Apa peran indonesia serta asean meredakan ketegangan tersebut

Pergolakan dalam perang Dunia I dan II memunculkan gerakan dari negara-negara ketiga yang mayoritas beranggotakan negara-negara berkembang yang tidak memiliki kepentingan atau keberpihakan secara langsung kepada negara adikuasa yang saling berseteru. Dengan semangat yang sama, untuk memupuk solidaritas dan perdamaian dunia, akhirnya memunculkan sebuah gerakan yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok (GNB).

Dalam semangatnya, Gerakan Non-Blok (GNB) adalah gerakan yang dicanangkan oleh negara-negara pada era dunia ketiga yang mempunyai anggota lebih dari 100 negara. Dimana gerakan Non Blok ini lahir pada 1 September 1962, yang muncul setelah dilaksanakannya Konfrensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Indonesia.

Tujuan adanya gerakan Non-Blok ini untuk memupuk solidaritas dan kerjasama diantara anggotanya, memperjuangkan negara berkembang untuk mencapai persamaan kemerdekaan dan kemakmuran, serta membantu terciptanya perdamaian dunia dengan meredakan ketegangan antara negara adikuasa.

Peran Indonesia

Peran Indonesia sendiri dalam gerakan Non-Blok bukan hanya menjadi anggota, tetapi juga menjadi salah satu negara penggagas gerakan ini yang saat itu diwakili oleh Presiden Soekarno bersama dengan 4 negara lainnya yaitu India yang diwakili oleh Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, Mesir diwakili oleh Presiden Gamal Abdel Nasser , Yugoslavia diwakili oleh Josip Broz Tito, dan Ghana diwakili oleh Kwame Nkrumah.

Bagi Indonesia gerakan Non-Blok ini penting, karena prinsip dan tujuannya merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD)1945.

(Baca juga: Mengenal Lebih Dekat 10 Negara ASEAN)

Peran Indonesia dalam gerakan ini, selain menjadi pemrakarsa juga sempat memimpin pada tahun 1992 sampai 1995. Dimana, Presiden Soeharto menjabat sebagai ketua gerakan serta Indonesia menjadi tuan rumah bagi Konfrensi Tingkat Tinggi X gerakan Non Blok pada 1-6 September 1992.

Selaku ketua gerakan Non-Blok saat itu, Indonesia juga menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuinde interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, serta tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang miskin yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.

Selain mengatasi permasalahan perdamaian dunia, perhatian gerakan Non-Blok juga menyasar pada masalah-masalah terkait pembangunan ekonomi negara berkembang, yang di dalamnya menyangkut tentang pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup.

Sedangkan dalam bidang politik Indonesia selalu berperan dalam upaya peningkatan peranan gerakan Non-Blok untuk menyerukan perdamaian dan keamanan internasional, proses dialog dan kerjasama dalam upaya penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan isu-isu dan ancaman keamanan global baru.

ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations adalah organisasi geopolitik dan ekonomi yang meliputi negara-negara kawasan regional Asia Tenggara, termasuk Indonesia. ASEAN dibentuk bukan hanya karena kesamaan geografis anggotanya saja. 

ASEAN dibentuk karena adanya keinginan kuat  negara anggota untuk membangun kerjasama yang erat dibidang ekonomi, sosial, termasuk  pengembangan kebudayaan masing-masing negara anggota. Didirikan di Bangkok pada 8 Agustus 1967, ASEAN berdiri dengan adanya Deklarasi Perbara yang diprakarsai dan ditandatangani oleh 5 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kala itu, Indonesia diwakili oleh Adam Malik.

Selain sebagai salah satu pemrakarsa ASEAN, Indonesia juga memiliki peran besar sebagai anggota ASEAN. Entah itu dalam bentuk program ataupun kerjasama antar sesama anggotanya. Ini diantaranya:

Peran Indonesia dalam ASEAN (Foto: Shutterstock)

Selain sebagai salah satu penggagas, Indonesia juga dipercaya untuk menyelenggarakan KTT ASEAN pertama. Saat itu, KTT ASEAN pertama sukses diselenggarakan di Bali pada 23-24 Februari 1976. Maka tak heran jika Indonesia juga dikenal sebagai penyelenggara KTT ASEAN pertama.

Keberadaan ASEAN ternyata sejalan dengan sikap politik Indonesia yang mengacu politik bebas-aktif. Bebas yang dimaksud, berarti Indonesia tidak memihak blok manapun. Sedangkan aktif, berarti Indonesia turut serta mewujudkan perdamaian dunia.

Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara ini terlihat saat Indonesia membantu mewujudkan perdamaian konflik di Kamboja dan Vietnam. Kala itu, Indonesia ditunjuk oleh ASEAN sebagai pihak penengah dalam konflik tersebut.

Pada kasus lainnya, yaitu saat pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation (MNFL) berkonflik. Kedua pihak tersebut akhirnya menyetujui perjanjian damai yang kala itu dipertemukan di Indonesia.

Bendera-bendera negara ASEAN (Foto: Shutterstock)

Peran Indonesia selanjutnya juga tampak dari pembentukan komunitas keamanan ASEAN. Gagasan ini bertujuan dalam menanggulangi tindak kejahatan atau kriminal, serta kekerasan yang terjadi di kawasan ASEAN.

Tidak hanya mencakup lingkup militer, isu keamanan lain seperti terorisme, separatisme, perampokan, dan kejahatan lintas negara yang bertentangan dengan hukum internasional juga masuk pantauan dalam komunitas keamanan ini.

Permasalahan narkotika yang juga menjadi isu serius di kawasan ASEAN juga tidak luput dari pantauan. Kasus narkotika yang terus meningkat membuat Indonesia menjadi inisiator dari pembentukan ASEAN Seaport Interdiction Task Force (ASITF).

Indonesia memiliki peran untuk menjadikan pelabuhannya sebagai daerah perbatasan dalam pengawasan narkotika dan prekursor narkotika.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, tentu memiliki fokus tersendiri pada isu di sekitar sektor maritim. Untuk itu, Indonesia pun turut mendorong berbagai kerjasama keamanan di sektor tersebut. Isu yang menjadi fokus kala itu memang meliputi beberapa kasus yang marak terjadi, seperti penanggulangan Isu Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).

Pada 2015, Indonesia juga sukses menjadi pemrakarsa East Asia Summit (EAS) Statement on Enhancing Regional Maritime Cooperation yang juga disepakati pada tahun yang sama.

Selain sebagai penggagas, Indonesia juga berperan dalam memastikan sentralitas atau kesatuan ASEAN itu sendiri. Wujud dan peran tersebut terlihat saat Indonesia ikut memprakarsai dikeluarkannya Joint Statement of the Foreign Ministers of ASEAN Member States on the Maintenance of Peace, Security, and Stability in the Region pada Juli 2016 lalu.

Indonesia turut serta pada isu pekerja migran di ASEAN (Foto: Shutterstock)

Ketika isu pekerja migran mencuat, Indonesia pun tutur menyakinkan tersepakatinya Vientiane Declaration on Transition from Informal Employment to Formal Employment Toward Decent Work Promotions. Secara khusus, deklarasi ini menggaris besarkan pada bentuk dan upaya untuk menghapuskan diskriminasi di lingkungan kerja, serta memberikan jaminan perlindungan. Khususnya, bagi para pekerja yang berbasis di sektor informal.

Peran Indonesia dalam ASEAN tentu diwujudkan tidak hanya sebatas karena peran Indonesia sebagai salah satu pemrakarsanya saja. Tapi juga karena sikap politik Indonesia yang bebas-aktif dan ingin berkontribusi mendorong kawasan Asia Tenggara yang memiliki stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan yang kuat.

Tidak hanya itu saja, peran Indonesia dalam ASEAN juga pernah mendapatkan apresiasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena peran Indonesia bagi wilayah Asia Tenggara.

Kala itu, selama menjadi anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia sukses menjembatani upaya perdamaian dunia. Apresiasi ini juga diberikan secara khusus oleh PBB dalam KTT ke-10 ASEAN PBB yang dilakukan Bangkok, Thailand pada 3 November 2019 lalu.

Baca Juga: Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Ekonomi Manajerial.

Nah, itulah beberapa peran Indonesia dalam ASEAN dan penjelasannya. Semoga peran dan kontribusi Indonesia sebagai bridge builder dalam ASEAN bisa terus aktif menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah Asia Tenggara, ya.

Apa peran indonesia serta asean meredakan ketegangan tersebut

Apa peran indonesia serta asean meredakan ketegangan tersebut

Penulis: Ega Krisnawati
tirto.id - 4 Feb 2022 13:55 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Apa peran indonesia serta asean meredakan ketegangan tersebut
Berikut ini beberapa peran Indonesia dalam menciptakan perdamaian di dunia.

tirto.id - Dengan berlandaskan politik luar negeri, Indonesia telah bergabung dalam misi perdamaian dunia. Politik luar negeri Indonesia, memegang prinsip bebas aktif.

Terdapat tiga nilai yang dianut dalam politik luar negeri Indonesia. Pertama, politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk mewujudkan kepentingan nasional khususnya, kepentingan pembangunan.

Advertising

Advertising

Kedua, politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk menegaskan kembali bahwa Indonesia memegang prinsip bebas aktif yang tidak berpihak pada imperialisme, maupun kolonialisme.

Ketiga, politik luar negeri merepresentasikan bahwa Indonesia turut ambil bagian dalam upaya ketertiban dunia.

Ketertiban dunia tersebut salah satunya adalah, stabilitas di wilayah Asia Tenggara sekaligus meningkatkan kemampuan dalam pembangunan nasional.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, politik luar negeri Indonesia memegang prinsip bebas aktif.

Menurut Mochtar Kusumaatmaja dalam materi berjudul Peranan Indonesia dalam Rangka Turut Menciptakan Perdamaian Dunia, bebas berarti, Indonesia tidak memihak pada nilai-nilai di luar nilai yang diajarkan dalam Pancasila, sebagai ideologi bangsa.

Sementara aktif berarti, Indonesia bersikap aktif dalam menjalankan kebijakan luar negerinya.

Konsep bebas aktif berlandaskan pada Pancasila yang juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan hubungan luar negeri Indonesia perlu berpijak pada nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut di antaranya, Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan.

Dalam pembukaan UUD 1945, dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut dijadikan sebagai dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang terbagi menjadi empat alinea.

Alinea pertama, Indonesia anti kolonialisme dan berupaya untuk menghapuskan setiap penjajahan.

Alinea kedua, perjuangan bangsa Indonesia ditujukan untuk mewujudkan kemerdekaan, persatuan, kedaulatan, dan keadilan.

Dengan mewujudkan hal-hal tersebut, maka Indonesia dapat mengembangkan hubungan antar bangsa.

Alinea ketiga, bangsa Indonesia meyakini bahwa saling tolong menolong antar bangsa mampu mewujudkan kemerdekaan bangsa.

Alinea keempat, terdapat dua tujuan yang sifatnya internal dan eksternal. Tujuan internal di antaranya, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Kemudian, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuan eksternal yaitu, melaksanakan ketertiban dunia.

Apa Saja Peran Indonesia dalam Menciptakan Perdamaian Dunia?

Sebagai langkah dalam mewujudkan perdamaian dunia, maka Indonesia terlibat organisasi dunia yaitu:

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Indonesia bergabung dengan PBB pada tanggal 28 September 1950. Seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, tugas dari anggota PBB adalah memeliharan perdamaian dan keamanan internasional.

Sebagai bentuk kontribusi dalam PBB, maka bangsa Indonesia bergabung dalam sebuah Komite khusus.

Komite khusus tersebut ditujukan sebagai kepedulian bangsa terkait situasi sehubungan dengan implementasi Deklarasi.

Deklarasi tersebut berisi tentang upaya kemerdekaan bangsa yang terjajah. Sikap Indonesia berikutnya adalah, meminta kepada Komite 24 untuk membuat sebuah rekomendasi yang konkret pada tanggal 20 Desember 1971.

Sikap Indonesia tersebut, tercatat dalam Piagam PBB No. 2909. Rekomendasi tersebut mampu membantu Dewan Keamanan dalam upaya pertimbangan-pertimbangan yang tepat, sehubungan dengan wilayah penjajahan.

Tidak hanya itu, Indonesia juga terlibat dalam gerakan dekolonialisasi pada tanggal 20 November 1972. Sikap ini tercatat dalam Piagam PBB No. 2909.

Upaya lainnya yang menunjukkan bahwa Indonesia ingin sebuah lingkungan yang damai adalah dengan menerima Timor Timur menjadi bagian wilayah Indonesia.

Hal tersebut diputuskan sebagai tanda penyelamatan Indonesia kepada Timor Timur yang sedang terjajah.

Infografik Peran Indonesia di Perdamaian Dunia. tirto.id/Fuad

2. Konferensi Colombo dan Konferensi Bogor

Konferensi Colombo diselenggarakan pada April 1954, sementara Konferensi Bogor diselenggarakan pada Desember 1954.

Pada konferensi Colombo, Indonesia mengusulkan untuk menyelanggarakan pertemuan antara negara-negara merdeka di Asia, dan Afrika.

Pertemuan tersebut mengusung tujuan ganda. Tujuan pertama, meredakan ketegangan yang ditimbulkan oleh perang dingin.

Tujuan kedua, meningkatkan perjuangan melawan penjajahan. Sementara itu, Konferensi Bogor menghasilkan beberapa keputusan di antaranya,

-Mengadakan KAA di Bandung pada bulan April 1955.

-Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-negara sponsor.

-Menetapkan 25 negara-negara Asia Afrika yang akan diundang.

3. Konferensi Asia-Afrika (KAA)

KAA bermula dari Perang Dunia II yang telah berakhir. Berakhirnya Perang Dunia II, memunculkan dua kekuatan adidaya baru di antaranya Amerika Serikat, dan Uni Soviet.

Pada saat itu, Amerika Serikat memelopori berdirinya Blok Barat. Blok barat disebut juga dengan Blok Kapitalis atau liberal.

Sementara Uni Soviet mempelopori kemunculan Blok Timur. Blok Timur disebut juga dengan Blok Sosialis atau komunis.

Dilansir dari situs resmi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, sejak abad ke-15, kawasan Asia-Afrika mengalami masalah penjajahan yang krusial walaupun sejak tahun 1945 memperoleh kemerdekaannya.

Negara-negara yang memperoleh kemerdekaan di antaranya Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian, Republik Demokrasi Vietnam pada tanggal 2 September 1945. Lalu, Filipina pada tanggal 4 Juli 1946, serta negara-negara lainnya yang baru merdeka pada tahun 1945-an.

Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala, mengadakan suatu pertemuan informal dengan mengundang para perdana menteri dari Birma diwakili oleh U Nu, India diwakili oleh Jawaharlal Nehru, Pakistan diwakili oleh Mohammed Ali, serta Indonesia yang diwakili oleh Ali Sastroamidjojo.

Sebelum pertemuan itu berlangsung, Presiden Indonesia, Soekarno memandatkan agar Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo mengusulkan ide diadakannya KAA pada Konferensi Colombo.

Presiden Indonesia, Soekarno, menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan ide diadakannya KAA pada pertemuan Konferensi Kolombo.

Ide tersebut ditujukan untuk membangun solidaritas negara-negara Asia Afrika, yang telah melalui pergerakan nasional dalam melawan penjajahan.

Pergerakan tersebut merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun. Konferensi Asia Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955, dan dihadiri oleh 29 negara dengan 5 negara sebagai sponsor KAA.

4. Misi Garuda

Pada 26 Juli 1956, Indonesia tergabung dalam United Nations Emergency Forces (UNEF) dengan menyumbang 550 militer.

Dikutip dari laman Ruang Guru, ide terbentuknya misi Garuda berawal dari adanya konflik di Timur Tengah. Saat itu, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir.

Serangan tersebut menimbulkan perdebatan di antara negara-negara lainnya. Dalam Sidang Umum PBB, Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Perason, mengusulkan agar dibentuk pemelihara perdamaian di Timur Tengah.

Usul ini disetujui dan pada tanggal 5 November 1956 Sekretaris Jenderal PBB membentuk UNEF. Indonesia telah mengirimkan Misi Garuda I sampai Misi Garuda XXVI-C2.

Menurut data Kementerian Luar Negeri pada Senin, 21 Maret 2016, Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan pemeliharaan perdamaian PBB dari 124 negara.

Saat ini, pemerintah Indonesia telah menugaskan 2.843 personel TNI dan POLRI yang bertugas di 10 Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB.

Kontribusi pasukan Indonesia ke Misi Pemeliharaan PBB merupakan wujud pelaksanaan mandat Konstitusi yang mengamanatkan Indonesia untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia".

Selain itu, pengiriman pasukan ini adalah implementasi dari sarana peningkatan kapasitas dan profesionalisme personel TNI dan POLRI.

5. Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda dicetuskan oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember 1957. Terbentuknya Deklarasi ini, menentukan luas laut teritorial Indonesia.

Ide pembentukan Deklarasi Djuanda adalahtuntutan pimpinan Departemen Pertahanan Keamanan RI tahun 1956 yang merasa hukum laut Indonesia saat itu yang berdasarkan Zeenen Maritieme Kringen Ordonantie (Ordonasi Laut dan Daerah Maritim) tahun 1939 dari Belanda tidak menguntungkan kepentingan wilayah Indonesia.

Kerugian yang dibuat dari adanya kebijakan tersebut adalah kapal-kapal asing masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil sumberdayanya dengan bebas.

Akhirnya, melalui Deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 12 mil laut diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau terluar.

Deklarasi Djuanda kemudian dikukuhkan melalui Perpu No. 4 Tahun 1960 dan melahirkan konsep “Wawasan Nusantara".

Pengakuan keputusan Deklarasi Djuanda diperjuangkan melalui Konvensi Hukum Laut atau lebih dikenal dengan United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS) yang diadakan oleh PBB.

Setelah ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda baru dapat diterima di dunia internasional.

Berdasarkan hasil konvensi tersebut Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan.

Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994, disetujui oleh 60 negara, dan dengan demikian hukum laut Indonesia telah diakui oleh dunia internasional.

6. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

Berawal dari perang dingin antara Blok Uni Soviet, dan Blok Amerika Serikat maka negara-negara yang baru saja merdeka seperti, India, Mesir, Yugoslavia, dan Ghana.

Kemudian, pada Sidang Majelis Umum PBB ke-25 negara-negara tersebut memprakarsai resolusi untuk mendesak Presiden Amerika Serikat, Jhon F Kennedy dan Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita S Kruschev.

Desakan tersebut bertujuan untuk meredakan ketegangan akibat perang dingin. Sebagai tindak lanjutnya, maka Mesir dan Yugoslavia meminta agar Indonesia mempelopori terbentuknya KTT.

Indonesia menerima permintaan itu. Kriteria-kriteria yang turut ikut dalam KTT yaitu, menjalankan politik bebas berdasarkan koeksistensi damai.

Kedua, mendukung gerakan-gerakan pembebasan kemerdekaan. Ketiga, mendukung gerakan-gerakan pembebasan dan kemerdekaan.

Keempat, tidak ikut dengan persekutuan militer multilateral seperti, Nato, dan sebagainya.Terakhir, tidak ikut dalam persekutuan militer bilateral dengan negara-negara besar yang tidak mempunyai pangkalan militer asing di wilayahnya.

7. Malaysia, Filipina, dan Indonesia (MAPHILINDO)

Tidak hanya kerja sama lintas benua, Indonesia juga mengembangkan kerja sama yang sifatnya regional.

Hal ini dibuktikan dengan bergabungnya tiga negara berkembang seperti Malaysia, Filipina, dan Indonesia.

Atas keterlibatan tiga negara tersebut, maka terbentuklah MAPHILINDO. Akan tetapi, kerja sama ini rupanya tidak memberikan hasil yang signifikan.

8. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara/Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)

Pada tahun 1957 terdapat sebanyak lima negara yang bergabung dalam ASEAN. Kelahiran ASEAN ditandai dengan tanda tangan negara-negara tersebut melalui Deklarasi Bangkok pada 1967.

Lima negara tersebut, di antaranya; Malaysia, Filipina, Indonesia, Muangthai, dan Singapura. Sering berjalannya waktu, 17 tahun kemudian Brunei bergabung menjadi anggota.

Pada awal pembentukannya, ASEAN bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, sosial, dan budaya.

Empat tahun kemudian, di Kualalumpur pada tanggal 27 November 1971, ASEAN meningkatkan bentuk kerja samanya di bidang keamanan.

Bentuk kerja sama tersebut ditanda tangani melalui Declaration of Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).

9. Jakarta Informal Meeting (JIM)

Dalam rangka upaya persengketaan Kamboja pada 1984, Menlu ASEAN berbicara dengan Menlu RI untuk berbicara dengan Vietnam.

Hasilnya, Vietnam bersedia untuk mengadakan pertemuan Informal dengan kelompok-kelompok yang bersengketa di Kamboja. Pertemuan tersebut akhirnya terselenggara di Jakarta, yang lebih dikenal dengan sebutan JIM.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait ILMU KEWARGANEGARAAN atau tulisan menarik lainnya Ega Krisnawati
(tirto.id - ega/adr)

Penulis: Ega Krisnawati Editor: Yandri Daniel Damaledo Kontributor: Ega Krisnawati

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.