I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap, abon dan lain-lain. Sosis merupakan salah satu bahan makanan olahan yang cukup digemari karena praktis, dan rasanya yang enak. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, maka cara pengolahan sosis pun berkembang. Di masyarakat, dikenal beberapa cara yang umum digunakan untuk membuat sosis. Berikut ini akan dibahas salah satu cara pembuatan sosis yang tergolong baru dan mudah diterapkan saat ini. 1.2 Masalah dan Batasannya Sosis merupakan salah satu bahan olahan yang praktis dan cukup digemari di kalangan anak-anak, sebagai “jajanan” yang bergizi tinggi. Namun, hanya sedikit orang yang dapat membuat sosis, padahal cara pembuatan sosis dapat dibilang cukup mudah dengan penerapan teknologi yang sederhana. Untuk itu dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai cara pembuatan sosis dan teknologi yang digunakan. 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan sedikit informasi mengenai cara pembuatan sosis kepada masyarakat luas. 1.4 Landasan Teori Daging Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein. (Sugiyono dan Muchtadi,1992). Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994). Sosis Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris. Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Krimlich,1971). Emulsi Sosis Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno,1994). Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi. Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981). Garam Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971). Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%. Sodium Trifosfat (STPP) Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %. Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi. Lemak Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971). Bahan pengikat Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994). Penyedap dan bumbu Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan(Pearson dan Tauber, 1984 ). Selongsong sosis Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari selulosa, 4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari logam. Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai resep sosis. Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar modern maupun pasar tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan bahan dasar dan proses pembuatannya. Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi menjadi 5, yaitu :
Sedangkan menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto, dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB,sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
Tiap jenis sosis memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500 jenis sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan, jumlah komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda dengan di Indonesia, yang belum memiliki standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman, resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang hampir 100% menggunakan campuran daging atau lemak babi. Dilihat dari jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan menggunakan casing usus babi, yang dinamakan “urutan”. Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek) sosis, contohnya :
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging giling dan sosis emulsi. Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan. Sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang ditambahkan. II. ISI A. Sosis Sosis berasal dari bahasa latin yaitu “salsus” yang berarti digarami atau daging yang disiapkan melalui penggaraman (Pearson dan Tauber, 1984). Sosis yang umum adalah produk daging giling yang dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan berbagai ukuran (Rust, 1987). Sejarah perkembangan sosis berjalan lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang sederhana dan pengeringan daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dikonsumsi dengan segera (Kramlich, 1971). Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto, 19830). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza. Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung jenis sosisnya dan secara umum dapat dilihat dari harganya. Pearson dan Tauber (1984) menyatakan bahwa sosis dapat diklasifikasikan atas dasar keragaman yang digunakan dalam perbedaan metode pengolahan yang dibutuhkan untuk memproduksi setiap jenis sosis. Klasifikasi sosis terdiri atas:
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki bentuk yang menarik. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. B. Tahap Pembuatan Sosis Pada pembuatan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu kyuring, pembuatan adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan. 1. Kuring 2. Pembuatan Adonan 3. Casing 4. Perebusan C. Alat dan Bahan 1. Alat Beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan sosis ini adalah yaitu squit, panci, kukusan, kompor gas, baskom, timbangan duduk, blender atau gilingan daging, pisau, telenan, benang, dan thermometer. 2. Bahan Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah daging ayam 1 kg, tepung sagu 150 gram, susu skim 100 gram, selongsong (casing) secukupnya. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan diantaranya garam dapur 2,5 sendok makan, gula pasir 60 gram, lada atau merica 15 gram, bawang putih 20 gram, sendawa 40 ml, lemak ayam 200 gram, minyak goreng 100 gram, cuka 40 ml, penyedap rasa 2 bungkus, jahe secukupnya, pala 5 gram, sodium trifosfat STPP 0,25 sendok makan, dan es batu 400 gram. D. Proses Pembuatan Sosis Sebelum membuat sosis, penting untuk mengetahui tahapan pembuatan dan alat serta bahan yang dibutuhkan. Setelah mengetahui kedua hal tersebut, langkah selanjutnya adalah mengetahui proses pembuatan sosis. proses pembuatan sosis adalah sebagai berikut. 1. Bersihkan daging, pisahkan dari tulangnya lalu diiris halus. Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya besi. Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994). 2. Giling daging, garam, setengah bagian es, sendawa, dan Sodium Trifosfat (STPP) di dalam blender atau food processor. a. Garam Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%. b. Es Menurut Kramlich (1971), penambahan es biasanya sebanyak 20-30%. Es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981). c. Sendawa Pemakaian sendawa diperlukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri klostridium yang dapat mengakibatkan keracunan makanan. Selain itu, sendawa juga berfungsi melembutkan daging, dan mempertahankan warna sosis tetap merah. d. Sodium Trifosfat (STPP) Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %. 3. Masukkan lemak, tepung sagu, susu skim, bumbu, dan sisa es ke dalam blender, lalu giling kembali sambil ditambahkan minyak goreng. a. Lemak Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak berpengaruh pada keempukan dan jus (sari minyak) daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 % (Kramlich,1971). b. Bahan Pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk olahan daging yang harus mempunyai kemampuan mengikat sejumlah air. Tepung sagu merupakan salah satu bahan pengisi. Penambahan tepung sagu ke dalam produk olahan daging berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta berperan untuk mengurangi biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging. Dapat juga digunakan tepung beras atau tepung tapioka sebagai pengganti, namun mungkin akan mempengaruhi rasa. c. Bahan Pengikat Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta susu skim (Soeparno,1994). d. Bumbu Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanya sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan (Pearson dan Tauber, 1984 ). 4. Dinginkan adonan yang telah halus selama 10 menit, lalu masukkan ke dalam squit atau stuffers yang bagian ujungnya telah dipasang casing. Selongsong sosis (casing) Selongsong sosis (casing) dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu selongsong yang terbuat dari usus hewan, selongsong yang terbuat dari kolagen, selongsong yang terbuat dari selulosa, selongsong yang terbuat dari plastik, dan selongsong yang terbuat dari logam. 5. Masukkan adonan ke dalam casing, lalu ikat ujung casing menggunakan benang. 6. Rebus casing berisi adonan pada suhu 600C selama 45 menit. 7. Perebusan dilakukan dalam panci yang berisi air dan kontrol dengan termometer. Usahakan suhu tetap stabil selama 45 menit. 8. Sosis yang telah masak bisa dihidangkan untuk dikonsumsi. Bahasan : Proses pembuatan diawali dengan penggilingan daging beserta bahan-bahan yang ditambahkan seperti lemak, garam, STPP, dan es batu. Bahan-bahan tersebut sebaiknya digiling dengan menggunakan food processor agar lembut dan terjadi proses emulsifikasi pada adonan. Emulsifikasi yang terjadi dalam proses ini mengikatkan hubungan antara lemak dengan air sehingga protein dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemulsi yang dapat menyatukan partikel-partikel yang tidak dapat saling larut. Hal ini didukung oleh Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. 1. Fase pertama adalah fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. 2. Fase kedua adalah fase kontinyu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. 3. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Pada adonan sosis yang banyak mengandung kadar air di dalamnya, pembuatan sosis dapat disiasati dengan menambahkan protein yang dapat diambil dari tepung berprotein tinggi atau susu skim. Fungsinya adalah meningkatkan daya emulsi untuk mengikat air dan lemak. Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan meningkat. Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan kuring. Penambahan es batu dilakukan secara bertahap dengan total penambahan 400 gram (40%). Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini adalah garam. Garam yang digunakan sebanyak + 3,9%. Garam berfungsi untuk mempercepat kelarutan protein otot dan meningkatkan daya mengikat air. Selain itu, garam juga berkontribusi langsung terhadap citarasa sosis dan bahan pengawet yang mencegah pertumbuhan bakteri. Wilson et al. (1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%. Sodium Trifospat (STTP) ini berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena dapat meningkatkan daya mengikat air pada daging dalam proses emulsifikasi. Uraian ini didukung oleh Wilson et al. (1981) yang mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi. Proses penggilingan sosis ditambahkan dengan bumbu-bumbu lain seperti susu skim, bawang putih, pala, merica, jahe, dan penyedap rasa. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk memberikan flavor yang enak dalam sosis serta dapat juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Tepung sagu yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung sagu ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. Penambahan tepung sagu akan berpengaruh terhadap rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa daging dalam sosis. Kandungan utama tepung sagu adalah pati. Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental. Kemudian adonan dapat dikemas menggunakan selongsong sosis. Selongsong yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Adonan dimasukkan ke dalam squit atau stuffers kemudian ditekan hingga adonan masuk selongsong lalu diikat. Proses pengemasan yang sudah selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan sosis. Sosis yang dibuat dimasak selama 45 menit pada suhu 60oC. Pemanasan dengan suhu rendah ini bertujuan meminimalkan potensi pecah dan melelehnya selongsong karena pemanasan. Pemanasan tersebut sebaiknya menggunakan api kecil saja dan tidak boleh dibiarkan hingga air rebusan mendidih. III. PENUTUP 1.1 Simpulan Dari keseluruhan isi makalah ini, dapat disimpulkan bahwa cara pembuatan sosis cukup mudah, yaitu dengan menggiling daging, menggiling bumbu, mencampurnya, memasukkan dalam casing, kemudian merebusnya. 1.2 Saran Pada makalah ini, cara pembuatan sosis yang disajikan adalah cara pembuatan sosis yang paling umum dan dengan proses pengolahan terbaru. Bila suatu saat ada cara yang lebih baru dalam pembuatan sosis, misalnya penggunaan pengenyal lain yang lebih aman, mungkin dapat ditambahkan dalam makalah selanjutnya, agar makalah yang dibuat dapat lebih lengkap. DAFTAR PUSTAKA http://bataviase.co.id/ http://bertani.wordpress.com/2010/10/27/pembuatan-sosis/#comment-36 http://duniasapi.com/id/makanan/1475-jenis-resep-sosis.html http://en.wordpress.com/tag/tinjauan-pustaka-sosis/ http://fastasqi.wordpress.com/ http://www.dalimunthe.com/search/label/info%20buat%20kamu LAMPIRAN 1. Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb). Tepung sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka, meskipun keduanya sebenarnya berbeda. 2. 3. Tepung tapioka yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung tapioka ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. 4. Susu skim (inggris: Skim milk) adalah susu tanpa lemak yang bubuk susunya dibuat dengan menghilangkan sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu. 5. Gula merupakan sejenis pemanis yang telah digunakan oleh manusia sejak 2000 tahun dahulu untuk mengubah rasa dan sifat makanan dan minuman. 6. Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama 7. Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. 8. Natrium trifosfat (STP, kadang-kadang STPP atau natrium tripolifosfat atau TPP) adalah senyawa anorganik dengan rumus Na 5 P 3 O 10. 9. Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. 10. Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. 11. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. 12. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. 13. Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa. 14. Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. 15. Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang berarti bahang dan meter yang berarti untuk mengukur. 16. Sendawa merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna, rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh pada suhu 377°C. Ada tiga bentuk sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khlorida dengan asam nitrat atau natrium nitrat. |