Apa saja keputusan keberatan dalam bidang kepabeanan dan cukai?

PajakOnline.com—Ketentuan tentang dengan tata cara pengajuan keberatan dan penyelesaiannya di bidang cukai diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai) berikut dengan aturan pelaksanaannya.

Lalu, ketentuan lebih mendalam ada pada Peraturan Menteri Keuangan No. 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai (PMK 51/2017) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. PER-15/BC/2017 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai (PER-15/2017).

Dalam UU Cukai dan PER-15/2017 tidak menjelaskan arti dari keberatan di bidang cukai. Tetapi mengikuti Pasal 41 UU Cukai, orang yang berkeberatan atas pendapat pejabat bea dan cukai dalam penegakan undang-undang ini, yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, bisa mengajukan keberatan.

Keberatan ini diajukan kepada dirjen bea dan cukai dalam jangka waktu 30 hari dari tanggal diterimanya surat tagihan. Jika batasan jangka waktu 30 hari ini terlewat, artinya wajib pajak tidak lagi memiliki hak untuk mengajukan keberatan.

Keberatan yang diajukan harus ditujukan kepada dirjen bea dan cukai yang berbentuk tertulis dengan surat keberatan hal ini Sesuai dengan Pasal 4 ayat 91) PMK 51/2017.

Dalam sebuah penetapan hanya bisa diajukan satu kali keberatan pada satu pengajuan surat keberatan. Ada beberapa syarat yang harus dilengkapi pada pembuatan surat keberatan diatur dalam Pasal 4 ayat (3) PMK 51/2017.

1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. 2. Diajukan dengan menyebutkan alasan keberatan. 3. Ditandatangani orang yang berhak, seperti orang pribadi atau pengurus yang namanya tertulis dalam akta perusahaan, dalam hal diajukan badan hukum. Dalam hal ini, orang yang berhak menandatangani harus dibuktikan dengan fotokopi bukti identitas diri atau akta perusahaan dan perubahannya. 4. Dilampiri bukti penerimaan jaminan (BPJ), bukti penerimaan negara (BPN) sejumlah tagihan yang harus dibayar, atau surat pernyataan bahwa barang impor masih berada dalam daerah pabean yang sudah divalidasi pejabat bea dan cukai. 5. Dilampiri fotokopi penetapan pejabat bea dan cukai yang diajukan keberatan.

6. Dilampiri surat kuasa khusus, pada hal dikuasakan.

Permohonan keberatan dinyatakan telah lengkap jika sudah memenuhi 6 poin persyaratan di atas. Kemudian, berkas permohonan keberatan itu disampaikan langsung wajib pajak atau kuasanya lewat kantor bea dan cukai yang menerbitkan penetapan.

Sesuai Pasal 7 PER-15/2017, perbaikan surat keberatan bisa dilakukan ketika pemeriksaan kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan oleh pejabat bea dan cukai telah dilakukan.

Pada pengajuan keberatan, wajib pajak diharuskan untuk menyerahkan jaminan sejumlah kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berbentuk denda yang ditentukan seperti dalam Pasal 14 PER-15/2017.

Pada konteks cukai, jaminan bisa berbentuk jaminan tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi berupa excise bond. Jaminan ini wajib mempunyai masa penjaminan selama 60 hari terhitung dari tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 hari.

Sesuai Pasal 41 ayat (3) UU Cukai, dirjen bea dan cukai akan memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. Jika dalam jangka waktu tersebut belum ada keputusan, keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan. (Ridho Rizqullah Zulkarnain)

CUKAI (15)

DALAM artikel sebelumnya telah dijelaskan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan di bidang cukai. Selanjutnya, dalam artikel ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa di bidang cukai.

Terdapat dua upaya hukum yang dapat ditempuh wajib pajak dalam menyelesaikan sengketa di bidang cukai, yakni banding dan gugatan. Pengajuan kedua upaya hukum tersebut dilakukan berdasarkan pada objek dan persyaratan tertentu.

Ketentuan terkait dengan objek dan syarat pengajuan keberatan dan penyelesaiannya di bidang cukai diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai) dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Banding
BERDASARKAN pada Pasal 1 angka 6 UU Pengadilan Pajak, banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Keputusan tersebut dipahami sebagai suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sesuai dengan Pasal 43A UU Cukai, banding di bidang cukai dapat diajukan apabila seseorang menyatakan keberatan atas keputusan direktur jenderal bea dan cukai. Merujuk pada Pasal 35 dan Pasal 36 UU Pengadilan Pajak, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila wajib pajak pengajuan banding terkait sengketa cukai.

Pertama, banding diajukan dengan surat banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Kedua, banding diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterima keputusan yang disbanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 43A UU Cukai telah menetapkan jangka waktu pengajuan banding ialah paling lama 60 hari sejak tanggal penetapan atau keputusan. Dengan begitu, jangka waktu pengajuan sengketa cukai sesuai dengan ketentuan Pasal 43A UU Cukai tersebut.

Ketiga, jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon banding. Keempat, terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding. Kelima, banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keenam,  pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang diajukan banding.

Gugatan
MENGACU pada Pasal 1 angka 7 UU Pengadilan Pajak, gugatan diartikan sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Sementara itu, gugatan di bidang cukai dapat diajukan apabila seseorang merasa keberatan atas pencabutan izin kegiatan usaha bukan atas permohonan sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 43B UU Cukai.  Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) UU Cukai, izin kegiatan dapat meliputi pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran.

Saat mengajukan permohonan gugatan, wajib pajak harus menyusun surat gugatan berdasarkan pada syarat dan ketentuan yang tertuang dalam peraturan yang berlaku. Adapun syarat dan ketentuan pengajuan gugatan tercantum dalam Pasal 40 UU Pengadilan Pajak juncto Pasal 43B UU Cukai.  

Pertama, gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Kedua, pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal penetapan atau keputusan. Ketiga, terhadap satu pelaksanaan penagihan atau keputusan diajukan untuk satu surat gugatan.

Keempat, gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Gugatan juga mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

Keberatan di bidang kepabeanan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan di bidang Kepabeanan. PMK ini diturunkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen) Nomor PER-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan. Perdirjen ini juga sudah diubah dengan dikeluarkannya Perdirjen Nomor PER-09/BC/2016. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, keberatan dan banding di bidang kepabeanan diatur dalam Bab XIII tentang Keberatan dan Banding, yang memuat Pasal 93, Pasal 93A, Pasal 94 dan Pasal 95.

“Pak, perusahaan saya diblokir. Saya merasa keberatan karena saya jadi tidak bisa ekspor. Barang numpuk di gudang, biaya membengkak sedang pemasukan tidak ada. Bisa saya mengajukan keberatan?” Ehm.., nah ini agak repot jawabnya. Jika yang dimaksud adalah mengajukan keberatan secara tertulis ke bea cukai agar blokirnya dibuka, jawabnya tidak boleh. Itu artinya Bapak salah proses.

Kalo Bapak mau blokirnya dibuka, buatlah surat permintaan pembukaan blokir, lalu ikuti prosesnya. Pemblokiran bukan merupakan suatu penetapan yang bisa diajukan keberatan. Biarpun itu adalah juga ‘keputusan’ yang dibuat oleh Pejabat Bea dan Cukai. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari perihal keberatan dan banding ini .. 

PER-1/BC/2011 dan PER-09/BC/2016

Bea dan Cukai sebagai institusi negara yang bertugas mengawasi dan memfasilitasi perdagangan internasional telah mengadopsi sistem self assesment dalam sebagian besar pemenuhan customs clearance. Self assesment ini terlihat pada pengisian PIB, PEB maupun pemberitahuan pabean lainnya yang dilakukan sendiri oleh pengguna jasa. Beriringan dengan sistem self assesment ini, bea cukai juga masih menggunakan sistem penetapan yang dilakukan oleh pejabatnya. Baik itu penetapan sebagai proses lanjutan dari pengisian yang dilakukan secara self assesment maupun penetapan tersendiri. Penetapan sebagai proses lanjutan dari self assesment contohnya adalah penetapan tarif dan nilai pabean atas PIB, sedang penetapan tersendiri contohnya adalah penetapan atas sanksi administrasi.

Dalam hal penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengandung kesalahan, dirasa tidak pas, atau merupakan produk yang tidak sesuai dengan data dan bukti pendukung, maka pengguna jasa diperkenankan untuk mengajukan keberatan atas penetapan tersebut. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas keadilan.

KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN

Pemohon dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas:

  1. Penetapan mengenai tarif maupun nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor.
  2. Penetapan pengenaan sanksi administrasi berupa denda; atau
  3. Penetapan selain tarif maupun nilai pabean, misalnya adalah penetapan mengenai pencabutan fasilitas atau penetapan sebagai akibat penafsiran peraturan.

Secara umum, penetapan yang paling jamak diajukan keberatan adalah terkait dengan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Pabean (SPP) maupun Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). Lalu bagaimana dengan Surat Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean (SPKTNP), apakah dapat diajukan keberatan? Untuk SPKTNP tidak dapat diajukan keberatan melainkan langsung ke proses banding.

Orang yang dapat mengajukan keberatan, dalam hal ini disebut Pemohon, adalah:

  1. importir, eksportir, pengusaha TPS, pengusaha TPB, PPJK, atau pengusaha pengangkutan;
  2. orang yang namanya tercantum dalam Angka Pengenal Impor; atau
  3. orang yang diberi kuasa oleh orang sebagaimana dimaksud pada huruf a atau b.

Atas pengajuan keberatan Pemohon wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar. Jaminan tidak wajib diserahkan dalam hal tagihan yang harus dibayar telah dilunasi atau barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.

Pemohon hanya dapat mengajukan 1 (satu) permohonan keberatan untuk setiap penetapan Pejabat Bea dan Cukai. Dan pemohon juga hanya berhak atas 1 (satu) kali kesempatan. Jadi dalam hal ini, jika terhadap suatu penetapan diajukan keberatan, dan kemudian mendapat keputusan, maka terhadap penetapan itu tidak dapat diajukan keberatan lagi.

Keberatan diajukan kepada:

  1. Direktur Jenderal u.p. Direktur Keberatan Banding dan Peraturan melalui Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC, dalam hal:
    1. penetapan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pusat;
    2. penetapan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Wilayah; atau
    3. penetapan atas hasil audit yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC.
  2. Direktur Jenderal u.p Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala KPPBC, dalam hal penetapan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KPPBC; atau
  3. Direktur Jenderal u.p. Kepala KPUBC, dalam hal penetapan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC.

Permohonan keberatan wajib dilampiri dengan:

  1. fotokopi bukti penerimaan jaminan atau bukti pelunasan tagihan atau surat pernyataan barang masih berada di kawasan pabean; dan
  2. fotokopi SPTNP, SPP, SPSA, atau penetapan lainnya oleh pejabat Bea dan Cukai.

Selain wajib dilampiri kedua persyaratan diatas, pengajuan keberatan juga dapat dilampiri dengan data maupun bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.

Bukti penerimaan jaminan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai setelah menerima jaminan dari Pemohon. Atas jaminan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi jaminan kepada penerbit jaminan. Dalam hal pengajuan keberatan dengan menyerahkan jaminan, persetujuan pengeluaran barang diberikan setelah terdapat hasil konfirmasi jaminan yang menyatakan jaminan tersebut benar. Fotokopi bukti penerimaan jaminan tidak diperlukan dalam hal:

  1. barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean, sepanjang terhadap importasi barang tersebut belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  2. tagihan telah dilunasi; atau
  3. penetapan Pejabat Bea dan Cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.

Barang impor yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean harus memenuhi ketentuan:

  1. masih berada di kawasan pabean;
  2. belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  3. hanya digunakan untuk pengajuan keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai terhadap importasi barang tersebut; dan
  4. bukan merupakan barang yang bersifat peka waktu, tidak tahan lama, merusak maupun berbahaya.

Terhadap barang impor, dilakukan penyegelan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal pengajuan keberatan dengan tidak wajib menyerahkan jaminan, importir membuat surat pernyataan yang berisi:

  1. barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean dan belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang;
  2. barang impor berkaitan dengan keberatan yang diajukan; dan
  3. importir menanggung seluruh risiko dan biaya yang timbul selama masa penimbunan.

Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan. Apabila keberatan tidak diajukan sampai dengan jangka tersebut, hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima. Dalam hal hari ke-60 (enam puluh) bertepatan dengan bukan hari kerja, pengajuan keberatan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pemohon menyerahkan permohonan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC atau KPPBC. Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC atau KPPBC yang menerima permohonan keberatan wajib memberikan tanda terima kepada Pemohon.

Jika saya mengajukan keberatan, artinya saya tidak mau atau enggan membayar tagihan yang menurut saya tidak seharusnya ditagih. Ketika proses pengajuan, saya harus meletakkan jaminan. Skenario terburuknya adalah jaminan itu dicairkan karena keberatan ditolak, begitukah? Belum tentu. Keputusan atas keberatan tidak hanya terbatas pada jaminan, tapi juga dapat ditetapkan jauh lebih besar dari nilai jaminan. Jika ini terjadi, tentunya selain jaminan dicairkan, maka kekurangan juga akan ditagih. Mari kita pelajari lebih lanjut terkait hal ini.

Apa saja keputusan keberatan dalam bidang kepabeanan dan cukai?
Apa saja keputusan keberatan dalam bidang kepabeanan dan cukai?

KEPUTUSAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

Direktur Keberatan Banding dan Peraturan, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPUBC, atas nama Direktur Jenderal, memutuskan keberatan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima permohonan keberatan. Keputusan atas keberatan dapat berupa mengabulkan atau menolak. Jika dalam jangka waktu tersebut tidak diputuskan, maka keberatan dianggap dikabulkan.

Ada beberapa jenis keputusan hasil dari proses keberatan ini, antara lain adalah:

  1. Diterima seluruhnya
  2. Ditolak seluruhnya
  3. Ditolak sebagian
  4. Ditolak dan ditetapkan lain.

Dalam hal permohonan keberatan diterima tentunya jaminan dikembalikan, atau bila barang belum dikeluarkan, maka akan diterbitkan SPPB untuk pengeluaran barang. Sedangkan bila keberatan ditolak, maka jaminan dicairkan dan menjadi penerimaan negara. Bila jaminan tidak mencukupi dalam hal ditetapkan lain, maka keputusan atas keberatan dapat dijadikan dasar untuk pelunasan kekurangan tagihan dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal keputusan keberatan.

Ketika penetapan yang diajukan telah dibayar lunas dan keputusan atas keberatan mengakibatkan pengembalian, maka berdasar keputusan keberatan, kantor bea cukai akan menerbitkan surat pemberitahuan agar pemohon mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran bea masuk maupun sanksi administrasi berupa denda.

Keputusan atas keberatan yang tidak terkait dengan tagihan, baik itu diterima atau ditolak, dapat dijadikan dasar untuk pelaksanaan atau pembatalan atas penetapan pejabat bea dan cukai yang diajukan keberatan.

Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC, atas nama Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan dalam hal:

  1. tidak memenuhi ketentuan terkait dokumen yang wajib dilampirkan maupun tidak memenuhi ketentuan terkait jangka waktu pengajuan keberatan;
  2. setelah dilakukan penelitian dan konfirmasi jaminan oleh Pejabat Bea dan Cukai kedapatan tidak benar; atau
  3. barang impor tidak dapat dibuktikan masih berada di kawasan pabean.

Atas keberatan keberatan yang diajukan, Direktur Keberatan Banding dan Peraturan, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPUBC melakukan:

  1. penelitian atas pemenuhan persyaratan pengajuan keberatan; dan
  2. penelitian lebih lanjut mengenai:
    • kronologis penetapan;
    • alasan yang menguatkan penetapan;
    • metode yang digunakan untuk melakukan penetapan;
    • dasar penetapan;
    • perhitungan jumlah Tagihan;
    • pemenuhan terhadap ketentuan lain yang berlaku;
    • alasan keberatan Pemohon; dan
    • penjelasan, bukti maupun data pendukung.

Direktur Keberatan Banding dan Peraturan, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPUBC dapat menerima penjelasan, data maupun bukti tambahan dari Pemohon dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari sejak tanggal tanda terima permohonan keberatan dan atas keberatan tersebut belum diputuskan.

Direktur Keberatan Banding dan Peraturan, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPUBC dapat meminta penjelasan, data maupun bukti tambahan yang diperlukan secara tertulis kepada Pemohon atau pihak lain yang terkait sebelum memutuskan keberatan. Surat permintaan dikirimkan paling lama pada hari kerja berikutnya dengan kategori surat yang dapat dibuktikan tanggal pengirimannya.

Penjelasan, data maupun bukti tambahan yang diminta harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengiriman surat permintaan. Penjelasan, data maupun bukti tambahan yang disampaikan setelah jangka waktu, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. Permintaan penjelasan, data maupun bukti tambahan kepada pihak lain yang terkait juga harus memperhitungkan kecukupan waktu untuk memutuskan keberatan.

Keputusan atas Keberatan

Keputusan atas keberatan, baik diterima atau ditolak, dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal. Keputusan Direktur Jenderal tersebut ditujukan kepada Pemohon dengan tembusan kepada:

  1. Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC maupun Kepala KPPBC bersangkutan, dalam hal keberatan diputuskan oleh Direktur Keberatan Banding dan Peraturan;
  2. Direktur PPKC dan Kepala KPPBC bersangkutan dalam hal keberatan diputuskan oleh Kepala Kantor Wilayah;
  3. Direktur Keberatan Banding dan Peraturan dalam hal keberatan diputuskan oleh Kepala KPUBC; atau
  4. Direktur Keberatan Banding dan Peraturan dan Kepala Kantor Wilayah bersangkutan dalam hal keberatan diputuskan ditolak oleh Kepala KPPBC.

Keputusan atas keberatan, dapat dijadikan:

  1. bahan penyusunan database nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menyusun database nilai pabean, dalam hal keputusan atas keberatan nilai pabean; dan
  2. bahan pertimbangan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam penetapan lainnya, dalam hal keputusan atas keberatan selain nilai pabean.

Keputusan Direktur Jenderal dikirimkan kepada Pemohon paling lama pada hari kerja berikutnya. Pengiriman Keputusan Direktur Jenderal dinyatakan dengan:

  1. tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung;
  2. bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui pos, ekspedisi atau kurir; atau
  3. bukti pengiriman lainnya.

Pemohon dapat menanyakan secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Keberatan Banding dan Peraturan, Direktur Jenderal u.p. Kepala Kantor Wilayah, Direktur Jenderal u.p. Kepala KPUBC, atau Direktur Jenderal u.p. Kepala KPPBC apabila keputusan Direktur Jenderal belum diterima dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak tanggal tanda terima pengajuan keberatan. Atas pertanyaan tersebut pihak bea dan cukai wajib menyampaikan jawaban secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang bersangkutan, dilengkapi dengan fotokopi salinan keputusan Direktur Jenderal serta bukti pengirimannya.

Pasal 95 ayat (5) UU Kepabeanan menyebutkan bahwa: “Apabila jaminan berupa uang tunai dan pengembalian jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan dikabulkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.” Namun ketentuan ini tidak terdapat pada PMK maupun Perdirjen, oleh karenanya saya secara pribadi tidak mengerti bagaimana perlakuan terhadap hal ini.

Berikut juga saya sajikan hal-hal terkait dengan keberatan ini:

Sebenarnya tidak pas jika kita membahas keberatan di bidang kepabeanan tanpa mengikutsertakan pembahasan tentang banding. Banding adalah kelanjutan dari proses keberatan jika ternyata penyelesaian dengan mekanisme keberatan dianggap tidak cukup memuaskan. Keberatan dan banding sangat erat kaitannya. Jika suatu penetapan dapat diajukan keberatan, maka terhadap penetapan itu tidak dapat langsung diajukan banding, melainkan harus diajukan keberatan terlebih dahulu, kemudian jika ditolak, barulah dapat diajukan banding atas penolakan tersebut. Keberatan merupakan proses penyelesaian sengketa antara pihak pengguna jasa dan institusi bea cukai, tapi diproses dan diputuskan oleh internal bea dan cukai, dalam hal ini adalah atasan dari pembuat penetapan. Di kantor bea dan cukai sendiri, keberatan dan banding ditangani oleh unit yang sama.

Download:

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
  2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
  3. PMK 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan di bidang Kepabeanan;
  4. PER-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan;
  5. PER-09/BC/2016 tentang Perubahan PER-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan.

Pada konsepnya, keberatan diajukan kepada atasan langsung dari pembuat penetapan. Menurut konsep ini seharusnya keberatan terhadap keputusan direktur jenderal bea dan cukai dapat diajukan ke Menteri Keuangan selaku atasan langsung dari Direktur Bea dan Cukai. Sayangnya, ini tidak diperkenankan. Undang-undang kepabeanan dalam pasal 93 dengan jelas menuliskan: 

Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal … dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi.

Banding itu sendiri adalah bentuk atau perwujudan dari keberatan. Hanya saja karena prosesnya diajukan ke Pengadilan Pajak, maka disebut banding, bukan keberatan.