Aku percaya bahwa Allah subhanahu wa ta ala mengetahui apa saja yang tersembunyi

“Qaaf. Demi Alquran yang sangat mulia.” Demikian ayat pertama Surah Qaf yang dibahas dalam Tafsir Al-Mishbah episode 25. Surah ke-50 dalam Alquran itu berbicara tentang hari kemudian, kematian, dan keagungan Alquran. Alquran merupakan pedoman umat muslim yang diterima Nabi Muhammad SAW. Sayangnya, Alquran yang sedemikian agung diragukan masyarakat Mekah. “Bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafi r: ‘Ini adalah suatu yang amat aneh’.” Orang kafi r tidak

mempercayai fi rman Allah yang turun lewat Alquran. Bahkan, mereka menyangsikan kebesaran Allah yang dijelaskan dalam ayat selanjutnya, “Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah apakah kami akan kembali lagi? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.”

“Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang dikurangkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat).” Ayat ini membantah kesangsian kaum kafi r. Allah mengetahui segala hal, hingga Dia mengatur segalanya menjadi sempurna. Maka jangan pernah berpikir bahwa Allah tidak mengetahui dan tidak memiliki kuasa akan suatu hal.

“Sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau.” Lalu berbagai tanggapan mereka tentang Alquran dibuktikan Allah lewat kuasanya, seperti yang tertuang dalam ayat selanjutnya. “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun?”

Kita diminta memperhatikan langit, dan segala keindahannya. Di situ Allah memiliki peran menciptakan keindahan tersebut untuk makhluk di Bumi. Alam raya merupakan sesuatu yang indah sehingga banyak manusia yang terpaku di dalamnya. Namun, mereka tidak menyadari bahwa alam hanya tempat singgah untuk menuju Allah. “Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiaptiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” “Dan, Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun dan biji-biji tanaman yang dituai.” Lalu Allah menciptakan

air yang bermanfaat demi kemaslahatan umat manusia. “Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.”

Kesimpulan yang dapat diambi dari sejumlah ayat dalam Surah Qaf ialah Allah Maha Mengetahi sesuatu, mulai dari sebelum kemunculan hingga setelah kebinasaan. Bahkan, tidak ada alasan bahwa Allah tidak bisa mengembalikan manusia setelah manusia larut di tanah. Selanjutnya, kehadiran alam raya ini tak lain ialah untuk menunjukkan kebesaran Allah. Namun, manusia tidak boleh lupa
bahwa alam raya merupakan pengantar manusia menuju kehidupan selanjutnya yang kekal. (Ata/H-3)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قَالَ يَا آدَمُ أَنبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّيْ أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ
وَ الْأَرْضِ وَ أَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ (٣٣)

Artinya: “Berkata Dia (Allah): Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya! Maka tatkala telah diberi­tahukannya kepada mereka nama-nama itu semua, berfirmanlah Dia : Bukankah telah Aku katakan kepada kamu, bahwa sesungguh­nya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembuyikan” . (Q.S. Al-Baqarah [2]: 33)

Ini merupakan lanjutan ayat sebelumnya yang menyebutkan penciptaan manusia oleh Allah, untuk menjadi khalifah di muka bumi.

Maka ayat 33 ini menunjukkan tentang keistimewaan kedudukan mulia manusia itu di sisi Allah.

Ayat ini juga merupakan bukti bahwa manusia mendapat ajaran secara langsung dari Allah. Yaitu, ketika manusia yang pertama diciptakan, Nabi Adam Alaihis Salam, diminta untuk memberitahu nama-nama benda. Allah mengajari Adam nama segala macam benda, baik dzat, sifat, maupun af’al (perbuatan-Nya).

Sebagaimana dijelaskan sahabat Ibnu Abbas, yaitu nama segala benda yang besar maupun yang kecil.

Kemudian Allah mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda tersebut, jika kamu memang orang-orang yang benar.”

Penafsiran Ibnu Abbas melanjutkan, bahwa Allah berfirman, yang artinya: “Sebutkanlah nama-nama benda yang telah Aku perlihatkan kepada kalian, hai para malaikat yang mempertanyakan: `Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?’ Yaitu dari kalangan selain kami, Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu?’ Jika ucapan kalian itu benar bahwa jika Aku menciptakan khalifah di muka bumi ini selain dari golongan kalian ini, maka ia dan semua keturunannya akan durhaka kepada-Ku, membuat kerusakan, dan menumpahkan darah. Dan jika Aku menjadikan kalian sebagai khalifah di muka bumi, maka kalian akan senantiasa mentaati-Ku, mengikuti semua perintah-Ku, serta menyucikan diri-Ku. Maka jika kalian tidak mengetahui nama-nama benda yang telah Aku perlihatkan kepada kalian itu, padahal kalian telah menyaksikannya, berarti kalian lebih tidak mengetahui akan sesuatu yang belum ada dari apa-apa yang nantinya bakal terjadi”.

Lalu Allah melanjutkan firman-Nya, “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah itu diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”‘

Zaid bin Aslam menambahkan, bahwa Adam menjelaskan beberapa nama itu, seperti: “Engkau ini Jibril, engkau Mikail, engkau Israfil, dan seluruh nama-nama, sampai pada nama burung gagak.”

Mujahid menambahkan,bahkan nama-nama burung merpati, burung gagak, dan nama-nama segala sesuatu.

Setelah keutamaan Adam atas malaikat ini terbukti dengan menyebutkan segala nama yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya, maka Allah berfirman kepada para malaikat: “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”

Berdasarkan ayat ini, segala yang telah diciptakan oleh Allah, hendaklah semua makhluk termasuk malaikat dan manusia menerimanya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Karena  Allah mengetahui segala apa yang tampak maupun yang disembunyikan.

Apabila malaikat tidak setuju ketika  Allah hendak menciptakan Adam sebagai khalifah, ia langsung ditegur oleh Allah dengan mudahnya. Hal ini sekaligus menjadi satu dalil bahwasanya kita sebagai manusia tidak boleh bertanya mengapa Allah menjadikan sesuatu atau apa sebab Allah menghalalkan dan mengharamkan sesuatu karena itu semua adalah hak wewenang dan murni pengetahuan Allah.

Jangan kita merasa diri kita mengetahui lebih daripada Allah. Yang menjadikan manusia ialah Allah dan begitu juga apa yang memberi manfaat maupun mudarat adalah kesemuanya diketahui oleh Allah.

Hendaknya kita berserah diri kepada Allah setelah kita mengetahui bahwa Allah maha mengetahui tiap-tiap sesuatu termasuk yang tersembunyi. Begitu pula yang tampak secara lahir sebagaimana sifat malaikat berserah diri kepada Allah dan itulah sifat yang mulia dan terpuji.

Begitulah, seperti diuraikan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, bahwa Allah telah berkenan menceritakan dengan wahyu tentang suatu kejadian di dalam alam ghaib, dengan kata yang dapat kita pahamkan. Namun akal kita tidak mempunyai daya upaya buat masuk lebih dalam ke dalam arena ghaib itu. Sebab itu kita terima dia dengan sepenuh iman.

Walaupun seperti dikemukakan ulama kontemporer, bisa juga dipakai penafsiran-­penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui garis yang layak bagi kita sebagai makhluk.

Jadi, seperti ayat tersebut tentu tidak sebagai yang kita pikirkan. Pertemuan Allah dengan Malaikat-Nya itu tidak terjadi di satu tempat seperti kita bayangkan. Karena kalau terjadi di satu tempat, tentu bertempatlah Allah. Dan bukanlah Malaikat itu berhadap­-hadapan duduk bermuka-muka dengan Allah. Karena kalau demikian tentulah sama kedudukan mereka, malaikat sebagai makhluk, Allah sebagai Khaliq.

Di sinlah keimanan dalam jiwa menentukan. Sama seprti pada kampung akhirat, walaupun mata belum pernah melihat, raga juga belum pernah ke sana. Namun jiwa imanlah yang mementapkan pecaya dan yakin. Jadi, ini soal keyakinan bukan pemikiran atau nafsu filsafat.

Karena itu, betapapun modernnya filsafat itu, maka yang lebih menenteramkan adalah iman, dan ke sanalah tujuan kepercayaan itu. Demikian majunya dalam alam filsafat sekalpun. Namun jika berkenaan dengan soal-soal ghaib, maka orang beriman akan tenteram dengan pendiriannya, mengimani apa-apa yang dari Allah itu. bukan memfilsafatinya, yang bisa jadi kemudian akan menimbulkan keraguan.

Imam Al-Ghazali sampa memberikan contoh.bahwa api itu wajib menghangusi, dan air membasahi. Tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika ditanyakan tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam tidak hangus dibakar api, maka jawabnya adalah bahwa hal itu bukanlah tugas akal filsafat. Itu adalah tempatnya iman.
Bahkan, pelopor filsafat modernpun, Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia pernah berkata, “Betapapun kemajuan saya dalam berpikir (befilsafat), tapi saya mengosongkan sesudut dari jiwa saya untuk percaya”.

Wallaahu a’lam bishshowwab. (RS2/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

=====
Ingin mendapatkan update berita pilihan dan info khusus terkait dengan Palestina dan Dunia Islam setiap hari dari Minanews.net. Yuks bergabung di Grup Telegram "Official Broadcast MINA", caranya klik link https://t.me/kbminaofficial, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.