Subsektor ekonomi kreatif berdasarkan ketetapan pemerintah adalah

JAKARTA – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah berhasil menyusun Panduan Pengembangan Desa Kreatif. Ada 17 subsektor ekonomi kreatif yang dijadikan instrumen untuk menentukan sebuah desa bisa ditetapkan sebagai desa kreatif.

Tujuhbelas subsektor ekonomi kreatif di Indonesia, adalah: Pengembang Permainan, Arsitektur, Desain Interior, Musik, Seni Rupa, Desain Produk, Fesyen, Kuliner, Film Animasi dan Video, Fotografi, Desain Komunikasi Visual, Televisi dan Radio, Kriya, Periklanan, Seni Pertunjukan, Penerbitan, dan Aplikasi.

Dikutip dari laman resmi Kemenparekraf, dijelaskan: 1. Pengembang Permainan. Industri dan ekosistem permainan (game) lokal memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam ekonomi kreatif Tanah Air.

Kemenparekraf menyebut, kontribusi game untuk ekraf Indonesia pada 2017 adalah 1,93 persen PDB, dengan 44.733 jumlah tenaga kerja di subsektor ini. Di tahun yang sama ada 51 pengembang game lokal baru yang dari tahun ke tahun bertambah jumlahnya.

“Kemenparekraf mendorong para pengembang game lokal untuk berkarya, karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan pangsa pasar game yang peningkatannya cenderung signifikan,” ujar Sandiaga S Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kamis 24 Februari 2022.

Banyak peluang yang bisa didalami, baik sebagai pembuat maupun pemain professional mengingat demografi Indonesia semakin banyak segmen produktif dan jumlah middle income class yang tinggi.

  1. Arsitektur. Kemenparekraf menegaskan, peran arsitektur di Indonesia sangat penting. Dalam hal budaya, keanekaragaman arsitektur lokal dan daerah menunjukkan karakter Bangsa Indonesia yang mempunyai beraneka ragam budaya.

Sedangkan dalam hal pembangunan, arsitektur juga berperan dalam merancang dasar pembangunan sebuah kota. Karena potensinya yang sangat besar, Kemenparekraf memasukkan arsitektur sebagai salah satu subsektor yang layak untuk dikelola secara lebih serius.

Saat ini, subsektor arsitektur menghadapi berbagai macam tantangan, salah satu di antaranya adalah kekurangan arsitek di Indonesia. Menurut data anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), jumlah arsitek di Indonesia hanya 15.000 orang, sangat kurang jika dibandingkan dengan 250 juta penduduk Indonesia.

  1. Desain Interior. Penggunaan jasa desainer interior untuk merancang estetika interior hunian, hotel, dan perkantoran semakin meningkat. Sudah jelas bahwa potensi ekonomi dari industri desain interior sangat menjanjikan.

Itu bisa menjadi momentum positif bagi subsektor desain interior yang tidak boleh disia-siakan. Munculnya berbagai sekolah, konsultan, perusahaan, dan asosiasi desain interior menunjukkan adanya semangat dari sub sektor ini untuk berkembang di pasar nasional bahkan internasional.

Kemenparekraf melihat ada beberapa hal yang masih perlu digarap dalam subsektor ini, antara lain adalah proteksi terhadap para pelaku kreatif desain interior di pasar domestik, adanya sertifikasi untuk menciptakan standar, dan perlindungan hak cipta.

  1. Musik. Musik merupakan industri cukup menjanjikan dalam dunia showbiz. Besarnya minat dan antusiasme para musisi muda untuk terjun ke dalam bidang ini menunjukkan bahwa musik punya potensi menjadi industri yang lebih besar.

Namun, salah satu tantangan terbesar pembajakan yang masih marak sehingga menyebabkan perkembangan industri musik di Indonesia terhambat. Pembajakan tentunya menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas produksi, menurunnya apresiasi masyarakat terhadap musik, dan turunnya minat investasi di bidang ini.

  1. Seni Rupa. Pada subsektor ini, Indonesia mempunyai potensi terbesar baik secara kualitas, kuantitas, pelaku kreatif, produktivitas, dan potensi pasar. Seni rupa Indonesia juga sudah memiliki jaringan yang sangat kuat baik dalam negeri ataupun di luar negeri.

Berbagai festival seni rupa diadakan secara rutin, bahkan yang reputasinya diakui secara internasional. Hingga kini sudah lebih dari 160 pelaku kreatif seni rupa Indonesia terlibat dalam forum dan acara internasional.

  1. Desain Produk. Desain produk merupakan proses kreasi sebuah produk yang menggabungkan unsur fungsi dengan estetika sehingga bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. Subsektor desain produk juga didukung oleh para pelaku industri yang memiliki craftmanshift andal.

Para desainer produk mampu menggali dan mengangkat kearifan lokal, kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam, dalam setiap karya-karyanya. Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk subsektor ini adalah dengan mengelola industri dari hulu ke hilir, bekerja sama dengan berbagai asosiasi untuk meningkatkan penggunaan desain produk lokal Indonesia, dan mendirikan pusat desain sebagai hub lintas sub sektor.

Untuk jangka panjang, perlu adanya undang-undang atau peraturan yang menetapkan supaya setiap retail dan mal menjual minimal 20-30 persen produk-produk local.

  1. Fesyen. Tren fesyen senantiasa berubah dengan cepat. Dalam hitungan bulan, selalu muncul mode fesyen baru. Ini tak lepas dari produktivitas para desainer fesyen lokal yang inovatif merancang baju-baju model baru, dan munculnya generasi muda kreatif yang antusias dengan industri fesyen ini.

Masyarakat sebagai pasar pun juga semakin cerdas dan berselera tinggi dalam memilih fesyen Di sisi lain, subsektor ini harus menghadapi banyak tantangan. Fesyen lokal masih menjadi anak tiri, pasar memprioritaskan ruangnya untuk produk-produk impor, sehingga fesyen lokal kurang mendapatkan tempat.

  1. Kuliner. Subsektor kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu 30 persen dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Industri kuliner mempunyai potensi yang sangat kuat untuk berkembang, oleh karena itu pemerintah akan mendukung sub sektor ini supaya lebih maju.

Beberapa pelaku industri kuliner melihat ada beberapa hal yang harus diperbaiki dan dikelola secara lebih serius. Salah satu di antaranya adalah perlunya akses perizinan usaha melalui satu pintu sehingga lebih mudah dan efektif.

  1. Film, Animasi dan Video. Subsektor film, animasi, dan video memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi lebih baik, walaupun masih harus menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah minimnya SDM yang benar-benar mempunyai keahlian di bidang film, sehingga pilihan untuk memperoleh tim dari sutradara, penulis skenario, kru, dan pemain film, sangat terbatas.

Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah layar bioskop yang terbatas dan tidak merata penyebarannya, serta belum adanya proteksi terhadap hak karya cipta sehingga aksi pembajakan masih marak.

  1. Fotografi. Perkembangan subsektor ini didukung oleh meningkatnya minat anak muda terhadap fotografi, seiring perkembangan media sosial dan peralatan yang makin terjangkau. Beberapa pelaku memberikan pendapatnya tentang apa yang masih harus digarap dalam bidang fotografi ini.

Pertama, belum adanya perlindungan HKI terutama untuk hak penggunaan karya fotografi. Kedua, belum adanya pengarsipan karya-karya fotografi Indonesia. Dan ketiga, Kemenparekraf diharapkan bisa membantu para fotografer Indonesia mendapatkan perhatian internasional.

  1. Desain Komunikasi Visual. Potensi desain komunikasi visual masih harus ditingkatkan, seperti kesadaran pasar tentang pentingnya desain. Hasil karya desainer grafis sering dinilai dengan harga yang kurang layak.

Padahal para desainer grafis membutuhkan proses yang cukup panjang dalam bekerja, dari memikirkan filosofi, mengolah desain sehingga mempunyai makna, dan menghasilkan produk jadi.

  1. Televisi dan Radio. Meskipun tidak semutakhir ponsel dan gawai lainnya, televisi dan radio masih mempunyai peran yang sangat besar dalam penyebaran informasi. Saat ini, kepemilikan televisi dan radio sudah merata, sehingga setiap lapisan masyarakat bisa mengakses teknologi ini.

Pertumbuhan jumlah stasiun televisi dan stasiun radio pun masih terus bertambah. Namun, pertumbuhan dan potensi tersebut belum disertai dengan tayangan televisi yang berkualitas. Mayoritas program televisi, karena mengejar rating tinggi, tak lagi memperhatikan kualitas program yang ditayangkan.

  1. Kriya. Seni kriya merupakan salah satu subsektor yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia dan sangat dekat dengan industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Dilihat dari materialnya, kriya meliputi segala kerajinan yang berbahan kayu, logam, kulit, kaca, keramik, dan tekstil.

Ketersediaan bahan baku material yang berlimpah dan kreativitas para pelaku industri menjadi faktor utama majunya sub sektor ini. Indonesia memiliki banyak pelaku seni kriya yang kreatif dan piawai dalam berbisnis. Bisnis kriyanya pun beragam. Banyak dari mereka berhasil memasarkan produknya sampai ke pasar luar negeri. Produk- produk kriya Indonesia terkenal karena konsep hand made-nya, dan memanfaatkan hal tersebut sebagai nilai tambah sehingga bisa dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi.

  1. Periklanan. Periklanan adalah subsektor ekonomi kreatif yang karyanya memiliki daya sebar paling tinggi. Hal ini tak lepas dari peran sinergi para pemilik modal yang ingin memasarkan produk dan jasa mereka dengan media yang dimanfaatkan.
  2. Seni Pertunjukan. Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman seni dan tradisi pertunjukan, seperti wayang, teater, tari, dan lain sebagainya yang telah diakui dan mendapatkan apresiasi dunia internasional. Seni pertunjukan dari masing-masing daerah sudah tersebar secara sporadis ke seluruh wilayah di Indonesia.

Banyaknya jumlah seni pertunjukan baik tradisi maupun kontemporer yang selama ini dikreasikan, dikembangkan, dan dipromosikan, telah mendapatkan apresiasi dunia internasional.

  1. Penerbitan. Subsektor penerbitan berperan dalam membangun kekuatan intelektual bangsa dan terus berupaya untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Pasar industri penerbitan memang tidak sebesar subsektor yang lain, namun industri ini punya potensi yang tak kalah kuat.

Banyak penerbitan besar dan kecil yang masih bermunculan meramaikan industri ini. Ditambah lagi perkembangan teknologi yang memungkinkan buku diterbitkan dalam bentuk digital.

  1. Aplikasi. Seiring dengan semakin meningkatnya penetrasi smartphone, industri pengembangan aplikasi semakin meningkat dan menjadi subsektor yang berpotensi besar ke depannya.

Di lain pihak, subsektor ini masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) baik secara kuantitas atau kualitas, sedikitnya minat investor pada industri ini, dan belum adanya kebijakan proteksi yang memihak pada kepentingan developer domestik.

Situasi inilah yang menyebabkan ekosistem subsektor ini belum terbangun secara maksimal, sehingga Kemenparekraf akan berfokus menyelesaikan berbagai tantangan tersebut. (*)