Tuliskan dua relief yang dapat kita lihat di halaman luar sekitar Monas

Hai adik-adik kelas 4 SD, berikut ini Osnipa akan membahas materi mengenai mencari informasi yang terdapat dalam teks bacaan. Pembahasan akan fokus kepada Informasi yang Terkandung dalam Teks Monumen Nasional. Semoga bermanfaat.

Monumen Nasional

Monumen nasional atau sering disebut Monas merupakan salah satu kebanggaan bangsa Indonesia, khususnya warga Jakarta. Monas merupakan tugu peringatan untuk mengenang perjuangan Bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945. Monas termasuk 37 benda cagar budaya DKI Jakarta tingginya yang mencapai 132 meter berdiri di atas tanah seluas 80 hektar. Monas mulai dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.

Monas merupakan tujuan wisata yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar. Pada dinding dalam terdapat rangkaian peristiwa sejarah bangsa Indonesia dari mulai jaman penjajahan Belanda sampai jaman pembangunan. Sejarah tersebut diukir dalam bentuk relief timbul yang indah. Pada puncak tugu menumen terdapat lidah api [obor] yang berlapis emas seberat 50 kilogram. Obor tersebut melambangkan semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

1. Apa itu monas?
Monas merupakan tugu peringatan untuk mengenang perjuangan Bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945.

2. Kapan Monas mulai dibangun?Monas mulai dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961Kapan Monas mulai dibuka untuk umum?

Tanggal 12 Juli 1975

3. Dimana letak Monas?
Monas terletak di DKI Jakarta

4. Siapa

5. Mengapa Monas dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar?
Karena pada dinding dalam terdapat rangkaian peristiwa sejarah bangsa Indonesia dari mulai jaman penjajahan Belanda sampai jaman pembangunan.

6. Bagaimana bentuk puncak tugu Monas?
Puncak tugu Monas berbentuk lidah api [obor] yang berlapis emas seberat 50 kilogram.

Demikian pembahasan mengenai Informasi yang Terkandung dalam Teks Monumen Nasional. Semoga bermanfaat.

Saat Anda berkunjung ke Jakarta, kurang lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Monumen Nasional. Monumen yang dibangun dengan ketinggian hingga 132 meter ini merupakan bangunan yang didirikan guna mengingat perjuangan bangsa Indonesia terhadap bangsa Hindia Belanda. Di bawah presiden pertama Indonesia, Sukarno, pembangunan Monas dimulai. Jika diperhatikan dengan cermat, Monas memiliki lembaran emas yang terlihat menyala. Lembaran emas yang menyala tersebut merupakan simbol dari semangat bangsa Indonesia dalam melawan penjajah. Dengan adanya tugu Monas ini, penduduk Indonesia dihimbau untuk mengetahui bagaimana perjuangan dan pengorbanan apa saja yang para pejuang lakukan hanya untuk sebuah kemerdekaan. Masyarakat Jakarta boleh berbangga diri dengan adanya Monas ini. Sebagai satu-satunya kota yang memiliki monumen kebanggaan bangsa Indonesia, Monas kerap kali dijadikan sasaran study tour oleh instansi pendidikan yang ada di Indonesia.

Monumen yang didirikan oleh presiden Sukarno ini merupakan monumen yang didirikan untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia saat melawan penjajah yang terkenal keji. Sebagai monumen penyemangat bangsa, Monumen Nasional diharapkan mampu melahirkan semangat kaum muda dalam membela negara Indonesia. Monas pun kini dijadikan icon negara Indonesia dengan berbagai manfaat dari setiap tempatnya. Seiring dengan berkembangnya jaman, Monas kerap kali digunakan sebagai tempat untuk berlibur. Anda bahkan dapat melihat pertunjukkan musik di depan halaman Monas pada saat-saat tertentu. Tidak hanya itu, halaman Monas juga menjadi tempat untuk berolahraga oleh masyarakat kota Jakarta. Karena digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, pemerintah kota tidak melarang penggunaan fungsi Monas tersebut. Monas bahkan diresmikan oleh pemerintah pusat sebagai objek wisata bagi para pengunjung. Dengan begitu, pendapatan pemerintah daerah dapat bertambah dari banyaknya wisatawan yang datang ke Monas.

Anda juga dapat melihat fungsi dari Monas dengan melihat ruangan-ruangan yang ada di dalam Monas. Ruang museum sejarah merupakan tempat yang berisikan peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lalu. Bagaimana bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekaan tersebut. Anda juga akan diberikan banyak informasi mengenai budaya, agama dan peradapan dari jaman dahulu hingga sekarang. Untuk mengetahui bagaimana pemandangan kota Jakarta, Anda dapat berkunjung ke wilayah pelataran puncak. Dari atas ini, Anda akan melihat pemandangan ibukota dengan lebih jelas. Untuk mempertajam penglihatan, Anda dapat menyewa teropong selama 1,7 menit hanya dengan membayar Rp. 2000 untuk satu koin. Dengan adanya teropong tersebut, Anda dapat dengan mudah melihat melihat-lihat pemandangan yang ditawarkan oleh kota Jakarta. Jika Anda tertarik untuk berkunjung ke Monumen Nasional, pastikan jika waktu yang Anda pilih merupakan waktu yang tepat. Dengan pemilihan waktu yang tepat, Anda tidak perlu berdesak-desakan dengan pengunjung yang lain karena keramaian yang ada di dalam monumen.

Artikel atau bagian artikel ini mungkin lebih cocok dipindahkan ke Monas[pindah]

Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Monumen Nasional" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
[Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini]

Monumen Nasional atau yang disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter [433 kaki] yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Soekarno dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala dari rakyat Indonesia. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.

Monumen Nasional

Monumen Nasional pada tahun 2010

Lokasi di Jakarta

Informasi umumLokasiJakartaAlamatLapangan MerdekaNegaraIndonesiaMulai dibangun17 Agustus 1961; 60 tahun lalu [1961-08-17]Selesai12 Juli 1975; 46 tahun lalu [1975-07-12]Diresmikan12 Juli 1975; 46 tahun lalu [1975-07-12]PemilikPemerintah IndonesiaTinggi137 meterDesain dan konstruksiArsitekFriedrich Silaban, R.M. SoedarsonoKontraktor utamaP.N. Adhi Karya

[tiang fondasi]

Gambar Digital Monumen Nasional Di Kota Jakarta

Ide awal pendirian Monumen nasional berasal dari orang biasa yang namanya tak pernah disebut-sebut atau bahkan ditorehkan dalam prasasti. Ia adalah Sarwoko Martokoesoemo. Mantan Walikota Jakarta Sudiro [1953-1960] dalam tulisannya di halaman 3 harian Kompas, Rabu, 18 Agustus 1971 dengan sangat tegas menyebutkan, ide pertama-tama pendirian Monas tidak muncul dari seorang presiden, menteri, pemimpin partai, pun tidak dari seorang walikota atau anggota DPR[D]. “Yang memiliki ide pertama kali adalah seorang warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo,” kata Sudiro. Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950, menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949,perencanaan pembangunan sebuah Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.

Pada tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno. Akan tetapi Soekarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Soekarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.[1][2][3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.

Soekarno menginspeksi pembangunan Monas. Foto ini dibuat sekitar tahun 1963-1964.

Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.[4][5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.

Monumen Nasional dalam tahap pembangunan.

Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.[6] Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.

Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato [7] sebagai sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan, Dr. Mario, di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.

Relief timbul sejarah Indonesia menampilkan Gajah Mada dan sejarah Majapahit

Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut.

Secara kronologis menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, namun beberapa patung dan arca tampak tak terawat dan rusak akibat hujan serta cuaca tropis.

Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru pada masa pemerintahan Suharto.

Ruang kemerdekaan

Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga berputar dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.[1][8]

Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian. Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman suara Soekarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas. Pada sisi timur terdapat tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi karena kondisinya sudah semakin tua dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara dinding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelataran setinggi 115 meter tempat pengunjung dapat menikmati panorama Jakarta dari ketinggian Seorang kakek tampak sedang menikmati panorama Jakarta dari balik kaca di Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan Monas, 1993.

Sebuah elevator [lift] pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.

Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram,[1] akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad [50 tahun] kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.[9] Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m [3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan]. Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI [17-8-1945].

Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.[10]

Pandangan Jakarta Pusat dari puncak Monumen Nasional
  • Transjakarta: 1 6A 6B di halte Monumen Nasional, 2 2A 2D 7 [7F] di halte Balai Kota
  • MetroTrans: 1A Halte Balai Kota-PIK Fresh Market
  • MetroTrans: 1P Terminal Pasar Senen-Halte Bundaran Senayan
  • MetroTrans: 1R Terminal Pasar Senen-Stasiun Tanah Abang
  • MetroTrans: 5A Jelambar-Terminal Kampung Melayu
  • MetroTrans: DA4 Stasiun Jakarta Kota-Stasiun MRT Dukuh Atas
  • Pemandangan Kota Jakarta dari puncak Monas, 1981.

  • Museum Sejarah Nasional Indonesia di kaki monumen.

  • Kolam pantul Monas di Taman Medan Merdeka Monas.

  • Monas di kala malam.

  • Dewi Pertiwi

  • Garuda Pancasila di dalam Ruang Kemerdekaan Monas.

  • Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disimpan di Ruang Kemerdekaan Monas.

  • Peta Nusantara berlapis emas di dalam Ruang Kemerdekaan.

  • Situasi Monas pada tahun 1980.

  • Heuken, A, [2008] Medan Merdeka - Jantung Ibu kota RI, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, No ISBN
  • Jakarta Local Government website: Museums in Jakarta Diarsipkan 2010-03-10 di Wayback Machine.
  • National Monument Office, Jakarta Capital City Administration [1996], National Monument: The Monument of the Indonesian National Struggle ISBN 979-95172-0-6

  1. ^ a b c Heuken [2008] p25
  2. ^ National monument Office, Jakarta [1996] pp. 3-9
  3. ^ Tinggi cawan dari halaman adalah 17 meter, lebar dasar monumen adalah 8 meter, serta lebar halaman cawan adalah 45 meter
  4. ^ National monument Office, Jakarta [1996] pp. 12-23
  5. ^ Jakarta Administration website
  6. ^ Monument Nasional brochure; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Monumen Nasional
  7. ^ National monument Office, Jakarta [1996] pp. 28-29
  8. ^ National monument Office, Jakarta [1996] pp. 24-28
  9. ^ National monument Office, Jakarta [1996] p28
  10. ^ Teuku Markam

Wikimedia Commons memiliki media mengenai Monas.
  • [Indonesia] Informasi tentang Monas di situs web resmi Pemerintah Provinsi Jakarta Diarsipkan 2010-03-10 di Wayback Machine.
  • [Indonesia] Situs web resmi Pariwisata Indonesia Diarsipkan 2014-09-27 di Wayback Machine.

Koordinat: 6°10′31.45″S 106°49′37.61″E / 6.1754028°S 106.8271139°E / -6.1754028; 106.8271139

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Monumen_Nasional&oldid=20766930"

Video yang berhubungan