Upaya yang dapat dilakukan untuk MENINGKATKAN KESADARAN masyarakat dalam membayar pajak di Indonesia

Turwanto | CNN Indonesia

Selasa, 16 Jan 2018 11:12 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Pajak merupakan tulang punggung pendapatan suatu negara. Penerimaan pajak di Indonesia membiayai lebih dari 75 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, sejak 2009 target penerimaan pajak tidak pernah tercapai.Hal ini menjadi tantangan bagi otoritas pajak negeri ini, Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan untuk bekerja keras meningkatkan pertumbuhan penerimaan pajak, mencapai target penerimaan pajak, dan pada akhirnya mencapai kemandirian APBN.Salah satu penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak adalah tingkat kepatuhan membayar pajak yang relatif masih rendah. Berdasarkan Laporan Kinerja DJP 2016, rasio kepatuhan di Indonesia yang diukur dengan realisasi Surat Pemberitahuan (SPT) dibagi Wajib Pajak Terdaftar wajib SPT masih berada pada angka 63,15 persen.Kepatuhan pajak sendiri dapat dibedakan menjadi kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah kepatuhan dalam mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),  menyampaikan SPT Tahunan, dan tepat waktu dalam membayar pajak. Sedangkan kepatuhan material adalah kebenaran pengungkapan kondisi Wajib Pajak, pendapatan, beban, dan jumlah pajak terutang yang dilaporkan dalam SPT.Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak adalah dengan membangun iklim agar Wajib Pajak mau menunaikan kewajiban perpajakannya secara sukarela. Beberapa teori tentang kepatuhan pajak banyak dijabarkan oleh para ahli. Para ahli terdahulu percaya bahwa penerimaan pajak akan tercapai jika terdapat sistem yang ketat.Artinya otoritas perpajakan harus melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan pajak dengan ketat. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa Wajib Pajak cenderung tidak akan melaksanakan kewajiban perpajakan jika tidak diketahui oleh aparat pajak. Maka, penanganan yang tepat adalah melalui law enforcement.Pendapat kedua datang dari para ahli yang menggunakan pendekatan economic psychology dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan. Para Wajib Pajak didorong untuk patuh bukan karena takut akan sanksi yang ia terima apabila mengelak atau menghindari kewajiban perpajakan, tetapi karena secara moral mereka bertanggung jawab untuk membangun negara. Kemudahan-kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan diberikan kepada Wajib Pajak ini.Sebaliknya, bagi Wajib Pajak yang benar-benar tidak patuh maka upaya hukum akan ditempuh. Intinya, strategi yang dilakukan otoritas pajak untuk meningkatkan kepatuhan bergantung dari perilaku kepatuhan yang ditunjukkan Wajib Pajak. Konsep inilah yang menurut para pendukungnya lebih efektif diterapkan. Otoritas pajak Australia sudah memulai untuk menerapkan teori kedua.Membangun kesadaran membayar pajak berarti menciptakan iklim perpajakan yang mendorong masyarakat untuk patuh secara sukarela dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Iklim perpajakan yang mendorong Wajib Pajak untuk patuh dapat kita lihat di negara-negara Skandinavia. Negara seperti Swedia, Denmark, Finlandia, dan Norwegia memiliki tax ratio yang sangat tinggi meskipun tarif pajak yang berlaku di negara tersebut tergolong tinggi.Di Swedia misalnya, otoritas pajak mengurusi urusan warga negara dari lahir (pencatatan sipil), pernikahan, hingga kematian. Bahkan orang mengatakan bahwa di Swedia tarif pajak begitu tinggi tetapi orang-orang senang membayar pajak. Layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya terjamin dengan penerimaan pajak yang tinggi. Negara memberikan standar yang tinggi bagi warga negaranya sehingga masyarakat tidak segan dan justru senang membayar pajak. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan otoritas pajak sangat tinggi.Iklim seperti inilah yang mungkin bisa diadopsi oleh Indonesia agar masyarakat mau membayar pajak dengan sukarela. Peningkatan kualitas layanan kesehatan, pendidikan, penyediaan infrastuktur yang memadai, kemudahan dalam dunia usaha, kesederhanaan sistem perpajakan, kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan sikap saling percaya antara Wajib Pajak dan fiskus dapat menjadi pemicu bagi masyarakat untuk patuh secara formal maupun material dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan kualitas barang dan jasa publik yang baik diharapkan tingkat kepatuhan pajak juga meningkat.Secara singkat dapat disimpulkan bahwa membangun kesadaran membayar pajak berarti menciptakan iklim perpajakan yang baik. Membangun iklim perpajakan yang baik diawali dengan meningkatkan kualitas barang dan jasa publik.Turwanto

Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Politeknik Keuangan Negara STAN (ded/ded)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA

UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN

MASYARAKAT TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA

Oleh

MARINI TRI HANDAYANI

Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya Indralaya

Email : ,

Abstrak

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat

dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran,

atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak

merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jika seseorang sudah memenuhi syarat

subjektif dan syarat objektif, maka wajib untuk membayar pajak. Dalam undang-undang

pajak sudah dijelaskan, jika seseorang dengan sengaja tidak membayar pajak yang

seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara

pidana.

A. Pendahuluan

Pajak adalah sumber penerimaan negara yang paling besar, sehingga tanpa pajak maka

negara ini tidak bisa terus bergerak maju dikarenakan tidak ada adanya dana. Apabila di masa

lalu pahlawan adalah mereka yang memagang tombak dan pedang untuk berjuang meraih

kemerdekaan, maka sekarang pahlawan adalah mereka yang mau membayar pajak untuk

menjaga eksistensi dari negara ini dan juga mereka yang mau berkarya agar bangsa ini diakui

dan dihormati oleh bangsa lain. banyak sekali orang orang yang masih belum mengerti

tentang pajak dan juga tidak senang dengan pajak, sejatinya mereka hanya tidak mengetahui

tentang manfaat pajak dan apa yang bisa diperoleh dari membayarnya. Oleh karena itu

pengetahuan tentang pajak sangat dibutuhkan sejak dini untuk membentengi masyarakat

dari stereotype pajak yang buruk dan salah, pembekalan semacam ini bisa dimulai dari

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di lingkungan keluarga misalnya, orang tua

bisa memberikan pemahaman kepada anak bahwa kemudahan akses yang dimiliki keluarga,

ketercukupan Sumber Daya Alam, dan juga banyaknya penyedia kebutuhan sehari hari

adalah hasil dari ayah yang membayar pajak setiap bulannya. Dari lingkungan keluarga inilah

anak akan memahami bahwa sebenarnya uang yang kita bayarkan setiap bulannya adalah

untuk kebutuhan kita sendiri. Pada saat anak berada di lingkungan sekolah, guru bisa

mengajarkan kepada anak anak bahwa karena pajaklah mereka bisa menikmati fasilitas

sekolah karena bangunan sekolah, fasilitas yang ada di sekolah, dana operasional sekolah dan

juga gaji dari guru-guru mereka berasal dari uang pajak yang dibayarkan warga negara yang

taat membayar pajak.

Kemudian dari lingkungan masyarakat, anak-anak bisa belajar bahwa fasilitas umum

yang bisa dinikmati oleh masyarakat adalah hasil dari uang pajak yang digunakan untuk

membangun sarana dan prasarana yang akan berguna untuk masyarakat luas karena bisa

menjadi jembatan untuk tercapainya pemerataan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Uang

pajak yang berhasil dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak akan disalurkan keseluruh

instansi dan akan digunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas umum seperti

pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan juga untuk membiayai operasional

kantor-kantor pelayanan publik dan untuk membayar gaji ASN yang sudah bekerja untuk

negara ini.

B. Pembahasan

Saat ini, Indonesia sedang melaksanakan kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini

ditandai dengan dengan penurunan tarif pajak dan kenaikan belanja pemerintah. Target pajak

masih belum terpenuhi hingga sekarang. Pemerintah telah menerapkan kebijakan tax

amnesty untuk memancing wajib pajak mengakui kekayaannya dengan mengampunkan pajak

selama periode tertentu. Setelah tax amnesty berakhir, pemerintah sedang gencar-gencarnya

melakukan berbagai macam cara bahkan tindakan represif bagi oknum-oknum yang enggan

membayar pajak. Ancaman kurunganpun diberikan. Pemerintah juga mulai mencari sumber-

sumber penerimaan pajak yang baru, seperti pajak untuk smartphone yang menjadi isu hangat

di media sosial. Oleh karena itu, pegawai pajak menjadi aktor utama yang berperan penting

dalam pemenuhan target pajak saat ini. Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi

Pemberantasan Korupsi terhadap dua oknum pegawai pajak telah menciderai

reformasi perpajakan di bidang internal. Tepatnya bulan November 2016 lalu, dua pegawai

pajak terbukti menerima suap dari seorang pengusaha agar kewajiban pajaknya dihapuskan.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, tertangkapnya oknum-oknum tersebut adalah hasil dari

whistle blowing system yang tengah digencarkan di lingkungan pajak.

Perlu ditumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat sebagai wajib pajak yang memudar.

Karena partisipasi wajib pajak untuk memaksimalkan target pajak adalah pokok utama dalam

sistem penerimaan pajak itu sendiri. Direktorat Jenderal Pajak seharusnya memperbaiki

sistem manajemen kepegawaian dan memperkuat kontrol atas sistem perpajakan melalui

kebijakan-kebijakan. Gaji yang tinggi tidak akan mampu membasmi bibit-bibit korupsi bila

kesadaran moral belum muncul. Berbagai pelatihan dan seminar perlu dilaksanakan secara

rutin untuk meningkatkan kesadaran moral pegawai di lingkungan Direktorat jenderal pajak.

Keberanian pegawai pajak melaporkan rekan kerjanya yang melakukan penyimpangan

mengingat adanya whistle blowing system. Tujuannya untuk menimbulkan efek

jera. Whistleblowing system adalah sebuah sistem untuk mendeteksi secara dini dan cepat

berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam

hal ini merekapun membangun unit pengawasan internal dan mengembangkan budaya

korektif sesama pegawai. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai garda depan

pemerintah dalam memberantas korupsipun diterjunkan untuk bekerja sama dengan

Direktorat Jenderal Pajak agar dapat memaksimalkan fungsi pengawasan internal. urangnya

https://www.pajak.go.id/id/artikel/pentingnya-pengetahuan-pajak-sejak-dini

kesadaran masyarakat akan pajak adalah karena minimnya pengetahuan akan pengelolaan

dan realisasi pajak. Seperti yang diketahui, banyak sekali berita hoax beredar di dunia maya.

Masyarakat yang kurang bijak berinternet tentunya akan terpengaruh. Sebagai

contoh, Hoax Pesan Berantai Razia Pajak Kendaraan Bermotor mengandung informasi

adanya razia kendaraan bermotor yang telat bayar bayar pajak yang berlangsung pada waktu

dan tempat tertentu. Tentunya ini membuat panik masyarakat dan berpikir bahwa pajak

adalah musuh bagi mereka. Masyarakat juga berpikir bahwa pemerintah seolah-olah

bangkrut. Kestabilan politik terganggu dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintah

terutama pajak karena dikira terjadi penyelewengan. Untuk itu, pemerintah perlu

melaksanakan langkah-langkah konkret untuk membangun kesadaran dan pengetahuan akan

pentingnya peranan pajak dalam perekonomian. Pemerintah bisa melakukan pendekatan

persuasif melalui iklan layanan masyarakat, seminar, duta pajak, dan lain-lain.

Direktorat Jenderal Pajak telah banyak membuat program yang digunakan untuk

memberikan pengetahuan yang mendasar tentang pajak kepada anak usia dini, contohnya

Pajak Bertutur dan juga Tax Goes to School atau Tax Goes to Campus. Pajak Bertutur sendiri

adalah program Direktorat Jenderal Pajak yang bertujuan untuk membangun kesadaran akan

pentingnya peran pajak di sektor pembangunan dengan menargetkan 2.000 lembaga

Pendidikan baik SD, SMP, SMA, dan Universitas di seluruh Indonesia. Sementara Tax Goes

to School adalah Program Direktorat Jenderal Pajak yang dilakukan oleh seluruh Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) dan juga Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan

(KP2KP). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengenalan tentang pajak kepada anak-

anak usia dini karena merekalah generasi muda bangsa ini dan mereka harus mengenal pajak

dengan baik, karena merekalah kelak yang akan menjadi konsumen akbar dan lading potensi

perpajakan.

Tax Goes to School tidak efektif jika anak-anak diberi pengetahuan pajak yang langsung

berat dan bersifat formal, jadi Tax Goes to School harus bersifat fun tapi tetap mengedukasi,

Tax Goes to School berfokus pada penjelasan manfaat pajak yang bisa dirasakan mereka

sejak dini. Sementara Tax Goes to Campus adalah program Direktorat Jenderal Pajak untuk

memberi pengetahuan pajak kepada mahasiswa dan mahasiswi yang ada di Universitas di

Indonesia. Tax Goes to Campus menyasar mahasiswa dan mahasiswi karena mereka sebentar

lagi akan terjun ke dunia kerja dan dunia usaha, jadi diperlukan pembekalan yang cukup

supaya mereka bisa ikut berkontribusi kepada negara melalui pajak.

Melalui Tax Goes to School, Direktorat Jenderal Pajak bisa meminimalisir Free

Rider yang hanya ikut menikmati fasilitas publik tapi tidak berkontribusi kepada negara.

Acara ini dilakukan agar mahasiswa dan mahasiswi tidak buta pengetahuan pajak saat terjun

ke dunia kerja karena banyak instansi dan perusahaan yang akan memberikan syarat

kepemilikan NPWP kepada calon karyawannya. Tidak hanya itu, jika mahasiswa berupaya

untuk membuka usaha sendiri maka mereka juga memerlukan NPWP untuk menjalankan

usaha mereka dan bekerja sama dengan perusahaan lain. Yang perlu ditekankan adalah

https://www.kompasiana.com/m_tamaro/59e34e4ad14ea21a04632e02/membangun-kepercayaan-masyarakat-

terhadap-pajak

apabila mereka telah memiliki NPWP maka mereka memiliki kewajiban untuk melaporkan

penghasilan,harta dan SPT Tahunan mereka. Saat mereka memiliki NPWP mereka harus

mengerti hak dan kewajibannya, apabila mereka telah mengerti hak dan kewajibannya maka

Direktorat Jenderal Pajak akan membantu urusan mereka juga.

Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan

seandainya dalam definisi „pajak‟ tidak ada frase “yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat

memaksa.” Bertitik tolak dari frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata

perbuatan sukarela atau karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan

pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan

membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong-

royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional. Sampai sekarang

kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang

diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan

pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering

mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet

menghitung dan melaporkannya..

Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin

semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka

semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ

justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi

kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan

pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya.

Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju

kesejahteraan yang selama ini diharapkan. Slogan “LUNASI PAJAKNYA AWASI

PENGGUNAANNYA” tidak hanya suara dan gaungnya semata yang nyaring namun bisa

benar-benar terwujudkan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan

dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakatnya sendiri.

Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi,

mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar

kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat

dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi

tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain :

1. Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

2. Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa.

3. Tingginya Tax Ratio

4. Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru.

5. Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.

6. Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran

pemenuhan kewajiban perpajakan.

Faktor ini dapat menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Antara

lain:

1. Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka

positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap

defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co

operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada

mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari

lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka

negatif tersebut.

2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga)

guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan

instansi daerah atau bukan instansi vertikal.

3. Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan,

sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan

menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu

diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.

4. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima

masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-

segi positif lainnya.

5. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak

bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana

belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.

6. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap

penggunaan uang pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai institusi negara yang berperan penting dalam

mengumpulkan pajak, dituntut untuk bekerja keras dalam melakukan pengawasan yang ketat

sehingga meminimalisir penggelapan pajak. Maka, dibutuhkan modernisasi perbaikan sistem

perpajakan agar pemerintah dapat memantau tingkat kepatuhan wajib pajak yang mengalami

kenaikan atau penurunan, kepercayaan masyarakat pada administrasi pelayanan pajak yang

kemudian akan berimbas pada Intergritas dan produktifitas aparatur pajak makin membaik.

Di Indonesia sistem perpajakan sudah menganut Self Assessment dimana setiap wajib pajak

sudah diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri dan membayar

sendiri pajak yang terutang yang harus dibayar. Asas pemungutannya pun sudah

berlandaskan keadilan dengan menganut Asas Equality, yaitu pemungutan pajak yang

dilakukan negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak, di mana

negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Namun, kendalanya adalah

hampir setiap tahun target penerimaan pajak realisasinya tidak terlalu optimal, bahkan dapat

dikatakan tidak berjalan seperti yang diharapkan yang tentunya akan berimplikasi terhadap

pengadaan barang publik.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun

kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain :

1. Melakukan sosialisasi

Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak

datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman

tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar

kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu

melalui sosialisasi. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh

masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang

pajak ke arah yang positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan

berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun medianya.

2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan

meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak. Jika pelayanan tidak beres

atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak

melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. DJP harus terus menerus meningkatkan

efisiensi administrasi dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal

dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi

merupakan salah satu upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat

untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib Pajak.

3. Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa

saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan

pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu

kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan

masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa

saling percaya.

4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan

perpajakan. Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah

yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya

akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan

kewajiban membayar pajak.

5. Law Enforcement. Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu

akan memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran

dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan

pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,

namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari

intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta

dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.

6. Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak. Masyarakat

berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak atau

disumbangkan dalam pembangunan bangsa. DJP harus senantiasa berusaha

membangun kepercayaan para wajib pajak kemudian seharusnya menjamin dan

menjawab kepercayaan tersebut dengan melakukan pembenahan internal.

Sehingga terwujudkan kondisi dimana masyarakat benar-benar merasa percaya

bahwa pajak yang mereka bayarkan tidak akan dikorupsi dan akan disalurkan

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

7. Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring

potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh

masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat

membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan

membayar Pajak.

Inilah tantangan terbesar pemerintah saat ini untuk memungut dan mengelola uang

Negara. Belum lagi terjadinya penggelapan dan penggelembungan pajak yang dilakukan oleh

oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Kesadaran masyarakat sangat diharapkan

untuk dapat bersama-sama membangun negeri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pajak, baik dari segi pemungutan maupun

manfaat, maka perlu diadakan edukasi mengenai pentingnya pajak serta dilakukan sosialisasi

secara terus-menerus, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Media cetak

berupa iklan dalam bentuk pamflet atau spanduk di pinggir jalan atau tempat strategis yang

memberikan informasi manfaat pajak. Media elektronik berupa iklan di televisi, radio,

maupun internet yang menjelaskan pentingnya pajak. Masyarakat harus mengetahui bahwa

pajak yang dibayarkan langsung masuk ke kas negara dan dipergunakan negara untuk

kepentingan umum, pembangunan, dan biaya penyelenggaraan negara. Selain itu,

masyarakat juga perlu diberi kewenangan untuk mengawasi pajak yang telah dibayarkan,

apakah telah disalurkan dengan benar atau tidak. Jika terjadi penyimpangan, masyarakat pun

mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang. Dengan demikian

maka jelaslah bahwa peranan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam

menunjang jalannya roda pemerintahan. Sebab, setiap proyek pembangunan yang

dilaksanakan pemerintah adalah dibiayai dari pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat.

Karenanya, masyarakat harus ikut menjaga fasilitas yang telah dibangun pemerintah demi

kepentingan bersama.

C. Kesimpulan

Pada dasarnya kita semua sebagai warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk

melakukan pembayaran pajak. Karena hal tersebut sudah diamanatkan dalam pasal 23A

Undang-Undang Dasar 1945. Pajak merupakan salah satu instrumen pokok kebijakan

pemerintah untuk menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, di mana pemerintah memiliki

kewajiban untuk mengadakan barang publik yang akan dimanfaatkan oleh rakyat. Sebab,

salah satu penopang pendapatan nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang

sekitar 70 % dari seluruh penerimaan negara. Sehingga pajak memiliki peran yang sangat

vital dalam sebuah Negara. Tanpa pajak, kehidupan negara tidak akan bisa berjalan dengan

baik. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar

minyak, pembayaran para pegawai negara dan pembangunan fasilitas publik semua dibiayai

dari pajak. Karena itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Jika

masyarakat teredukasi dan paham akan pajak, maka potensi penerimaan negara akan

bertambah. Namun perlu diketahui tidak semua masyarakat akan dikenakan pajak. Bagi

https://www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-kesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-pajak

https://www.kompasiana.com/yonshunga/5b4473485e13730ba0424ce6/pajak-rakyat-membayar-indonesia-

membangun?page=all

masyarakat yang memiliki penghasilan di atas batas ketentuan bayar pajak (PTKP) maka

hukumnya wajib membayar pajak, sebaliknya jika di bawah batas ketentuan tidak akan

dikenakan pajak. Jadi, membayar pajak wajib dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa

kecuali dan sudah sepatutnya kita sebagai warga negara yang baik, taat akan bayar pajak

berdasarkan daya pikulnya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.pajak.go.id/id/artikel/pentingnya-pengetahuan-pajak-sejak-dini

Muhammad Zainul Arifin, Understanding The Role Of Village Development Agency In

Decision Making, Kader Bangsa Law Review, http://ojs.ukb.ac.id/index.php/klbr

, https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, The Theft Of Bank Customer Data On Atm Machines In

Indonesia, International Journal of Mechanical Engineering and Technology

(IJMET),

http://www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJMET_10_08_018/IJMET_

10_08_018.pdf ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2016

Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara (Studi Kasus Desa Datar Balam Kabupaten Lahat), Jurnal Fiat Justicia,

http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/288/implementasi-peraturan-pemerintah-pp-

-nomor-8-tahun-2016-tentang-dana-desa-yang-bersumber-dari-anggaran-

pendapatan--dan-belanja-negara--studi-kasus-desa-datar-balam-kabupaten-lahat ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

https://www.kompasiana.com/m_tamaro/59e34e4ad14ea21a04632e02/membangun-

kepercayaan-masyarakat-terhadap-pajak

Muhammad zainul Arifin, Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan

Pejabat Bumn Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Jurnal Nurani,

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070 ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di

Indonesia, Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum,

http://www.lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin

Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,

Sumatera Selatan, Jurnal Thengkyang,

http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Hala

man%20%201-21 ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Memfasilitasi

Kegiatan Investasi Asing Langsung Terhadap Perusahaan Di Indonesia, Jurnal

Nurani, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2740/2072,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

https://www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-kesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-

pajak

Muhammad Zainul Arifin, Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan Dewan

Perwakilan Daerah, Jurnal Thengkyang,

http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/article/view/6/4 ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Kajian Tentang Penyitaan Asset Koruptor Sebagai Langkah

Pemberian Efek Jera, Researchgate.net,

https://www.researchgate.net/publication/333701113_KAJIAN_TENTANG_PE

NYITAAN_ASSET_KORUPTOR_SEBAGAI_LANGKAH_PEMBERIAN_EFE

K_JERA_Oleh ,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Freeport Dan Kedaulatan Bangsa,

https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

https://www.kompasiana.com/yonshunga/5b4473485e13730ba0424ce6/pajak-rakyat-

membayar-indonesia-membangun?page=all

Muhammad Zainul Arifin, Memulai Langkah Untuk Indonesia, Researchgate,

https://www.researchgate.net/publication/333700909_MEMULAI_LANGKAH_

UNTUK_INDONESIA_1,

https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin