Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Zaman Mesolitikum merupakan zaman yang terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung kebudayaannya ialah Homo Sapiens yang merupakan manusia cerdas. Untuk penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Flores. kehidupan sosial-ekonominya masih berburu dan meramu atau food gathering dan mulai mengenal bercocok tanam tingkat awal . Selain itu, manusia pada masa Mesolithikum sudah mulai memiliki tempat tinggal meskipun belum menetap (semi-sedenter) dalam gua-gua batu, atau yang biasa dikenal dengan istilah abris sous roche. Selain bertempat tinggal di gua-gua, ada juga kelompok manusia lain yang bertempat tinggal di tepi pantai. Dimana, hidupnya lebih bergantung pada bahan-bahan makanan yang terdapat di laut. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kulit kerang dan siput dalam jumlah banyak yang membukit yang disebut dengan kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang) banyak ditemukan di pantai timur Sumatera.

Pada masa ini mereka telah mengenal pembagian kerja. Laki-laki berburu sedangkan perempuan mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kecil, memasak atau memelihara api, dan membimbing anak. Pada masa ini pula, untuk pertama kalinya manusia purba menemukan api. Penemuan api tidak terlepas dari perkembangan otak mereka sebagai akibat dari tuntutan menyesuaikan diri dengan perkembangan alam dan lingkungan. Secara khusus, api berperan penting dalam kehidupan gua, seperti menghangatkan tubuh, menghalau binatang buas di malam hari, serta memasak makanan.

Pada tahap akhir masa ini, mereka telah mengenal cara bercocok tanam yang sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah menurut kondisi keseburan tanah hutan yang dijadikan tanah pertanian dibakar terlebih dahulu dan dibersihkan. Disana, mereka menanam umbi-umbian seperti keladi. Ciri-ciri alat yang digunakan pada zaman batu tengah adalah alat tersebut sudah dihaluskan terutama pada bagian yang dipergunakan. Untuk penemuan alatnya ialah Alat tulang (pebble), alat tulang banyak ditemukan di Jawa Timur. Arkeolog L.J.C van Es berjasa menemukan alat-alat ini. Adapun temuan alat-alat tulang yang terkenal di Jawa iala di Gua Lawa dekat Sampung (Jawa Timur). Di tempat itu, ditemukan juga serpih-bilah sederhana,  lesung batu, mata panah batu yang bersayap dan sudip tulang semacam belati. Selain itu juga dikenal Sumateralith, nama lain dari alat ini adalah kapak genggam Sumatera. Kapak ini fungsinya sama dengan kapak perimbas namun teknik pembuatannya lebih halus daripada kapak perimbas.

Dengan demikian corak kehidupan masyarakat Indonesia pada masa mesolitikum adalah kehidupan sosial-ekonominya masih berburu dan meramu atau food gathering dan mulai mengenal bercocok tanam tingkat awal . Lalu pada masa ini mereka telah mengenal pembagian kerja. Selain itu, manusia pada masa Mesolithikum sudah mulai memiliki tempat tinggal meskipun belum menetap (semi-sedenter).

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Zaman pra-sejarah dibagi menjadi beberapa zaman, yakni zaman paleolitikum (batu tua), zaman mesolitikum (batu madya), zaman neolitikum (batu muda), dan zaman perundagian. Pembabakan periodisasi zaman pra-sejarah tersebut didasarkan pada peninggalan fosil kebudayaan manusia purba yang hidup di zaman tersebut. Tentunya setiap zaman pra-sejarah memiliki corak istimewa kebudayaan tersendiri.

Pada masa mesolithikum, corak istimewa tersebut ialah dengan adanya peninggalan-peninggalan yang disebut dengan Kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark yang artinya adalah sampah-sampah dapur. Penyelidikan tentang kebudayaan ini dilakukan oleh Dr. P.V. van Stein Callenfels pada tahun 1925. Berdasarkan hasil penyelidikannya, sampah-sampah tersebut terdapat di sepanjang pantai Sumatra Timur Laut diantara Langsa di Aceh dan Medan. Bekas-bekas itu menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah-rumah bertonggak. Corak hidup mereka adalah dengan mengonsumsi siput dan kerang. Setelah dikonsumsi, kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahun, mungkin ratusan atau ribuan tahun, akhirnya bertumpuk menjelmakan bukit kerang yang tingginya dapat mencapai 7 meter. Bukit-bukit inilah yang dinamakan Kjokkenmoddinger.

Jadi, jawaban yang tepat adalah B

Kesenian Indonesia Zaman Mesolitikum

Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Prasejarah merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum ada. Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai dikenalnya tulisan. Berdasar ilmu arkeologi, zaman prasejarah atau sering disebut juga zaman batu, dibagi menjadi tiga zaman, yakni zaman paleolitikum(zaman batu tua), mesolitikum (zaman batu tengah), dan neolitikum (zaman batu baru).

Zaman mesolitikum (10.000-4000 tahun yang lalu) atau zaman batu tengah merupakan zaman peralihan dari zaman paleolitikum ke zaman neolitikum. Pada zaman mesolitikum alat-alat batu pada zaman ini sudah dihaluskan terutama bagian yang dipergunakan. Alat-alat dari tulang dan juga flakes, yang dibuat sejak zaman paleolitikum, mengambil bagian penting dalam zaman mesolitikum.

Manusia yang hidup pada zaman mesolitikum adalah ras melanosoide. Ras ini merupakan rumpun bangsa negroid. Bangsa ini merupakan gelombang pertama yang berimigrasi ke Indonesia dan berasal dari daratan Asia tepatnya dari Yunan Utara bergerak menuju selatan memasuki daerah Hindia dan terus ke Indonesia. Bangsa melanosoide memiliki ciri-ciri, antara lain kulit kehitam-hitaman, badan kekar, rambut keriting, mulut lebar, dan hidung mancung. Bangsa ini sampai sekarang masih terdapat sisa-sisa keturunannya, seperti Suku Sakai/Siak di Riau, dan Suku Papua Melanosoide yang mendiami Papua dan Papua Barat.

Homo Sapiens dari ras melanosoide yang hidup pada zaman mesolitikum hidup menetap, namun terkadang juga masih berpindah-pindah atau semi nomaden. Mereka hidup menetap di gua-gua atau di pinggir pantai, sehingga disebut dengan abris sous rocheyakni gua-gua yang digunakan sebagai tempat tingal dan perlindungan dari cuaca dan binatang buas.

Suatu corak istimewa dari zaman mesolitikum adalah peninggalan-peninggalan yang disebut dengan istilah bahasa Denmark kjokkenmoddinger, yang berarti sampah dapur. Sampah dapur banyak ditemukan di sepanjang pantai Sumatera Timur Laut di antara Aceh dan Medan. Bekas-bekas tersebut menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal di dalam rumah-rumah bertonggak. Hidupnya terutama dari siput dan kerang. Siput-siput itu dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isinya dari bagian kepala. Kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang selama waktu bertahun-tahun akhirnya membentuk bukit kerang yang tinggi. Bukit-bukit inilah yang disebut kjokkenmoddinger. Dari kjokkenmonddinger ini ditemukan juga bekas manusia, seperti tulang belulang, dan pecahan tengkorak serta gigi.

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Tempat penemuan kedua dari kebudayaan mesolitikum adalah abris sous roche, yakni gua yang dipakai sebagai tempat tinggal. Gua-gua ini sebenarnya menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang yang cukup untuk memberikan perlindungan terhadap hujan dan panas. Di dalam dasar gua ini ditemukan banyak peninggalan kebudayaan. Penyelidikan pertama terhadap abris sous roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung, Ponogoro, Madiun, dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan, seperti ujung panah dan flakes, batu-batu penggilingan, kapak-kapak yang sudah diasah, alat-alat dari tulang, dan tanduk rusa.

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Pada zaman mesolitikum dihasilkan sejumlah bentuk benda seni yang sebagian besar dibuat dari batu dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya:

1. Pebble (kapak genggam)

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Pebble sering disebut juga kapak sumatera karena kapak ini paling banyak ditemukan di pesisir timur Sumatera, yaitu Langsa dan Medan. Kapak ini terbuat dari batu kali yang dipecah atau dibelah. Sisi luarnya yang sudah halus dibiarkan, sedangkan sisi dalam dikerjakan lebih lanjut sesuai kebutuhan.

2. Hache courte (kapak pendek)

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Kapak pendek bentuknya kira-kira setengah lingkaran dan seperti halnya kapak genggam, dibuat dengan memecahkan batu dan tidak diasah. Bagian yang tajam terdapat pada sisi lengkung.

3. Pipisan (batu-batu penggiling)

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Pada kjokkenmoddinger ditemukan batu-batu penggiling beserta landasannya. Pipisan ini ternyata tidak hanya digunakan untuk menggiling makanan tetapi digunakan untuk menghaluskan cat merah. Adapun kegunaan dari cat merah tersebut belum diteliti secara pasti, tetapi ada kemungkinan penggunaannya berhubungan dengan keagamaan/sihir, di mana merah berarti darah sebagai tanda dan sendi kehidupan. Cat merah diulaskan ke badan memiliki maksud agar bertambah kekuatan dan tenaga hidupnya.

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Pada zaman tersebut juga ditemukan alat-alat lain berupa serpihan-serpihan yang disebut dengan flakes yang terbuat dari batu-batu biasa tetapi ada juga yang terbuat dari batu berwarna (caldeson). Flakes berukuran kecil dan tajam. Peralatan ini terutama ditemukan di sekitar daerah Sangiran, Pacitan, Ngandong, Lahat, Sumbawa, Sulawesi, dan Flores. Flakes berfungsi untuk menguliti hewan buruan, mengiris daging, atau memotong umbi-umbian.

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya

Sampung bone culture merupakan istilah dari benda-benda yang terbuat dari tulang hewan. Diberi nama sampung bone culture karena pertama kali ditemukan di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo. Benda-benda dari tulang ini juga ditemukan di Gua Besuki, Bojonegoro, Jawa Timur, Pulau Timor, Rote, Gua Leang Patae, Lomoncong, Sulawesi Selatan yang penduduknya adalah Suku Toala. Alat-alat dari tulang ini digunakan untuk berburu, atau sebagai anak panah.

Zaman mesolitikum memiliki corak yang istimewa dengan ditemukannya


Lukisan dinding zaman mesolitikum ini ditemukan di sekitar Teluk Triton dan Teluk Bisyari, Kecamatan Kaimana atau di sekitar Kampung Maimai, Sisir, dan Namamota. Lukisan-lukisan ini masih menyimpan misteri dan keunikan yang seakan menceritakan suatu zaman dengan suatu kehidupan tertentu. Daya tarik Kaimana Rock Painting ini terletak pada letak dan bahan pewarna yang digunakan. Letak lukisan-lukisan ini terdapat pada tebing-tebing batu yang tinggi dan secara akal sehat manusia tidak mungkin dijangkau, apalagi untuk teknologi pada zaman itu. Bahan cat atau pewarna yang digunakan hingga kini masih misteri, umumnya lukisan-lukisan ini berwarna merah darah dan hingga kini tidak pudar. Lukisan dinding Kaimana bukan saja finger print, tetapi terdapat lukisan ikan, binatang, tengkorak, dan matahari.