Apa hasil dari perjanjian Renville untuk pihak Republik Indonesia?

tahun berapa kah nuklir pertama diluncurkan dan negara apa meluncurkan nuklir ?

qatadah bin di'amah dikenal sebagai seorang ulama yang​

pada masa Khalifah Usman bin Affan muawiyah Bin Abu Sufyan percaya menjabat gubernur di​

di tahun berapa kah perang dunia 2 dimulai?

Kenapa kita harus mengetahui Sejarah sholat?

20. Perhatikan hadis berikut! إن الله تعالى لا يقبل إلا طيبا b. Penggalan hadis di atas memiliki makna .... HOTS a. Allah Swt. menyukai orang-orang ya … ng beriman b.Allah Swt. menghalalkan hewan ternak yang disembelih C. Allah Swt. tidak menyukai orang yang mengonsumsi bangkai ikan d. Allah Swt. menerima semua ibadah yang baik tolong jawab yg benar​

Rumah Sakit AL Nuri didirikan oleh​

Darul Hikam diubah menjadi di apartemen pendidikan dan penerjemahan pada masa​

perdamaian Ramlah terjadi pada tanggal...​

salah satu fungsi Al Qur'an adalah sebagai peringatan bagi orang kafir sebagaimana Allah SWT menjanjikan balasan kekafiranya dengan kesengsaraan di ne … raka hingga disebut?​

Jakarta -

Perjanjian Renville merupakan perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dilakukan di geladak kapal perang angkut serbu milik Amerika Serikat. Nama Perjanjian Renville diambil dari nama kapal perang USS Renville.

Perjanjian ini terjadi pada 18 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948. Kapal USS Renville disepakati karena merupakan tempat netral dan telah berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Latar belakang dan hasil Perjanjian Renville

A. Latar belakang Perjanjian Renville

Perjanjian Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946 tentang status kemerdekaan Indonesia.

Saat dilaksanakan, perjanjian ini ditengahi oleh Komisi Tiga Negara, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.

Dalam perundingan itu, terdapat beberapa delegasi dari Indonesia maupun Belanda atau yang kelak disebut sebagai tokoh Perjanjian Renville. Delegasi tersebut di antaranya adalah:

- Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin serta Ali Sastroamijoyo, H Agus Salim, Dr J Leimena, Dr Coatik Len, dan Nasrun.

- Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R Abdul Kadir Wijoyoatmojo serta Mr HAL Van Vredenburg, Dr PJ Koets, dan Mr Dr Chr Soumokil.

- Mediator PBB dipimpin oleh Frank Graham, Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby.

B. Hasil dan isi Perjanjian Renville

Menurut buku Sejarah SMP/MTs Kls IX (KTSP) karya Dr Nana Nurliana Soeyono, MA dan Dra Sudarini Suhartono, MA, disebutkan hasil Perjanjian Renville sebagai berikut:

1. Gencatan senjata masih terus dilaksanakan

2. Disetujui adanya garis demarkasi yang memisahkan wilayah Republik Indonesia dengan Belanda

3. TNI harus ditarik mundur dari kantong-kantong republik di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur, untuk masuk ke wilayah Republik Indonesia di Yogyakarta.

Isi lengkap Perjanjian Renville adalah:

1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera

2. Republik Indonesia merupakan negara bagian RIS

3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk

4. Wilayah Republik Indonesia yang diakui Belanda hanya Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera

5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook

6. TNI harus ditarik mundur dari Jawa Barat dan Jawa Timur atau wilayah-wilayah kekuasaan Belanda

7. Akan dibentuk UNI Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda

8. Akan diadakan plebisit atau referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS

9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

C. Dampak Perjanjian Renville bagi Indonesia

Perjanjian Renville terbukti sangat merugikan pihak Indonesia, mulai dari perekonomian Indonesia yang diblokade Belanda secara ketat hingga memicu aksi pemberontakan PKI pada 1948 serta membuat konflik politik.

Pada saat itu, banyak tokoh RI yang tidak lagi percaya pada Perdana Menteri RI Amir Syarifuddin yang telah menyetujui perjanjian tersebut.

Pejuang Republik Indonesia yang tergabung dalam laskar-laskar tidak mau mematuhi hasil Perjanjian Renville tersebut. Laskar-laskar itu terus melakukan perlawanan bersenjata kepada tentara Belanda.

Simak Video "Melihat Patung Ikonik Daendels dan Pangeran Kornel di Sumedang"



(faz/row)

tirto.id - Perundingan Renville yang digelar tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 berpengaruh terhadap jalannya sejarah bangsa Indonesia. Isi Perjanjian Renville membuat wilayah kedaulatan Republik Indonesia menjadi semakin sempit.

Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 tidak lantas membuat posisi Indonesia di atas angin. Belanda yang datang lagi dengan membonceng pasukan Sekutu usai mengalahkan Jepang di Perang Dunia II ingin kembali menjajah Indonesia.

Rangkaian perundingan antara Indonesia dan Belanda dilakukan, tapi seringkali menemui kebuntuan. Ada dua perundingan yang saling berkaitan dan cukup dikenal dalam sejarah Indonesia yaitu Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville yang membahas tentang wilayah kekuasaan.

Latar Belakang Perundingan Renville

Perundingan Linggarjati pada 11-13 November 1946 menyepakati berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang diakui Belanda. Hasil perundingan disahkan pada 25 Maret 1947. Namun, Belanda ternyata hanya mau mengakui kedaulatan RIS sebatas Jawa dan Madura saja.

Tugiyono Ks dalam buku Sekali Merdeka Tetap Merdeka (1985) menyebutkan, Belanda bahkan melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan serangan pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947. Serangan ini dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda I.

Agresi Militer Belanda I membuat sebagian dunia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melontarkan penyesalan. Mereka mendesak Belanda agar menghentikan serangan dan segera menggelar perundingan damai dengan pihak Indonesia.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi
  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi

Tokoh Delegasi Perundingan Renville

Dikutip dari buku bertajuk Indonesia Menyongsong Era Kebangkitan Nasional Kedua: Volume 1 (1992) terbitan Yayasan Veteran RI, atas desakan Dewan Keamanan PBB, Belanda dan Indonesia menggelar perundingan di atas kapal perang milik Amerika Serikat bernama USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta.

Perundingan yang disebut Perjanjian Renville ini dilangsungkan pada 8 Desember 1947. Sebagai penengah adalah Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia,dan Belgia.

Adapun para tokoh yang terlibat sebagai delegasi dalam Perjanjian Renville adalah sebagai berikut:

Delegasi Indonesia terdiri dari Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.

Delegasi Belanda beranggotakan H.A.I van Vredenburg, Dr. P.J. Koets, Dr. Chr. Soumokil, serta orang Indonesia yang menjadi utusan Belanda yakni Abdul Kadir Wijoyoatmojo.

Sedangkan yang bertindak sebagai mediator dari KTN adalah Richard C Kirby dari Australia (wakil Indonesia), Frank B. Graham dari Amerika Serikat (pihak netral), dan Paul van Zeeland Belgia (wakil Belanda).

Baca juga:

  • Arti Gold, Glory, Gospel (3G): Sejarah, Latar Belakang, & Tujuan
  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Hari Pahlawan 10 November & Sejarah Pertempuran Surabaya 1945

Isi Perundingan Renville

Setelah melalui perdebatan yang cukup alot, akhirnya dihasilkan tiga poin kesepakatan antara Indonesia dan Belanda. Dikutip dari laman resmi Kemdikbud, berikut isi Perjanjian Renville:

  1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai wilayah Republik Indonesia (RI).
  2. Disetujui adanya garis demarkasi antara wilayah RI dan daerah pendudukan Belanda.
  3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan Belanda di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Dampak Perundingan Renville

Hasil Perundingan Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 itu ternyata cukup merugikan bagi Indonesia. Wilayah kedaulatan RI menjadi semakin sempit dengan diterapkannya aturan Garis van Mook atau Garis Status Quo.

Garis van Mook mengambil nama dari Hubertus van Mook, Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir. Garis van Mook adalah perbatasan buatan yang memisahkan wilayah milik Belanda dan Indonesia sebagai hasil dari Perjanjian Renville.

Anthony Reid dalam Indonesian National Revolution 1945-1950 (1974) menyebutkan, menganggap keberadaan Garis van Mook juga sebagai bentuk hinaan terhadap Indonesia karena wilayah RI menjadi semakin ciut.

Namun demikian, ada dampak positifnya pula. Perjanjian Renville ternyata semakin membuka banyak negara di dunia internasional untuk memperhatikan Indonesia dan mencermati sepak-terjang Belanda.

"Dalam jangka panjang, keputusan-keputusan di Renville menarik perhatian dunia internasional yang semakin menyadari adanya pengorbanan besar untuk merdeka," tulis Anthony Reid.

Baca juga:

  • Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia
  • Sejarah Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan
  • Sejarah Singkat Majapahit, Pusat Kerajaan, & Silsilah Raja-Raja

Baca juga artikel terkait PERJANJIAN RENVILLE atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/isw)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates