Upaya yang dapat dilakukan pedagang lokal menghadapi perdagangan bebas

Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini tentu menjadi sebuah peluang dan tantangan bagi Indonesia dan Masyarakat Indonesia pada khususnya. Hal ini tidak mudah mengingat Indonesia harus bersaing keras dengan negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia bisa dikatakan masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yang berupa aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal dapat berakibat positif atau negatif bagi perekonomian Indonesia.

Dari sisi pemerintah harus dilakukan strategi dan langkah-langkah agar Indonesia siap dan dapat memanfaatkan momentum MEA. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih menjadi pertanyaan karena MEA sudah berlangsung pada awal Januari 2016. Faktanya, dari segi kesiapan, Indonesia banyak menghadapi masalah dari segi kualitas terutama barang, jasa dan tenaga kerja. Perdagangan bebas di era MEA diharapkan berjalan baik dan tanpa banyak kendala. Indonesia berkepentingan di MEA karena beberapa komoditas berbasis alam diprediksi melimpah pada tahun 2015-2020.

Sejalan dengan diberlakukannya MEA 2015, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan memiliki basis produksi tunggal. Hal ini mengakibatkan arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil dapat leluasa atau bebas bergerak di negara ASEAN. Sebuah pertanyaan besar apakah masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN? Erwin Aksa menegaskan pentingnya belajar dari kegagalan Indonesia ketika berdagang dengan China. Kesalahan terbesar Indonesia adalah Indonesia tidak pernah belajar dari sejarah. Enam tahun sebelum perdagangan bebas dengan China diberlakukan, Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik dan bahkan tampak santai menghadapinya dan Indonesia hanya ikut arus dan mengalir begitu saja. Sedangkan China telah bekerja keras membangun daya saingnya sehingga ketika memasuki perdagangan bebas, otot-otot bisnisnya sudah kuat. Dan Indonesia terkaget-kaget dalam menghadapinya karena ternyata daerah Glodok, Kemayoran, Tanah Abang, Cipulir diserbu produk-produk China. Kala itu Indonesia hanya mengandalkan ekspor sumber daya alam. Padahal sebelum perdagangan bebas dimulai Indonesia telah mengekspor sumber daya alam karena menjadi kebutuhan dasar industri disana. Dalam hal daya saing Indonesia saat ini masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Dan Indonesia harus mempercepat meningkatkan daya saing tanpa mengulur-ulur waktu, karena negara lain juga cepat berbenah.

Salah satu cara untuk merebut pasar ASEAN yaitu lebih dulu dengan merebut pasar domestik yaitu misalnya memperketat penerapan SNI dan membuka kesempatan bagi produk lokal untuk berkembang. Selain itu mewujudkan iklim usaha yang kondusif karena masih ada kebijakan pemerintah yang kurang mendukung sektor usaha seperti misalnya proses doing business yang masih makan waktu berhari-hari dan melewati berbagai birokrasi yang berbelit. Kemudian mempercepat pembangunan infrastruktur. Jika dilihat infrastruktur di Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding dengan beberapa negara tetangga. Dan kondisi infrastruktur ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pemerintah juga harus bersiap meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan bahasa asing. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN. Human Development Index di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Selain itu tenaga kerja asal Filipina dikenal mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa asing (Inggris) yang lebih baik daripada tenaga kerja Indonesia.

Peluang Indonesia dalam menghadapi MEA yaitu dapat memperluas pangsa pasar Indonesia dimana Indonesia dapat menjajakan barang produksi dalam negeri untuk dieskpor keluar Indonesia terutama ke negara-negara anggota MEA. Selain itu, mendorong kerjasama Iptek dimana kerjasama ini dapat menghasilkan transfer teknologi dari negara-negara anggota MEA. Dan yang terakhir memperluas lapangan pekerjaan yang mana Indonesia dengan penduduk terbesar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya berpeluang untuk mengirimkan tenaga kerjanya dengan mempersiapkan peningkatan kualitas dan keterampilan (hard skill dan soft skill). SDM yang berkualitas akan mampu bersaing dan kuat menghadapi tantangan. Adapun tantangan yang tentunya harus dihadapi masyarakat Indonesia antara lain:

Terganggunya industri dalam negeri. Kerjasama MEA 2015 ini tentunya menghilangkan nilai-nilai kebijakan perdagangan internasional seperti kebijakan proteksi, sehingga industri-industri dalam negeri yang sedang tumbuh tidak dapat terlindungi dari persaingan barang-barang import.

Pasar dibanjiri barang-barang impor. Dimana saat ini barang-barang import negara lain sudah membanjiri pasar Indonesia serta menutupi barang produksi asli Indonesia. Hal ini diakibatkan dari penghapusan tarif di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga negara-negara dapat menjual produknya lebih murah.

Daya saing sumber daya manusia. Hardskill dan softskill tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan minimal memenuhi ketentuan standar yang telah disepakati. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik didalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk membendung tenaga kerja terampil dari luar sehingga indonesia tidak menjadi budak di negeri sendiri.

Laju inflasi. Laju inflasi indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Tingkat kemakmuran Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dan juga stabilitas makro menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia.

Upaya-upaya tentunya akan terus dilakukan dalam menghadapi MEA. Bagaimana masyarakat Indonesia dalam merespon persaingan regional harus dilakukan koordinasi antar lembaga sehingga faktor penghambat dapat dieliminir. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia harus didukung oleh dunia usaha, lembaga pendidikan formal dan informal serta seluruh lapisan masyarakat agar bisa menyiapkan diri dalam menghadapi MEA.

Tidak bisa dipungkiri banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti apa itu MEA dan bagaimana alurnya. Hal ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah. Tidak hanya pada pemerintahan yang menjabat sekarang yakni pemerintahan presiden Jokowi, namun hal ini merupakan tanggung jawab bersama. Untuk melihat hal ini pemerintah harusnya melakukan sosialisasi tentang MEA kepada aparat dan publiknya jangan sampai masyarakat dibuat terkejut akan pemberlakuan MEA. Apakah pelaku usaha asal Indonesia siap berkompetisi di negerinya sendiri dengan pelaku usaha luar negeri? Jangan sampai pelaku usaha dalam negeri kalah saing dalam mengeksploitasi pasar negerinya sendiri. Melihat kenyataan yang ada, bahwa MEA sudah berjalan dan Indonesia belum terlihat bagaimana pemberlakuan MEA dalam hukum nasional dan penerapannya juga belum terlihat. MEA hanya bisa dirasakan bagi segelintir daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, pusat ekonomi dan industri yang semuanya berpusat di pulau Jawa membuat daerah seperti di Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi belum terkena dampak dari Masyarakat Ekonomi ASEAN ini.

Maka dari itu sangat diperlukan adanya sosialisasi intensif dan merata mengenai apa itu MEA. SDM di Indonesia perlu memiliki mental yang kuat ketika harus berhadapan dengan pekerja asing yang bebas masuk di Indonesia. Jika pemerintah siap dengan segala konsekuensi yang ada dan mampu berbenah, maka hal ini akan menular ke masyarakatnya yang siap menghadapi persaingan regional di ASEAN. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha,namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN.

Penulis: Sumiati, pemerhati ekonomi

Pasar bebas ASEAN mulai diberlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuannya memberikan kemudahan dalam hal perdagangan antar negara mulai dari pembebasan bea impor dan kemudahan birokrasi yang diharapkan dapat mendorong meningkatnya impor dari negara-negara ASEAN.

Hal ini menjadi peluang besar bagi UMKM di Indonesia untuk berkembang karena, impor barang kini menjadi jauh lebih mudah. Menghadapi hal itu, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi seperti, kurangnya akses informasi, kurang siap dalam menghadapi persaingan pasar, dan tantangan lainnya.

Baca juga: Trik marketing: kenapa banyak produk harganya berakhir .900?

Untuk meningkatkan daya saing UMKM dalam menghadapi pasar bebas ASEAN, ada berbagai macam langkah yang harus dilakukan. Berikut ini, cara-cara yang harus dilakukan oleh UMKM dalam menghadapi hal itu.

Update informasi terkini

Menurut data yang dikeluarkan oleh Sme.go.th, salah satu masalah terbesar UMKM adalahnya kurangnya akses informasi. Masalah ini tidak lagi menjadi rintangan yang berarti berkat kemajuan teknologi. Internet yang semakin mudah diakses dengan keberadaan gawai-gawai canggih yang hadir dengan harga terjangkau bisa memudahkan orang-orang untuk mengakses informasi tanpa mempedulikan faktor geografis dan ekonomi.

Dengan begitu, para pelaku UMKM bisa mendapatkan informasi dengan mudah mengenai tren yang sedang terjadi, harga produk, trik marketing yang dilakukan competitor atau perusahaan lainnya serta peluang pasar yang sedang dibidik.

Pemasaran lewat media sosial

Pemerintah Thailand merilis sejumlah masalah yang dihadapi UMKM. Dalam peringkat 3 besar, masalah pemasaran kerap menjadi masalah yang dihadapi tidak hanya UMKM asal Thailand tapi juga UMKM yang berasal dari negara-negara berkembang. Karena itu, hal ini menjadi masalah besar yang dapat menghambat pertumbuhan UMKM jika tidak diatasi dengan baik.

Baca juga: Pengaruh warna dalam strategi pemasaran produk

Beruntung, hal ini dapat diatas berkat kemajuan teknologi yang ada di media sosial. Kini, jumlah pengakses media sosial semakin besar. Menurut Hootsuite, jumlah pengakses media sosial di Indonesia pada Januari 2019 berjumlah 150 juta orang. Jumlah ini naik 20% dari survey sebelumnya. Data tersebut berpengaruh terhadap kemunculan sejumlah e-commerce, toko online dan bisnis yang berbasis dunia maya.

Data ini juga menjadi bukti otentik bahwa media sosial Indonesia berkembang dengan pesat dan bisa dimanfaatkan untuk menjaring pelanggan lewat promosi online. Anda perlu menguasai ilmu marketing online berupa pembuatan website, blog untuk SEO website, social media marketing serta penggunaan Ads (Facebook Ads dan Google Ads) untuk pemasaran produk Anda. Dengan cara yang tepat, Anda bisa menjaring lebih banyak orang dengan lebih cepat dan efektif.

Akses modal yang masih sulit

Deloitte (2015) mencatat bahwa akses modal yang sulit menjadi salah satu masalah yang kerap dihadapi UMKM untuk berkembang. Sejatinya, hal ini dapat diatasi lewat modal dari bank. Sayangnya, hal itu tidak mudah untuk didapatkan karena banyak UMKM yang tidak memiliki data keuangan yang rapi akibat sistem pencatatan yang buruk.

Untuk itu, setiap UMKM perlu mulai untuk memperbaiki masalah mereka dengan menggunakan sistem pencatatan keuangan yang rapi. Sistem pencatatan keuangan yang rapi dapat dicapai dengan pemberlakuan sistem pencatatan yang transparan dan komprehensif. Untuk itu, solusinya dapat dicapai dengan menggunakan Paper.id.

Paper.id adalah platform bisnis yang membantu setiap pelaku usaha dalam melakukan penagihan dan pencatatan secara rapi, mudah dan komprehensif. Fitur invoice yang ada dapat membantu Anda dalam menagih pembayaran serta, setiap catatan transaksi yang ada akan tercatat dengan rapi dan terhitung secara otomatis. Pencatatan jadi lebih mudah dan hemat waktu. Semua kemudahan ini bisa Anda rasakan dengan GRATIS! Download gratis Paper.id Disini!

(Visited 2.845 times, 1 visits today)