Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh, proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Daud Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. [1] Dalam persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikut-pengikutnya berhasil mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota.
Tidak lama setelah pemberontakan pecah, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo segera memberikan penjelasan secara runut tentang peristiwa tersebut di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Oktober 1953.[2] Alasan pertama yang menjadi latar dari gerakan DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh atas dileburnya provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Medan. Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal pada lingkup adat dan politik di Aceh.[3][4] Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka.[5]Sejarawan berkebangsaan Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta. Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri dari negara Indonesia.[6][7]
Jelaskan perbedaan latar belakang terjadinya pemberontakan DI/TII di jawa barat dengan DI/TII aceh INI JAWABAN TERBAIK 👇Berikut ini perbedaan yang mendasari pemberontakan ID/TII di Jawa Barat dan Aceh. DI/TII Jawa BaratPenyebab terjadinya Pemberontakan DI/TII di wilayah Jawa Barat adalah karena adanya Renville Accord yang di dalamnya ada titik yang membuat Pasukan Republik Indonesia yang saat itu berada di bawah pengaruh Belanda harus pergi. DI/TII AcehLatar belakang terjadinya pemberontakan DI/TII di Aceh pada tahun 1950. Pemerintah Indonesia menyederhanakan pelaksanaan sistem birokrasi pemerintahan. Jadi apa yang dia buat dari Aceh yang awalnya daerah khusus, kemudian menjadi daerah yang kemudian menjadi daerah yang dikuasai oleh provinsi Sumatera Utara. Belajarlah lagi1. Materi tentang apa hubungan DI/TII ACEH dengan DI/TII JAWA BARAT ——————————————————-Detail tanggapanKelas 12 Maple: Sejarah Episode: Bab 2 – Melawan Ancaman Pemberontakan Kode: 12.3.2 Kata kunci: DI/TII, Jawa Barat, Aceh
|