dapat sampai dimengerti dan diterima, perlu adanya usaha pengumpulan pengolahan dan pengkajian data kemudian diadakan penelitian sejauh mana pesan-pesan tersebut benar-benar sampai, Untuk itu jelas diperlukan tenaga-tenaga ahli, terampil dan dengan penuh dedikasi yang sampai sekarang belum memadai. Selain itu untuk menunjang kreativitas para karyawan jelas diperlukan sarana penujang operasional yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi dewasa ini lengkap dengan fasilitas-fasilitas yang diperlukan.

III.

III.1. KEBIJAKSANAAN.

KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

Kegiatan-kegiatan penerangan meliputi :

1. Kegiatan Penerangan Umum :

- Memanfaatkan pertunjukan rakyat tradisional yang bersi- fat komunikatif dan membina/membentuk group per- tunjukan.

- Penerangan tatap muka lebih diarahkan sasarannya de- ngan kondisi masyarakat setempat. (lebih selektif). - Pelaksanaan Pameran. Kegiatan pameran lebih menonjol- kan hasil-hasil pembangunan bagi daerah bersangkutan dan mengurangi peragaan ilmiah.

- Penerbitan.

Peningkatan jumlah penerbitan, sehingga tercapai sasaran kelompok terkecil masyarakat.

- Peningkatan isi, cara dengan mempertemukan antara kepentingan Pemerintah dan kebutuhan masyarakat. - Kegiatan penerangan melalui penerbitan/pers.

- Penerangan melalui film.

- Pembuatan film diarahkan pada film cerita, untuk menghindari kekeringan isi film.

- Lebih meningkatkan pembinaan pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Mempercepat proses pembuatan Peraturan Perundangundangan yang berhubungan dengan kehidupan pers. - Latihan/pendidikan wartawan.

- Unsur penerangan dan hiburan seimbang dalam isi film - Jumlah film ditingkatkan sesuai dengan jumlah mobil unit.

Penerangan melalui radio dan TV lebih ditingkatkan baik isi, tehnik, penyajian dan keseimbangan penerangan dan hiburan.

Coverage Pembangunan di daerah-daerah dapat disiarkan melalui TV Statiun Pusat Jakarta..

Dalam Pelita III sarana penunjang operasional penerangan sangat diperlukan adanya peningkatan fasilitas-fasilitas sebagai berikut :

A. Hard ware (perangkat keras).

Gedung/Puspenmas dilengkapi untuk seluruh Indonesia.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Dalam pelaksanaan Pelita III sangat dirasakan perlu adanya suatu perencanaan yang terkoordinir bagi semua sektor, termasuk Sub Sektor Penerangan sendiri. Adapun dalam Pelita III, program yang akan direalisir berupa kegiatan-kegiatan seperti :

a. Program Peningkatan Operasionil Penerangan.

Alat-alat perlengkapan.

Inventaris kantor.

Alat-alat fungsional. Kendaraan.

Pertunjukan film.

Penerangan umum. Pertunjukan rakyat. Pameran.

Penerbitan.

b. Program Pengadaan Prasarana Fisik (gedung), termasuk Balai Wartawan.

c. Program Pengadaan Sarana (meubilair) Kantor Penerangan.

Kendaraan.

Mesin tulis.

Mesin cetak.

TV umum.

Sarana-sarana lainnya.

C. SUB SEKTOR TELEVISI.

I. PENDAHULUAN.

TELEVISI R.I. Stasiun Denpasar merupakan Stasiun Penyiaran atau Studio yang ke 8 di Indonesia. Siarannya dimulai tanggal 17 Juli 1978 yaitu setelah diresmikan oleh Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan R.I. SOETIKNO LOEKITODISASTRO Bc. Hk. yang mewakili Menteri Penerangan RI pada tanggal 16 Juli 1978.

Tahap pertama TVRI Stasiun Denpasar menyiarkan hasil produksinya selama setengah jam, sedangkan 6 jam selanjutnya merelay siaran dari TVRI Stasiun Pusat Jakarta.

Tahap kedua menurut rencana tanggal 1 Oktober 1978; Siaran produksi sendiri ditambah setengah jam lagi sehingga menjadi satu jam.

Pada tahap pertama, yaitu sejak diresmikan sampai 1 Oktober 1978 Televisi R.I. mempunyai mata acara :

1. Berita - Daerah tiap hari selama 5 menit.

2. Siaran Hiburan tiap hari selama 20 menit.

3. Siaran Niaga Lokal tiap hari disediakan waktu 5 menit.

Disamping itu terdapat pula mata acara Mingguan dan bulanan. Acara Mingguan berupa Laporan Pembangunan yang disiarkan tiap hari Rabu, selama 5 menit.

Sedang acara bulanan terdiri dari :

1. Dari Desa ke Desa disiarkan pada Kamis pertama tiap bulan selama 20 menit.

2. Masalah Kita pada Kamis ke 3 tiap bulan selama 20 menit. 3. Forum Pemuda pada Kamis ke 4 tiap bulan selama 20 menit.

4. Bali dalam sebulan disiarkan pada Hari Sabtu terakhir tiap bulan selama 20 menit.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

Siaran dari Studio Denpasar diteruskan oleh Stasiun Penghubung di Renon Denpasar ke Stasiun-Stasiun Pemancar, yang berlokasi di Bukit Bakung dan Stasiun Pemancar di Bukit Penulisan Kintamani.

Stasiun Pemancar Bukit Bakung mempunyai daya pancar 5 kilowat sehingga dapat diterima oleh penduduk di Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana, Gianyar dan bagian Selatan Daerah Kabupaten Bangli. Stasiun Pemancar Bukit Penulisan Kintamani, mempunyai daya pancar 1 (satu) Kilowat, ditujukan kepada penduduk di Kabupaten-Kabupaten Buleleng, Karangasem, dan bagian Utara daerah Kabupaten Bangli. Dengan demikian siaran dari Studio Denpasar sudah dapat diterima diseluruh daerah Bali, bahkan oleh sebagian penduduk di daerah-daerah Banyuwangi, Pamekasan, Madura dan Lombok Barat. Pada saat diresmikan, siaran Televisi R.I. Stasiun Denpasar diterima oleh :

penduduk pedesaan penduduk kota

1.452.636 orang. 244.073 orang.

1.696.709 orang.

Jumlah pesawat penerima yang sudah tercatat di Kantor Pos dan Giro :

Tabanan

Singaraja Denpasar

Jumlah :

9.429 set.

Televisi R.I. Stasiun Denpasar sampai dengan saat diresmikan mempunyai pegawai :

768 set. 1.450 set.

7.211 set.

Bagian Teknik Bagian Siaran

Tata Usaha

41 orang.

24 orang.

19 orang.

Jumlah :

84 orang.

Satu bagian lagi, yang merupakan bagian penting pula pada Stasiun Penyiaran yaitu Bagian PEMBERITAAN tidak dipersiapkan tenaga. Pada saat dimulainya siaran selain seorang tenaga tetap, 4 orang lainnya adalah pegawai TVRI Pusat yang diperbantukan di TVRI Stasiun Denpasar selama 3 bulan. Selain melakukan tugas rutin, tenaga senior tersebut juga dibebankan tugas untuk mendidik dan melatih tenaga-tenaga baru yang diperlukan oleh bagian Pemberitaan.

Tenaga-tenaga yang dimaksud ialah Cameramen, Editors Film, Reporter dan Penyiar Berita. Disamping harus disiapkan tenaga-tenaga untuk Bagian Pemberitaan, perlu segera dipikirkan pula mengenai ruangan. Pada saat ini belum ada ruang Laboratorium film, Ruang Editor Film, Ruang Penyimpanan film-film yang telah disiarkan. Sedangkan dibagian siaran belum ada Ruang Workshop, tempat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk dekorasi di Studio jika sewaktu-waktu diperlukan bagi sesuatu acara siaran.

Sejak dimulainya Siaran, TVRI Stasiun Denpasar memi ́liki peralatan :

1. Peralatan Studio :

3 buah Camera elektronik Studio.

1 buah Camera elektronik untuk Penyiar.

2 unit telecine.

2 buah video tape recorder.

2 buah Telop machines.

1 unit master control.


Page 15

Kebutuhan material Film itu jika kegiatan Coverages inisiatifnya dari TVRI Stasiun Denpasar. Karena banyaknya kegiatan dalam masyarakat yang meminta agar disiarkan lewat TVRI sedangkan TVRI terbatas kemampuannya, terpaksa TVRI meminta bantuan pihak lain, baik dibidang fasilitas transportasi maupun bantuan dalam bentuk material Film. Sedang bagi instansi atau lembaga-lembaga masyarakat yang tidak mempunyai dana khusus, bahkan memerlukan bantuan dari masyarakat dalam mengumpul dana, TVRI Stasiun Denpasar akan membantu menurut kemampuan, yaitu menyediakan material Film.

Kebutuhan Sarana Penunjang Siaran.

Dalam tahun anggaran 1979/1980 kebutuhan yang mendesak adalah:

1. Ruang Workshop, tempat mempersiapkan bahan-bahan dekorasi.

2. Ruang Laboratorium Film.

3. Ruang Perpustakaan Film.

4. Ruang Editor Film.

5. Camera Film 16 MM Bell & Howell 3 buah.

6. Camera Film CP untuk Sound Film lengkap dengan NAGRA 2 buah.

7. Editing Table Steinbeck 4 piring

1 buah.

8. Kendaraan roda 4 untuk operasional 2 buah. 9. Kendaraan Sepeda Motor

3 buah.

10. Foto Tustel

2 buah.

PROGRAM SIARAN DALAM PELITA III.

Televisi R.I. Stasiun Denpasar yang kini berada di- tengah2 masyarakat Bali, bersama-sama Pemerintah Daerah harus memberikan perhatiannya yang lebih besar lagi kepada pembangunan kesejahteraan rakyat. Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, harus dapat dipertahankan bahkan diusahakan peningkatan lagi. Televisi Stasiun Denpasar melalui siaran berita dan penerangan harus dapat berperanan sebagai stabilisator dan dinamisator disegala bidang, baik dibidang Hankam maupun Ipoleksosbud.

Diharapkan peranan Televisi R.I. Stasiun Denpasar tidak hanya menggugah motivasi rakyat Bali untuk berpartisipasi aktif sesuai dengan semakin lajunya pembangunan, baik inten


Page 16

dalam pelaksanaan dan program kerja Direktorat Radio secara umum meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia dalam pembangunan.

Media radio harus digunakan seoptimum mungkin untuk penerangan bagi keperluan pembangunan yang meliputi wilayah dan seluruh lapisan masyarakat.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II.1. KEADAAN.

Dalam Pelita II kebijaksanaan penerangan yang ditempuh belum sepenuhnya menjangkau masyarakat audience dalam arti luas, baik kwalitas maupun kwantitas. Hal-hal yang diperkirakan masih merupakan hambatan dalam Pelita II dirumuskan cara mengatasinya dalam Pelita III.

Repelita II sektor Penerangan dan Komunikasi Sosial adalah penjabaran dari GBHN dan juga merupakan kesinambungan dari Repelita II. Tujuan Pelita III pada dasarnya merupakan lanjutan dan peningkatan dari segala usaha dalam Pelita II. Untuk mencapai ini diperlukan berbagai kegiatan yang harus dituangkan dalam strategi Pembangunan Penerangan dalam Pelita III.

Tindak paling awal dalam hubungan ini ialah mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan penerangan selama Pelita II dengan jalan mengkaji hasil-hasil kerja penerangan selama Pelita II. Keadaan penerangan dewasa ini menunjukkan segi-segi yang positif disamping adanya hal-hal yang kurang berhasil. Dengan secara bertahap adanya peningkatan baik biaya maupun sarana selama Pelita II tugas penerangan secara umum relatif telah dapat ditingkatkan.

Adanya penyempurnaan perangkat keras, hardware, seperti pemancar-pemancar, alat-alat studio, rehabilitasi gedung, mobilitas OB-van, sistim komunikasi SSB dan sistim komunikasi SSB dan sistim komunikasi satelit domistik Palapa, kegiatan operasional siaran radio jauh lebih meningkat sampai sasaran, dimengerti dan diterima.

Siaran-siaran RRI Pusat Jakarta yang semula senantiasa terganggu oleh atmosfir atau udara, sekarang sudah direlay daerah dengan satelit Palapa dan sudah bisa ditangkap dengan lebih baik.

Usaha-usaha siaran radio juga telah ikut serta mensukseskan program nasional seperti dibidang-bidang pembangunan dan kesejahteraan rakyat, sosial dan budaya. Selain itu juga ikut serta memelihara stabilitas keamanan negara pada masa-masa yang kritis beberapa tahun lampau ini.

Dari penelitian tugas-tugas tersebut ternyata peranan penerangan melalui radio bagi masyarakat yang sedang berkembang sangat penting masyarakatnya masih merupakan masyarakat pendengar.

Sasaran penerangan harus lebih banyak ditujukan kedaerah pedesaan dimana 83% penduduk berada disana. Siaran pedesaan RRI Denpasar sudah sejak tahun 1971, dengan jumlah kelompok pendengar siaran pedesaan lebih dari 487 buah dengan jumlah anggota 20 orang setiap kelompok. Daya pancar RRI Denpasar 21.150 Watt, Singaraja 11.000 watt, dengan daerah jangkauan meliputi seluruh propinsi Bali, dan sekitarnya, termasuk bagian timur Jawa Timur dan sampai Kupang. Jumlah jam siaran RRI Denpasar 13 sampai 14 jam setiap hari, ditambah dengan jam-jam khusus pada hari-hari Nasional dan hari-hari kramat.

II.2. MASALAH.

Agar materi penerangan dapat sampai, dimengerti dan diterima, perlu pengumpulan data, pengolahan dan penyajian, kemudian penelitian apakah pesan-pesan tersebut benar-benar sampai. Disini jelas diperlukan tenaga-tenaga ahli, terampil, yang sampai sekarang masih sangat kurang. Selain itu untuk menunjang kreativitas para karyawan jelas diperlukan gedung studio dan perkantoran yang memadai sesuai dengan perkembangan tehnologi dewasa ini lengkap dengan fasilitas-fasilitas yang diperlukan.

Sedang untuk mendorong para petugasnya untuk dapat melaksanakan beban kerja dengan sempurna sangat diperlukan wadah kelembagaannya yang jelas atau struktur organisasi yang sampai sekarang belum terwujud.

Sedang operasi siarannya sendiri perlu adanya penertiban frekwensi radio siaran maupun pemancar komunikasi yang ada, sehingga tidak saling menganggu, dimana jelas pemancar yang lebih kuat daya pancarnya akan menutup yang lemah, sesuai dengan "Radio Regulation" yang dike

luarkan oleh ITU.

Adanya radio non RRI, sebanyak 16 buah dengan perincian 5 buah Radio Pemerintah Daerah dan 11 buah Radio Swasta Niaga dengan 2 buah RRI, 1 Regional dan 1 lokal, yang masing-masing jelas berusaha merebut pendengar sebanyak-banyaknya, perlu kiranya diadakan penertiban dan peninjauan kembali izin-izin radio siaran tersebut. III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH. :

III.1. KEBIJAKSANAAN.

Tugas Pokok Departemen Penerangan sebagaimana dirumuskan dalam Keppres No. 45 tahun 1974, adalah menyelenggarakan sebagai tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang penerangan. Oleh Menteri Penerangan tugas pokok ini dijabarkan lebih lanjut agar para pejabat dan karyawan Deppen lebih mengenal sasarannya secara konkrit dan akan lebih mampu mengemban tugastugas yang dibebankan kepadanya.

Tugas pokok yang memerlukan penanganan utama dari Deppen. ialah :

- Memantapkan pembinaan kesatuan, persatuan dan jiwa bangsa.

- Mensukseskan pembangunan nasional melalui Repelita. - Memantapkan stabilitas Nasional.

Menjalankan tugas-tugas khusus seperti melaksanakan PEMILU dan lain-lain.

Bagi RRI dalam mengemban tugas-tugas pokok ini perlu diatur strategi yang tepat yang meliputi :

Pengadaan inventarisasi terhadap kemampuan sarana RRI.

Perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).

Persiapan wadah kerja sebagai sandaran untuk mengendalikan operasi penerangan lewat RRI.

- Pengadaan kerjasama dan koordinasi yang melembaga dan berpola dengan instansi-instansi diluar RRI maupun dengan unit kerja dilingkungan Departemen Penerangan Vertikal horisontal.

Dengan sandaran struktur aparatur yang lebih mantap diharapkan RRI dapat meningkatkan muatan komunikasi,

kwalitas tehnis, kwalitas penyajian dan perluasan jangkauan siaran.

Dapat dipahami adanya faktor-faktor yang tak relakkan seperti kenaikan harga dan tarif, faktor inflasi, faktor penyusutan sarana dan beban kerja yang bertambah.

Menjawab tantangan-tantangan diatas harus dijalankan langkah-langkah :

- Perbaikan Siaran baik kwalitatif maupun kwantitatif. - Menambah jumlah jam siaran.

Penambahan materi siaran produksi sendiri.

Menyelenggarakan alih tugas (tour of duty) dan alih wilayah (tour of area) demi memelihara dan membina kesegaran dan penyegaran dilingkungan pegawai serta sekaligus memperluas pengalaman-pengalaman pejabat2 di RRI.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Dalam menghadapi pembangunan RRI dimasa Pelita III mendatang, sangat dirasakan perlunya adanya suatu perencanaan yang terkoordinir antara semua pihak dalam penggunaan sarana siaran radio.

Perlu dijelaskan bahwa scope pembangunan dalam pola berikut ini, jumlah ruang, alat, transport, unit dan sebagainya, adalah target minimal yang ingin dicapai sesuai dengan kebutuhan2 siaran dimasa yang akan datang.

Dari pola pembangunan ini kita dapat menentukan budget yang diperlukan tiap tahun, mengadakan evaluasi pekerjaan yang telah diselesaikan tahun terakhir, menentukan waktu penyelesaian sesuatu proyek dan menghindari pandangan-pandangan yang keliru mengenai masalah scope dan budget.

Rencana-rencana yang dimuat dalam pola ini adalah mutlak untuk dapat merealisir tugas-tugas yang dibebankan kepada Deppen, khususnya RRI kedalam taraf pendidikan dan kehidupan yang lebih baik.

Adapun Program pembangunan yang akan direalisir dalam Pelita III adalah :

1. Program Peningkatan siaran baik kwalitatif maupun kwantitatif.

2. Program Pendikan dan Latihan Pegawai.

3. Peningkatan prasarana fisik (gedung) RRI. Denpasar.

a. Gedung Studio


Page 17

SEKTOR PENGEMBANGAN DUNIA USAHA SWASTA.

I. PENDAHULUAN.

Pembangunan ekonomi yang didasari atas demokrasi ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Dalam hal ini pemerintah dengan segenap aparaturnya berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan serta menciptakan iklim dan kebijaksanaan yang cocok, terhadap pertumbuhan ekonomi yang menggairahkan perkembangan partisipasi rakyat dan dunia usaha yang berlandaskan kepentingan rakyat banyak bagi perkembangan pembangunan disegala bidang.

Pengalaman selama Pelita I dan II menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan bersangkut paut dengan pengembangan dunia usaha, selama itu belum sepenuhnya menjangkau kepentingan para pengusaha, khususnya pengusaha ekonomi lemah dalam arti luas baik dalam hal penggunaan peluang yang telah ada maupun dalam hal penciptaan siatuasi dan iklim usaha yang cocok.

Disamping itu adanya kenyataan bahwasanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kepada swasta nasional untuk berperanan dalam perekonomian, dengan kebijaksanaan pengakhiran kegiatan usaha ekonomi perdagangan asing, tidak mampu dimanfaatkan secara mantap oleh para pengusaha kita. Hal ini menunjukkan masih kurang mantapnya sikap mental kewiraswastaan. Oleh karenanya pembinaan kewiraswastaan ini perlu lebih ditingkatkan sehingga pembangunan ekonomi yang mempunyai arti pengolahan kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan tehnologi serta melalui penambahan kemampuan berorganisasi dan management dapat ditangani secara berhasil oleh para wiraswasta Indonesia.

II. KEADAAN DAN MASALAH

II.1. Keadaan.

Secara umum perkembangan dunia usaha di daerah Bali

dalam tahun-tahun terakhir ini dapat digambarkan sebagai berikut Berdasarkan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku sesuai kondisi obyektif Daerah Bali, beberapa aktivitas telah dilaksanakan oleh usahawan-usahawan nasional antara lain :

Pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan atas beberapa commodity penting (pedagang penyalur, importir-importir Nasional menengah).

Pengusaha yang bergerak dalam bidang eksport ternak, kopi kopra, buah-buahan dan lain-lain.

Pengusaha yang bergerak dalam usaha kepariwisataan dan industri penunjang kepariwisataan. Pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam usaha perban

kan.

Pengusaha yang bergerak dalam bidang/sektor konstruksi dan bangunan.

Pengusaha yang bergerak dalam usaha pengangkutan/perhubungan darat, laut baik angkutan orang maupun barang. Adanya usaha-usaha yang bersifat campuran, yang dibentuk bersama-sama dengan Pemerintah Daerah yang bergerak dalam kegiatan industri, perhubungan, percetakan dan sebagainya yang kemudian dengan adanya ketentuan tidak bolehnya penyertaan modal pemerintah dalam kegiatan swasta, saham yang dimiliki oleh pemerintah ditarik kembali.

Selama perkembangan berjalan dalam kehidupan dunia usaha swasta nasional kita di Bali ini menunjukkan adanya phase pasang surut, yang timbul sebagai akibat perkembangan perekonomian. Sehingga apabila kita amati secara teliti pengusaha-pengusaha kita dengan usahanya kita akan melihat adanya usaha-usaha yang sudah beku, kehidupannya kembang kempis, tetapi ada juga yang mengalami sedikit kemajuan. Memperhatikan keadaan demikian dalam rangka memanfaatkan modal dan potensi untuk pembangunan maka selama priode Repelita I telah diambil beberapa kebijaksanaan yang langsung maupun tidak langsung mendorong pengembangan dunia usaha.

Beberapa kebijaksanaan dituangkan dalam bentuk undangundang dan peraturan perundangan yang menyangkut pengembangan dunia usaha. Dengan adanya perobahan UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No.

6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masing-masing dengan UU. No. 11 dan 12 tahun 1970 untuk disesuaikan dengan kebijaksanaan perpajakan, yang kemudian untuk memperlancar penanaman modal dalam tahun 1973 diadakan penyederhanaan prosedure aplikasi penanaman modal dan sekaligus peningkatan.

Panitia Penanaman Modal (PTPM) menjadi Badan Koordinasi Penanaman Modal (B.K.P.M.) yang mempunyai fungsi koordinasi lebih mantap. Dengan kebijaksanaan tersebut maka prosedure penanaman modal yang semula dilakukan secara berurutan dalam mana tiap tahap dapat menghambat proses pengolahan selanjutnya disempurnakan menjadi prosedure yang lebih sederhana dan terkoordinir termasuk penyelesaian izinizin yang diperlukan untuk penanaman modal.

Perobahan ini rupa-rupanya memberi pengaruh positif terhadap perkembangan dunia usaha di Bali terbukti dengan adanya perkembangan volume keuangan yang berupa kegiatan dengan pembangunan PMDN. PMA, maupun kredit-kredit perBankan lainnya yang sudah tentunya baik langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi situasi perkembangan perekonomian pada umumnya.

Apabila kita meneliti data angka perkreditan dan penanaman modal baik PMDN. maupun P.M.A. yang ada selama Pelita II kita akan melihat perkembangan volume uang sebagai berikut :

Selanjutnya berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas/Lembaga dan Instansi sesuai bidang dan kewenangannya, jumlah jenis dan kredit yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha selama Repelita III dapat digambarkan sebagai berikut : Jumlah dan jenis2 usaha kecil yang bisa dikembangkan dalam Repelita III pada Sub Sektor Pertanian.

Sampai saat ini jenis2 usaha kecil yang sedang & akan dikembangkan dalam Repelita III nanti :

1. Penggilingan Padi.

2. Hand Traktor.

3. Dryer.

4. Alat Pembrantas Hama.

5. Tanaman Hias & Peranggrekan. 6. Pengolahan Buah2an/Sayur2an.

Ad. Penggilingan Padi :

Perkembangan jumlah dan kepastian potensial penggilingan padi di Daerah Bali dari tahun ketahun menunjukkan jumlah & kapasitas yang terus meningkat.

Hal ini dapat dilihat seperti tabel dibawah ini :

Prosentase tersebut diatas menunjukkan bahwa daerah itu sudah jenuh untuk usaha pendirian penggilingan padi dibandingkan dengan besarnya produksi untuk Daerah Bali. Berdasarkan data-data tersebut diatas, maka boleh dikatakan sejak tahun 1974 Bali sudah termasuk jenuh. Namun dalam kenyataannya jumlah penggilingan padi terus meningkat dari 740 buah tahun 1974 menjadi 1.288 buah, tahun 1977 berarti terjadi peningkatan 57,45 % selama 4 tahun, bahkan menurut pencatatan terakhir tahun 1978 jumlahnya sudah mencapai 1.345 buah. Hal semacam ini sudah tentu memerlukan perhatian yang lebih serius sebab selain tidak effisien lagi juga supaya para pengusaha kecil mengalihkan perhatiannya kepada jenis usaha lain yang memungkinkan memberikan prospek yang lebih jelas/terang seperti misalnya usaha penggilingan tapioka, jagung dan lain-lain yang dirasakan masih

langka di Bali. Sedangkan dari perusahaan penggilingan yang telah ada (yang mempunyai izin sesuai dengan PP. 65/71) perlu dilengkapi dengan mesin perontok.

2. Hand Traktor :

Pengolahan tanah dengan memakai traktor sudah semakin dikenal oleh sebagian besar petani. Lebih-lebih setelah diketahui dari segi biaya jauh lebih effisien pemakaiannya khususnya untuk areal persawahan yang luas dan datar. Untuk itu diharapkan dalam Repelita III nanti di Bali penambahan traktor ditempuh secara selektif dengan memperhatikan hanya pada tempat-tempat yang benar diperlukan, satu dan lain dalam rangka Kesempatan Kerja.

3. Dryer :

Usaha Dinas Pertanian kearah pengembangannya baru dalam taraf demonstrasi. Diharapkan dalam Repelita III Dryer sebagai alat pengeringan bisa dikembangkan sehingga masalah pengeringan gabah/padi dimusim penghujan bisa diatasi. Sesuai dengan Inpres No. 2/1978 dimana wilayah kerja 1 BUUD/KUD adalah untuk 1 Kecamatan maka diharapkan dalam Repelita III bisa dikembangkan secara bertahap sehingga setiap 1 BUUD/KUD mempunyai 1 dryer. Dengan demikian di Bali nantinya akan ada 50 buah dryer.

4. Alat Pembrantas Hama.

Sprayer (Hand Sprayer, Power Sprayer) dan Mist Blower. Sprayer merupakan alat pertanian yang penting dalam meningkatkan produksi pertanian, dan harganyapun tidak terlalu tinggi dalam artian bisa dijangkau oleh daya beli petani, lebih-lebih dalam bentuk organisasi subak. Dengan demikian bisa diharapkan bagi petani yang kurang mampu membeli, bisa meminjam/menyewa dari organisasi subaknya.

Adapun jumlah yang ada s/d tahun 1978 adalah sebagai berikut :


Page 18

Power Sprayer

2 buah (milik petani/R.P.H.) Dalam Repelita III nanti diharapkan jumlah peralatan yang dimiliki oleh BUUD/KUD dan petani RPH, bisa ditambah lagi. Sehubungan dengan ini dimana masalah serius yang perlu penanggulangan lebih lanjut adalah penyediaan Spare parts. Sampai saat ini kerusakan alat yang ada sebagian besar karena tidak tersedianya suku cadang di Bali. Untuk ini diharapkan dalam Repelita III nanti usaha yang bergerak dalam bidang penyediaan spare parts bisa dirintis.

5. Tanaman Hias & Peranggrekan :

Usaha yang bergerak dibidang tanaman hias sudah semakin berkembang lebih-lebih setelah direncanakan Bali sebagai Pulau Taman. Untuk ini yang perlu dipikirkan dalam Repelita III nanti ialah lokasi untuk usaha tersebut sebagaimana halnya di Surabaya, Malang, Jakarta dan di kota2 besar lainnya. Sehingga nanti akan ada lokasi/komplek penjual tanaman hias. Dengan demikian dalam Repelita III bisa dikembangkan kelompok tani tanaman hias, selain dari petani-petani bunga yang telah ada di Bedugul. Data mengenai jumlah usaha yang berkecimpung dalam bidang tanaman hias belum bisa disajikan. Demikian juga halnya dengan peranggrekan. Dengan adanya lapangan Terbang Internasional Ngurah Rai berarti merupakan pintu gerbang yang baik untuk export bunga anggrek ke luar Negeri mengingat Bali secara potensial merupakan daerah yang diharapkan sebagai penghasil anggrek. Untuk ini telah dibentuk koperasi anggrek dimana anggotanya adalah hobies2 yang sudah semakin banyak bermunculan hanya sayang koperasi tersebut sampai sekarang belum berperanan. Diharapkan dalam Repelita III nanti sudah bisa dibentuk Kios2 bunga maupun koperasi anggrek yang bisa berfungsi sesuai dengan yang diharapkan sehingga ra penggemar bisa meningkatkan usahanya misalnya dengan membentuk Kelompok tani anggrek. Sampai sekarang telah ada kelompok tani anggrek dengan 800 pohon anggrek di Besakih.

6. Pengolahan Buah-buahan/Sayur-sayuran :

Mengingat hasil buah-buahan dan sayur-sayuran tidak bisa disimpan lama maka usaha peningkatan produksi perlu diimbangi dengan usaha yang bergerak dibidang prosesing hasil-hasil Pertanian sehingga para petani buah-buahan lebih bergairah didalam usahanya. Untuk ini dalam Repelita III nanti dikembangkan usaha home Industri selain sebagai cara pengawetan juga sebagai usaha sampingan.


Page 19

Dari A.P.B.N.

Dari A.P.B.D.

No. Nama Proyek/Sub Proyek

Peningkatan Produksi Perkebunan Bali.

Lampiran 3 A : Kebutuhan Biaya Pembangunan Sub Sektor Perkebunan Daerah Tingkat I Bali dalam Pelita III Sumber Dana A.P.B.N.

2. Demplot Kelapa Hybrida

II. Aneka Tanaman :

1. Pusat Pembinaan Kopi

Permasalahan.

Sekalipun dalam data yang tertera ini menunjukkan adanya perkembangan jumlah volume yang yang bergerak dalam kegiatan usaha swasta dari tahun ke tahun ini belumlah berarti bahwa perkembangan usaha swasta kita mengembirakan, karena dari data ini kita belum dapat melihat gambaran arah perkembangan dan jenis kegiatan yang berkembang secara ekonomis dalam masyarakat. Selanjutnya dilihat dari data yang ada pada laporanlaporan tahunan baik dari Kanwil Perindustrian, Kanwil Perda- · gangan maupun program Kadin yang bersangkut paut dengan usaha Swasta Nasional dibidang Industri Produksi dan Perdagangan kita tidak dapat memperoleh data yang memadai sebagai bahan untuk penelitian perkembangan dunia Usaha Swasta. Hal ini disebabkan karena yang tercatat dan dicatat adalah usahausaha yang memiliki ijin usaha. Sedangkan dalam kenyataan yang ada, ada perusahaan yang memiliki ijin usaha tetapi tidak bekerja atau mati, ada perusahaan yang bekerja tetapi tidak memiliki ijin usaha. Dengan adanya kenyataan demikian itu apabila data yang tercatat itu kita jadikan pegangan dalam analisa maka ketepatan hasil analisa sangat diragukan.

Disamping itu sulitnya mengembangkan kegiatan swasta ini ialah adanya sikap masa bodo pengusaha untuk membuat laporan kegiatannya dan berkembangnya sikap latah dalam perekonomian masyarakat.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

Kebijaksanaan.

Berpegang kepada dasar pengembangan perekonomian dalam usaha pembangunan di Indonesia yakni demokrasi ekonomi, maka dalam Repelita III dipandang perlu untuk secara berencana dan bertahap membina dan mengarahkan partisipasi masyarakat khususnya para wiraswasta agar mampu menciptakan dunia usaha dengan segala unsur yang termasuk didalamnya berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Untuk maksud demikian itu pemerintah berusaha menciptakan iklim ekonomi yang lebih baik yang membawa keuntungan bagi kepentingan golongan ekonomi lemah. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah meliputi segi-segi pemberian fasilitas usaha, perpajakan, perkreditan, devisa, kelembagaan dan sebagainya. Langkah-langkah.

Perlu diadakan penelitian dan investigasi usaha swasta yang ada, mempermudah prosedure perijinan, meneliti peraturan peraturan yang bersangkut paut dengan keinginan, pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah, menyarankan pembentukan Biro Konsultasi Ekonomi/Perusahaan. Peningkatan kesempatan kerja kota dan desa dengan memberikan pendidikan keterampilan bagi usaha kerja sesuai kebutuhan pasar kerja. IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

1. Program pemantapan dan peningkatan ketrampilan dalam bidang organisasi dan management dunia usaha melalui usaha asosiasi-asosiasi pengusaha-pengusaha bersangkutan.

2. Program peningkatan kerjasama antar daerah dari asosiasi sejenis untuk menambah pengalaman masing-masing.

3. Program konsultasi-konsultasi antar Instansi dengan KADIN dan asosiasi-asosiasi pengusaha untuk saling tukar informasi. SEKTOR : APARATUR PEMERINTAH.

1. Sub Sektor: Aparatur Pemerintah.

I. PENDAHULUAN.

Sebagaimana terlihat sepanjang sejarah, maka kedudukan dan peranan Pegawai Negeri adalah penting dan menentukan, karena Pegawai Negeri adalah unsur Aparatur Negara untuk menyelenggarakan Pemerintahan dan Pembangunan dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan Nasional.

Tujuan Nasional seperti termaksud didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan abadi, dan keadilan sosial. Tujuan Nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui Pembangunan Nasional, dan tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur dan merata dan berkeseimbangan antara material dan spiritual berdasarkan Pancasila didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kelancaran menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan Aparatur Negara dan kesempurnaan Aparatur negara pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri.

Dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasional sebagai tersebut diatas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD. 1945, Negara dan Pemerintah. Bilamana kita kaji Keputusan Politik MPR. yang dituangkan dalam TAP. MPR. Nomor : IV/MPR/1978 mengenai Aparatur Pemerintahan dinyatakan sebagai berikut :

a. Aparatur Pemerintahan ditingkatkan pengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara, yang berdasarkan Pancasila dan UUD. 1945.

b. Pembinaan, penyempurnaan dan penertiban Aparatur Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Daerah, termasuk Perusahaan Negara dan Milik daerah sebagai aparatur perekonomian negara dilakukan secara terus menerus agar dapat mampu menjadi alat yang effesien, effektif, bersih dan berwibawa sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintah dalam pembangunan secara lancar.

Presiden Soeharto dalam Sapta Krida Kabinet Pembangunan III menegaskan kembali pada krida ke empat yaitu terciptanya aparatur Negara yang semakin bersih dan berwibawa. Semua ketetapan dan keputusan diatas wajib menjadi pedoman kita sekalian dalam mengelola administrasi kepegawaian dan mengadakan pembinaan pegawai negeri didaerah kita, karena hal terasebut diatas adalah merupakan perintah kepada kita sebagai Aparatur di Daerah.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II. 1. Keadaan.

Keadaan pegawai negeri yang dilola oleh Biro Kepegawaian dewasa ini dapat kita lihat dalam daftar terlampir (lampiran I Keadaan Pegawai Negeri pada bulan Agustus 1978). Dari angka2 ini dapat kita sampaikan bahwa jumlahnya masih kurang memadai untuk menggerakkan roda pemerintahan Propinsi Bali, baik tugas-tugas umum pemerintahan maupun tugas-tugas pembangunan dan tugas2 sosial. Namun dengan meningkatnya dedikasi dapat dikatakan tugas-tugas yang dibebankan kepada Daerah kita dapat dilaksanakan semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan dan kemampuan pegawai kita. Penambahan jumlah pegawai telah diadakan secara bertahap namun belum mencapai jumlah yang kita inginkan, disamping jumlahnya yang terbatas juga penggantian pegawai melalui adanya pegawai yang pensiun memerlukan waktu yang cukup panjang.

Kekurangan jumlah sebenarnya dapat diatasi dengan meningkatkan mutu pegawai, baik melalui seleksi dalam penerimaan pegawai baru (recruitment ) maupun dengan meningkatkan program pendidikan dan latihan bagi pegawai yang telah kita miliki (on the job training ). Dalam hal ini semenjak Pelita I dan dilanjutkan dalam Pelita II Pemerintah Daerah secara teratur menugaskan pegawainya untuk mengikuti pendidikan reguler maupun yang irreguler baik yang diadakan oleh Departemen Dalam Negeri maupun Departemen2 lainnya.

Pelaksanaan ini dapat dilihat pada daftar terlampir ( daftar II mengenai Pendidikan dan Latihan Kepegawaian dalam lingkungan Pemerintah Daerah Bali). Dalam hal ini dalam kurun Pelita III nanti hal ini akan tetap kita laksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan akan tenaga khusus dalam lingkungan pegawai daerah. Disamping mengirim tenaga pegawai untuk mengikuti pendidikan reguler maupun irreguler, pemerintah Daerah masih memandang perlu untuk mengadakan dan menangani Kursus2, Penataran2, Seminar2 maupun Lokakarya, satu dan lain hal untuk menyatukan langkah dan pendapat sesama aparatur Pemerintah Daerah dan dilain pihak meningkatkan mutu pegawai itu sendiri khususnya bagi mereka yang belum sempat untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi atau ke Perguruan Tinggi.

Mengenai manfaat kursus2 dan penataran2 maupun pengiripengiriman pegawai untuk ditugas belajarkan, secara umum besar manfaatnya, namun kita sadari kita semua belum

man


Page 20

Mengenai pengadaan perumahan untuk pegawai Pemerintah menempuh dua jalan, secara bertahap dengan dana yang memungkinkan tersedia membangun rumah-rumah untuk pegawai, dan jalan kedua dengan mengadakan rumah murah/sederhana atau rumah berkembang.

Penyempurnaan Pusdik ditempuh dengan jalan memohon bantuan ke Pusat (Departemen Dalam Negeri) dan membiayai dengan dana yang tersedia dalam APBD.

III.2. Langkah-langkah :

Langkah pembinaan pegawai baik dibidang penggajian, jaminan-jaminan sosial seperti hari tua, kesehatan dan perumahan sedang dirintis dan secara terus-menerus disempurnakan. Mengenai pengadaan rumah sederhana, telah dirintis dengan pihak Ford Ingeniring Corporation pada awal tahun ini, dan pihak Bank Tabungan Nasional. Perwujudan dapat diharapkan pada awal tahun mendatang atau pada Pelita III nanti.

Penyempurnaan Pusdik sedang dilaksanakan, baik perlengkapan dan peralatannya maupun rencana perluasannya. IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Program Pembangunan yang dapat direncanakan disini, disamping program pembinaan secara kontinue yang harus dilaksanakan, ialah pelaksanaan program pendidikan dan latihan pegawai secara teratur. Program ini memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Program pengadaan rumah untuk pegawai, direncanakan dari hasil penjualan rumah Pemda Tahun 1978/ 1979 dapat dibangun tiap-tiap tahun 20 buah rumah dalam berbagai type atau model, dan titik berat pembangunan ini adalah untuk mereka yang berada pada Golongan II dan I. Program pengadaan rumah sederhana, dibiayai oleh pihak ketiga hanya pemerintah bersifat mengkoordinir dan pengawasan bilamana perlu mengambil langkah-langkah dalam penyediaan tanah untuk membangun rumah diatasnya. Program Pembangunan Pusdik untuk Pelita III nanti ialah perluasan Asrama dengan luas 400 m2 dengan daya tampung 30 orang dan penambahan ruangan pertemuan/rekreasi seluas 100 m2.

2. SUB SEKTOR PEMERINTAHAN DESA.

I. PENDAHULUAN.

Pemerintahan Desa merupakan suatu bagian dari administrasi negara. Karena ia merupakan suatu bagian dari Administrasi


Page 21

negara, maka perkembangannya berjalan paralel dengan perkembangan administrasi. Secara historis Administrasi Pemerintahan Desa di Indonesia pada umumnya, didasari oleh nilai-nilai asli dari berbagai kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kenegaraan dari zaman dahulu hingga kini.

Berpangkalan dari proses perkembangan sejarah yang demikian itu, Administrasi Pemerintahan Desa di Bali tidaklah terlepas dari proses yang demikian itu. Pemerintahan Desa di Bali berkembang sejajar dengan era pembangunan administrasi maupun administrasi pembangunan, dengan tidak meninggalkan nilainilai aslinya. Nilai 2 asli mana pada hakekatnya adalah merupakan sendi prikehidupan masyarakat Bali. Prikehidupan masyarakat Bali yang bersumberkan pada agama Hindu, mengejawantah dalam tata kehidupan bermasyarakat dalam bentuk Tata-tata Pemerintahan Desa.

Tata-tata Pemerintahan Desa di Bali adalah sangat sederhana susunannya, Organisasinya maupun jumlah perangkat Pemerintahannya. Dalam bentuk kesederhanaan itu dan dengan semangat kehidupan gotong royong yang disemen oleh tata kehidupan masyarakat Bali yang Hinduistis niscaya kesederhanaan itu dapat mengantarkan masyarakat Bali ke dalam tatanan hidup yang dinamis/maju.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

1. Keadaan.

Keadaan Pemerintahan Desa di Bali dari sejak pertumbuhannya hingga kini berada dalam kondisi yang sederhana. Kesederhanaan itu bercermin dalam struktur organisasi, perangkat Pemerintahan Desa, maupun peralatan perkantoran dan sumber keuangan desa. Namun demikian, dengan kesederhanaan itu tidaklah berarti Pemerintahan Desa di Bali tidak mampu mengikuti era pembangunan yang sedang dan akan dilancarkan di pedesaan. Bukti-bukti telah banyak berbicara bahwa desa-desa di Bali telah berada paralel dengan perkembangan desa-desa di luar Bali.

Administrasi Desa sudah cukup mantap kendatipun disana-sini masih perlu disempurnakan; guna dapat lebih cepat mencapai sasaran pembangunan. Penyempurnaan itu tentulah akan berkisar mengenai struktur organisasi, perangkat desa/pamong desa, prasarana dan sarana administrasi desa.

Suatu hal yang menjadi modal dasar Pemerintahan Desa itu ialah kehidupan gotong royong yang dinamis. Kehidupan gotong royong ini, dlm. realitasnya dapat berkembang menjadi sumber dana dan tenaga, yang dalam mekanisme Pemerintah Desa dapat menetralisir suasana tata Pemerintahan Desa yang berbau paradok itu.

II.2. Masalah :

Dalam mekanisme Pemerintahan Desa di Bali, terdapat berbagai masalah. Masalah-masalah itu berkisar pada adanya kelangkaan dana yang dapat di proyeksikan oleh Pemerintah Desa. Di beberapa Desa dirasakan dan dipandang perlu adanya penambahan tenaga Staf Kantor Desa. Tenaga Staf ini dirasakan perlu terutama untuk pengelolaan Administrasi Pembangunan.

Selain dari pada itu dari segi pembangunan administrasi Desa masih ada beberapa desa yang perlu diteliti kemungkinan perkembangannya dari segi fisik-sosial-ekonomi guna dapat berkembang secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH : III.1. Kebijaksanaan

Dengan memperhatikan keadaan dan masalah-masalah seperti telah dikemukakan terdahulu itu, maka kebijaksanaan yang ditempuh untuk menyempurnakan Pemerintahan Desa ialah :

1. Penyempurnaan struktur organisasi dan perangkat desa/ pamong desa serta kesejahteraan perangkat desa.

2. Penyempurnaan sarana/prasarana administrasi desa perkan

toran.

3. Penggalian dan pemupukan sumber-sumber keuangan desa (Gotong-royong yang bersifat manifest).

Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan sebagai realisasi atas kebijaksanaan itu ialah :

1. Menetapkan struktur organisasi pemerintahan desa yang dipandang cukup memadai dengan perkembangan administrasi pemerintahan desa dalam era pembangunan mendatang.

2. Meningkatkan kwantitas staf Kantor Kepala Desa/Perbekel /Bendesa.

3. Meningkatkan kwalitas perangkat Desa/Pamong Desa.

4. Membangun sarana/prasarana administrasi desa (perkantoran).

5. Meningkatkan mobilitas perangkat desa pamong desa dengan menambah sarana komunikasi.

6. Memperbaiki kesejahteraan perangkat desa/pamong desa dengan meningkatkan nafkah perangkat desa/pamong desa setiap tahun.

7. Melegalisir beberapa sumber keuangan desa.

8. Penelitian dalam rangka pemekaran dan penggabungan desadesa dan banjar-banjar dinas.

9. Perlu dimulai adanya langkah-langkah kearah menetapkan batas-batas wilayah desa dinas.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN :

Program pembangunan dalam pemerintahan desa ini berpangkalan dari langkah-langkah yang bersifat fisik maupun non fisik seperti disebutkan terdahulu.

Program Pembangunan Pemerintahan Desa diwujud kan dalam bentuk :

1. Bantuan dan Pendidikan :

Target fisik / non fisik yang dicapai:

a. Penyempurnaan sarana/prasarana fisik administrasi desa: Pembangunan Kantor Kepala Desa/ Perbekel/Bendesa dan peralatannya.

- Peningkatan mobilitas perangkat desa/pamong desa.

b. Peningkatan kwalitas perangkat desa/pamong desa : kursus/uprading dan wisata karya keluar Bali.

2. Peningkatan kwantitas staf Kantor Kepala Desa/Pamong Desa dan penambahan tenaga staf.

3. Kesejahteraan sosial perangkat desa / pamong desa.
Target yang dicapai: menambah kegairahan kerja.

4. Penelitian dalam rangka pemekaran dan penggabungan desa-desa dan banjar-banjar dinas.

5. Penetapan batas-batas wilayah desa dinas.

3. Sub Sektor Prasarana dan Sarana Pemerintahan Daerah. I. Pendahuluan.

Sasaran yang ingin dicapai dalam urusan Pemerintahan adalah tercapainya daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan Bangsa Indonesia seutuhnya. Untuk mencapai sasaran tersebut disamping diperlukan adanya aparatur pemerintahan yang trampil, disiplin dan patuh serta setia terhadap Negara, diperlukan pula adanya prasarana dan sarana atau fasilitas lainnya yang memadai dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Prasarana disini dimaksudkan adalah gedung-gedung dan kantor yang merupakan pusat atau tempat kegiatan urusan pemerintahan dilakukan. Dalam hubungan ini Pemerintah Daerah Tingkat I Bali memusatkan kegiatan urusan Pemerintahannya yang kebijaksanaannya telah ditetapkan di Civic Centre Renon yang pembangunannya sudah dimulai semenjak Repelita II. Dengan ditetapkannya Civic Centre Renon sebagai Pusat kegiatan Pemerintahan Daerah Tingkat I Bali, diharapkan pelayanan kepada masyarakat akan dapat lebih berhasil guna serta memenuhi sasaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

II. Keadaan dan Masalah.

1. Keadaan.

Keadaan prasarana dan sarana Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Bali, kini keadaannya masih belum terpusatkan lokasinya dan masih belum memadai. Beberapa Dinas/Direktorat maupun Lembaga Pemerintahan Daerah masih menempati kantor lama, yang kiranya perlu segera direhabilitir. Kiranya keadaan ini nampaknya sedikit dapat ditanggulangi dengan selesainya gedung/kantor dikomplek Civic Centre Renon secara bertahap. Disamping itu sarana dan fasilitas serta perlengkapan-perlengkapan kantor yang menyangkut mobilitas kerja, effektifitas kerja dan effesiensi kerja masih belum memadai dengan laju serta volume tugas-tugas dibidang administrasi Pemerintahan. Untuk dapat lebih jelasnya konstelasi prasarana dan sarana management Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Bali dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Keadaan peralatan kantor masih ada dipergunakan peralatan kantor lama seperti meubilair, mesin-mesin dan sebagainya. Demikian pula sarana mobilitas masih banyak

mempergunakan kendaraan-kendaraan yang sudah tua. Dari keadaan yang demikian itu dibandingkan dengan volume tugas-tugas pemerintahan yang semakin meningkat, dirasakan adanya kekuarangan fasilitas tersebut dalam menunjang tugas-tugas itu. Mengenai sarana telekomonikasi, seperti telepon, interkom, perlu juga disempurnakan, yang mana jumlah dan keadaannya masih belum cukup serta memerlukan perawatan yang kontinue dan teratur.

2. Beberapa Dinas/Direktorat/Lembaga-Lembaga Daerah masih ada yang menempati kantor lama. Dengan berpindahnya Kantor Gubernur ke komplek Civic Centre Renon, yang gedungnya selesai secara bertahap kesulitan tersebut diatas, sedikit kiranya dapat diatasi. Disamping itu juga belum adanya bangunan komplementer yang tersedia, untuk dapat diciptakannya suasana kerja yang segar. Untuk dapat terciptanya kesegaran suasana kerja itu dirasakan perlu adanya bangunan-bangunan seperti :

Poliklinik Pegawai.

Capetaria.

Rekreasi Zaal.

Lapangan olah raga (tennis, bulu tangkis, basket dan sebagainya).

3. Sistim kearsipan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali dengan induk Sekretariatnya Sekretaris Wilayah/Daerah masih merupakan sistim lama yang perlu disesuaikan dengan kebijaksanaan Departemen Dalam Negeri yaitu menerapkan Pola Baru Sistim Kearsipan.

4. Meubulair Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali hingga kini sebagian terbesar masih mengenakan perlengkapan lama yang perlu untuk disempurnakan.

5. Keadaan mobil para pejabat Sekretariat Wilayah/Daerah maupun pejabat Pemda lainnya ternyata banyak sudah tua dan perlu dilelang secara umum dan diganti dengan yang baru.

6. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali belum mempunyai antene pemancar SSB/FM yang memadai.

7. Gedung DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali yang ada dijalan Sanur No. 37 Denpasar sekarang, sudah sangat tua dan tidak mampu menampung semua kegiatan alat-alat


Page 22

kelengkapan DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali. 8. Rumah jabatan untuk Pimpinan dan Sekretaris DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali disamping keadaannya yang sudah tua dan juga sudah dijual oleh Pemerintah Daerah.

9. Fasilitas dan prasarana seperti kendaraan Dinas yang ada
di DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali sudah sangat tua dan sering rusak sehingga sering mengganggu kegiatan- kegiatan DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

10. Bangunan Prasarana Fisik Pamong Praja di Kabupaten

Daerah Tingkat II dan Kecamatan masih banyak memer- lukan pembangunan baru maupun rehabilitasi.

2. Masalah.

a. Masalah-masalah yang dihadapi dalam bidang prasarana dan sarana ini pada dasarnya ialah tidak seimbang antara prasarana dan sarana yang tersedia dengan kompleksitas tugas-tugas yang diselenggarakan, selain dari pada itu dengan adanya Perda No. 4/1976 tanggal 12 Juli 1976 dan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Pem.10/ 12-46 tanggal 10 April 1977 tentang Struktur Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat I Bali, dimana pelaksanaannya masih belum bisa secara pasti dan tepat, maka dalam realisasi tugas-tugas masih simpang siur antara Biro satu dengan yang lain. Begitu pula Struktur Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II se Bali masih berdasarkan struktur lama. Karena itu proses administrasi antara Propinsi Daerah Tingkat I Bali dengan Kabupaten Daerah Tingkat II menjadi tidak jelas.

b. Karena belum adanya bangunan komplementer seperti disebutkan diatas secara administrasi dapat mengganggu ketertiban kerja dan kegairahan kerja.

c. Untuk dapat lebih mencapai effisiensi proses administrasi, perlu mengganti sistim kearsipan yang sekarang dengan sistim kearsipan pola baru sesuai petunjuk arsip Nasional dan Menteri Dalam Negeri. Untuk itu perlu pendidikan kader kearsipan dan sarana kearsipan baik alat-alat maupun gedung Pusat Arsip Daerah.

d. Meubulair yang tidak sesuai dengan ketentuan adminis

trasi perkantoran kurang menguntungkan untuk melaksanakan tugas.

e. Mobil-mobil yang sudah tua tidak effisien dalam pelaksanaan tugas maupun pemeliharaannya. Untuk itu perlu diadakan standarisasi kendaraan.

f. Antene FM/SSB yang ada sekarang disamping telah tua juga tempatnya telah berjauhan dengan Kantor Gubernur sehingga tidak effisien.

g. Gedung DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali sudah tidak dapat menampung kegiatan tugas kelengkapan DPRD, rumah jabatan Pimpinan dan Sekretaris DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali telah dijual oleh Pemerintah Daerah. Dengan demikian tugas-tugas DPRD Tingkat I Bali terpengaruh pula effesiensinya.

h. Gedung kantor Dinas-Dinas/Lembaga yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Bali, rumah jabatan Kepala Dinas/Pimpinan Lembaga dalam rangka melancarkan tugas-tugas di Dinasnya.

i. Dalam menjalankan mekanisme Pemerintahan di Daerah berfokus pada pembangunan administrasi pemerintahan, pembiayaan dan aparatur. Dalam kegiatan ini maka pembangunan administrasi pemerintahan yang bersifat fisik dikejawantahkan atas pembangunan prasarana fisik atas :

Kantor Kepala Wilayah/Daerah Tingkat I beserta alatalat kelengkapannya.

Kantor-kantor Kepala Wilayah/Daerah Tingkat II.

Kantor-kantor Kecamatan.

Rehabilitasi atas kantor-kantor itu.

Rumah Dinas Kepala Wilayah/Daerah Tingkat I serta perlengkapannya.

Rumah-rumah Dinas Kepala Wilayah/Daerah Tingkat II serta perlengkapannya.

Rumah-rumah Dinas Camat.

Rehabilitasi atas rumah-rumah Dinas Camat itu.

Kantor-kantor Kepala Desa.

III. Kebijaksanaan dan Langkah-Langkah.

1. Kebijaksanaan.

Kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang Prasarana dan sarana ini ialah :

a. Kebijaksanaan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin peraturan dan perlengkapan yang ada.

b. Merawat dan memberikan perawatan yang sesuai dengan pembiayaan yang tersedia.

c. Pengadaan barang-barang baru secara selektif dilihat dari urgensi kegunaannya.

d. Memelihara kegairahan kerja dan disiplin kerja dengan mengadakan bangunan komplementer seperti disebutkan diatas.

e. Merintis sistim kearsipan pola baru guna menunjang kebijaksanaan Departemen Dalam Negeri.

f. Standardisasi meubulair kantor Gubernur sesuai dengan ketentuan administrasi perkantoran modern.

g. Mobil perorangan dinas para pejabat Pemerintah Daerah Tingkat I Bali khususnya Sekretariat Wilayah/Daerah sudah distandardisasikan.

h. Pembangunan Antene FM/SSB yang qualified.

i. Pembangunan gedung DPRD Tingkat I Bali yang baru di Civic Centre Renon.

j. Pembangunan rumah jabatan Pimpinan DPRD dan Sekretaris DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

k. Pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor Dinas /Lembaga yang dibiayai Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.

1. Mengadakan penyempurnaan secara terus menerus terhadap sarana-sarana fisik Pamong Praja berupa : kantorkantor, rumah-rumah dinas dan peralatan-peralatannya.

2. Langkah-Langkah.

Langkah-langkah yang ditempuh sesuai dengan kebijaksanaan itu ialah :

a. Dalam pembelian peralatan-peralatan itu dipergunakan sistim bon, sambil menunggu tersedianya dana.

b. Pada awal Pelita III dibangun Capitaria dan Poliklinik Pe

gawai. Sedangkan bangunan komplementer lainnya pada pertengahan Repelita III.

c. Pada awal Repelita III diadakan pengkaderan dibidang kearsipan dan pengadaan peralatan-peralatan dalam rangka implementasi sistim kearsipan pola baru. Pada pertengahan Repelita III dibangun gedung Pusat Kearsipan Daerah.

d. Pada taraf pertama meubulair para pejabat teras Sekwilda dan ruang-ruang pertemuan/rapat distandarkan dan selanjutnya alat-alat kerja yang lain.

e. Pelelangan kendaraan-kendaraan yang sudah tua dan pembelian baru kendaraan-kendaraan dinas perorangan dan pool.

f. Pembangunan antene FM/SSB pada tahun pertama Repelita III.

g. Tanah gedung DPRD Propinsi Daerah Tingkat I telah tersedia 2 Ha dikomplek Civic Centre Renon.

h. Tanah untuk pembangunan rumah jabatan Pimpinan DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali dan Sekretaris DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali telah disediakan 50 are di Civic Centre Renon.

i. Pembangunan rumah jabatan Ketua DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Bali telah dimulai pada tahun 1978/1979 dengan luas 20 are.

j. Pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor Dinas /Lembaga Daerah Tingkat I.

k. Pembangunan Prasarana Fisik Pamong Praja se Propinsi Bali dalam setiap tahun Repelita III dicanangkan dari Anggaran Pemerintah Pusat.

IV. Program Pembangunan.

Program Pembangunan dalam Sektor prasarana dan sarana pemerintah Daerah disesuaikan dengan keadaan masalah, kebijaksanaan dan langkah-langkah seperti telah diutarakan terdahulu. Adapun program pembangunan ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Program Pembangunan Prasarana Fisik Pemerintah Daerah.

a. Pembangunan gedung-gedung/kantor-kantor Dinas/Lembaga Daerah Tingkat I seperti :

Gedung D.P.R.D. Tingkat I Bali

- Gedung Pusat Kearsipan Daerah

Gedung BAPPEDA Propinsi Daerah Tingkat I Bali Rumah-rumah jabatan

Penyempurnaan Wisma Prajamukti

Pembangunan Poliklinik Pegawai dan Capetaria Rekreasi Zaal pegawai

Lapangan tennis

b. Penyempurnaan Prasarana Fisik Pamong Praja.

2. Program Pengadaan Sarana/Fasilitas Kantor.

a. Peningkatan/Pengadaan material perlengkapan kantor. Perlengkapan ruang kerja Kepala Biro, Kepala Dinas dan Lembaga Daerah Tingkat I, interior decoration seluruh ruangan kerja, ruangan rapat dan sebagainya. Perlengkapan meubulair ruang tamu dan ruang tunggu pada masing-masing lantai pada Biro-Biro, Dinas2 dan Lembaga-Lembaga Daerah Tingkat I, Sekwilda dan kursi antik didepan ruang kerja Gubernur.

Dan lain-lain kantor Dinas/Lembaga Daerah Tingkat I yang dibiayai lewat Pemerintah Daerah Tingkat I.

Pembangunan kantor Bupati, Camat beserta rumah ja- batan.

Rehabilitasi kantor-kantor Camat dan rumah jabatan Camat.

Meubulair pada ruang perpustakaan

Peralatan dan perlengkapan pada operation room. Melengkapi sound system pada ruang kerja dan ruang rapat dan sound system untuk lapangan.

Penyediaan sarana kearsipan.

Peralatan kebutuhan bengkel yang memadai Radio telpon mobil pejabat teras.

b. Pengadaan/Peningkatan mobilitas kerja.

Didalam usaha pemenuhan kebutuhan mobilitas kerja akan diadakan secara bertahap. Untuk jabatan Kepala Daerah (Gubernur dan Pimpinan DPRD), Sekwilda, Lembaga-Lembaga Daerah Tingkat I Bali, Assisten-Assisten Sekwilda, Kepala-Kepala Biro, Kepala-Kepala Dinas, serta Kepala-Kepala Bagian, Staff dan kendaraan pool


Page 23

untuk para tamu Daerah.

Tahun 1979/1980.

Kendaraan roda empat

Gubernur (Pimpinan DPRD) 3000 CC

Sekwilda/Kepala-Kepala Lembaga yang setingkat/Assisten Sekwilda 2000 - 2600 CC

Jeep Toyota untuk Sekretaris DPRD.

Kepala Biro/Dinas/dan Pimpinan Komisi DPRD 2000 CC.

Jeep Toyota untuk Staf (menurut pembidangan assis- ten Bidang)

Pool (Station)

Roda dua ( untuk Staf ) - menurut pembidangan assisten Bidang.

Tahun 1981/1982.

Kendaraan roda empat.

Kepala-Kepala Biro/Dinas 2000 CC

Pool (Station)

- Staf Jeep Toyota (menurut pembidangan assisten Bidang)

Staf roda dua (menurut pembidangan assisten Bidang)

Tahun 1982/1983.

Kendaraan roda empat.

Pool Station

Staf Jeep Toyota (menurut pembidangan assisten Bidang)

Tahun 1983/1984.

Kendaraan roda empat.

Sedan Gubernur untuk di Jakarta 2000 CC Perwakilan Pemerintah Daerah di Jakarta.

Staf roda dua (menurut pembidangan assisten Bidang) Mobil pemadam api.

Jeep Toyota ( 1 buah )

Station (1 buah)

Roda dua ( 1 buah)

Sedan 2000 CC (1 buah)

Truck untuk Pemda Tingkat I Bali.

c. Penjualan kendaraan-kendaraan Dinas Perorangan dan pool yang sudah tua dan mengganti dengan yang baru pada awal Repelita III.

Pembangunan Bengkel di komplek Jaya Sabha pada awal Repelita III.

Pembangunan antene FM/SSB pada awal Repelita III. 3. Pengadaan pakaian Dinas kerja bagi karyawan Pemda Tingkat I Bali termasuk Lembaga2/Dinas/Direktorat.

4. SUB SEKTOR ORGANISASI DAN TATALAKSANA. I. PENDAHULUAN.

Untuk dapat lebih menjamin akan berhasilnya Perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah diperlukan adanya suatu sistim Administrasi Pemerintah yang effektif dan effisien. Administrasi Pemerintah yang effektif dan effisien dapat diperoleh antara lain dengan melakukan penyempurnaan serta peningkatan dalam bidang Organisasi dan Tatalaksana, karena organisasi dan tatalaksana adalah merupakan unsur penunjang dalam segala bantuk kegiatan Administrasi Pemerintah. Dalam hubungan inilah maka bidang Organisasi dan Tatalaksana perlu mendapat perhatian serta selalu diusahakan untuk dilakukan penyempurnaan serta peningkatan yang terus menerus sehingga diharapkan dapat mendukung kegiatan administrasi Pemerintah dalam rangka Pemerintah melaksanakan Pembangunan yang semakin luas dan komplek.

Dalam mekanisme penyempurnaan dan peningkatan Organisasi dan Tatalaksana mencakup kegiatan-kegiatan :

a. Perencanaan Organisasi dan Tatalaksana.

b. Pelaksanaan Organisasi dan Tatalaksana.

c. Penilaian atas pelaksanaan Organisasi dan Tatalaksana.

Kegiatan perencanaan organisasi dan Tatalaksana akan meliputi kegiatan-kegiatan antara lain merumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh Organisasi Pemerintah, penentuan sasaran yang setepat-tepatnya. Kegiatan pelaksanaan mencakup usaha-usaha pengumpulan data-data, pengumpulan fakta-fakta dengan cara meninjau langsung kelapangan, wawancara langsung, diskusi baik formal maupun informal dan lain-lain. Sedangkan penilaian adalah merupakan kegiatan melakukan pengamatan atas implementasi atau penerapan dari pada kegiatan pelaksanaan tersebut diatas.

Kegiatan perencanaan, pelaksanaan serta penilaian ini baru akan mempunyai arti bila mana terdapat :

a. Adanya kesadaran dari semua pihak akan arti pentingnya bidang Organisasi dan Tatalaksana sebagai unsur penunjang untuk melakukan usaha-usaha kearah peningkatan kedaya gunaan dari pada sumber-sumber yang tersedia.

b. Adanya dukungan yang memadai dari semua pihak.

c. Tersedianya sarana yang memadai untuk melakukan kegiatankegiatan dibidang organisasi dan tatalaksana.

d. Adanya pengetahuan yang mendalam dalam bidang Organisasi dan Tatalaksana bagi semua aparat Pemerintah.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

II.1. Sejak tahun 1972 oleh Pemerintah Pusat Cq, Menteri Dalam Negeri telah banyak dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dibidang Organisasi dan Tatalaksana yaitu antara lain dengan dikeluarkan berbagai peraturan Menteri Dalam Negeri baik yang berbentuk Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Keputusan Menteri yang mengatur mengenai masalah-masalah Susunan Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat I, Tingkat II maupun Dinas-Dinas dan DirektoratDirektorat. Namun walaupun demikian harus diakui bahwa masih banyak yang perlu dilakukan penyempurnaan dan peningkatan dibidang Organisasi sehingga benar-benar Administrasi Pemerintah dapat melaksanakan tugasnya secara effektif dan effisien dalam rangka kegiatan Pembangunan.

II.2. Penyempurnaan dan peningkatan dibidang Organisasi dan Tatalaksana perlu selalu dilakukan secara terus menerus agar dapat terus mengikuti perkembangan pembangunan yang terus meningkat sehingga dapat diharapkan Organisasi dan Tatalaksana dapat memberikan bantuan bagi peningkatan efficiensi kerja di segala bidang dalam rangka menunjang bagi berhasilnya proses pembangunan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah.

III.1. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH.

Kebijaksanaan yang akan dilakukan atau ditempuh dalam pembangunan Organisasi dan Tatalaksana di Daerah mencakup :

1. Pembinaan Organisasi yaitu disamping penyempurnaan dan peningkatan Organisasi membina pelaksanaan fungsi Orga

nisasi sebagai alat pencapaian tujuan dengan setepat-tepatnya, mengarahkan dinamika organisasi bagi maksud-maksud kemajuan dan pengembangan organisasi sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat tertentu.

2. Penelitian organisasi yaitu melakukan pengamatan secara terus menerus tentang struktur organisasi yang sedang berkembang apakah sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dan apakah keadaannya telah dapat memenuhi kebutuhan atau tuntutan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

3. Penyempurnaan tatalaksana perlu dilakukan dalam segala aspek dan tingkat organisasi, terutama dalam tingkat pelak

sanaan.

Dalam mencapai tujuan melalui kebijaksanaan tersebut diatas, maka perlu diwujudkan dalam bentuk sejumlah kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Mengadakan penelitian ke Daerah-Daerah Tingkat II dan Dinas-Dinas apakah Struktur Organisasi yang sedang berlaku didaerah yang bersangkutan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan apakah struktur tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi didaerah bersangkutan.

2. Melakukan pembinaan terhadap pengetahuan dibidang organisasi dengan memberikan pengertian akan arti pentingnya organisasi dalam rangka mencapai tujuan dengan caracara mengadakan kursus-kursus ceramah-ceramah, menerbitkan brosur-brosur dan lain-lain.

3. Mengusahakan menyusun, menyempurnakan dan menilai pola-pola pokok maupun Struktur Organisasi.

4. Mengadakan penelitian apakah mekanisme dalam bidang tatalaksana sudah berjalan secara effektif dan efficien didalam segala bidang kegiatan administrasi Pemerintah.

5. Mengusahakan mengadakan penyusunan dan penyempurnaan prosedure kerja dan tatakerja.

6. Mengusahakan menemukan pola-pola pokok dan sistem penyusunan, penyimpanan dan pemeliharaan serta penetapan jangka waktu penggunaan atas data-data, dokumen2 dan informasi-informasi.

7. Mengusahakan pembuatan dan penggunaan formulir dalam rangka standardisasi tatakerja.

8. Mengusahakan untuk membuat atau menyusun buku-buku pedoman kerja (menual) antara lain mengenai struktur dan tugas pokok organisasi, arus dokumen, sistem pengolahan surat menyurat, pembuatan laporan, dan lain sebagainya.

9. Melakukan pembinaan terhadap pengertian serta arti pen-

ting bidang Ketatalaksanaan dalam rangka mencapai tujuan

dengan cara-cara menyelenggarakan kursus-kursus,

ceramah-ceramah, menerbitkan brosur-brosur dan lain se- bagainya.

10. Untuk mendukung suksesnya langkah-langkah serta kegiatan yang dilaksanakan oleh Biro Hukum, Organisasi dan Tatalaksana perlu didukung oleh adanya sarana yang memadai sehingga dengan demikian diperlukan pengadaan alat-alat yang berhubungan dengan tugas-tugas Biro.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

Pembangunan bidang Organisasi dan Tatalaksana yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan penelitian ke Daerah-Daerah Tingkat II dan Dinas-Dinas untuk mengetahui apakah struktur organisasi didaerah tersebut sudah dapat memenuhi tuntutan yang dikehendaki oleh Daerah tersebut.

2. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan Bidang Organisasi.

3. Menyusun perubahan struktur organisasi Dinas-Dinas sesuai dengan pedoman Manteri Dalam Negeri.

4. Menyelenggarakan penataran bagi petugas-petugas Daerah Tingkat II dalam rangka memperluas pengertian serta arti penting organisasi dan tatalaksana.

5. Mengadakan penelitian tentang perbaikan-perbaikan prosedure kerja di Daerah Tingkat I (Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat I Bali).

6. Menyusun suatu buku pedoman kerja (manual) yang antara lain mengenai struktur dan tugas pokok organisasi, prosedure arus dokumen, sistim pengolahan surat menyurat, pedoman pembuatan laporan dan lain sebagainya.

7. Peninjauan keluar Daerah Bali ( ke Krawang ) sebagai bahan


Page 24

8. Pembelian alat perlengkapan yang diperlukan dalam rangka mensukseskan penyelesaian tugas-tugas Biro Hukum dan Organisasi & Tatalaksana.

5. SUB SEKTOR AGRARIA.

I. PENDAHULUAN.

perbandingan dalam rangka penerapan sistim arsip pola baru sesuai dengan petunjuk Menteri Dalam Negeri.

Dalam menghadapi Repelita III, Sub Sektor Agraria adalah merupakan tugas-tugas dekonsentrasi yang ada di Daerah guna membantu Pemerintah Daerah dalam hal-hal yang berkenan dengan permasalahan perumahan.

Dapat diwujudkan hal-hal yang tergabung didalamnya secara tehnis adalah :

Urusan Tata Guna Tanah.

Land Reform.

Pengurusan hak-hak atas tanah dan

Pendaftaran tanah.

Sasaran yang hendak kita capai dalam melaksanakan tugastugas tersebut adalah adanya suatu kepastian, baik dalam urusan Tata Guna Tanah, Land reform, pengurusan hak-hak atas tanah maupun Pendaftaran tanah, terutama dalam menunjang usahausaha Pembangunan, yang mana kiranya baik sosial maupun individu sedikit tidak berorientasi pada tanah.

Untuk itu maka Sub Sektor ke Agrariaan sangat tepat pula dituangkan sebagai suatu materi dalam kerangka penyusunan Repelita III, khususnya di Daerah Propinsi Bali, guna menunjang suksesnya pembangunan.

II. KEADAAN DAN MASALAH.

A. Tata Guna Tanah.

Masalah Tata Guna Tanah sangat penting artinya dalam rangka pembangunan. Tanah yang pada hakekatnya merupakan salah satu faktor utama yang menentukan berhasil tidaknya sesuatu kegiatan pembangunan dalam penggunaannya diperlukan adanya perencanaan dan pengarahan.

Mengingat pentingnya existensi masalah Tata Guna Tanah, maka hal tersebut secara jelas telah diatur didalam UUPA yang antara lain dapat kita temui dalam pasal-pasal

2 ayat (2), pasal 14, dll. yang pada pokoknya mengharuskan mewajibkan kepada Pemerintah untuk mengadakan penyusunan satu pola rencana Tata Guna Tanah (landuse planning) yang menyeluruh.

Perlu diingat bahwa perencanaan tata guna tanah tidak menggariskan apa yang harus "diletakkan" melainkan meletakkan apa yang telah digariskan. Kebijaksanaan penggunaan tanah harus berlandaskan kepada hal-hal berikut :

1. Rakyat banyaklah yang harus menarik manfaat dari tanah (UUPA).

2. Azas penggunaan optimal, seimbang dan memberikan manfaat yang lestari.

Dengan demikian dalam memberikan prioritas penggunaan tanah, maka yang pertama adalah untuk jenis penggunaan yang dianut oleh masyarakat terbanyak dalam batasbatas yang dimungkinkan oleh kemampuan tanahnya.

Cara penunjukkan sesuatu wilayah hanya untuk 'satu atau dua jenis penggunaan saja, adalah cara yang sulit untuk dilaksanakan dan tidak realistis.

Perencanaan tata guna tanah adalah perencanaan yang menyangkut segala kegiatan masyarakat yang mengakibatkan digunakannya sebidang tanah. Kegiatan masyarakat bersifat dinamis sehingga perencanaan tata guna tanah juga harus dinamis. Pekerjaan perencanaan tata guna tanah bukan sesuatu yang setelah selesai dikerjakan selesailah sudah ; melainkan masih ada satu pekerjaan lagi yaitu "monitoring" (pelacakan pelaksanaan).

Jelaslah pekerjaan ini merupakan pekerjaan rutin yang harus dilaksanakan setiap tahun.

Pekerjaan perencanaan ini sesungguhnya merupakan pekerjaan Pemerintah Daerah yang dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh Direktorat Agraria Cq. Sub Direktorat Tata Guna Tanah. Secara Organisatoris hal ini sangat tepat mengingat Direktorat Agraria adalah aparat dekonsentrasi dari Departemen Dalam Negeri.

Masalah yang kita hadapi adalah biaya dan tenaga. Pekerjaan tersebut memerlukan biaya yang cukup besar karena mahalnya alat-alat gambar serta sebagian besar pekerjaannya dilakukan dilapangan (survey). Disamping itu

pekerjaan ini juga menuntut teknisi-teknisi yang tidak saja mahir dalam analisa wilayah tetapi juga terampil dalam kartografi (pemetaan dan penggambaran).

B. LANDREFORM.

Secara garis besar keadaan Landreform yang dilaksanakan selama ini ialah :

1. Pendaftaran para pemilik tanah pertanian yang melebihi batas maksimum yang diperkenankan oleh Pemerintah. 2. Menetapkan jumlah luas tanah pertanian yang boleh dimiliki oleh masing-masing orang/kepala keluarga dan yang di kuasai langsung oleh Negara (atas tanah-tanah kelebihannya).

3. Meredistribusikan tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum maupun tanah-tanah absente yang sudah dikuasai oleh Pemerintah.

4. Melaksanakan pembayaran uang ganti rugi kepada bekas pemilik tanah kelebihan/absentee yang tanahnya dikuasai oleh Pemerintah.

5. Mengatur pemungutan uang wajib dari para penerima redistribusi tanah dalam rangka Landreform.

6. Menguasahakan penyelesaian sengketa-sengketa yang timbul dalam pelaksanaan Landreform.

7. Mengusahakan pembinaan kepada Petani Landreform.

8. Menertibkan administrasi dan penguasaan tanah2 yang jadi obyek Landreform.

9. Mengawasi/mencegah pemilikan2 tanah absentee dan tanah kelebihan baru.

10. Mengawasi penerapan Undang-Undang No. 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil tanah pertanian.

Dari pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan tersebut disamping yang sudah bisa dilaksanakan dengan baik terdapat pula pelaksanaan-pelaksanaan yang kurang memadai, hal mana disebabkan oleh berbagai-bagai faktor baik yang bersifat intern maupun ekstern.

Mengenai masalah yang menonjol yang dihadapi dalam tugas Landreform ini diantaranya ialah :

1. Kurang lancarnya pelaksanaan Landreform sejak terjadinya peristiwa G.30.S./PKI.

2. Administrasi Landre form yang kurang tertib sebagai akibat kebijaksanaan pelaksanaan Landre form pada masa pra G.30.S/PKI.

3. Penetapan besar uang ganti rugi yang dianggap sangat tidak memadai oleh para pemilik tanah.

4. Kurang bergairahnya aparat pelaksanaan Landreform dalam menunaikan tugasnya.

5. Adanya dualisme dalam penanganan masalah/sengketa yang timbul dalam pelaksanaan Landreform.

C. PENGURUSAN HAK-HAK ATAS TANAH.

Program kerja di bidang Pengurusan Hak-Hak Tanah dalam rangka pembangunan pada dasarnya bertujuan meletakkan dasar bagi terciptanya suatu tata kehidupan dalam masyarakat, dimana penguasaan tanah dapat memberikan nilai ekonomis secara maksimal yang tertuju pada usaha-usaha untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan jaminan hukum bagi yang memiliki. Atas dasar tujuan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada sasaran yang hendak dicapai dengan orientasinya pada kebijaksanaan yang digariskan sesuai dengan tata cara dan ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kegiatan yang berupa pemberian suatu hak atas tanah dalam rangka pembangunan dewasa ini akan lebih memantapkan segala usaha yang sedang dan akan dilaksanakan ; karena kegiatan ini merupakan salah satu faktor yang menunjang peningkatan pelaksanaan pembangunan baik ditinjau dari segi pemberian kepastian hukum, maupun dana anggaran yang dihasilkan. Adapun sasaran dari kegiatan yang berupa pemberian hak ini adalah tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang berasal dari tanah-tanah swapraja, tanah-tanah penguasaan Instansi/Lembaga Pemerintahan yang belum ada status haknya, tanah-tanah bekas hak Barat yang hapus karena hukum maupun bekas hak Barat yang akan berakhir tahun 1980, tanah-tanah milik perseorangan yang dilepaskan haknya dan tanah-tanah Negara lainnya. Sasaran ini tersebar diseluruh wilayah ini hanya saja gambaran mengenai datadata yang lengkap dan terperinci menurut kebutuhan belum cukup tersedia, lebih-lebih data-data yang up to date se

hingga merupakan tantangan berupa persoalan yang perlu diatasi dengan cara antara lain mengadakan inventarisasi dan merintis usaha-usaha untuk kerja sama dengan Instansi lain terutama IPEDA; namun demikian dengan memperhatikan sasaran tersebut dan dengan keadaan dimana hak-hak atas tanah banyak yang akan berakhir pada gurun waktu dalam Pelita III ini. Maka volume pekerjaan akan makin meningkat yang sudah barang tentu dituntut adanya tenaga, sarana/ fasilitas-fasilitas yang cukup memadai.

Sedangkan mengenai tata cara dan ketentuan-ketentuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1973 dengan kewenangan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat dinilai sudah cukup menjamin kecepatan mekanisme kegiatan tugas penyelesaian permohonan suatu hak atas tanah. Namun demikian guna memenuhi aspirasi-aspirasi dan kepentingan masyarakat serta membantu kegiatan pembangunan di daerah masih terdapat masalah-masalah yang perlu diperjuangkan kepada Pemerintah agar supaya diberikan pedoman kerja dan pengaturan mengenai pelimpahan kewenangan pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang seluas pemberian hak milik, status lembaga/organisasi adat.

Demi kelancaran dan kecepatan penyelesaian pemberian hak sebagai salah satu kebijaksanaan yang digariskan perlu ditingkatkan pembinaan dan bimbingan kepada tenaga2 pelaksanaan di daerah dengan maksud guna membina tenaga-tenaga yang lebih trampil. Tenaga2 yang lebih trampil merupakan tuntunan perkembangan keadaan dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan. Selain dari pada itu perlu lebih ditingkatkan penyuluhan kepada masyarakat sebagai salah satu usaha untuk menyebar luaskan tata cara dan ketentuan-ketentuan yang digariskan dan arti pentingnya kepastian hukum hak atas tanah.

Disamping itu kegiatan-kegiatan yang berupa penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan yang berwujud antara lain berupa pembebasan serta pelepasan/penyerahan hak atas tanah pada dasarnya telah digariskan tata cara dan ketentuan-ketentuan peraturan perundangan. Pada dewasa ini dapat dinilai sudah cukup memadai seperti dijelaskan diatas; hanya saja penyediaan tanah untuk keperluan ter


Page 25

sebut terdapat masalahnya. Masalah yang pokok dapat disimpulkan pada disatu pihak dengan makin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan maka diperlukan tanah yang makin meningkat. Dilain pihak penyediaan tanah sangat terbatas, sehingga masalah ini akan merembet dan atau mempunyai ekses pada masalah yang lain. Seperti misalnya makin membubungnya harga tanah pada daerah-daerah yang direncanakan dan dilaksanakan pembangunan. Dilain hal adanya kecenderungan akan timbulnya spekulasi dan monopoli tanah yang mendorong makin naiknya harga tanah disatu pihak, dilain pihak ada kecenderungan penumpukan pemilikan atau akumulasi atas pemilikan oleh pihakpihak tertentu yang dapat merugikan masyarakat. Lebihlebih masalah ini akan sulit diawasi dan dibatasi mengingat belum memadai peraturan perundangan yang mengatur masalah tersebut. Seperti misalnya belum adanya pedoman kerja dan pengaturan mengenai ijin perubahan penggunaan tanah, pembatasan pemilikan tanah non pertanian, pengaturan pola dasar harga tanah sebagai salah satu sarana untuk mengendalikan harga tanah dan sebagainya. Selain hal tersebut diatas, kegiatan lain yang berupa peningkatan penertiban bidang administrasi dan kegiatan-kegiatan lain yang menuju kearah terciptanya "Tertib penguasaan dan Penggunaan tanah" yang merupakan salah satu tujuan sasaran dari pada program ini.

D. Pendaftaran Tanah.

Seperti kita ketahui permasalahan tanah dalam pengertian hak milik atas tanah, baik ditinjau dari segi kepastian hukumnya maupun dari segi fungsinya masih menunjukkan adanya kesimpang siuran. Sebagian besar tanah-tanah di Daerah Propinsi Bali khususnya adalah merupakan penguasaan atau pemilikkan secara adat. Pemilikkan secara adat dapat berwujud pipil, seperti pipil petuk D, atau pemilikkan oleh masyarakat Desa Adat, seperti Tanah Bukti, Laba Pura, Duwen Desa dan lain-lainnya. Pemilikkan tanah secara demikian itu tidak menunjukkan hak milik yang tegas, dibandingkan dengan pemilikkan tanah secara sertifikat.

Untuk menuju kepada pemilikkan secara sertifikat (sertificate ownership of land) maka tanah-tanah itu harus didaftarkan (dikodaster), diukur, dipetakan sehingga jelas statusnya.

Pendaftaran tanah (rechts kadaster) harus dilakukan, sebagai suatu syarat menuju kepada kepastian pemilikkan tanah (sertifikat), sehingga dengan adanya kepastian tersebut akan dapat menghilangkan hambatan-hambatan dan keragu-raguan dari pada individu maupun masyarakat, sehingga akan ada manfaatnya dalam ikut menunjang pembangunan.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH. A. Tata Guna Tanah.

Untuk mencapai hal-hal sebagai dikemukakan dimuka diperlukan (harus didahului) pekerjaan-pekerjaan sbb :

1. Inventarisasi pendaya gunaan tanah. 2. Inventarisasi kemampuan wilayah. kemampuan tanah.

keadaan sosial ekonomi masyarakat.

3. Inventarisasi status tanah.

4. Pengukuran topografi kota-kota kecamatan (termasuk kota kabupaten).

5. Identifikasi wilayah kritis.

Sedangkan pekerjaan yang mendukung suksesnya pekerjaan perencanaan-perencanaan tata guna tanah tersebut adalah monitoring yang meliputi :

1. Monitoring pendaya gunaan tanah dengan melakukan pemetaan ulang di beberapa bagian wilayah yang diperkirakan cepat perubahannya.

2. Monitoring kegiatan-kegiatan lain yang menyangku penggunaan tanah, misalnya monitoring pelaksanaan penghijauan.

3. Pemberian fatwa tata guna tanah pada setiap pemberian hak atas tanah.

4. Pemberian fatwa pada konversi (pengalihan) penggunaan tanah.

Langkah-langkah yang telah diambil adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pekerjaan.

Hingga akhir Pelita II telah diselesaikan dengan :

a. Proyek survey Diversifikasi Kopi, atas anggaran beban Cess Daerah ( 1972 ).

b. Perencanaan Tata Guna Tanah Kabupaten Karangasem

c. (1) Pemetaaan penggunaan tanah global.

(2) Pemetaan penggunaan tanah detail. (3) Pemetaan revisi penggunaan tanah detail.

2. Peningkatan Keterampilan :

Secara bergilir tehnisi tata guna tanah dididik dalam :

(4) Pemetaan penggunaan tanah Kota Denpasar dan Singaraja, Klungkung, Tabanan, Gianyar.

(5) Pemetaan kemampuan tanah.

(6) Pemetaan status tanah.

(7) Perencanaan tata guna tanah Kabupaten Badung. (8) Identifikasi tanah kritis.

Kursus Tata Guna Tanah Menengah Atas (KTMA) bagi Pegawai golongan I dan II.

Kursus Landuse Lanjutan I (KLL I) bagi pegawai go- longan II lama serta Sarjana Muda dan Sarjana baru. Kursus Landuse Lanjutan II (KLL II) bagi pegawai

Sarjana yang telah mengikuti KLL I.


Langkah yang perlu diambil dalam menghadapi Repelita III adalah :

Tugas belajar di perguruan tinggi baik didalam maupun diluar negeri.

Graduate Study di Sekolah Pasca Sarjana.

1. Melanjutkan pekerjaan yang belum diselesaikan hingga akhir Pelita II yaitu :

Melanjutkan pemetaan penggunaan tanah kota.

Melanjutkan Perencanaan Tata Guna Tanah Kabupaten dan Kota Madya.

Monitoring pendayagunaan tanah.

Monitoring pelaksanaan penghijauan.

Monitoring pelaksanaan perencanaan Kabupaten dan Kota.

2. Monitoring identifikasi wilayah kritis guna mengetahui perkembangan kemajuan pembangunan Daerah.

3. Melanjutkan peningkatan kemampuan aparat dalam menunjang tugas-tugas yang volumenya semakin meningkat. B. Land Reform.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul telah diambil langkah-langkah dan kebijaksanaan-kebijaksanaan

sebagai berikut :

1. Mengusahakan menggiatkan dan meningkatkan kembali pelaksanaan Landreform di Daerah-daerah sesuai dengan maksud dan tujuan.

2. Mengaktifkan kembali Panitia-panitia Landreform di Daerah dan mengarahkan aparat pelaksana untuk membenahi administrasi Landreform.

3. Mengadakan pendekatan dengan pihak-pihak/Instansi yang ada hubungan dalam pelaksanaan Landreform.

4. Berusaha sedapat mungkin untuk melunasi pembayaran uang ganti rugi kepada bekas pemilik tanah kelebihan/ absentee sambil tetap memperjuangkan kenaikan besar uang ganti rugi tersebut ke Pusat.

5. Mengusahakan/mengajukan permohonan dan peningkatan pembiayaan dan kelengkapan sarana pelaksanaan Landreform ke Pusat.

C. Pengurusan Hak-hak atas tanah.

Atas dasar kegiatan-kegiatan tersebut diatas maka kebijaksanaan yang digariskan pada dasarnya telah tertuang pada ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan pedoman kerja dengan berlandaskan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar dan ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat terutama TAP No.: IV/MPR/1978. Dan dengan memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas kiranya sudah dapat dipergunakan sebagai pertanda bahwa diperlukan lagi pengaturan dan pedoman kerja. Bila diperlukan diadakan penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ada dengan maksud untuk dapat menjamin kecepatan mekanisme kegiatan-kegiatan dimaksud.

Disamping itu dalam bidang ini Pemerintah telah menggariskan bahwa dituntut adanya pelayanan yang cepat, tepat dan dengan biaya yang wajar terhadap penyelesaian permohonan yang diajukan oleh masyarakat disatu pihak. Dilain pihak kegiatan berupa pemberian hak tersebut harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan tanah dengan ketentuan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Karena penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan peruntukkannya disamping akan merupakan pemborosan juga akan mengurangi fungsi dan arti dari tanah itu sendiri.

Selanjutnya semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan hendaknya mencerminkan dan atau melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan untuk terwujudnya tertib "penguasaan dan penggunaan tanah". Sehingga setiap tanah yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan hendaknya dilaksanakan dan diselesaikan menurut tata cara da ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dan sedapat mungkin diusahakan untuk menghindari timbulnya masalah yang dapat mengakibatkan adanya keresahan dikalangan masyarakat..

Sehubungan dengan hal tersebut maka langkah-langkah yang perlu diambil :

a. Meningkatkan penertiban bidang administrasi yang meliputi :

1. Penertiban register permohonan dan surat Keputusan pemberian hak atas tanah sesuai dengan tata cara dan ketentuan-ketentuan yang ditentukan.

2. Membuat buku pembantu tiap macam hak per Kabupaten guna mengetahui hal tersebut secara cepat tepat. 3. Membukukan kembali permohonan suatu hak yang belum terselesaikan pada tahun yang lalu guna:

Mengetahui secara cepat dan tepat sisa-sisa pekerja

Merupakan obyek pekerjaan yang diprioritaskan penyelesaiannya.

4. Penertiban pembukuan maupun administrasi uang pemasukan dan biaya-biaya penyelesaian permohonan hak atas tanah sesuai dengan pedoman yang diberikan. 5. Meregister pemberian hak yang dipegang oleh yang bersangkutan maupun perjanjian sewa-menyewa tanah Negara (bekas tanah Swapraja) yang telah batal dengan sendirinya dan atau telah berakhir haknya karena belum dipenuhi ketentuan-ketentuan serta persyaratannya sebagai salah satu usaha aktif untuk mengusahakan kepastian hak yang dikuasai dan digunakan oleh masyarakat dan Instansi Pemerintah.

b. Meningkatkan pembinaan dan bimbingan baik mental maupun pengetahuan tekhnis serta keterampilan petugas yang berhubungan dengan :

1. Kegiatan Panitia Pemeriksaan Tanah termasuk penega


Page 26

san penarikan besarnya biaya-biaya penyelesaian permohonan hak atas tanah menurut ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

2. Pembuatan Risalah Pemeriksaan Tanah.

3. Penertiban administrasi.

4. Kecepatan dan ketepatan penyelesaian permohonan hak atas tanah.

c. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat dan Instansi Pemerintah mengenai :

1. Arti pentingnya kepastian hak atas tanah.

2. Menyebar luaskan tata cara dan ketentuan-ketentuan mengenai suatu permohonan.

d. Merintis kerja sama dengan Instansi lain khususnya :

1. IPEDA untuk mengetahui data-data dasar mengenai Tanah Negara.

2. Dinas Pekerjaan Umum setempat guna mengetahui perencanaan pembangunan Daerah/Tata Kota serta masalah rooilyn.

e. Meningkatkan pengawasan dan penyelesaian terhadap pembebasan tanah dan penyediaan serta penggunaan tanah untuk keperluan pembangunan yang meliputi :

1. Ikut mengusahakan untuk mempercepat penyusunan perencanaan penggunaan tanah dan penyediaan tanah untuk keperluan tersebut.

2. Mengusulkan dan mempertimbangkan adanya peraturan pelaksana yang mengatur pola dasar harga tanah yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan serta kebutuhan masyarakat guna mencegah meningkatnya lajunya harga tanah didaerah-daerah perkotaan serta mencegah spekulasi harga tanah.

3. Mengusahakan agar supaya setiap pembebasan tanah yang dilaksanakan dan diselesaikan diteruskan dengan penyelesaian pemberian hak dan sertifikatnya dengan membebankan biaya-biaya kepada pemohon atau memperhitungkan biaya-biaya tersebut pada ganti

rugi.

f. Mengadakan pengawasan dan mencegah terhadap akumulasi pemilikan serta penguasaan tanah yang dilakukan oleh

pihak-pihak tertentu yang merugikan masyarakat yang meliputi:

1. Meningkatkan pengawasan dan mencegah penguasaan tanah yang melampaui batas kebutuhan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

2. Memperjuangkan kepihak atasan untuk diadakan pengaturan mengenai bentuk perjanjian, wajib daftar dan perijinan dari pada sewa dan kontrak/gadai tanah-tanah pertanian.

3. Memperjuangkan kepihak atasan untuk diadakan suatu peraturan yang mengatur mengenai ijin perobahan penggunaan tanah seperti misalnya dari tanah pertanian menjadi non pertanian dan pengaturan mengenai pembatasan pemilikan tanah non pertanian.

g. 1. Mengadakan usaha-usaha untuk menginventarisir tanahtanah yang dikuasai dan digunakan oleh Pemerintah (Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah) yang belum ada status haknya untuk diarahkan pada penyelesaian pemberian haknya sebagai salah satu usahausaha aktip adanya kepastian hak atas tanah.

2. Dan usaha-usaha lain terutama memprioritaskan penyelesaian pemberian suatu hak yang menunjang kegiatankegiatan pembangunan dan pemberian macam haknya menurut urgensi dan tergantung dari perencanaan pembangunan Daerah/Tata Kota.

Pendaftaran Tanah.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang perlu diambil dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan tanah di daerah Propinsi Bali ini adalah berkisar pada usaha-usaha, pengukuran, pemerataan serta pendaftaran tanah-tanah, baik yang berupa tanah-tanah pertanian dalam arti luas, tanah hak guna usaha, bangunan dan lain-lainnya termasuk juga tanahtanah hutan, rawa-rawa dan lain-lainnya. Secara routine diambil juga langkah-langkah seperti melangsungkan pengukuran-pengukuran serta pendaftaran bagi desa-desa, peningkatan penyelesaian sertifikat, pengukuran desa-desa secara teretris maupun foto-grametris. Disamping itu perlu

juga diambil langkah2 penyuluhan seperti penyuluhan / Kursus Agraria Jurusan Pendaftaran tanah, Bimbingan PPAT dan lainnya.

IV. PROGRAM PEMBANGUNAN.

A. Tata Guna Tanah.

Dalam Pelita III telah disusun program-program seperti :

1. Menyiapkan "filling system" penggunaan tanah dengan peta dan daftar.

2. Melanjutkan pekerjaan yang belum diselesaikan dalam Pelita II.

3. Monitoring identifikasi wilayah kritis.

4. Penyusunan perencanaan Tata Guna Tanah yang menyangkut Policy Gubernur (tingkat Propinsi).

5. Monitoring penghijauan dan reboisasi.

B. Land Reform.

Untuk Daerah Tingkat I Bali direncanakan kegiatan Landreform yang meliputi :

1. Usaha-usaha untuk meluruskan, menggiatkan dan meningkatkan pelaksanaan Landreform secara lebih terarah dan konsekwen sesuai dengan maksud dan tujuannya.

2. Merampungkan redristribusi atas sisa-sisa tanah kelebihan dan tanah absentee

3. Mengusahakan peningkatan dan pelunasan pembayaran uang ganti rugi atas tanah kelebihan/absentee yang terkena ketentuan.

4. Menggiatkan pemasukan uang wajib kepada Negara dari para penerima redistribusi.

5. Mengusahakan penertiban administrasi Landreform baik yang sudah maupun yang akan datang.

6. Mengadakan pembinaan-pembinaan baik administratip maupun ekonomis kepada para petani.

7. Menggiatkan pelaksanaan perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian sesuai dengan Undang-Undang No. 2 tahun 1960.

8. Mengusahakan adanya situasi yang memungkinkan adanya kelancaran dan kegairahan pelaksanaan Landreform.

C. Pengurusan Hak-Hak atas Tanah.

Program ini disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah tersebut diatas dengan berlandaskan pada kebijaksanaan yang digariskan yakni :

1. Melanjutkan usaha-usaha untuk meningkatkan serta memperlancar penyelesaian permohonan hak-hak atas tanah menurut tata cara yang ditentukan dan peraturan perundangan yang berlaku dengan cara merobah cara kerja yang semula pasip menjadi aktip.

2. Meningkatkan pengawasan dan penyelesaian terhadap pembebasan maupun penggunaan atas tanah-tanah yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan menurut tata cara kerja yang ditentukan dan peraturan perundangan yang berlaku.

3. Meningkatkan usaha-usaha untuk mengadakan inventarisasi terhadap :

a. Penguasaan dan penggunaan tanah-tanah Negara baik
yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah maupun masyarakat.

b. Penggunaan tanah oleh rakyat dan badan hukum yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Undang-

Undang No. 51/Prp/1960.

c. Penggunaan tanah oleh Instansi Pemerintah yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

d. Tanah-tanah perkebunan dan atau non pertanian yang sudah ada surat keputusan pemberian haknya yang penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukkannya baik yang diusahakan oleh pihak swasta maupun Pemerintah.

4. Melanjutkan usaha-usaha untuk mengadakan pengawasan dan mencegah terhadap akumulasi pemilikan serta penguasaan tanah yang melampaui batas yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

D. Pendaftaran Tanah.

Dalam merealisir kebijaksanaan dan langkah2 dari usaha Pendaftaran Tanah maka dilakukan kegiatan-kegiatan program seperti :

1. Pengukuran desa demi desa dengan cara teristris maupun foto grametris.

2. Peningkatan penyelesaian sertifikat.

3. Penggiatan Pendaftaran Tanah PEMDA 16/1975.

4. Bimbingan PPAT ke Daerah-Daerah.

SEKTOR ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN PENELITIAN.

I. PENDAHULUAN.

Penelitian dan pengembangan teknologi sesungguhnya memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan. Penelitian telah merupakan kegiatan yang semakin mendasar dalam usaha manusia memecahkan masalah ekonomi dan untuk perobahan sosial yang terarah dan berencana. Karenanya, kegiatan dibidang penelitian memang sudah sewajarnya mendapatkan tempat yang sejajar atau sama tinggi dengan kegiatan-kegiatan lain seperti ekonomi, pendidikan, keamanan/pertahanan dan sebagainya. Adanya Menteri Tenaga Riset dan Teknologi menunjukkan betapa pentingnya peranan penelitian dan teknologi dalam kehidupan bangsa dan Negara. Jelaslah bahwa bidang penelitian dan pengembangan teknologi tidak boleh diabaikan begitu saja dalam penyusunan REPELITA III baik ditingkat Nasional maupun Daerah.

Untuk dapat menyusun suatu Rencana Pembangunan Lima Tahun yang mantap dan sehat, sangat diperlukan adanya data yang cukup lengkap dan dapat dipercaya. Adalah sangat berbahaya menyusun REPELITA jika hanya berlandaskan informasi kualitatif, sebab arah dan sasaran kebijaksanaan menjadi kurang jelas atau kabur. Tanpa adanya informasi yang lebih bersifat kuantitatif, data yang cukup lengkap serta dapat dipercaya akan sangat sulit menetapkan skala prioritas dan sasaransasaran pembangunan.

Perumusan kebijaksanaan seyogyanya berlandaskan pada hasil-hasil penelitian. Namun perlu disadari bahwa tersedianya data yang terperinci dan dapat dipertanggung jawabkan adalah merupakan syarat yang penting untuk menunjang terlaksananya penelitian yang lebih bersifat analisa kuantitatif agar dapat memberikan kesimpulan lebih konkrit yang selanjutnya memungkinkan dibuatnya saran-saran kebijaksanaan yang lebih tepat untuk policy-makers. Data yang kurang lengkap serta dikumpulkan secara sembarangan kalau dipergunakan untuk penelitian yang