Tindakan penagihan pajak adalah tindakan juru sita pajak untuk menagih pajak terutang. Tindakan penagihan pajak terdiri : Surat Teguran, Surat Pajak, Penyitaan, Lelang, Pencegahan, Penyanderaaan, dan / atau Penagihan Seketika dan Sekaligus. Tindakah penagihan dilakukan kepada penanggung pajak. Show Tahapan Penagihan
Berdasarkan Undang-Undang KUP, dasar penagihan pajak yaitu: STP, SKPKB, SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Walaupun demikian, Wajib Pajak harus memperhatikan STP dan SKPKB. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak. Tetapi jika Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak tidak setuju, maka juru sita pajak akan menunggu proses keberatan. Permohonan keberatan harus diajukan paling lambat 3 bulan sejak STP dan SKPKB dikirim. Jika dalam 3 bulan tidak diajukan, maka proses penagihan dilanjutkan. Walaupun demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 189/PMK.03/2020 Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus berdasarkan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS) dalam hal:
7 hari setelah jatuh tempo, Juru Sita akan menerbitkan Surat Teguran. Biasanya surat teguran diantar langsung oleh Juru Sita. Surat Teguran
Walaupun belum lunas, Surat Teguran tidak akan diterbitkan jika Wajib Pajak telah setuju untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Silakan mendatangi Juru Sita langsung di kantor pajak untuk meminta persetujuan penundaan atau berniat mengangsur. Surat PaksaApabilan utang pajak belum lunas sampai dengan tanggal yang ditentukan, Juru Sita kemudian menerbitkan Surat Paksa dalam jangka wakut 21 hari sejak Surat Teguran. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Pemberitahuan Surat Paksa dilakukan kepada:
Pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam berita acara pemberitahuan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Mengingat Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte, yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Pajak dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara. Karena harus dibacakan di depan penanggung pajak, biasanya kepala KPP memanggil penanggung pajak untuk menghadap Juru Sita. Saat pelaksanaan pembacaan, juru sita bisa juga didampingi pejabat lain seperti atasan Juru Sita. Terhadap Wajib Pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang telah dibagi, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masing-masing ahli waris. Surat Paksa dimaksud memuat antara lain jumlah utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan besarnya warisan yang diterima oleh masing-masing ahli. Dalam hal ahli waris belum dewasa, Surat Pajak diserahkan kepada wali atau pengampunya. Di sinilah “kejamnya” hukum pajak. Bahwa urusan pajak belum selesai walaupun Wajib Pajak sudah meninggal dunia. Bandingkan dengan pidana umum, bahwa jika tersangka meninggal dunia, maka urusan pidana selesai! PenyitaanApabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu dalam jangka waktu yang telah ditentukan, 48 jam setelah dibacakan Surat Paksa, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Undang-Undang mengatur bahwa penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Dalam pelaksanaan Penyitaan, Jurusita Pajak harus:
Selanjutnya, Jurusita Pajak membuat berita acara pelaksanaan sita atas setiap pelaksanaan Penyitaan. Berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Berita acara pelaksanaan sita tetap sah serta mempunyai kekuatan hukum yang mengikat walaupun Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani berita acara pelaksanaan sita. Dalam berita acara dicantumkan alasan penolakan dan ditanda tangani oleh Jurus Sita dan saksi.
Undang-Undang memberikan kewenangan kepada Jurus Sita untuk melakukan penyitaan berupa:
Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. Menteri Keuangan kemudian merinci aset yang dapat disita, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak. Barang bergerak yang dapat disita diantaranya:
Sedangkan barang tidak bergerak yang dapat disita oleh Juru Sita diantaranya:
Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan Barang bergerak, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap Barang tidak bergerak. Jurusita Pajak akan memperhatikan jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak serta kemudahan penjualan atau pencairannya.
Walaupun demikian, terdapat barang bergerak yang tidak boleh dilakukan penyitaan oleh Juru Sita. Hal ini diatur di Pasal 15 Undang-Undang PPSP. Pengecualian dimaksudnya supaya Penanggung Pajak masih dapat hidup layak. Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
Pada dasarnya, barang yang disita akan tetap disita sampai dengan utang pajak lunas. Walupun demikian, ada kondisi lain Juru Sita mencabut pencabutan. Berikut kondisi pencabutan sita menurut Menteri Keuangan:
PemblokiranPemblokiran rekening keuangan termasuk salah satu bentuk penyitaan. Pemblokiran rekening keuangan sering dilakukan oleh Juru Sita karena lebih mudah dan sangat efektif. Wajib Pajak akan kesulitan likuidasi jika rekening banknya diblokir pajak. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan Barang milik Penanggung Pajak yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain, dengan tujuan agar terhadap Barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Penanggung Pajak dapat membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir dengan mengajukan permohonan penggunaan harta kekayaan yang diblokir untuk membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak kepada Pejabat, yang dilampiri dengan:
PencegahanPencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PenyanderaanPenyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Juru Sita mengajukan penyanderaan kepada Menteri Keuangan. Dan melaksanakan penyanderaan setelah ada ijin dari Menteri Keuangan. Setelah mendapat ijin dari Menteri Keuangan, Juru Sita menerbitkan surat perintah Penyanderaan seketika. Lamanya Penyanderaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan atau dititipkan dalam tempat Penyanderaan. Menurut Pasal 61 Peraturan Menteri Keuangan nomor 189/PMK.03/2020, pelaksanaan penyanderaan sebagai berikut:
Penyanderaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah atau sedang dilakukan Pencegahan.
Tujuan penyanderaan supaya utang pajak lunas. Jika dalam 6 bulan belum ada pelunasan utang pajak, maka Juru Sita dapat memperpanjang penyanderaan. Hal ini diatur di Pasal 66 Peraturan Menteri Keuangan berdasarkan kuasa Pasal 36 Undang-Undang PPSP. Perpanjangan Penyanderaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan terhitung sejak Penyanderaan sebelumnya berakhir. Penagihan Seketika dan SekaligusPenagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang PPSP, Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:
Pengangsuran dan PenundaanPengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur di Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 berdasarkan kewenangan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang KUP. Dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada kantor pajak untuk mengangsur atau menunda utang pajak berupa: kekurangan pembayaran pajak, pajak yang terutang, atau pajak yang masih harus dibayar. Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Selain itu, Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Pengansuran dan penundaan pembayaran utang pajak menjadi urusan Juru Sita. Wajib Pajak dapat meminta penjelasan lebih lanjut dengan petugas Juru Sita. Permohonan pengangsuran dan penundaan menunjukkan itikad baik Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak. Gugatan Wajib PajakBerdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Objek gugatan berupa:
Dengan demikian, satu-satunya pinta gugatan terhadap tindakan penagihan hanya ada di Pengadilan Pajak. Pengadilan lain seperti PTUN seharusnya menolak permohonan terkait tindakan penagihan karena spesialisasi undang-undang perpajakan. Hal ini diperkuat dengan aturan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang PPSP
Daluwarsa Penagihan PajakUtang pajak dapat ditagih walaupun Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sudah meninggal. Tetapi kewenangan menagih ini dibatasi waktu, yaitu 5 tahun saja. Jadi tidak berarti selamanya dapat ditagih. Setelah 5 tahun disebut daluwarsa penagihan pajak. Artinya, negara tidak memiliki kewenangan untuk menagih pajak lagi. Bagaimana menghitung 5 tahun ini? Pasal 22 Undang-Undang KUP mengatur daluwarsa penagihan pajak. Berikut salinannya:
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
Keempat tindakan menjadikan argo penagihan pajak nol lagi. Dan daluwarsa penagihan bergeser menjadi 5 tahun ke depan setelah salah satu ke-empat tindakan di atas dilakukan. Salindia Penagihan Pajak |