Yang merupakan contoh pelaksanaan Kedaulatan ke dalam adalah

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum (rechstat), mempunyai konsekuensi yakni adanya supremasi hukum. Ini artinya, setiap tindakan administrasi negara harus berdasarkan hukum yang berlaku, selain harus memberikan kepastian hukum (asas legalitas). Sistem demokrasi yang berlandaskan hukum dan berkedaulatan rakyat menjadi dasar kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia menyatakan bahwa suatu pemerintahan dipimpin oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Bentuk pengejawantahan dari sistem demokrasi adalah diselenggarakannya Pemilu secara langsung. Adapun landasan dasar dilaksanakannya pemilu adalah pasal 22 E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang telah mengamanatkan diselenggarakannya pemilu dengan berkualitas, mengikutsertakan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas prinsip demokrasi yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil melalui suatu perundang-undangan (Handayani, 2014: 1).

Pemilihan umum sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil dengan menjamin prinsip perwakilan, akuntabilitas dan legitimasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Dinamika pada pemilihan umum seringkali diwarnai dengan isu mahar politik oleh para kontestan politik, sebagaimana dipublikasi diberbagai media di Indonesia. Praktik mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi dibawah tangan yang melibatkan pemberian sejumlah dana dari calon pejabat tertentu untuk jabatan tertentu dalam pemilu partai politik sebagai kendaraan politiknya (Susilo, 2018: 155). Pemilihan umum sejatinya merupakan sebuah arena yang mewadahi para calon kandidat dalam kontestasi politik yang meraih kekuasaan partisipasi rakyat untuk menentukan pilihan dan sebagai penyalur hak sosial dan politik masyarakat itu sendiri (Simamora, 2014: 2).

Pelaksanaan pemilu memberikan harapan rakyat dengan lahirnya seorang pmimpin yang mampu menyejahterakan dan membahagiakan rakyat dengan beberapa kebijakan yang dibuatnya. Namun dalam proses pemilu seringkali dicederai oleh beberapa oknum dari para calon kandidat beserta tim suksesnya yang mengunakan segala cara untuk memenangkan kontestasi politik, selain mahar politik, money politic juga kerap menjadi isu hangat dalam kontestasi politik. Terjadinya politik uang bukan hanya pada pasangan kandidat, namun juga karena masyarakat yang berpikir instan seringkali tertarik dengan politik uang. Penegakan hukum dalam kasus ini perlu diperhatikan guna melestarikan pesta demokrasi yang bersih dari tindak pidana dalam pemilu (Hadi; Fadhlika; Ambarwati, 2018: 398).

Prinsip demokrasi dan keadilan dalam pemilihan umum (electoral justice) adalah keterlibatan masyarakat merupakan hal yang mutlak. Hak masyarakat sangat mendasar dan asasi sifatnya. Hal ini diamini, sebagaimana dimuat dalam Universal Declaration of Human Right 1948 yang telah dijamin juga dalam konvenan dan turunannya, terlebih dalam Convenan on Civil and Political Rights and on Economic, Cultural and social Rights atau yang lumrah disebut dengan International Bill of Human Rights.  

Dengan dicantumkannya hak dasar dalam pelaksanaan pemilu, maka berlaku pula prinsip-prinsip integritas pemilu  yang mensyaratkan adanya pemantauan masyarakat yang independen dan penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel. Hal ini serupa pentingnya dengan prinsip lain yang juga harus ditetapkan oleh institusi penyelenggara (KPU) dengan memiliki standar perilaku dan beretika, serta mampu menerapkan aturan secara adil tanpa pandang bulu.

Untuk menjamin agar pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan dan asas pemilu, diperlukan suatu pengawalan terhadap jalannya setiap tahapan pemilu. Dalam konteks pengawasan pemilu di Indonesia, pengawasan terhadap proses pemilu dilembagakan dengan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawasan dari Bawaslu adalah bentuk pengawasan yang terlembaga dari suatu organ Negara.

Terlepas dari aturan tentang pemilihan umum yang diatur sedemikan rupa untuk memberikan kedaulatan bagi rakyat itu sendiri dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pada prakteknya terdapat banyak permasalahan yang pada akhirnya mengurangi, merampas, dan meniadakan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Pemerintahan yang seharusnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat berubah menjadi pemerintahan yang berasal, dari, dan untuk kepentingan kelompok tertentu. Hal yang paling mencolok terjadi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yakni Black Campaign.

Permasalahan penyelenggaraan pemilihan umum yang berakibat pada  kedaulatan rakyat seperti money politic, budaya money politic marak terjadi dimana – mana dan bukan lagi merupakan rahasia umum. Praktik politik uang terjadi pada saat pengusungan calon yang dilakukan partai dan pada saat pencarian dukungan langsung dari rakyat. Rakyat dibayar, disuap, untuk memilih calon tertentu. Dengan demikian, rakyat dalam menentukan pilihannya tidak lagi dalam kehendak bebas, kesadaran akan bangsa dan negara, maupun dalam pengendalian penuh atas dirinya. Money politic meniadakan prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum. Suara yang diberikan tidak berdasarkan prinsip jujur dan adil.

Dalam hukum internasional, kedaulatan dapat diartikan dalam bentuk pemerintahan yang memiliki kuasa penuh atas urusan-urusan dalam suatu wilayah atau batas tertorial atau geografis. Kedaulatan dalam kbbi adalah kekuasaan atau pemerintah. Sedangkan kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara atau wilayah dimana negara tersebut telah lama diakui oleh dunia internasional.

Indonesia menganut sistem demokrasi yang mengacu pada kedaulatan tertinggi di tangan rakyat dengan semboyan melekat, “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” Subjek utama demokrasi adalah kita semua, masyarakat yang berdaulat penuh.

Kedaulatan ini ada ketika Indonesia secara resmi menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia mampu berdiri pada pemerintahan kedaulatan yang adil serta penuh dalam rangka mencapai cita-cita bangsa yang bermartabat dunia.

Kedaulatan berdasarkan sifatnya dibagi, menjadi :

1. Kedaulatan ke dalam adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara atau wilayah dan tidak ada campur tangan negara lain dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam hal ini, hukum negara memiliki hak penuh untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Fungsi negara dalam upaya pelaksanaan kedaulatan ke dalam, dikutip dari pembukaan amandemen UUD 1945, sebagai berikut:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum.

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

Pengertian Kedaulatan

Berdaulat asal kata dari daulat dari Bahasa Arab yang berarti kekuasaan. Jadi berdaulat artinya mempunyai kekuasaan. Kata kedaulatan, juga berasal dari Bahasa Latin yaitu supremus artinya yang tertinggi. Dalam masyarakat sering kita mendengar negara berdaulat artinya negara memiliki kekuasaan untuk mengatur rakyatnya tanpa campur tangan negara lain.

Negara Indonesia adalah negara yang berdaulat artinya bangsa Indonesia memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur kehidupan rakyatnya mencapai masyarakat sejahtera adil dan makmur.

Sebelum Bangsa Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945 penduduk di wilayah Nusantara tidak memiliki kedaulatan, karena kedaulatan berada di bawah kekuasaaan penjajah Belanda dan Jepang. Maka tidak heran pada waktu itu kalau seluruh penduduk dijadikan budak atau pekerja kasar untuk tuannya yakni penjajah Belanda dan Jepang. Mereka tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan nasibnya sendiri dan diperlakukan semena-mena. Para penjajah menerapkan kerja paksa (rodi) pada masa Penjajah Belanda dan kerja paksa (romusha) pada masa Penjajah Jepang.

Setelah penduduk Nusantara bangkit melawan penjajah maka terbentuklah pemerintahan Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Dengan begitu rakyat Indonesia tidak lagi berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda dan Jepang. Bangsa Indonesia memiliki kekuasaan penuh dan bebas melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk mencapai tujuan dan cita-cita hidupnya.

Pengertian Kedaulatan Keluar dan Kedalam

Berdasarkan sifatnya, kedaulatan terbagi menjadi:

  • Kedaulatan Ke Dalam
  • Kedaulatan Ke Luar

Kedaulatan Ke Dalam artinya pemerintah (negara) mempunyai kekuasaan untuk mengatur kehidupan negara melalui lembaga negara atau alat perlengkapan negara yang diperlukan untuk itu. Kedaulatan kedalam nampak pada tujuan negara seperti yang ada dalam pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:

  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  2. Memajukan kesejahteraan umum.
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
  4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan kedilan sosial

Dari penjelasan tentang kedaulatan kedalam dapat disimpulkan bahwa, Negara Indonesia memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan rakyat Indonesia, menyejahterakan rakyat Indonesia, dengan segenap kemampuannya tanpa campur tangan negara lain. Misalnya menentukan pendidikan yang cocok untuk bangsa Indonesia, ekonomi, politik yang cocok untuk bangsa Indonesia, dan lainya.

Contoh Pelaksanaan Kedaulatan Ke Dalam

Jakarta, (ANTARA) – Ilmuwan Hukum Tata Negara Universitas Trisakti, Dr Pataniari Siahaan SH MH, mengusulkan perlunya dibentuk Undang Undang tentang DPR sebagai lembaga yang memegang kekuasaan Negara. “Tidak dalam bentuk seperti sekarang, digabung dengan lembaga perwakilan yang lain,” paparnya ketika mempertahankan disertasi doktoralnya berjudul “Perubahan Kekuasaan DPR Dalam Membentuk Undang Undang Pasca Amandamen UUD 1945”, di Jakarta, Sabtu. Selengkapnya, di hadapan sidang akademik Program Pasca Sarjana Universitas Trisakti, Pataniari Siahaan menyimpulkan, pertama, perlu diperbaiki ketentuan pada konstitusi mengenai kekuasaan membentuk Undang Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kedua, perlu dibentuk UU tentang DPR sebagai lembaga yang memegang kekuasaan Negara, tidak seperti sekarang digabung dengan lembaga perwakilan lain,” kata mantan Anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Perundang-undangan) DPR RI ini. Kemudian ketiga, menurutnya, perlu perbaikan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. “Keempat, perlu perbaikan Tata Tertib (Tatib) DPR secara terpadu dengan membentuk Badan Perancang UU,” ujarnya. Lalu kelima, demikian Pataniari Siahaan, perlunya membentuk Sistem Informasi Legislasi (SIL) dan reorganisasi Sekretariat Jenderal DPR sebagai perangkat Dewan yang tidak di bawah eksekutif sebagaimana sekarang ini. Di hadapan Promovendus yang memberi pernilaian sangat memuaskan bagi, Pataniari Siahaan mengungkapkan pula, ada beberapa hal hasil pengamatannya perlu mendapat penyempurnaan guna memaksimalkan kinerja lembaga legislatif. “Misalnya saja mengenai penyusunan dan realisasi Prolegnas yang belum sesuai dari tahun ke tahun. Kemudian, dalam penyusunan RUU dan pembahasannya, tampak berbagai kelemahan berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan membentuk UU oleh DPR tersebut,” ungkapnya.

Berdasarkan penelitiannya, faktor penyebabnya, selain masalah kapasitas anggota, juga ketentuan peraturan perundang-undangan, Tatib DPR dan tidak memadainya dukungan dalam pembentukan UU.