Angklung manakah yang digunakan sebagai media dakwah ?

Kompas.com - 1/Jul/2019 , 16:45 WIB

KOMPAS.com - Angklung adalah alat musik tradisional yang banyak berkembang di daratan Sunda (Jawa Barat). Alat musik yang terbuat dari bambu ini dimainkan dengan cara digetarkan atau digoyangkan.

Suara dari Angklung dihasilkan dari benturan tabung bambu. Bunyinya khas yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran.

Konon, kata Angklung berasal dari bahasa Sunda yaitu “angkleung-angkleungan” yang menggambarkan gerak tubuh para pemain Angklung yang berayun seiring dengan iramanya.

Ada juga yang mengatakan kata Angklung berasal dari bunyi “klung” yang keluar dari Angklung tersebut.

Pemujaan Dewi Sri

Angklung telah ada sebelum zaman Hindu ada di Indonesia. Pada zaman kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16), Angklung menjadi alat musik yang selalu di gunakan di berbagai acara atau perayaan, khususnya acara adat dalam bercocok tanam.

Pada masa tersebut, Angklung dimainkan sebagai pemujaan kepada “Dewi Sri” yaitu Dewi Padi atau Dewi Kesuburan agar diberikan berkah pada tanaman yang di tanamnya dan juga kesejahteraan dalam kehidupan.

Tidak hanya itu, pada masa kerajaan Sunda, Angklung juga dijadikan sebagai pemicu semangat berperang.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan.

Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Tiap ukuran bambu tersebut memiliki tinggi nada berbeda.

Kulurung, Centak, Tengkep

Cara memainkan alat musik ini pada dasarnya sangat mudah, yaitu salah satu tangan memegang kerangka Angklung dan satunya menggoyangkan bagian bawah Angklung tersebut hingga menghasilkan suara.

Ada tiga teknik dasar dalam memainkannya, yakni Kulurung (getar), Centak (disentak), dan Tengkep (menggetarkan salah satu tabung, sementara tabung bagian lainnya ditahan sehingga tidak ikut bergetar).

Untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh seorang konduktor.

Pada tiap pemusik akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda. Kemudian, konduktor akan menyiapkan partitur lagu, dengan tulisan untaian nada-nada yang harus dimainkan.

Konduktor akan memberi aba-aba, dan masing-masing pemusik harus memainkan angklungnya dengan tepat sesuai nada dan lama ketukan yang diminta konduktor.

Selain nadanya berbeda-beda, jenisnya juga bermacam-macam, di antaranya Angklung Kanekes, Angklung Reyog, Dogdog Lojor, Angklung Padaeng, Angklung Sarinande, Angklung Gubrag, dan Angklung Badeng. 

Dalam perkembangannya, kesenian angklung tidak hanya dijadikan sebagai alat musik pada perayaan bercocok tanam saja, namun juga sebagai kesenian musik seperti orkestra.

Alat musik Angklung juga telah menjadi salah satu alat musik tradisional kebanggaan masyarakat di Jawa Barat.

Tidak hanya itu, Kesenian Angklung ini juga telah di akui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia, bahkan dikolaborasikan dengan berbagai instrumen tradisional dan budaya dari daerah dan negara lain.

Baca artikel menarik lainnya dari Jawa Barat berikut ini:

Curug Cimahi, Melihat ‘Pelangi’ di Curug Tertinggi Bandung

Jajanan Khas Kota Bandung yang Harus Kamu Coba

Menikmati Bangunan Kolonial Belanda di Jalan Braga Bandung

Indonesia punya banyak budaya lain yang juga syanag kalau dilewatkan. Ikuti kisahnya dalam Pesona Indonesia.

Jakarta, CNN Indonesia --

Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional yang berkembang di daratan Sunda atau wilayah Jawa Barat. Cara memainkan angklung pun berbeda dengan alat musik pada umumnya. Angklung dimainkan dengan cara digoyang atau digetarkan.

Sejarah angklung pun dimulai dari tanah Sunda. Dalam tradisi Sunda masa lampau, instrumen angklung digunakan dalam berbagai acara, khususnya perayaan bercocok tanam.

Di masa itu, Angklung dimainkan sebagai bentuk pemanggilan kepada Dewi Sri, sosok yang digambarkan sebagai Dewi Kesuburan, yang memberikan berkah pada tanaman padi agar subur makmur dan menyejahterakan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dilansir dari Sejarahlengkap.com, Kata angklung berasal dari bahasa Sunda "angkleung-angkleung", yang artinya gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata "klung" adalah suara nada yang dihasilkan instrument musik tersebut.

Setiap nada dihasilkan dari bentuk tabung bambu yang berbeda ukuran. Sehingga jika digoyangkan akan menghasilkan melodi indah yang enak didengar. Maka dari itu, untuk menciptakan sebuah melodi, angklung dimainkan secara kolektif.

Angklung biasanya dibuat dengan jenis bambu hitam (Awi wulung) atau bambu ater (Awi temen), yang mempunyai ciri khas berwarna kuning keputihan saat mengering. Angklung dirangkai dengan mengumpulkan 2 hingga 4 tabung bambu beda ukuran dan dirangkai menjadi satu dengan cara diikat dengan rotan.

Cara Memainkan Angklung

Cara memainkan angklung tergolong sederhana, pemain angklung cukup memegang kerangka angklung (bagian atas) dan menggoyang bagian bawahnya untuk menghasilkan suara. Ada tiga teknik dasar memainkan angklung:

1. Kerulung (Getar)

Teknik ini paling umum dan mendasar, dimana kedua tangan memegang dasar tabung bambu dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama memainkan nada.

2. Centok (Sentak)

Pada teknik ini, tabung ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja seperti suara yang menghentak.

3 Tengkep

Pada teknik ini, pemain angklung menggetarkan salah satu tabung, sementara tabung pada bagian lain ditahan sehingga tidak ikut bergetar dan hanya menghasilkan satu suara saja.

Untuk memainkan sebuah lagu menggunakan angklung, biasanya dibutuhkan banyak peserta dan seorang konduktor yang akan memandu pembagian nada. Setiap pemain, akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda.

Kemudian, konduktor akan menyiapkan partitur lagu untuk dimainkan, dan masing-masing pemusik harus memainkan angklung sesuai nada dan ketukan irama yang diminta konduktor. Tidak hanya menghasilkan nada yang berbeda, angklung juga mempunyai jenis yang berbeda.

Angklung manakah yang digunakan sebagai media dakwah ?
Angklung merupakan sebuah warisan budaya Indonesia. Sejarah angklung di mulai dari tanah Sunda dan kini sudah mendunia. (Foto: Dok. Akun Twitter @indoworldexpo)

Jenis-jenis Angklung

Dalam perjalan sejarah alat musik angklung, banyak daerah di Indonesia menghasilkan jenis angklung baru. Berikut jenis-jenis angklung:

1. Angklung Kanekes

Angklung Kanekes berasal dari Baduy dan ditampilkan hanya saat upacara menanam padi. Pembuatan angklung pun hanya dilakukan oleh orang suku Baduy Dalam.

2. Anklung Reog

Jenis angklung ini digunakan untuk mengiringi tarian Reog Ponorogo di Jawa Timur. Angklung ini memiliki ciri khas bentuk dan suara yang berbeda dengan angklung umum. Suara pada jenis angklung reog lebih keras dan hanya memiliki dua nada. Angklung Reog juga biasanya digunakan sebagai hiasan. Angklung ini juga dikenal dengan sebutan klong kluk.

3. Angklung Dogdog Lojor

Dogdog Lojor adalah sebuah tradisi penghormatan kepada tanaman padi. Angklung jenis ini digunakan hanya pada saat ritual tradisi berjalan. Tradisi ini masih dilakukan masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul. Masyarakat adat Banten Kidul setiap tahunnya menyelenggarakan tradisi Dogdog Lojor.

Pemain angklung dalam tradisi Dogdog Lojor hanya berjumlah enam orang, di mana dua orang memainkan angklung Dogdog Lojor, dan empat lainnya memainkan angklung besar.

4. Angklung Badeng

Berasal dari Garut, angklung Badeng awalnya digunakan sebagai alat musik pengiring dalam ritual penanaman padi. Seiring dengan masuknya penyebaran Islam pada masa lampau, terjadi pergeseran fungsi, angklung Badeng digunakan sebagai alat pengiring dakwah.

Dibutuhkan 9 angklung untuk melengkapi proses pengiringan dakwah. Kesembilan angklung tersebut terdiri dari dua angklung roel, satu angklung kecer, empat angklung indung, dua angklung anak, dua dogdog, dan dua gembyung.

5. Angklung Padaeng

Jenis angklung ini diperkenalkan pertama kali oleh Daeng Soetigna tahun 1938. Daeng Soetigna melakukan modifikasi pada struktur batang, sehingga mampu menghasilkan nada diatonik. Dengan demikian, angklung ini dapat dimainkan bersama alat musik populer dan modern.

Nawacita Daeng Soetigna kemudian diteruskan oleh Handiman Diratmasasmita, yang ingin angklung dari segi penggunaan sejajar dengan alat musik internasional.

Handiman melanjutkan pembuatan angklung diatonik namun dengan pengembangan yang lebih baik. Selain Handiman Diratmasasmita, sosok lain yang giat mengenalkan angklung ke masyarakat adalah Udjo Ngalegena.

Angklung manakah yang digunakan sebagai media dakwah ?
Saung Angklung Udjo di Bandung Jawa Barat merupakan salah satu tempat mengenal eksistensi, keindahan, dan sejarah angklung. (Foto: Anadolu Agency/Mahendra Moonstar)

Saung Angklung Udjo adalah bentuk kecintaan beliau atas alat musik angklung. Udjo berhasil membuat angklung menjadi pertunjukan seni musik yang menarik dan harmonis, dengan memainkan ragam lagu daerah, nasional, dan mancanegara. Saungnya di Bandung Jawa Barat pun kini ramai dikunjungi turis dalam dan luar negeri.

Selain itu, kesenian angklung kini juga telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia. UNESCO menetapkan Angklung sebagai warisan dunia pada 10 November 2010, angklung tercatat sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Selain angklung, warisan budaya takbenda lainnya yang masuk representative list UNESCO adalah wayang, batik, dan keris.

Itu lah sejarah angklung, cara memainkan, dan jenis-jenisnya. Sebagai warga negara baiknya kita mengenal entitas budaya dan juga melestarikannya.

(imb/fjr)

[Gambas:Video CNN]