Tari piring merupakan tari tradisional yang berasal dari provinsi

Keragaman budaya Indonesia dapat dilihat dari berbagai warisan budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tari tradisional termasuk dalam warisan budaya. Ada banyak tarian sesuai dengan daerah berkembangnya.

Tari Piring adalah salah satu tari tradisional yang khas. Tarian Piring berasal dari Sumatra Barat, tepatnya di daerah Solok. Tarian ini berkembang dalam masyarakat Minangkabau. Keunikan tari ini adalah penari menggunakan piring sebagai properti, kemudian diayun-ayunkan selaras dengan irama musik.

Menurut Ensiklopedi Tari Indonesia Seri P-T oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, gerakan Tari Piring terutama diarahkan pada kemahiran memainkan piring yang diketuk-ketuk agar bunyinya bisa menjadi pengiring irama bersama penari lainnya.

Dalam kreasi baru, Tari Piring sering ditambahkan unsur pencak silat. Gerak Tari Piring umumnya menggambarkan berbagai aspek kehidupan di desa. Lagu pengiring tari ini adalah Simarantang, Dayang Daini, Ikan Kekek, Si Kamang Rantak Kudo, dan De Iyo. Instrumen pengiring dapat menggunakan alat musik tradisional atau modern.

Baca Juga

Belum ada sumber pasti mengenai sejarah Tari Piring. Menurut Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Tari Piring diperkirakan berkembang di kepulauan Melayu sejak lebih 800 tahun yang lalu.

Tari Piring dipercaya mulai ditampilkan di Sumatra Barat atau saat zaman dahulu dikenal sebagai Minangkabau, kemudian berkembang hingga zaman kerajaan Sriwijaya. Saat kemunculan kerajaan Majapahit pada abad ke-16 menjatuhkan kerajaan Sriwijaya, Tari Piring berkembang ke daerah Melayu lain bersama dengan pelarian orang Sriwijaya.

Konon, Tari Piring terinspirasi oleh para wanita cantik yang berpakaian indah, serta berjalan dengan lembut, sopan, dan tertib ketika membawa piring berisi makanan lezat untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian.

Wanita-wanita tersebut akan menari sambil berjalan dan dalam masa yang sama menunjukan kecakapan mereka membawa piring yang berisi makanan tersebut.

Baca Juga

Tari Piring mencerminkan kehidupan masyarakat tradisional Minangkabau saat mereka bekerja di sawah. Tarian ini mengungkapkan kebahagiaan para petani sekaligus rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang sukses.

Pada awalnya, tari piring merupakan pemujaan terhadap Dewi Padi dan penghormatan atas hasil panen. Kedatangan Islam membawa perubahan kepercayaan dan konsep tarian ini. Saat ini, Tari Piring lebih sering diadakan pada acara pernikahan.

Berdasarkan laman  Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, gerakan Tari Piring meniru cara petani bercocok tanam. Penggunaan piring diisi makanan yang lezat menggambarkan rasa kegembiraan dan rasa syukur.

Gerakan Tari Piring

Tari Piring dilakukan secara berpasangan atau berkelompok dengan variasi gerakan yang dilakukan secara cepat, dinamis, dan diselingi dengan suara ketukan piring yang dibawakan oleh para penari.

Penari diiringi oleh alat musik tradisional yang disebut talempong dan saluang. Mereka memegang piring di telapak tangan dan mengayunkan gerak langkah untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mempermainkan piring yang ada di tangan.

Terkadang, piring-piring tersebut dilempar ke udara atau dihempaskan ke tanah lalu diinjak oleh para penari tersebut dengan kaki telanjang.

Tari Piring memiliki gerakan para petani saat bercocok tanam dari awal hingga akhir. Tarian ini dimulai dengan pekerjaan awal di lapangan hingga panen padi. Pada tahap akhir tarian, penari pria dan wanita muda akan menginjak-injak piring yang pecah, tanpa terluka.

Kaki para penari tanpa luka tersebut melambangkan kesucian dari niat. Para penari juga menggunakan cincin di kedua tangan penari yang bergemirincing selaras dengan iringan meriah dari musik tradisional.

Umumnya jumlah penari piring berjumlah ganjil dan terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Wadah piring juga berfungsi untuk menunjukan dari keanekaragaman masakan khas Minangkabau.

Jenis Tari Piring

Indrayuda dalam Jurnal Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 menjelaskan, ada beberapa Tari Piring yang populer di kawasan Luhak dan rantau Minangkabau [Sumatera Barat]. Contohnya Tari Piring Lawang, Tari Piring Rantak Tapi, Tari Piring Padang Magek, Tari Piring Koto Anau, dan Saniang Baka yang mewakili daerah Luhak atau darek.

Tarian tersebut sangat populer di Minangkabau hingga saat ini, sehingga banyak dijadikan objek penelitian dan sumber garapan bagi seniman untuk menciptakan atau membuat tari kreasi Minangkabau.

Di daerah Minangkabau, Tari Piring yang cukup populer adalah Tari Piring Lumpo, Tari Piring Pauh, Tari Piring Pariaman, Tari Piring Bayang, Tari Piring Painan, dan Indro Puro. Dari jenis tersebut, Tari Piring Lumpo,Tari Piring Pauah, Tari Piring Pariaman, dan Tari Piring Painan merupakan inspirasi bagi para seniman untuk kreasi tari.

Para seniman menciptakan kreasi baru dan menampilkannya sehingga masyarakat mengenal tarian tersebut. Beberapa kreasi tari yang terkenal di Sumatra Barat adalah Tari Piring kreasi versi Sanggar tari Syofyani berdasarkan pada Tari Piring tradisional Lawang dan Padang Magek serta Tari Piring dari daerah Luhak Agam.

Sementara itu, Tari Piring kreasi versi Sanggar Tari Indojati dikreasikan berdasarkan Tari Piring Koto Anau, Lumpo dan Saniang Baka serta Tari Piring Pauh. Kedua sanggar tari ini sangat populer di Sumatra Barat.

Baca Juga

Setelah mengetahui penjelasan diatas, disimpulkan bahwa Tari Piring merupakan tari tradisional khas Sumatra Barat dan terbagi dalam berbagai jenis. Agar tidak punah, Tari Piring perlu dilestarikan.

Ada banyak kesenian tradisional yang berkembang di seluruh Indonesia, salah satunya dalam bidang tari tradisional, yaitu Tari Piring. Kesenian Tari Piring berasal dari Provinsi Sumatra Barat dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau.

Tari Piring melibatkan tarian dengan atraksi menggunakan properti piring. Para penari mengayunkan piring untuk mengikuti gerakan cepat dan teratur tanpa terlepas dari tangan mereka.

Menurut modul pembelajaran oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tari piring biasanya ditampilkan oleh tiga hingga lima orang penari yang memegang dua hingga tiga piring pada tangannya serta menggunakan aksesoris gelang lonceng kecil yang diikat pada kaki penari.

Pengiring Tari Piring adalah musik yang dihasilkan dari alat musik dari Sumatera Barat, yakni bong dan saluang.

Pola Lantai Tari Piring

Pola lantai yang digunakan dalam tari Piring umumnya berupa pola lantai garis lengkung yang memberi kesan lembut tetapi juga manis, menurut Buku Seri Kreatif Tematik SD/MI oleh Tim Tunas Karya Guru.

Pola lantai Tari Piring berupa garis lengkung ini berhubungan dengan unsur magis atau keagamaan dan banyak digunakan pada tari tradisional. Pola lantai garis lengkung bisa membentuk lingkaran, angka delapan, lengkung seperti busur yang menghadap ke depan dan belakang, dan lengkung ular.

Menurut buku Seni Budaya dan Keterampilan, ada tiga macam pola lantai dalam Tari Piring, yaitu:

  • Gerak masuak sambah.
  • Gerak silang samping.
  • Gerak putar piriang.

Baca Juga

Salah satu kreasi Tari Piring adalah Tari Piring Lampu Togok yang berasal dari Desa Gurun Bagan, Kelurahan VI Suku, Kecamatan Lubuak Sikarah, Kota Solok, Provinsi Sumatra Barat. Menurut artikel dalam jurnal Garak Jo Garik Vol. 12. No. 2., Tari Piring Togok Menggunakan pola lantai garis lurus dan lengkung.

Garis lurus memberikan kesan sederhana dan kuat, sedangkan garis lengkung memberikan kesan lembut tetapi lemah.  Pola lantai yang membentuk garis lurus merupakan simbol kekuatan yang mengandung kesederhanaan dan kebersamaan.

Pola lantai dibuat untuk memperindah pertunjukan karya tari. Oleh karena itu dalam pembuatan pola lantai harus memperhatikan beberapa hal, antara lain bentuk pola lantai, maksud atau makna pola lantai, jumlah penari, ruangan atau tempat pertunjukan, dan gerak tari.

Menurut modul oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pola lantai pada tari tradisional memiliki fungsi, yaitu:

  • Memperkuat atau memperjelas gerakan-gerakan dari peranan tertentu.
  • Membantu memberikan tekanan atau kekuatan pada suatu tokoh tertentu yang ditonjolkan.
  • Menghidupkan karakteristik gerak dari keseluruhan pertunjukan tari.
  • Membentuk komposisi, menyesuaikan tari dengan bentuk ruang pertunjukan.
  • Untuk memperindah suatu tarian.

Properti Tari Piring

Gambar Tari Piring [encyclopedia.jakarta-tourism.go.id]

Properti tari adalah adalah perlengkapan yang tidak termasuk kostum, tidak termasuk pula perlengkapan panggung, tetapi merupakan perlengkapan penari. Misalnya kipas, pedang, tombak, panah, topeng, dan piring.

Secara umum, fungsi atau tujuan penggunaan properti tari yaitu sebagai penambah nilai estetika tarian yang ditampilkan serta sebagai media dalam penyampaian pesan dan makna dari tarian yang dipentaskan.

Properti Tari Piring adalah piring dan pecahan kaca dari piring kecil yang berwarna putih, seperti piring yang digunakan untuk makan.

Berdasarkan artikel dalam Garak Jo Garik Vol. 12. No. 2., penggunaan properti piring menggambarkan hasil panen yang mencukupi penduduk setempat.

Penari mengungkapkan perasaan syukur dengan ekspresi rasa gembira yang sangat atraktif dan unik dalam memainkan piring dengan seimbang dan gemulai.

Tari Piring juga menggunakan properti cincin dari bahan tempurung kemiri yang telah dilubangi dan digunakan sebagai penghasil bunyi. Penari menggunakannya di ujung jari telunjuk. Properti ini menghasilkan suara yang menimbulkan suasana kegembiraan sesudah panen padi.

Selain itu, dentingan cincin berfungsi untuk menunjukan aksentuasi gerakan, sekaligus melengkapi suara dari alat musik tradisional dengan memukul telunjuk ke dasar piring untuk memeriahkan suasana.

Makna Tari Piring

Makna Tari Piring mencerminkan kehidupan masyarakat tradisional Minangkabau saat mereka bekerja di sawah. Tarian ini mengungkapkan kebahagiaan para petani sekaligus rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang sukses.

Pada awalnya, tari piring merupakan pemujaan terhadap Dewi Padi dan penghormatan atas hasil panen. Kedatangan Islam membawa perubahan kepercayaan dan konsep tarian ini. Saat ini, Tari Piring lebih sering diadakan pada acara pernikahan.

Berdasarkan publikasi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, gerakan Tari Piring meniru cara petani bercocok tanam. Penggunaan piring diisi makanan yang lezat menggambarkan rasa kegembiraan dan rasa syukur.

Busana Tari Piring

Mengutip Ensiklopedia Jakarta, Tari Piring mengenakan busana khusus. Busana Tari Piring yang dikenakan penari lelaki berupa baju rang mudo atau baju gunting China yang berlengan lebar berhias renda emas [missia] dengan bawahan saran galembong, yaitu celana berukuran besar yang bagian tengahnya [pesak] berwarna sama dengan atasannya.

Adapun aksesoris yang dikenakan penari pria adalah sebagai berikut.

  • Sisamping: Kain songket yang dililitkan di pinggang dengan panjang sebatas lutut.
  • Cawek: Ikat pinggang yang juga terbuat dari songket dengan hiasan rumbai di bagian ujungnya.
  • Destar: Penutup kepala yang terbuat dari bahan songket berbentuk segitiga dan dikenakan dengan cara mengikatnya di kepala.

Busana penari perempuan terdiri baju kurung berbahan satin atau beludru dengan bawahan berupa kain songket. Aksesoris yang dikenakan berupa:

  • Selendang: Berbahan songket dikenakan di bagian kiri badan.
  • Tikuluak tanduak balapak: Penutup kepala khas perempuan Minang yang berbahan songket dan bentuknya menyerupai tanduk kerbau. Perhiasan yang dikenakan berupa kalung rumbai dan kalung gadang serta subang atau giwang.

Video yang berhubungan