Tujuan dan Sasaran Tujuan adalah pernyataan-pernyataan tentang hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai visi, melaksanakan misi dengan menjawab isu strategis daerah dan permasalahan pembangunan daerah. Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari suatu tujuan yang diformulasikan secara terukur, spesifik, mudah dicapai, rasional, untuk dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan. Rumusan tujuan dan sasaran merupakan dasar dalam menyusun pilihan-pilihan strategi pembangunan dan sarana untuk mengevaluasi pilihan tersebut. Untuk mewujudkan misi pertama: “Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkarakter dan menjunjung tinggi nilai budaya“ ditetapkan tujuan yakni menciptakan masyarakat yang sehat, cerdas. religious. Produktif dan berdaya saing serta berkemampuan dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Karo yang sehat, cerdas, beriman, bermoral, beretika dan berbudaya. Untuk mewujudkan misi kedua: “Meningkatkan pembangunan sektor pertanian dan pariwisata yang berwawasan lingkungan“ ditetapkan tujuan yakni menciptakan masyarakat sejahtera melalui sektor unggulan (pertanian dan pariwisata) yang berwawasan lingkungan. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya peningkatan daya saing Kabupaten Karo melalui sektor unggulan ( pertanian dan pariwisata ) yang berwawasan lingkungan. Untuk mewujudkan misi ketiga: “Meningkatkan pembangunan Infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah“ ditetapkan tujuan yakni mengembangkan infrastruktur wilayah yang handal dan meningkatkan konektivitas antar wilayah guna mengakselerasi percepatan dan pemerataan pembangunan ekonomi. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya infrastruktur wilayah yang handal untuk meningkatkan daya saing daerah dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Untuk mewujudkan misi keempat: “Membangun pemerintah daerah yang professional dan komperatif melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government)“ Ditetapkan tujuan sebagai berikut : 1) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya system tata pemerintahan yang baik berlandaskan hukum. 2) Membangun demokrasi dan partisipasi masyarakat. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya peningkatan demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, Untuk mewujudkan misi kelima: “Meningkatkan koordinasi , integrasi dan sinkronisasi (KIS) dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana “ ditetapkan tujuan yakni mengoptimalkan peran dan fungsi seluruh stakeholders dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya kemampuan dan peranserta pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan dan pengelolaan bencana. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian dan satu kesatuan dalam system perencanaan pembangunan nasional. Oleh sebab itu muatan dalam dokumen RPJMD Kabupaten Karo Tahun 2016-2021 harus selaras dengan RPJMD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018 dan RPJMN Tahun 2015-2019. Keseluruhan antara visi dan misi RPJMD Kabupateen Karo Tahun 2016-2021 dengan RPJMD Provinsi Sumatera Utara dan RPJMN dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel Keselarasan Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Karo tahun 2016-2021
Senin, 16 Sep 2019 21:30:39
Keterangan Gambar :
Temanggung, MediaCenter – Dua wisatawan asal Republik Ceko Catherine dan Dorothy ikut belajar menari Tarian Wanara (monkey dance) di situs peninggalan Purbakala Liyangan Desa Purbosari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung seusai acara pengambilan video promosi budaya. Dua wisatawan asal republik Ceko ini kebetulan sedang mengunjungi candi yang masih banyak menyimpan misteri tersebut. Turis tersebut melihat para penari yang sedang mempertunjukan keahliannya dalam tari tradisional Konceran, sehingga tertarik untuk ikut belajar menari bersama. Akan tetapi menurut pengarah koreografi Tari Konceran, Dwi Widodo menjelaskan dalam wawancara, bahwa pihaknya tidak mengajarkan Tari Konceran namun mengajarkan Tari Wanara. “Tarian Wanara merupakan tarian aktraktif yang sering digunakan untuk ajang promosi daerah Kabupaten Temanggung sebagai Kota Hokya (Kota Kuda Lumping), karena gerakan tariannya yang sederhana dan dapat dengan mudah diajarkan,” imbuhnya, Jumat (13/9/2019). Menurut Catherine dan Dorothy, ini merupakan pengalaman pertama ikut belajar menari tradisional dari Indonesia, khususnya berasal dari Kabupaten Temanggung. "Kami merasa senang dan tidak menyangka mendapatkan kesempatan belajar menari di tempat yang bersejarah dengan background alam yang begitu memukau. Ini sungguh pengalaman yang luar biasa,” jelas kedua Turis asal Republik Ceko tersebut. Sedangkan ditemui seusai apel pagi Pejabat Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Temanggung Wara Andjani menjelaskan, bahwa kegiatan pengambilan video untuk tarian Konceran tersebut untuk lebih menunjang Wisata Budaya yang ada di Situs Liyangan sekaligus memperkenalkan objek wisata di sana. “Dengan adanya video promo Tari Konceran yang sempat meraih juara 1 tingkat Provinsi Jawa Tengah semoga mampu menarik minat wisatawan dari luar daerah dan mancanegara,” paparnya. (MC TMG/Penulis, Foto: Agung Editor:Ekp )
Dialog Budaya Lampung yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung pada hari ini mengambil tema ‘Mengangkat Potensi Budaya Lampung.” Potensi adalah sesuatu yang belum teraktualisasikan, yang masih terpendam atau tersembunyi, dan karenanya perlu dicuatkan, perlu diangkat, untuk kemudian – dalam konteks pariwisata – perlu dijual. Yang dijual di sini, jika kita memerhatikan subtema yang ditentukan untuk narasumber dari Dewan Kesenian Lampung –- ‘kesenian tradisional sebagai ikon pariwisata Lampung’ — adalah kesenian tradisional. Dalam kaitan ini, saya akan memahami ‘kesenian tradisional’ bukan dalam arti yang sudah ada belaka, tetapi juga yang masih potensial, sehingga terbuka untuk melontarkan gagasan-gagasan baru yang bisa dikembangkan dalam konteks kesenian tradisional Lampung. Berikut ini pokok-pokok pikiran berkenaan dengan tema dan subtema di atas yang perlu saya sampaikan pada kesempatan ini dan untuk didiskusikan pada waktunya nanti.
Potensi kesenian tradisional Lampung di atas perlu diperkenalkan kepada para wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Mendiang Nurcholish Madjid menandaskan bahwa kita baru tiba pada tahap “pluralisme antropologis yang eksotik saja,” seperti secara simbolik mengakui dan memanfaatkan pakaian daerah yang beraneka ragam! Oleh karena itu, kita harus menembus batas-batas pengakuan dangkal tentang adanya sekadar keanekaragaman itu, menuju kepada hubungan interaktif dalam ikatan-ikatan kewargaan masyarakat di atas landasan sikap saling percaya, saling menghargai, dan saling harap. Dapat ditambahkan, untuk itu, kita perlu saling mempelajari khazanah budaya yang dimiliki oleh masing-masing suku bangsa dan menerimanya sebagai kekayaan bersama. Gagasan Nurcholish Madjid tadi pada gilirannya akan menghantarkan kita kepada gagasan dan harapan mendiang Romo Mangun Wijaya yang merindu-dambakan kita semua menjadi Manusia Pasca-Indonesia, alih-alih berhenti sebagai manusia-suku belaka. Bahkan, kita semua diharapkan menjadi manusia mondial, yang berwawasan global namun tetap bertindak lokal (think globally, act locally). Selanjutnya, akan dibicarakan soal pengaruh pariwisata terhadap seni budaya. Dalam mempertahankan mutu seni budaya, kerjasama antara pihak pariwisata dan pihak kebudayaan paling menonjol. Dalam jalinan kerjasama itu, pihak yang berpikir secara kuantitas dan pihak yang berpikir secara kualitas dapat bertemu. Mempertahankan mutu seni budaya tidak perlu menghambat pariwisata, sebaliknya pariwisata mesti ikut menjamin kelestarian mutu itu, justru untuk kepentingan daya tarik pariwisata dan wisata budaya secara khusus. Mengenai adanya kekhawatiran akan merosotnya nilai seni budaya sebagai akibat perkembangan pariwisata, Prof Haryati Subadio menandaskan sebagai berikut, “Warisan budaya yang non-konkret, terutama kesenian dan kerajinan, baru pada tahun 1982 mendapat perhatian dengan memberi perlindungan dengan memberikan hak cipta berdasarkan UU Hak Cipta yang baru. Meskipun non-konkret sifatnya, namun juga yang paling peka terhadap pengaruh masuk dan berkembangnya kehidupan modern dalam bentuk teknologi modern serta akibat kontak-kontak dengan dunia luar, karena teknologi dan transportasi modern. Memang dalam mengembangkan kebudayaan yang dipersoalkan adalah mutu, akan tetapi popularisasi, penyederhanaan atau penggunaan bahan murah bukan berarti perlu menurunkan mutu itu. Misalnya, pertunjukan tarian dan musik yang diperpendek belum tentu berarti harus menjadi ceroboh dan sembarangan tekniknya. Apabila pertunjukan yang diperpendek itu mutu teknis dan seninya tinggi, maka rasanya tidak akan merugikan standar kebudayaan kita. Demikian pula dengan pembuatan cendera-mata berharga murah tidak perlu berarti menjatuhkan martabat budaya bangsa. Bila pembuatannya tetap indah dan memerhatikan teknik dan penghalusan penyelesaian, maka mutu seni bisa terjamin di samping harga murah terjangkau di luar negeri.” Bila kita kaji agak mendalam, sesungguhnya kegiatan kepariwisataan tidak harus merugikan perkembangan seni budaya dan seni tradisional pada umumnya. Dengan pengelolaan yang baik dan terarah, ia bisa menguntungkan seni budaya dan seni tradisional itu sendiri. Karena itu dalam pengelolaan kegiatan kepariwisataan itu dianggap perlu keikutsertaan orang-orang yang banyak tahu tentang seni budaya dan seni tradisional itu. Hal ini perlu mendapat perhatian orang-orang yang bergerak dalam industri pariwisata yang kadang jalan sendiri tanpa memerhatikan diperlukannya sentuhan tangan para seniman yang nyatanya masih banyak mengharapkan suatu pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Industri pariwisata yang ada hendaknya jangan hanya sampai “sekadar menjual saja.” Kepada mereka juga diharapkan suatu kesadaran untuk dapat memelihara bagaimana penyajian suatu atraksi kesenian yang pantas dipertunjukkan. Sangat ideal sekali kalau pertunjukan itu disenangi para wisatawan, tetapi penyajiannya tetap dalam norma-norma yang hidup dalam kebiasaan pada masyarakat yang tradisional. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk menangani seni budaya dan kepariwisataan jangan sekali main coba-coba dan ditangani oleh mereka yang masih amatir. Inilah yang selama ini banyak terjadi. Intinya adalah, nilai-nilai yang tinggi di dalam kebudayaan tradisional maupun daerah harus dipegang, kemudian disesuaikan, dibina dan dikembangkan untuk menunjang pengembangan kebudayaan Indonesia yang kita cita-citakan. Harus disadari bahwa setiap bentuk seni tradisional yang tinggi mutunya di suatu daerah, bukan hanya menjadi warisan daerah atau suku yang bersangkutan, melainkan menjadi warisan seluruh bangsa Indonesia. Kekhawatiran akan adanya pengaruh negatif terhadap seni budaya sebagai akibat arus wisatawan asing yang datang berkunjung ke Indonesia, tidak akan mematikan seni budaya tradisional itu sendiri. Walau ada usaha-usaha yang sifatnya komersial, seni budaya ini akan tetap selalu hidup berdasarkan sumber aslinya dari peninggalan warisan leluhur yang telah dipelihara secara turun-temurun. Demikian beberapa pokok pikiran yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Kiranya dapat diperbincangkan lebih jauh dalam diskusi nanti. Terima kasih atas perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan.[] Sumber: Makalah Dialog Budaya Lampung, yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung di Gedung Olah Seni Taman Budaya Provinsi Lampung, 2011 |